Buku Obat Tradisional

Jelajahi Buku Obat Tradisional dari Gramedia yang disusun berdasarkan rekomendasi Gramedia

Herbal Bali, Khasiat, dan Ramuan Tradisional Asli dari Bali

Herbal Nusantara, 1001 Ramuan Tradisional Asli Indonesia

Khasiat Obat Tradisional sebagai Antioksidan Diabetes

Sehat Alami dengan Herbal: 250 Tanaman Berkhasiat Obat

Pengobatan Tradisional dengan Jamu Ala Kraton sebagai Warisan Turun Temurun

The Power of Jamu: Kekayaan dan Kearifan Lokal Indonesia

Sehat dengan Rempah dan Bumbu Dapur

Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah & Cara Racik Edisi Revisi

gramedia digital

Berlangganan Gramedia Digital

Baca majalah, buku, dan koran dengan mudah di perangkat Anda di mana saja dan kapan saja. Unduh sekarang di platform iOS dan Android

  • Tersedia 10000++ buku & majalah
  • Koran terbaru
  • Buku Best Seller
  • Berbagai macam kategori buku  seperti buku anak, novel,religi, memasak, dan lainnya
  • Baca tanpa koneksi internet

Rp. 89.000 / Bulan

gramedia digital

Berlangganan Gramedia Digital

Baca majalah, buku, dan koran dengan mudah di perangkat Anda di mana saja dan kapan saja. Unduh sekarang di platform iOS dan Android

  • Tersedia 10000++ buku & majalah
  • Koran terbaru
  • Buku Best Seller
  • Berbagai macam kategori buku  seperti buku anak, novel,religi, memasak, dan lainnya
  • Baca tanpa koneksi internet

Rp. 89.000 / Bulan

I am text block. Click edit button to change this text. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

gramedia best seller

Tentang Buku Obat Tradisional

Jelajahi Buku Obat Tradisional dari Gramedia. Buku disusun berdasarkan rekomendasi Gramedia.

Selengkapnya

    Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam hayati. Berbagai jenis tumbuhan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber obat tradisional dapat ditemukan di Indonesia. Masyarakat Indonesia umumnya memiliki tradisi dalam pengolahan tumbuh-tumbuhan obat, baik tradisi tertulis maupun tradisi lisan yang disampaikan secara turun-temurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah memiliki pengetahuan sejak zaman dulu yang didapatkan dari pengalaman sehari-hari. Masyarakat memiliki pengetahuan mengenai jenis tumbuhan obat, bagian yang dapat digunakan, cara pengolahan, dan khasiat dari penggunaan tumbuh-tumbuhan obat tersebut.

    Perkembangan obat tradisional kini semakin pesat. Semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan obat tradisional untuk mengobati penyakit tertentu. Obat tradisional banyak dijual dengan berbagai bentuk kemasan yang dapat menarik konsumen. Perkembangan obat tradisional ini melahirkan undang-undang yang mengatur dan mengawasi kegiatan produksi dan peredaran dari produk obat tradisional untuk melindungi masyarakat dari hal yang tidak diinginkan, terutama masalah kesehatan.

     

    Pengertian Obat Tradisional

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), obat tradisional adalah obat yang diramu dari berbagai macam akar, kulit pohon, batang, bunga, buah, dan daun untuk berbagai macam penyakit. Obat tradisional juga dapat diartikan sebagai obat-obatan yang diolah dengan cara tradisional dan turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat setempat, baik yang bersifat magi maupun pengetahuan tradisional.

    Obat tradisional merupakan ramuan yang didapatkan dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, serta sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional dan turun-temurun dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional selanjutnya berkembang dengan dikenal sebagai obat herbal obat bahan alam Indonesia karena sebagian besar berasal dari campuran tumbuh-tumbuhan. Obat herbal atau obat bahan alam Indonesia dapat diartikan sebagai obat tradisional yang diproduksi atau diolah dari hasil alam atau tumbuhan obat Indonesia.

     

    Bentuk Obat Tradisional

    Obat tradisional banyak dijual di pasar dalam bentuk kapsul, serbuk, seduhan atau rajangan simplisia, cair, dan tablet. Bentuk obat tradisional kini telah semakin aman dan telah terstandarisasi dengan kemasan yang baik untuk menjaga keamanan dari produk sediaan atau simplisia tanaman obat tradisional tersebut.

    Secara umum, bentuk obat tradisional yang saat ini beredar di masyarakat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:

    1. Sediaan Oral: Serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak), tablet (ekstrak), pil (ekstrak), sirup, dan sediaan terdispersi.
    2. Sediaan Topikal : Salep/krim (ekstrak), Suppositoria (ekstrak), Linimenta (Ekstrak), dan bedak.

     

    Manfaat Obat Tradisional

    Obat tradisional memiliki berbagai bermanfaat bagi kesehatan. Penggunaan obat tradisional saat ini juga cukup gencar dilakukan karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik dari segi harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional saat ini banyak digunakan karena berdasarkan beberapa penelitian, obat jenis ini tidak banyak menyebabkan efek samping dan masih dapat dicerna oleh tubuh manusia. Bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional, yaitu akar, rimpang, batang, buah, daun, dan bunga. Beberapa contoh pemanfaatan bagian tumbuhan sebagai obat tradisional, yaitu akar alang-alang dimanfaatkan sebagai obat penurun panas, rimpang temulawak dan rimpang kunyit banyak dimanfaatkan sebagai obat hepatitis, batang kina dimanfaatkan sebagai obat malaria, kulit batang kayu manis banyak dimanfaatkan sebagai obat tekanan darah tinggi, buah mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai obat kanker, buah belimbing banyak dimanfaatkan sebagai obat tekanan darah tinggi, daun beluntas dimanfaatkan sebagai obat menghilangkan bau badan, serta bunga belimbing wuluh dimanfaatkan sebagai obat batuk.

     

    Jenis Obat Tradisional

    Berdasarkan keputusan Kepala Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), obat tradisional atau obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat. Pengelompokkan obat tradisional tersebut terdiri dari jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

    1. Jamu

    Jamu merupakan obat tradisional yang diproduksi dan disediakan secara tradisional dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan larutan atau cairan. Jamu disusun dari berbagai jenis bahan tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak serta digunakan secara tradisional. Bagi masyarakat Indonesia, jamu menjadi resep peninggalan leluhur yang dipertahankan dan dikembangkan secara turun-temurun. Bahan-bahan untuk membuat jamu dapat berasal dari akar, daun, bunga, dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia.

    Manfaat jamu tidak perlu dibuktikan secara ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dibuktikan secara empiris (pengalaman). Jamu yang telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun dari generasi ke generasi selama puluhan, bahkan mungkin ratusan tahun. Berdasarkan hal tersebut jamu telah membuktikan keamanan dan manfaatnya secara langsung untuk berbagai kesehatan tertentu. Jamu memegang peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan secara tradisional sehingga akan tetap dan berkembang dengan dimanfaatkan oleh masyarakat di tengah perkembangan pengobatan modern. Bahan yang digunakan dalam produksi jamu tidak mengandung bahan kimia sintetik. Jamu menggunakan berbagai macam tumbuhan yang diambil langsung dari alam dan memiliki efek sampingnya cenderung lebih kecil.

    Jamu dimanfaatkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk mengobati penyakit ringan, mencegah datangnya penyakit, serta menjaga ketahanan dan kesehatan tubuh. Jamu dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan manfaatnya. Terdapat jamu untuk obat pegal-pegal atau anti nyeri, jamu untuk penambah stamina atau kebugaran, jamu untuk kecantikan, dan masih banyak lainnya. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria untuk dapat diedarkan. Beberapa kriteria jamu, yaitu harus aman dan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, klaim khasiat dari jamu harus dibuktikan dengan data empiris, jamu harus memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, serta jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata “secara tradisional digunakan untuk …”.

    Pada produk jamu tidak boleh ada klaim khasiat dengan menggunakan istilah farmakologi atau medis, seperti jamu untuk hipertensi, jamu untuk TBC, jamu untuk diabetes, jamu untuk asma, jamu untuk hiperlipidemia, jamu untuk impotensi, dan jamu untuk infeksi jamur candida. Beberapa contoh produk jamu bermerek, yaitu Kuku Bima, Gemuk Sehat, Tolak Angin, Rapet Wangi, Pegal Linu, Kuldon, Tuntas, Strong Pas, Antangin Jahe Merah, Antangin Mint, Darsi, Enkasari, Selangking Singset, Buyung Upik, Susut Perut, Herbakof, Curmino, dan Batugin Elixir. Jamu juga dapat menjadi obat herbal terstandar atau fitofarmaka jika bentuk sediaannya memenuhi syarat berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.

    2. Obat Herbal Terstandar (OHT)

    Obat herbal terstandar (OHT) merupakan obat tradisional yang dihasilkan dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan, atau mineral. Sediaan bahan alam untuk produksi obat herbal terstandar perlu dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan melakukan uji praklinik pada hewan percobaan dan standarisasi bahan baku. Bahan baku obat herbal terstandar perlu diuji standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis, serta uji toksisitas akut maupun kronis, seperti halnya fitofarmaka. Proses produksi obat herbal terstandar memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan mahal serta tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan ekstrak, yang juga berlaku pada proses produksi fitofarmaka.

    Obat herbal terstandar harus memenuhi beberapa kriteria untuk dapat diedarkan. Beberapa kriteria obat herbal terstandar, yaitu harus aman dan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, klaim khasiat obat herbal terstandar harus dibuktikan secara ilmiah atau melalui uji praklinik, bahan baku yang digunakan dalam produk jadi telah distandarisasi, serta harus memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Terdapat beberapa produk obat herbal terstandar yang telah diproduksi dan beredar di Indonesia, seperti Diapet, Lelap, Antangin JRG, Mastin, OB Herbal, dan Kiranti. Obat herbal terstandar dapat menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.

    3. Fitofarmaka

    Di antara ketiga kelompok atau golongan obat tradisional, fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam atau obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinik pada hewan percobaan, uji klinik pada manusia, serta standarisasi bahan baku dan produk jadinya. Proses pembuatan yang telah terstandar dan khasiat yang telah dibuktikan melalui uji klinis menjadikan jenis obat tradisional ini dapat disejajarkan dengan obat modern.

    Fitofarmaka menjadi jenis obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat modern karena telah memiliki clinical evidence dan siap diresepkan oleh dokter setelah melalui proses penelitian yang sangat panjang serta uji klinis yang detail. Obat tradisional yang berhasil lolos uji fitofarmaka dapat diklaim sebagai obat, tetapi klaim tersebut tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika hasil uji klinis hanya sebagai obat antikanker, produsen tidak boleh mengklaim produknya sebagai obat antikanker dan antidiabetes.

    Pada dasarnya sediaan bahan fitofarmaka mirip dengan sediaan bahan jamu-jamuan karena sama-sama berasal dari bahan alami. Namun, jika dibandingkan jamu-jamuan dan obat herbal terstandar, jenis sediaan bahan alam obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat. Fitofarmaka dapat dikatakan sebagai jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern sehingga khasiat dan manfaat dari penggunaannya dapat lebih dipercaya daripada jamu-jamuan biasa karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas.

    Fitofarmaka harus melewati berbagai proses panjang yang setara dengan proses produksi obat-obatan modern yang beredar di masyarakat. Fitofarmaka perlu melewati standarisasi mutu, baik dalam proses penanaman tanaman obat, panen, pembuatan simplisia, ekstrak, hingga pengemasan produk sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu, sediaan bahan alam fitofarmaka juga perlu melewati berbagai uji praklinis, seperti uji toksisitas dan uji efektivitas yang dilakukan terhadap hewan percobaan serta melewati uji klinis yang dilakukan terhadap manusia.

    Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam proses produksi fitofarmaka, yaitu harus aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat fitofarmaka harus dibuktikan secara ilmiah atau melalui uji praklinik pada hewan percobaan dan uji klinik pada manusia. bahan baku yang digunakan dalam produk jadi telah distandarisasi, fitofarmaka harus memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, serta jenis klaim penggunaannya harus sesuai dengan tingkat pembuktiannya.

    Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, terdapat beberapa tahapan dalam pengembangan dan pengujian fitofarmaka, di antaranya adalah tahap seleksi calon fitofarmaka, tahap biological screening calon fitofarmaka, tahap penelitian farmakodinamik calon fitofarmaka, tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) calon fitofarmaka, tahap pengembangan sediaan (formulasi) bahan calon calon fitofarmaka, serta tahap uji klinik pada manusia yang sehat dan atau yang sakit. Setelah diperoleh hasil uji dari tahapan tersebut, im yang berwenang akan mengembangkan sediaan obat ini dalam bentuk ramuan atau racikan yang diproduksi dan dipasarkan dalam bentuk kemasan yang aman dari cemaran–cemaran yang dapat membahayakan kesehatan.

    Terdapat beberapa produk fitofarmaka yang telah diproduksi dan beredar di Indonesia, seperti Stimuno (PT Dexa Medica), Tensigard dan X-Gra (PT Phapros), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), dan Nodiar (PT Kimia Farma). Obat fitofarmaka yang saat ini beredar di masyarakat memiliki kemasan dengan logo jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran.