Sejarah

Supersemar: Latar Belakang, Tujuan dan Dampaknya

Written by Fandy

Supersemar adalah – Keberadaan dari Supersemar memang tidak boleh dilupakan dari catatan sejarah. Sebab, adanya Supersemar bisa mengubah wajah politik yang ada di Indonesia secara drastis. Meski begitu, perlu diketahui juga jika keberadaan dari naskah Supersemar yang asli sampai saat ini belum diketahui keberadaanya.

Dikutip dari situs kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id disebutkan jika ada pihak yang memberikan pernyataan jika Supersemar saat ini ada di salah satu bank di luar negeri. Meski begitu, pernyataan tersebut masih belum diyakini kebenarannya karena tidak ada bukti otentik yang bisa mendukung kebenaran dari pernyataan tersebut.

Ada juga yang memiliki pernyataan jika keberadaan Supersemar ada di dalam negeri yang konon disimpan oleh mantan Presiden Soeharto. Adanya banyak ketidakjelasan akan keberadaan dari Supersemar menjadikannya sebagai salah satu sejarah Indonesia yang masih gelap.

Supersemar adalah suatu surat yang menjadi awal peralihan kepemimpinan nasional yaitu dari masa Orde Lama ke Orde Baru. Supersemar dikeluarkan pada 11 Maret 1966 membuat terjadinya penyerahan mandat kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Soeharto. Saat itu, Soeharto masih menduduki jabatan sebagai Menteri atau Panglima Angkatan Darat.

Salah satu tujuan dikeluarkannya Supersemar adalah sebagai bentuk upaya mengatasi konflik yang terjadi di dalam negeri saat itu, salah satunya adalah peristiwa G3S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya hingga saat ini keberadaan dari Supersemar masih terus menjadi kontroversi karena memang naskah aslinya tidak pernah ditemukan.

Latar Belakang Terjadinya Supersemar

menpan.go.id

Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret merupakan suatu surat perintah yang di dalamnya telah ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Dimana Supersemar memiliki isi tentang perintah yang memberikan instruksi kepada Letnan Jenderal (Letjen) Soeharto yang saat itu menduduki jabatan Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban atau Pangkopkamtib untuk mengambil semua tindakan yang dianggap perlu.

Tujuan dari pengambilan tindakan tersebut adalah untuk mengantisipasi terjadinya situasi keamanan yang ada pada saat itu. Hingga pada akhirnya, Supersemar malah menjadikan kekuasaan Presiden Soekarno menjadi lemah karena langkah strategi yang diambil oleh Letjen Soeharto pada saat itu, yang mana kekuasaan Soekarno pada saat itu juga semakin terkikis.

Beberapa langkah strategi yang diambil tersebut adalah seperti adanya penangkapan 15 menteri dalam kabinet yang sebelumnya telah dibentuk oleh Soekarno, bubarnya Tjakrabirawa dan juga mengontrol media di bawah Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia atau Puspen TNI.

Dikutip dari sebuah tulisan dengan judul “Supersemar: Sejarah dalam Balutan Kekuasaan” yang dimuat dalam Wacana Bernas Jogja tahun 2014 menjelaskan jika Supersemar diawali oleh peristiwa 30 September 1965 yang memakan korban enam orang perwira tinggi serta satu perwira menengah TNI AD.

Selain itu, peristiwa tersebut juga diikuti dengan adanya aksi pembantaian massal yang berlangsung antara bulan Oktober hingga Desember 1965. Adanya kekacauan yang terjadi di akhir September 1965 berhasil dikendalikan oleh Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) yang pada saat itu dijabat oleh Mayor Jenderal (Mayjen) Soeharto.

Selain itu, atas kesigapan Soeharto mengatasi kondisi yang terjadi sejak 1 Oktober 1965 menjadikannya mendapatkan tugas sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan Dan Ketertiban pada saat itu.

 

Sejak saat itu, karier Soeharto turut meningkat dalam bidang militer. Hal tersebut bisa ditunjukkan ketika Soeharto berhasil dilantik menjadi Panglima TNI AD dengan pangkat Letjen. Pada hari Jumat tanggal 11 Maret 1966 terjadi sebuah aksi demo dari mahasiswa serta kelompok pasukan tak dikenal tanpa atribut yang bergerak di sekitaran Monas.

Dimana terjadinya kejadian tersebut bersamaan ketika Presiden Soekarno sedang memimpin Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan di Istana Merdeka. Setelah mengetahui aksi tersebut, Presiden Soekarno langsung meninggalkan sidang dan terbang menuju istana Bogor dengan menggunakan helikopter.

Pada waktu sore harinya datang tiga jenderal yang sebelumnya juga sudah bertemu dengan Letjen Soeharto yang pada saat itu memang tidak dapat hadir pada sidang kabinet karena kondisinya sedang sakit.

Ketiga jenderal tersebut bernama Basuki Rachmat, Amir Machmud dan M. Jusuf berhasil meyakinkan Presiden yang saat itu sedang berada di Istana Bogor untuk mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto. Dimana isi dari surat perintah tersebut adalah untuk mengamankan situasi yang kian lama menjadi memanas.

Melalui surat yang telah dibuat dan ditandatangani yang berikutnya diterima oleh Soeharto, kondisi politik di Indonesia juga turut berbah. Tak sampai 24, Letjen Soeharto berhasil membubarkan PKI beserta menangkap 15 menteri.

Selain itu, Soeharto juga berhasil menyingkirkan orang-orang yang saat itu memang pro dengan Soekarno dari lingkaran kekuasaan. Adanya Supersemar juga menjadi sebuah tanda perubahan besar pada orientasi beragam kebijakan politik Indonesia.

Mulai dari situ, secara perlahan dan pasti kekuasaan Presiden Soekarno mulai mengikis. Kebijakan politik yang tidak bersifat teknis militer yang memang seharusnya menjadi wewenang Presiden berhasil diambil alih oleh Soeharto. Adanya kekhawatiran jika surat perintah tersebut dicabut, maka MPRS yang saat itu juga diisi oleh para pendukung Soeharto secara langsung mengesahkan Supersemar menjadi Ketetapan MPRS di tahun 1967.

Isi Supersemar

Dikutip dari buku dengan judul Kudeta Supersemar: Penyerahan atau Perampasan Kekuasaan? Menjelaskan secara garis besar jika isi dari Supersemar adalah pemberian wewenang dari presiden Soekarno kepada Soeharto. Ada tiga wewenang yang diberikan oleh Presiden Soekarno pada Soeharto adalah sebagai berikut.

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

 

Tujuan Supersemar

Secara fisik, Supersemar memang belum bisa ditemukan hingga saat ini. Meski begitu, sebuah tulisan dengan judul Supersemar: Sejarah dalam Balutan Kekuasaan yang pada saat itu dimuat dalam Wacana Bernas Jogja pada tahun 2014 menjelaskan jika Presiden Soekarno menegaskan jika tujuan dari adanya Supersemar yang diberikan kepada Letjen Soeharto adalah untuk mengatasi terjadinya kondisi serta bisa menjaga kewibawaan presiden.

Pernyataan tersebut Presiden Soekarno utarakan dalam pidatonya dengan judul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau kerap disebut dengan istilah “Jasmerah” pada tanggal 17 Agustus 1966. Dalam pidatonya tersebut, Presiden Soekarno juga memberikan ucapan terima kasih kepada Soeharto karena telah mampu melaksanakan tugas yang ia berikan kepadanya dengan baik.

Meski begitu, Presiden Soekarno sebagai sosok yang memberikan perintah kepada Soeharto juga menekankan jika keberadaan dari Supersemar bukan semata-mata sebagai bentuk peralihan kekuasaan. Jika Supersemar dianggap sebagai bentuk perintah untuk mengalihkan kekuasaan serta pelimpahan wewenang, tentunya hal tersebut adalah sebuah kekeliruan.

Dimana Supersemar tidak bisa menjadi sebuah legitimasi bagi pengambilan keputusan politis yang dilakukan oleh Soeharto atau dijadikan sebagai sebuah tonggak berdirinya Orde Baru. Upaya yang digunakan untuk menegaskan jika keberadaan Supersemar bukan sebagai alat politik memanglah pernah dilakukan.

Dimana pada tanggal 13 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah surat perintah yang di dalamnya berisikan tiga pokok penting. Pokok yang pertama adalah mengingatkan Soeharto jika Supersemar adalah perintah yang memiliki sifat teknik dan administratif, bukanlah perintah politik atau bahkan sebagai penyerahan kekuasaan.

Pokok yang kedua adalah Presiden Soekarno memberikan perintah kepada Soeharto agar tidak melakukan tindakan diluar batas kewenangannya dalam hal pemulihan keamanan. Lalu, untuk isi pokok yang ketiga dari surat tersebut adalah pengembangan Supersemar, Soeharto diminta agar bisa sesegera mungkin menghadap Presiden Soekarno.

Dikutip dari buku dengan judul A.M Hanafi Menggugat: Kudeta Jend Soeharto dari Gestapu ke Supersemar menjelaskan jika surat perintah tersebut disampaikan kepada Soeharto melalui Wakil Perdana Menteri atau Waperdam untuk Urusan Umum Johannes Leimena.

Meski begitu, Soeharto menolak akan surat perintah tersebut serta tetap berpegangan dengan Supersemar yang memberikan izin kepada dirinya untuk mengambil tindakan yang memang dianggap perlu guna terciptanya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalan pemerintahan saat itu.

 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya jika surat tersebut memiliki tiga pokok dan salah satu pokoknya adalah memberikan mandat kepada Soeharto untuk segera menghadap ke Presiden Soekarno. Namun, meskipun sudah ada surat perintah tersebut, Soeharto menolak untuk menghadap Presiden Soekarno dengan alasan sedang bersiap menghadiri Sidang Panglima Angkatan Bersenjata yang akan dilangsungkan 14 Maret 1966.

Sama dengan Supersemar yang sampai saat ini belum ditemukan keberadaannya. Surat Perintah 13 Maret 1966 hingga saat ini keberadaanya juga tidak bisa ditemukan. Bahkan, meski ada kesaksian akan dokumen tersebut keberadaanya juga tidak pernah ada sampai ke pers ataupun publik.

Hal ini menyebabkan adanya keraguan terkait keberadaan surat perintah 13 Maret 1966. Keberadaan dari Supersemar juga menjadi titik balik kekuasaan Soekarno semakin mengikis.  Sementara itu di sisi lain, nama Soeharto yang kian lama kian naik ternyata juga memberikan pengaruh terhadap arah politik di Indonesia yang pada awalnya memiliki orientasi ke kiri hingga akhirnya secara perlahan menjadi berorientasi ke kanan.

Dimana dari anti Kolonialisme-Imperialisme atau nekolim menjadi Pro Modal Asing. Selain itu, adanya Supersemar juga menjadi alat politik legitimasi kekuasaan selama 32 tahun lamanya.

Dampak Adanya Supersemar

Adanya peristiwa pemberontakan PKI yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 memang bisa diatasi oleh pihak TNI dengan mudah dan cepat. Meski begitu, bukan berarti setelah hal tersebut bisa secara keseluruhan perlawan dari PKI selesai.

Aliansi antara rakyat dan TNI AD dalam memburu serta melakukan pengejaran terhadap sisa-sisa PKI yang masih ada menjadi kocar-kacir dan berlari tanpa arah. Selain itu, adanya gelombang demonstrasi yang menginginkan agar keberadaan dari PKI dibubarkan kian serang terjadi.

Tak bisa dimungkiri jika saat itu situasi di Indonesia mulai benar-benar kacau. Pada masa itu juga menjadi masa akhir order lama. Supersemar atau surat perintah sebelas maret merupakan suatu surat perintah yang ditandatangani oleh Soekarno yang saat itu menjabat sebagai Presiden Indonesia pertama.

Sama seperti namanya, proses penandatangan Supersemar juga pada tanggal 11 Maret 1966. Adanya Supersemar juga menjadi salah satu dari beberapa dampak yang terjadi dari adanya tragedi g30s/PKI dalam bidang politik.

Supersemar merupakan surat perintah yang ditujukan kepada Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan ketertiban atau Pangkopkamtib agar bisa mengambil semua tindakan yang dianggap diperlukan dalam penyelesaian kondisi keamanan dan ketertiban yang saat itu memang sangat buruk.

Perlu diketahui jika Supersemar yang ada saat ini merupakan versi yang dirilis dari Markas Besar TNI Angkatan Darat (AD) dan yang tercatat dalam buku sejarah. Meski begitu, beberapa ahli sejarah Indonesia memiliki pendapat jika saat ini masih banyak versi Supersemar.

Tak bisa dimungkiri lagi jika sampai saat ini keberadaan dari naskah asli Supersemar yang diinstruksikan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor masih ditelusuri.

Adanya Supersemar juga memberikan beberapa dampak. Nah, dampak dari adanya Supersemar adalah sebagai berikut ini.

  • Hancurnya Komunisme

Salah satu dampak positif dari adanya Supersemar adalah hancurnya komunisme yang ada di Indonesia. Supersemar mampu memberantas semua anggota PKI yang ada di Indonesia kala itu.

Tak bisa dimungkiri jika cukup banyak anggota PKI maupun yang berhubungan dengan PKI tutut diberantas. Sedangkan bagi keturunan diberikan label sebagai keturunan PKI. Hal ini menjadikan para keturunan PKI tidak bisa memiliki hak khusus layaknya warga negara Indonesia secara umum.

Contohnya adalah ketika memilih pejabat eselon I akan dilengkapi dengan memo dari Badan Intelijen Negara akan track record-nya dan memang harus benar-benar tidak menjadi keturunan PKI. Hal tersebut juga sudah ada di dalam Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

  • Hilangnya Pengaruh Blok Timur

Pada saat era Presiden Soekarno atau Orde Lama, politik luar negeri Indonesia memang lebih cenderung ke Blok Timur. Meski pada saat itu termasuk dalam Gerakan Non Blok. Namun, gerakan politik terbilang dekat dengan pentolan negara komunis. Sebagai contohnya adalah seperti Uni Soviet, Kuba dan Republik Rakyat China.

Selain itu, Presiden Soekarno juga berteman dengan beberapa tokoh seperti  Khruschev, Fidel Castro dan Mao Zedong.

Hal ini juga terkait dengan kedekatannya dengan PKI serta paham Presiden Soekarno yang membenci adanya paham neo kolonialisme dan imperialisme. Dimana paham tersebut terwujud di Blok Barat.

Selain itu, Presiden Soekarno juga mencetuskan adanya pemikiran nasionalis, agama dan komunisnya. Pemikiran tersebut ternyata mendapat dukungan dari PKI. PKI sendiri adalah tangan dari Blok Timur yang memiliki tugas menyebarkan paham komunisme di Indonesia.

Dengan adanya Supersemar, keberadaan dari PKI mulai bisa dibubarkan serta semua pentolannya juga mulai dimusnahkan. Dengan begitu, tangan dari Blok Timur di Indonesia hilang. Hal ini menjadikan Indonesia bisa terlepas dari adanya pengaruh Blok Timur.

  • Indonesia Lebih Condong ke Blok Barat

Kedudukan Soeharto saat itu semakin menguat hingga menjadikan Indonesia yang pada awalnya contong ke timur beralih ke arah barat. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya kebijakan luar negeri Indonesia yang memberikan dukungan akan Amerika dan normalisasi hubungan luar negeri dengan Malaysia.

Padahal di era Presiden Soekarno, Malaysia dianggap sebagai salah satu antek neokolonialisme dan imperialisme. Indonesia juga kembali masuk ke dalam anggota PBB setelah sebelumnya keluar karena memang ada masalah dengan Malaysia.

Dimana adanya kebijakan luar negeri Soeharto ini sangat berbeda jauh pada saat masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Nah, itulah beberapa dampak adanya Supersemar. Sebenarnya masih ada beberapa dampak lain yang bisa kalian baca selengkapnya di dalam artikel Gramedia.com lainnya. Semoga semua pembahasan di atas dapat menambah wawasan kamu.

Jika ingin mencari buku tentang sejarah Indonesia, maka kamu bisa mendapatkannya di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Hendrik Nuryanto

Sumber:

  • https://sejarahlengkap.com/indonesia/dampak-peristiwa-supersemar
  • https://katadata.co.id/agung/berita/623351c0e5584/supersemar-sejarah-yang-tidak-boleh-dilupakan
  • https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/11/070000679/supersemar-latar-belakang-tujuan-isi-kontroversi-dan-dampak?page=all

 

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.