Sejarah

Sejarah Pramuka di Indonesia dan Asal-Usul Gerakan Kepanduan

Asal-Usul Gerakan Kepanduan dan Sejarah Pramuka di Indonesia
Written by Fandy

Sejarah Pramuka di Indonesia – Grameds, sejarah kepramukaan atau kepanduan tidak dapat dilepaskan dari riwayat hidup pendiri gerakan kepanduan sedunia, yaitu Robert Stephenson Smyth Baden-Powell, Baron Baden-Powell ke-1 atau lebih dikenal dengan Lord Baden-Powell. Hal ini disebabkan pengalaman dirinya yang mendasari pembinaan remaja di negara Inggris. Pembinaan remaja itulah yang kemudian tumbuh berkembang menjadi gerakan kepanduan.

Scouting yang dikenal di Indonesia dengan istilah “kepramukaan” dikembangkan oleh Baden-Powell sebagai cara membina generasi muda di Inggris yang terlibat dalam kekerasan dan tindak kejahatan. Saat itu, dia menerapkan scouting secara intensif kepada 21 orang remaja dengan berkemah di Pulau Brownsea selama delapan hari pada 1 Agustus 1907.

Pengalaman keberhasilan Baden-Powell dalam berkemah itulah kemudian ditulis dalam buku berjudul Scouting for Boy. Melalui buku tersebut, kepanduan semakin berkembang, termasuk di Indonesia.

Pada kurun waktu 1950–1960, organisasi kepanduan semakin banyak tumbuh di berbagai belahan dunia dengan ragam yang berbeda-beda, bahkan di antaranya berafiliasi dengan partai politik. Tentunya hal itu menyalahi prinsip dasar dan metode dari gerakan kepanduan.

Berikut akan dipaparkan mengenai asal-usul gerakan kepramukaan di Indonesia yang dimulai dari riwayat hidup pendiri gerakan tersebut, yaitu Robert Stephenson Smyth Powell.

Riwayat Hidup Lord Baden-Powell

Baden-Powell pada 1896.

Baden-Powell lahir tanggal 22 Februari 1857 dengan nama Robert Stephenson Smyth Powell, tetapi lebih akrab dengan panggilan Stephe Powell. Dia awalnya diberi nama Robert Stephenson, sedangkan Smyth adalah nama ibunya ketika masih muda.

Rumahnya saat itu berada di Jalan Stanhope Nomor 6, Paddington, London (sekarang Stanhope Terrace Nomor 11). Ayahnya bernama Baden-Powell, seorang pendeta yang mengajar geometri di Universitas Oxford. Dia telah memiliki empat anak dari kedua pernikahan sebelumnya. Pada 10 Maret 1846, Baden-Powell menikahi putri sulung Laksamana William Henry Smyth yang bernama Henrietta Grace Smyth di Gereja St. Lukas, Chelsea. Ayah Stephe berselisih 28 tahun lebih tua dari ibunya.

Melalui pernikahan itulah, mereka dikaruniai empat orang anak, yaitu Warington (1847), George (1847), Augustus (1849), dan Francis (1850). Namun, anak-anaknya itu meninggal ketika masih sangat muda, kecuali Augustus. Mereka kemudian memiliki tiga anak lagi, yaitu Stephe (1858), Agnes (1858), dan Baden (1860). Ketiga anak termudanya itu dan Augustus sering sakit-sakitan.

Ayah Stephe meninggal ketika dirinya berusia tiga tahun dan sebagai penghormatan kepadanya maupun untuk mengatur anak-anaknya yang terpisah dari saudara dan sepupu, ibu Stephe (Henrietta Grace Smyth) mengubah nama keluarga menjadi Baden-Powell.

Antara tahun 1906–1907, Lord Baden-Powell menulis buku berjudul Scouting for Boys. Intinya, buku ini merupakan panduan bagi remaja untuk melatih keterampilan dan ketangkasan, cara bertahan hidup, hingga pengembangan dasar-dasar moral.

Ide yang dicetuskan oleh Baden-Powell ini kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menjadi gerakan kepanduan, yang di Indonesia disebut dengan Pramuka. Hari lahir Baden-Powell, yaitu tanggal 22 Februari 1857 lantas diperingati sebagai Hari Pramuka Internasional.

Anggota kepanduan di seluruh dunia saat ini melebihi 50 juta orang yang tersebar di lebih dari 200 negara. Mereka yang pernah menjadi anggota kepanduan saat ini banyak yang muncul sebagai tokoh-tokoh dunia terkemuka dari segala bidang keilmuan.

Sejarah Awal Kepramukaan di Indonesia

Masa Hindia Belanda

Organisasi kepramukaan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang Nederlandse Padvinders Organisatie (NPO) pada 1912, yang ketika pecah Perang Dunia I memiliki kwartir besar sendiri. NPO kemudian berganti nama menjadi Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) pada 1916. Organisasi kepramukaan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia sendiri adalah Javaanse Padvinders Organisatie (JPO). Organisasi ini berdiri atas prakarsa Mangkunegara VII pada 1916.

Kepramukaan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti halnya adanya Padvinder Muhammadiyah yang pada 1920 berganti nama menjadi Hizbul Wathan (HW), Nationale Padvinderij yang didirikan oleh Budi Utomo, Syarikat Islam Afdeling Padvinderij yang didirikan oleh Sarekat Islam dan kemudian diganti menjadi Syarikat Islam Afdeling Pandu dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietishe Padvinderij (NATIPIJ) yang didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB), dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) yang didirikan oleh Pemuda Indonesia.

Hasrat bersatu bagi organisasi kepramukaan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya Persaudaraan Antara Pandu Indonesia (PAPI), yang merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO), Sarekat Islam Afdeling Pandu (SIAP), dan Nationale Islamitsche Padvinderij (NATIPIJ) pada 23 Mei 1928.

Federasi ini tidak dapat bertahan lama karena niat adanya fusi. Akibatnya, berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) pada 1930 yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij), dan PK-Pandu Kebangsaan. PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada April 1938.

Antara tahun 1928–1935 bermuncullah gerakan kepramukaan Indonesia, baik yang bernapas utama kebangsaan maupun bernafas agama. Kepramukaan yang bernapas kebangsaan dapat dicatat, yaitu Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Adapun yang bernapas agama, yaitu Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia (KAKI), dan Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).

Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) merencanakan “All Indonesian Jamboree”. Rencana ini mengalami beberapa perubahan, baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem” disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada 19–23 Juli 1941 di Yogyakarta.

Masa Bala Tentara Dai Nippon

“Dai Nippon”! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan kepramukaan, dilarang berdiri. Namun, upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepramukaan tetap menyala di dada para anggotanya.

Masa Republik Indonesia

Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh kepramukaan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja. Hal ini menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepramukaan untuk seluruh bangsa Indonesia dan mereka segera mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia.

Kongres yang dimaksud dilaksanakan pada 27–29 Desember 1945 di Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan “Janji Ikatan Sakti”, lalu pemerintah Republik Indonesia (RI) mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.

Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948, ketika diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan. Dia gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya kepada negara, tanah air, dan bangsanya.

Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah yang diduduki Belanda. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).

Masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi para anggota pergerakan kepramukaan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu. Pada waktu itulah, Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada 20–22 Januari 1950.

Kongres ini antara lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia. Melalui keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951, dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepramukaan di Indonesia. Keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah.

Mungkin agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab. itu keluar, wakil-wakil organisasi kepramukaan mengadakan konfersensi di Jakarta. Pada saat itulah, tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.

Pada 1953, Ipindo berhasil menjadi anggota kepramukaan sedunia. Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepramukaan putra, sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua federasi, yaitu Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia (PKPI) dan Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia (POPPINDO). Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia dalam perjalanan ke Australia.

Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10, Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta pada 10–20 Agustus 1955. Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepramukaan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar mendapatkan gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepramukaan.

Seminar tersebut diadakan di Tugu, Bogor pada Januari 1957. Seminar Tugu ini menghasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepramukaan di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan kepramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian, pada November 1958, Pemerintah RI (dalam hal ini Departemen PP dan K) mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat dengan topik “Penasionalan Kepanduan”.

Jika Jambore untuk putra dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu, Jakarta, PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk putri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada 1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia X di Los Baños, Laguna, Filipina.

Nah, masa-masa selanjutnya adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.

Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka lahir pada 1961. Jadi, kalau akan menyimak latar belakang lahirnya gerakan Pramuka, kita perlu mengkaji keadaan, kejadian, dan peristiwa sekitar tahun 1960.

Sebelum tahun 1960, jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu. Peraturan yang lantas muncul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tanggal 3 Desember 1960 tentang Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330 C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila.

Selanjutnya, penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan disetujuinya rencana pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kepanduan kemudian dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8).

Ketetapan itu memberi kewajiban agar pemerintah melaksanakannya. Hal inilah yang membuat Presiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia di Istana Negara.

Presiden Soekarno saat itu mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Prof. Prijono (Menteri P dan K), Dr. A. Azis Saleh (Menteri Pertanian), dan Achmadi (Menteri Transmigrasi, Koperasi, dan Pembangunan Masyarakat Desa).

Panitia itu tentulah perlu suatu pengesahan. Inilah yang membuat terbitnya Keputusan Presiden RI No. 112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada 9 Maret 1961.

Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato presiden dengan keputusan presiden itu. Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono.

Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.

Kelahiran Gerakan Pramuka

Kelahiran Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan antara lain:

  1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka;
  2. Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk, dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional, tetapi bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ketiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja;
  3. Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka. Pernyataan itu dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka;
  4. Pelantikan Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), Kwartir Nasional (Kwarnas), dan Ketua Kwartir Nasional Harian (Kwarnari) di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka. Kesemuanya ini terjadi pada 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Pramuka.

Lambang Gerakan Pramuka

Lambang gerakan Pramuka.

Gerakan Pramuka berlambangkan tunas kelapa. Lambang ini diciptakan oleh Sumardjo Atmodipuro, seorang pembina Pramuka yang aktif bekerja sebagai Pegawai Tinggi Departeman Pertanian. Lambang tersebut digunakan sejak tanggal 14 Agustus 1961 dalam Panji-Panji Gerakan Pramuka yang dianugerahkan kepada Gerakan Pramuka oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno.

Pemakaian lambang gerakan Pramuka sebagai lencana dan penggunaannya dalam tanda-tanda, bendera, papan nama, dan sebagainya diatur dalam Petunjuk-Petunjuk Penyelenggaraan Pramuka. Lambang gerakan Pramuka berupa tunas kelapa sesuai dengan SK Kwartir Nasional No. 6/KN/72 Tahun 1972 dan telah mendapat hak paten dari Ditjen Hukum dan Perundangan-Undangan Departeman Kehakiman dengan Keputusan Nomor 176634 tanggal 22 Oktober 1983, Nomor 178518 tanggal 18 Oktober 1983 tentang hak paten gambar tunas kelapa yang dilingkari padi dan kapas, serta No. 176517 tanggal 22 Oktober 1983 tentang hak paten tuliasan Pramuka.

Nah, itulah penjelasan singkat mengenai Asal-Usul Gerakan Kepanduan dan Sejarah Pramuka di Indonesia. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tentang gerakan Pramuka.

Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang gerakan Pramuka di Indonesia agar bisa memahaminya secara penuh. Selamat membaca.

Temukan hal menarik lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.

Penulis: Fandy Aprianto Rohman

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Sejarah Pramuka

 

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.