Pkn Sejarah

Sejarah Lahirnya Pancasila dan Perumusannya

Sejarah Perumusan dan Lahirnya Pancasila, serta Butir-Butir Pengamalannya
Written by Fandy

Sejarah Lahirnya Pancasila dan Perumusannya Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri atas dua kata dari Sanskerta: पञ्च “pañca” yang berarti lima dan शीला “śīla” yang berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berikut adalah lima ideologi utama penyusun Pancasila adalah lima sila Pancasila, yang tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:

  1. Ketuhanan yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sekalipun terjadi perubahan isi dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada 1945, tanggal 1 Juni diperingati bersama sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sejarah Perumusan dan Lahirnya Pancasila

Pada 1 Maret 1945, dibentuklah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya, dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota sidang, “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu:

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut:

  • Perikebangsaan.
  • Perikemanusiaan.
  • Periketuhanan.
  • Perikerakyatan.
  • Kesejahteraan rakyat.

Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar kepada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Namun, Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.

Soekarno kemudian mengusulkan Panca Sila yang dikemukakan pada 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila”. Soekarno mengemukakan dasar-dasarnya, yaitu:

  1. Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme.
  2. Kemanusiaan atau internasionalisme.
  3. Mufakat atau demokrasi.
  4. Kesejahteraan sosial.
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni itu, katanya:

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada 1 Juni 1945 dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.

Dari Panitia Kecil itu dipilih sembilan  orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:

  • Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni 1945.
  • Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 – tanggal 18 Agustus 1945.
  • Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949.
  • Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950.
  • Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959).

Presiden Joko Widodo pada 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017.

Hari Kesaktian Pancasila

Penggambaran Garuda Pancasila dalam poster; setiap sila-sila Pancasila ditulis di samping atau bawah lambangnya.

Pada 30 September 1965, terjadi suatu peristiwa yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di belakangnya. Namun, otoritas militer dan kelompok keagamaan terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha Partai Komunis Indonesia (PKI) mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis. Mereka berusaha untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa pembantaian di Indonesia 1965–1966.

Pada hari itu, enam jenderal dan satu kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Fungsi dan Kedudukan Pancasila

Berikut ini adalah beberapa fungsi dan kedudukan Pancasila bagi negara kesatuan Republik Indonesia.

  1. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia merupakan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat bangsa Indonesia melalui penjabaran instrumental sebagai acuan hidup yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai, serta sesuai dengan napas jiwa bangsa Indonesia dan karena Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia.
  2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia merupakan bentuk peran dalam menunjukan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat dibedakan dengan bangsa lain, yaitu sikap mental, tingkah laku, dan amal perbuatan bangsa Indonesia
  3. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan kristalisasi pengalaman hidup dalam sejarah bangsa Indonesia yang telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai norma, dan etika yang telah melahirkan pandangan hidup.
  4. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia untuk mengatur tatanan kehidupan bangsa Indonesia dan negara Indonesia, yang mengatur semua pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia sesuai Pancasila.
  5. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi negara Republik Indonesia karena segala kehidupan negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan harus berlandaskan hukum. Semua tindakan kekuasaan dalam masyarakat harus berlandaskan hukum.
  6. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia karena pada waktu mendirikan negara Pancasila adalah perjanjian luhur yang disepakati oleh para pendiri negara untuk dilaksanakan, dipelihara, dan dilestarikan.
  7. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia karena dalam Pancasila mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia adalah menjadikan Pancasila sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa.

Butir-Butir Pengamalan Pancasila

Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  2. Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
  3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
  4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
  2. Saling mencintai sesama manusia.
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
  4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  8. Mengembangkan sikap menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain, karena bangsa Indonesia adalah bagian dari seluruh umat manusia.
3. Persatuan Indonesia
  1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
  2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
  3. Cinta tanah air dan bangsa.
  4. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
  5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
  1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
  2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Meliputi semangat kekeluargaan untuk mencapai mufakat dalam musyawarah.
  5. Menerima dan melaksanakan hasil musyawarah dengan iktikad yang baik dan lapang dada.
  6. Melakukan musyawarah dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
  2. Bersikap adil.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak-hak orang lain.
  5. Suka menolong kepada orang lain.
  6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak bersifat boros.
  8. Tidak bergaya hidup mewah dan berfoya-foya.
  9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
  10. Suka bekerja keras.
  11. Menghargai dan mengapresiasi hasil karya orang lain.
  12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003

Sila pertama
Bintang
  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Percaya dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Menghargai dan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dengan kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap orang lain.
Sila kedua
Rantai
  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajat, kewajiban, dan hak asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Tidak bersikap semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon Beringin
  1. Mampu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup rela berkorban demi kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
Kepala Banteng
  1. Sebagai warga dan masyarakat negara Indonesia, setiap manusia memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Menjalankan musyawarah dengan semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab.
  7. Mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan dalam musyawarah.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dapat dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
Padi dan Kapas
  1. Mengembangkan sikap perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan, gaya hidup mewah, dan berfoya-foya.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan dan pihak umum.
  9. Gemar bekerja keras.
  10. Mengapresiasi hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Gemar melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Psikologi Pancasila

Sikap dan perilaku berpancasila diharapkan dari setiap warga negara Indonesia. Psikologi sebagai ilmu jiwa dan tingkah laku berperan dalam menjelaskan dan meramalkan sikap maupun perilaku ini melalui riset empiris. Sejumlah studi tentang psikologi Pancasila telah dilakukan di Indonesia. Studi paling awal tentang uji psikometris validitas konkuren keberpancasilaan menghasilkan bukti bahwa pengukuran perilaku untuk sila pertama hingga sila kelima Pancasila bersesuaian masing-masing dengan pengukuran, yaitu:

  1. Sikap terhadap Tuhan.
  2. Identifikasi dengan kemanusiaan.
  3. Patriotisme.
  4. Dukungan terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
  5. Humanitarianisme.

Pengukuran keberpancasilaan juga sejalan dengan keutamaan karakter berupa transendensi, kemanusiaan, keberanian, kendali diri, dan keadilan. Hasil studi psikologis juga menunjukkan bahwa identitas religius bukan melunturkan melainkan menguatkan keberpancasilaan remaja Indonesia.

Nilai-nilai sejarah yang telah dimiliki bangsa Indonesia sejak masa prasejarah menjadi dasar sumber filsafat pembentuk Pancasila. Kelak menjadi ideologi pemersatu kemajemukan budaya di Nusantara, menjadi satu kesatuan NKRI.

Pancasila yang menjadi dasar filsafat negara dan filsafat hidup bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental, dan menyeluruh.

Dalam buku karangan Sulastomo, dengan judul Cita-Cita Negara Pancasila, dijelaskan secara tidak langsung Pancasila merupakan alat pemersatu, sehingga tidak perlu dipaksakan dalam bentuk satu kesatuan. Pancasila memiliki unsur ideologi sosialisme yang religius, bukan matrialistik maupun komunis.

Rayno Dwi Adityo dalam artikelnya yang berjudul Geneologis Nilai-Nilai Islam dalam Pancasila dan UUD 1945 menambahkan bahwa kelahiran Pancasila merupakan hasil penggalian yang dalam dari sumber, silsilah, dan nilai-nilai ajaran agama Islam begitu juga UUD NKRI 1945.

Nah, itulah informasi mengenai sejarah perumusan dan lahirnya Pancasila, serta butir-butir pengamalannya. Pancasila juga seringkali didefinisikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang memiliki makna bahwa kristalisasi pengalaman hidup dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai, pandangan filsafat, moral, dan etika yang telah melahirkannya.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Lahirnya Pancasila

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.