Agama Islam

Hukum Pacaran dalam Islam serta Larangan dan Aturannya!

Hukum pacaran
Written by Yufi Cantika

Hukum pacaran – Pacaran menjadi salah satu bentuk hubungan manusia. Pacaran dilakukan oleh dua orang yang saling jatuh cinta atau saling menyayangi. Pacaran biasanya didasarkan pada rasa saling suka pada dua insan.

Biasanya, istilah pacaran ini sudah disematkan bukan hanya untuk orang dewasa saja, tetapi bagi para remaja pun juga sudah mengenal istilah pacaran. Secara sederhana, pacaran juga bisa dikatakan sebagai suatu hubungan kekasih sebelum pernikahan.

Di kesempatan kali ini, kita akan membahas lebih jauh tentang pacaran hingga hukum pacaran. Jadi, tetap simak artikel ini, sampai selesai, Grameds.

Pengertian Pacaran

Hukum pacaran

Pixabay.com/chermitove

Dalam pandangan Wisnuwardhani dan Mashoedi, pacaran merupakan hubungan pranikah antara pria dan perempuan yang diterima oleh masyarakat. Pacaran menjadi salah satu bentuk ekspresi yang disebabkan adanya perbedaan naluriah seks antara dua jenis kelamin karena kematangan seksual.

Pacaran juga dipahami sebagai proses mengenal satu sama lain dan memahami karakter ataupun sifat pasangan masing-masing. Sementara itu, dalam pandangan Saxton, pacaran dimaknai sebagai peristiwa yang telah direncanakan dan terdiri dari berbagai aktivitas bersama antara dua orang. Biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah.

Pacaran berasal dari kata “pacar” yang berarti teman lawan jenis yang tetap dan memiliki hubungan berdasarkan cinta kasih atau biasa yang disebut dengan kekasih. Sementara itu, berpacaran dimaknai sebagai berkasih-kasih atau bercintaan.

Dalam pandangan Paul dan White, perilaku kencan atau berpacaran pada remaja memiliki fungsi sebagai berikut.

  • Kencan merupakan sebuah bentuk rekreasi. Remaja yang berpacaran agaknya menikmati dan menganggap pacaran sebagai sumber kesenangan dan rekreasi.
  • Kencan dapat menjadi menjadi sumber yang memberikan status dan prestasi. Sebagai bagian dari proses perbandingan sosial yang berlangsung di masa remaja, remaja diniai berdasarkan status orang yang dianggap kencan, penampilannya, popularitas, dan sebagainya.
  • Kencan merupakan bagian dari proses sosialisasi dimasa remaja. Pacaran dapat membantu remaja untuk mempelajari bagaimana bergaul dengan orang lain serta mempelajari tata krama dan perilaku sosial.
  • Kencan melibatkan kegiatan mempelajari keakraban dan memberikan kesempatan untuk menciptakan relasi yang bermakna dan unik dengan lawan jenis kelamin.
  • Kencan dapat menjadi konteks untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi seksual.
  • Kencan dapat memberikan rasa persahabatan melalui interaksi dan akivitas bersama lawan jenis.
  • Pengalaman kencan berkontribusi bagi pembentukan dan pengembangan identitas, pacaran membantu remaja untuk memperjelas identitas mereka dan memisahkannya dari asal-usul keluarga
  • Kencan dapat memberikan kesempatan kepada remaja untuk mensortir dan memilih pasangan

Hukum Pacaran dalam Islam

Dalam Islam, pacaran dilarang. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut.

“Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhrimnya.” (HR. Muslim)

Dalam Islam telah diatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hubungan mahram, seperti ayah dan anak perempuannya, kakak laki-laki dan adik perempuannya atau sebaliknya.

Dalam surah An-Nisa ayat 23 disebutkan siapa saja yang termasuk dalam mahram atau yang tidak boleh dinikahi.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Artinya: “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa ayat 23)

Selamat Tinggal Pacaran, Selamat Datang Di Pelaminan - Hukum pacaran

Dari surat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan nonharam, selain dari mahram. Artinya, laki-laki dibolehkan untuk menikahi perempuan tersebut. namun, ada larangan untuk berdua-duaan, bersentuhan dengan yang bukan mahramnya, atau melihat langsung.

Islam melarang untuk berpacaran karena mendekati perbuatan zina. Sebagaimana dalam Al-Quran surah Al-Isra ayat 32 sebagai berikut.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra ayat 32)

Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan tidak diperbolehkan berduaan. Sebagaimana dalam hadis berikut.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta  ada mahramnya”

Taaruf sebagai Solusi Pendekatan Sebelum Menikah

Dalam Islam diatur suatu hubungan sebagai solusi melakukan pendekatan sebelum menikah. Hubungan tersebut disebut dengan taaruf.

Taaruf sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tarauf dimaknai sebagai perkenalan. Lalu, dalam konteks pernikahan diartikan sebagai perkenalan antara lawan jenis. Sederhananya, taarus adalah proses perkenalan yang dilakukan oleh laki-laki pada perempuan yang didampingi oleh pihak ketiga.

Taaruf dilakukan sebagai upaya untuk menemukan kecocokan antarkedua individu. Sebelum menuju ke tahapan selanjutnya, yakni khitbah (lamaran). Taaruf lebih dianjurka daripada pacaran sebelum memasuki tahap perkawinan.

Taaruf sangat dianjurkan dalam Islam. Sedangkan, pacaran tidak. Pacaran tidak membuat jaminan bahwa akan hidup bahagia sampai pernikahan bahkan sampai ajal menjemput.

Sebagaimana dalam sabda Rasulullah tentang anjuran untuk menikah.

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم)

Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesungguhnya puasa itu perisai baginya” (muttafaq alaih).

عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه البخاري)

Artinya: “Dari Anas ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku.”

Melansir dari laman Bola.com, berikut batasan taaruf yang diperbolehkan.

  • Memandang dalam proses taaruf. Dalam taaruf, memandang memang diperbolehkan. Namun, yang diperbolehkan adalah memandang dalam koridor untuk mengetahui orang yang akan dipersunting. Jika tidak ada niat untuk itu maka tidak diperbolehkan.
  • Memandang ketika sudah khitbah justru disunahkan. Hal itu karena memandang setelah khitbah dapat menambah kemantapan hati untuk menikah.
  • Taaruf tidak memperbolehkan siapa pun memperlihatkan aurat kepada orang lain. Jika pun hal itu diperlukan untuk memastikan pihak perempuan tidak mengalami cacat fisik, harus diwakilkan pada orang yang boleh melihatnya.
  • Dalam proses taaruf, sebaiknya tidak membicarakan hal-hal yang melenceng dari sana. Hal ini termasuk ucapan atau hal-hal yang mengarah pada hal yang tidak senonoh. Kalaupun sudah dikhitbah misalnya, pembicaraan semacam itu juga harus dihindari karena belum ada ikatan pernikahan.
  • Saat melakukan pertemuan untuk taaruf, tidak dilakukan berdua saja, tetapi harus ada muhrim yang menemani. Hal ini untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan. Selain itu, ini juga bagian dari cara untuk tidak mendekat pada zina.
  • Salat istikharah adalah bagian dari cara untuk meminta petunjuk pada Allah setelah taaruf dilakukan. Sebab, pada dasarnya dalam setiap mengambil keputusan dalam hidup, disunahkan untuk melakukan salat istikharah.
  • Perbanyak ketakwaan kepada Allah dan pasrah. Jika taaruf sudah dilakukan dan hati telah mantap, segera khitbah. Setelah khitbah, barulah lakukan persiapan untuk pernikahan. Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan dan restu keluarga.

Setelah mengenal batasan tentang taaruf. Grameds perlu memahami beberapa proses taaruf. Berikut proses taaruf yang dirangkum dari laman Orami.co.id.

1. Mendatangi Kedua Orang Tua Calon Pasangan

Proses taaruf diawali dengan mendatangi prang tua calon pasangan. Dalam agama Islam diajarkan bahwa setiap pria untuk langsung mendatangi orang tua dari perempuan yang menjadi calon pasangannya. Kemudian, menyampaikan niat baiknya untuk menikah.

Grameds juga harus memastikan bahwa niat dalam hati benar-benar baik dan semuanya dilakukan karena Allah SWT semata. Seperti sabda Rasulullah SAW sebagai berikut.

“Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyukai sikap baik untuk saudaranya, sebagaimana dia ingin disikapi baik yang sama.” (HR. Bukhari & Muslim)

2. Bertukar Biodata atau CV Taaruf

Selanjutnya, proses taaruf adalah bertukar biodata atau curriculum vitae (CV) sebagai upaya untuk mengenal latar belakang masing-masing calon pasangan. Pertukaran CV dilakukan melalui perantara pihak ketiga.

Untuk mengenal latar belakang calon pasangan dapat melalui cv atau melalui penjelasan dari orang terdekat atau juga bisa dari pihak ketiga. Dengan begitu, tidak ada celah bagi keduanya untuk berdua-duaan.

Ya Allah, Izinkan Aku Pacaran - Hukum pacaran

button rahmad jpg

3. Bertemu dengan Calon Pasangan, tetapi Tidak Boleh Berduaan

Ketika permohonan taaruf telah diterima maka langkah selanjutnya adalah bertemu. Pertemuan tidak diperbolehkan dilakukan berdua. Pertemuan harus didampingi oleh pihak ketiga atau mahram dari perempuan.

Sebagaimana sabda Rasullah SAW, “Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan perempuan yang tidak halal baginya, karena ketiganya adalah setan.”

Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu menceritakan:

“Suatu ketika aku berada di sisi Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar.

Lantas Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah melihatnya?” Jawabnya, “Belum.” Lalu Beliau memerintahkan, “Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.”

(HR. Tarmidzi 1087, Ibnu Majah 1865 dan dihasankan al-Albani)

4. Menjaga Pandangan dan Menutup Aurat

Ketika perempuan hendak bertemu dengan calon pasangan dianjurkan untuk menutup aurat. Sebagaimana yang tertuang dalam surah An-Nur ayat 31 sebagai berikut.

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

Artinya: “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”

Sementara itu, laki-laki juga harus menundukkan pandangan ketika bertemu dengan calon pengantin perempuan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 30 sebagai berikut.

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

5. Boleh Memberikan Hadiah pada Calon Pasangan

Dalam proses taaruf diperbolehkan untuk memberikan hadiah. Hadiah tersebut menjadi milik pribadi calon pasangan, bukan milik keluarga. Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Semua mahar, pemberian, dan janji sebelum akad nikah itu milik pengantin wanita. Lain halnya dengan pemberian setelah akad nikah, itu semua milik orang yang diberi.” (HR. Abu Daud 2129)

6. Mempersiapkan Waktu Khitbah dan Akad

Ketika selesai proses taaruf hendaknya segera dilanjurkan mempersiapkan waktu khitbah dan akad nikah. Jeda waktu antara taaruf ke pernikahan hendaknya tidak berjarak lama supaya tidak menimbulkan fitnah.

Adapun, jarak ideal antara taaruf dan khitbah adalah kurang lebih 1-3 minggu saja. Waktu tersebut sangat cukup untuk mempersiapkan pernikahan.

7. Luruskan Niat dan Mendirikan Salat Istikharah

Setelah melalui serangkaian proses di atas maka sebaiknya perempuan dan laki-laki kembali meluruskan niatnya, yakni menikah untuk ibadah kepada Allah SWT. Salah satu upaya untuk memantapkan hati dan meneguhkan niat, yakni dengan salat istikharah.

Salat istikharah merupakan ibadah salat sunnah yang didirikan umat Muslim sebagai upaya memohon kepada Allah agar memberikan pilihan terbaik dalam memutuskan suatu perkara. Grameds juga harus memohon kepada Allah agar diberikan kelancaran sampai proses akad nikah sehingga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warrahmah.

Jenis-Jenis Taaruf

Adapun jenis dari taaruf dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok seperti yang dimuat dalam laman Bola.com sebagai berikut.

1. Pilihan Pribadi

Pilihan pribadi yang dimaksud adalah ketika pernah melihat calon yang akan berproses dalam taaruf. Maka, selanjutnya meminta bantuan pada pembina atau orang lain untuk didampingi melakukan proses taaruf.

2. Pilihan Pembina

Pembina adalah guru ngaji atau uztadz. Proses taaruf melalui jenis ini berjalan dengan ketat. Interaksi yang berlangsung antara kedua calon pasangan dilakukan dengan pengawasan intensif. Pertemuan antara keduanya harus sepengetahuan pembina.

3. Pilihan Teman

Model taaruf ini, calon pasangan direkomendasikan oleh teman. Jika orang tersebyt setuju maka dapat melanjutkan ke proses selanjutnya dengan memberitahukan kepada pembina. Ketika pembina setuju maka proses dapat dilanjutkan dengan mempertemukan kedua pasangan tersebut dengan didampingi pembina atau teman yang merekomendasikan.

Pacaran Sesama Islam Yuk

button rahmadDemikian pembahasan tentang hukum pacaran. Semoga setelah membaca artikel ini bisa bermanfaat. Jika ingin mencari buku tentang Islam, maka kamu bisa mendapatkannya di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Baca juga terkait Hukum pacaran:

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika