Sastra

Apa itu Pencitraan dalam Puisi? Dan Contoh Citraan Puisi

Written by Rahma Fiska

Apa itu Pencitraan dalam Puisi? – Puisi dikenal sebagai karya sastra yang memiliki bahasa indah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait; gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman hidup dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak.

Secara etimologis, kata “puisi” dalam bahasa Yunani berasal dari kata “poesis” yang berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi adalah poetry yang erat berkaitan dengan poet dan poem. Kata poet berasal dari bahasa Yunani yang berarti membuat atau mencipta.

Kata poet dalam bahasa Yunani juga dimaknai sebagai orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Frost mengemukakan pendapatnya mengenai puisi sebagai “Poetry is a rhytmical composition of words expressing an attitude designed to surprise and delight, and to arouse an emotional response”.

Selaras dengan Frost, Sayuti juga menyampaikan pandangannya mengenai puisi. Dalam pandangan Sayuti, puisi dirumuskan sebagai sebentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek-aspek bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan sosialnya; yang diungkapkan dengan teknik pilihan tertentu, sehingga puisi itu mampu membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengarpendengarnya

Puisi dapat dikaji dari berbagai sisi seperti penggunaan diksi, majas, citraan, dan sebagainya. Dari beberapa hal yang dapat dikaji dalam puisi, citraan mungkin terdengar asing. Grameds mungkin bertanya-tanya. “apa itu pencitraan dalam puisi?” berikut akan dibahas secara detail mengenai citraan puisi yang telah dirangkum dari berbagai laman di internet dan artikel jurnal.

Konsep Citraan dalam Puisi

Citraan merupakan instrumen kepuitisan yang digunakan oleh sastrawan pada kata, frasa, atau kalimat yang diekspresikan dalam puisi agar dapat menciptakan gambaran visual atau imaji perasaan yang dapat dirasakan oleh pembaca. Sederhananya, citraan digunakan untuk membangun imaji perasaan dan pikiran pembaca menjadi kuat.

Citraan merupakan gambaran angan yang diciptakan oleh penyair. Menurut Waluyo, citraan atau pengimajian merupakan susunan kata yang mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Pengimajian ditandai dengan penggunaan kata yang khas dan konkret.

Melansir dari laman Tripven.com, citraan puisi biasanya diekspresikan dengan cara deskripsi imajinatif yang diungkapkan melalui kata-kata. Sering kali, untuk menciptakan citraan dalam puisi, penulis akan menyampaikannya dengan dua gagasan utama, yakni penggambaran atau metafora.

Tidak Ada New York Hari Ini / There Is No New York Today

Macam-Macam Citraan dalam Puisi

Melansir dari laman Tripven.com, berikut klasifikasi citraan puisi.

1. Citraan Pendengaran (Auditory Imagery)

Citraan pendengaran digunakan agar pembaca dapat merasakan sesuatu yang berkaotan dengan bunyi pada indra pendengaran. Misalnya untuk memnciptakan suara dentuman, sunyi, pecah, dan lain sebagainya. Misalnya pada puisi “Rintihan Pengemis Tua” karya Abdul Maliki” pada baris pertama “Brakk…Seketika itu sang pengemis jatuh”.

2. Citraan Penciuman (Olfactory)

Cirraan penciuman digunakan untuk merangsang indra penciuman pembaca. Sehingga, seakan-akan pembaca dapat mencium bau yang digambarkan dalam sebuah karya. Citra ini cenderung sulit untuk diekspresikan karena efek bau merupakan pengalaman yang sangat subjektif. Sebagai contoh citraan penciuman dalam puisi berjudul “Beri Daku Sumba” karya Taufik Ismail.

3. Citraan Perabaan (Tactile Imagery)

Pada citraa perabaan membuat pembaca seakan-akan dapat meraba sesuatu. Citraan ini mirip dengan citra gerak karena pembaca dapat merasakan apa yang diungkap dalam puisi. Dalam citraan jenis ini, penulis disarankan untuk memilih diksi yang dapat membuat pembaca merasakan perabaan halus, kasar, dan lembut. Seperti dalam puisi berjudul “Kepada Ibu Aku Merindu” karya Abdul Maliki.

4. Citraan Gerak (Kinestetic)

Citraan gerak memberikan rangsangan berupa gerakan dari sebuah entitas yang dapat berwujud sebagai manusia atau mesin. Citran ini biadanya digunakan untuk menunjukkan suatu maksud dari sebuah gerakan. Meskipun entitas tidak bergerak, tetapi pembaca dapat merasakan gerakan tersebut dalam imajinya. Sebagai contoh puisi “Pendaki Api Merapi” karya Abdul Malik.

5. Citraan Penglihatan (Visual Imagery)

Pada citraan ini, puisi dibuat seakan-akan pembaca adapat menggambarkan dan memandang apa yang penulis sisipkan dalam puisinya. Citraan jenis ini yang paling sering muncul dalam karya-karya puisi. Citran ini dipilih karena hampir seluruh pembaca dapat membayangkan suatu hal. Sebagai contoh karya puisi berjudul “Melatiku” karya Abdul Malik.

6. Citraan Pengecap (Gustatory)

Citraan pengecap digunakan oleh penulis dalam karyanya untuk memberikan stimulus deskripsi mengenai indra pengecap. Adapun implementasi dari citraan ini dapat dilakukan dengan menulis puisi yang berhubungan langsung dengan rasa dalam mengecap, terutama pada rasa makanan.

Melalui citraan pengecap, pembaca akan dibawa ke rasa yang dapat dibayangkan pada indra pengecap seperti manis, pedas, asin dan gurih. Sebagai contoh karya puisi yang sesuai dengan citraan ini adalah puisi berjudul “Secangkir Kopi dan Kenangan” karya Abdul Malik.

Contoh Analisis Citraan Puisi

Rahimah dalam artikel jurnal berjudul Citraan dalam Puisi “Surat Cinta” Karya WS. Rendra menganalisis puisi dari sisi citraannya. Berikut hasil analisis yang dilakukan oleh Rahimah pada puisi “Surat Cinta” karya WS. Rendra.

Surat Cinta

Karya Ws.Rendra

 

Kutulis surat ini

Kala hujan gerimis

Bagai bunyi tambur mainan

Anak-anak peri dunia yang gaib.

Dan angin mendesah mengeluh dan mendesah.

Wahai, dik Narti,

Aku cinta kepadamu!

 

Kutulis surat ini

kala langit menangis

dan dua ekor belibis

bercintaan dalam kolam

bagai dua anak nakal

jenaka dan manis

mengibaskan ekor

serta menggetarkan bulu-bulunya.

Wahai, Dik Narti,

kupinang kau menjadi istriku!

 

Kaki-kaki hujan yang runcing

menyentuhkan ujungnya di bumi.

Kaki-kaki cinta yang tegas

bagai logam berat gemerlapan

menempuh ke muka

dan tak ‘kan kunjung diundurkan.

 

Selusin malaikat

telah turun

di kala hujan gerimis.

Di muka kaca jendela

mereka berkaca dan mencuci rambutnya

untuk ke pesta.

Wahai, Dik Narti,

dengan pakaian pengantin yang anggun

bung-bunga serta keris keramat

aku ingin membimbingmu ke altar

untuk dikawinkan.

 

Aku melamarmu.

Kau tahu dari dulu:

 

tiada lebih buruk

dan tiada lebih baik

daripada yang lain ….

penyair dari kehidupan sehari-hari,

orang yang bermula dari kata

kata yang bermula dari

kehidupan, pikir dan rasa.

 

Semangat kehidupan yang kuat

bagai berjuta-juta jarum alit

menusuki kulit langit:

kantong rejeki dan restu wingit.

Lalu tumpahlah gerimis.

Angin dan cinta

mendesah dalam gerimis.

Semangat cintaku yang kuat

bagai seribu tangan gaib

menyebarkan seribu jaring

menyergap hatimu

yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung

tawananku.

Putri duyung dengan suara merdu lembut

bagai angin laut,

mendesahlah bagiku!

Angin mendesah

selalu mendesah

dengan ratapnya yang merdu.

Engkau adalah putri duyung

tergolek lemas

mengejap-ngejapkan matanya yang indah

dalam jaringku.

Wahai, Putri Duyung,

aku menjaringmu

aku melamarmu.

 

Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

karena langit

gadis manja dan manis

menangis minta mainan.

Dua anak lelaki nakal bersenda gurau dalam selokan

dan langit iri melihatnya.

Wahai, Dik Narti,

kuingin dikau

menjadi ibu anak-anakku!

Puisi - Puisi Cinta

Berikut analisis puisi “Surat Cinta” karya WS. Rendra dilihat dari lima jenis citraan, yakni citraan penglihatan, pendengaran, pengecapan, gerak, dan perasaan. Pertama, citraan penglihatan dalam puisi “Surat Cinta” Karya WS Rendra dapat dilihat pada puisi:

  • Bait I: kutulis surat inikala hujan gerimis.
  • Bait II: kutulis surat inikala langit menangisdan dua ekor belibis bercintaan dalam kolam; mengibaskan ekor serta menggetarkan bulu-bulunya.
  • Bait III: kaki-kaki cinta yang tegasbagai logam berat gemerlapanmenempuh ke muka dan tak’kan kunjung diundurkan.
  • Bait IV: di muka kaca jendela mereka berkaca dan mencuci rambutnya untuk ke pesta; dengan pakaian pengantin yang anggun bunga-bunga serta keris kiamat aku ingin membimbingmu ke altar untuk dikawinkan.
  • Bait VI: kantong rezeki dan restu wingit lalu tumpahlah gerimis.
  • Bait VII: engkau adalah putri duyungtergolek lemas mengejap-mengejapkan matanya yang indahdalam jaringku g. Bait VIII: kutulis surat ini kala hujan gerimis kerna langit gadis manja dan manis menangis minta mainan; bersenda gurau dalam selokan dan langit iri melihatnya.

Kedua, citraan pendengaran dalam puisi “Surat Cinta” Karya WS Rendra dapat dilihat pada puisi.

  • Bait I: bagai bunyi tambur mainan anak-anak peri dunia gaib; dan angin mendesah mengeluh dan mendesah.
  • Bait VI: angin dan cintamendesah dalam gerimis.
  • Bait VII: putri duyung dengan suara merdu lembut bagai angin laut mendesahlah bagiku; angin mendesah selalu mendesah dengan ratapnya yang merdu.

Ketiga, citraan pengecapan dalam puisi “Surat Cinta” Karya WS Rendra terlihat pada puisi bait II: bagai dua anak nakal jenaka dan manis.

Keempat, citraan gerak dalam puisi “Surat Cinta” Karya WS Rendra terdapat pada puisi.

  • Bait III: kaki-kaki hujan yang runcing menyentuhkan ujungnya ke bumi.
  • Bait IV: selusin malaikat telah turun di kala hujan gerimis.

Kelima, citraan perasaan dalam puisi “Surat Cinta” Karya WS Rendra terdapat pada puisi.

  • Bait I: wahai, dik Narti aku cinta padamu.
  • Bait II: wahai dik Narti kupinang kau menjadi istriku!
  • Bait V: aku melamarmu kau tahu dari dulu tiada yang lebih buruk dan tiada lebih baik dan yang lain.
  • Bait VI: semangat kehidupan yang kuat bagai berjuta-juta jarum alit menusuki kulit langit; semangat cintaku yang kuat bagai seribu tangan gaib menyebarkan seribu jaring menyergap hatimu yang selalu tersenyum padaku; wahai, putri duyung aku menjaringmu aku melamarmu; wahai, Dik Narti kuingin dikau menjadi ibu anak-anakku!

Analisis Puisi dengan Pendekatan Norma Roman Ingarden

Puisi dapat dianalisis dengan berbagai pendapat atau pendekatan. Salah satunya, yakni analisis puisi menggunakan pendekatan Norma Roman Ingarde. Berikut penjelasan secara lebih rinci.

Adapun unsur dari pendekatan Norma Roman Ingarden sebagai berikut.

a. Lapis Bunyi

Puisi tersebut berupa satuan-satuan suara: suara suku kata, kata, dan berangkai merupakan seluruh bunyi puisi itu yang merupakan suara frase dan suara kalimat. Dengan adanya satuan-satuan suara itu, orang menangkap arti. Adapun hal yang masih berhubungan erat dengan pembicaraan bunyi ialah rima. Bunyi-bunyi yang berulang, pergantian yang teratur, dan variasi-variasi bunyi menimbulkan suatu gerak yang hidup. Ataupun pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Jadi lapis bunyi dalam puisi itu adalah semua satuan bunyi yang berdasarkan konvensi bahasa tertentu. Adapun macam ragam bunyi yang dapat kita ketahui, antara lain.

1. Ragam Bunyi Kakofoni (Cacophony)

Bunyi kakofoni ini cocok dan dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Ragam bunyi ini dapat dipakai untuk menciptakan suasana ketertekanan, keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru dan pilu. Secara visual ragam bunyi ini banyak memakai konsonan k, p, t, s (Pradopo, (dalam Hanafi, 2017:161)).

2. Ragam Bunyi Efoni (euphony)

Efoni (euphony) ialah kombinasi-kombinasi bunyi yang merdu atau bunyi yang indah. Orkestrasi bunyi yang merdu ini biasanya untuk menggambarkan perasaan mesra, kasih sayang atau cinta, serta hal-hal yang menggembirakan. Contoh euphony antara lain berupa kombinasi bunyi-bunyi vocal a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara seperti b, d, g, j dan bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau m, n, nya dan ng (Pradopo, (dalam Hanafi, 2017:161)).

3. Bunyi Onomatope

Bunyi onomatope disebut sebagai ragam bunyi berupa peniruan atas bunyi-bunyi yang ada di alam semesta, seperti bunyi angin, laut, pohon, binatang, dan sebagainya dalam bentuk penanda (Suryaman dala Wiyatmi (dalam Hanafi, 2017:161))

b. Lapis Arti (Units of Meaning)

Lapis arti berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat menjadi aline, bab, dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak (Pradopo, 2012:15). Dalam puisi belum cukup bila hanya dikemukakan maksudnya saja. Yang dikehendaki penyair ialah, supaya siapa yang membaca dapat juga merasakan dan mengalami seperti apa yang dirasakan dan dialami penyair (Pradopo, (dalam Hanafi, 2017:161-162))c

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis hal-hal yang dikemukakan ialah objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan dunia pengarang (Pradopo, (dalam Hanafi, 2017:162)). Latar yang disebut juga sebagai landas tumpu menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams (dalam Hanafi, 2017:162)).

d. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan lapis yang dilihat dari titik pandang tertentu yang tidak perlu diungkapkan, tetapi terkandung di dalamnya. Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan “terdengar” atau “terlihat”, bahkan peristiwa yang sama, misalnya suara jendela pintu, dapat memeprlihatkan aspek luar atau dalam watak. Misalnya pintu berbunyi halus dapat memberi sugesti yang membuka atau menutup seorang wanita atau orang yang berwatak hati-hati (Pradopo (dalam Hanafi, 2017:162)).

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis berupa sifat-sifat metafisis yang sublime, yang tragis, mengerikan atau menakutkan dan yang suci dengan sifat-sifat ini seni dapat memberikan renungan kepada pembaca. Pada lapis ini pembaca diajak untuk merenung dan berpikir atau berimajinasi apa yang terdapat pada puisi yang sedang dibaca. Tujuan adanya imajinasi ialah agar pembaca atau pendengar mampu memahami dan benar-benar mengerti makna dari puisi tersebut. Akan tetapi, tidak setiap karya sastra di dalamnya terdapat lapis metafisis seperti itu (Pradopo (dalam Hanafi, 2017:162)).

Selamat Menunaikan Ibadah Puisi

About the author

Rahma Fiska

Saya fiska sangat senang dengan dunia menulis. Saya juga sudah menghasilkan beberapa tulisan, salah satunya pada website gramedia.com. Saya senang menulis tentang sastra