Bahasa Indonesia Sastra

Teori dan Sejarah Sastra

Written by Rahma Fiska

Cabang Studi Sastra – Keberadaan sastra dalam kehidupan manusia ini tidak hanya menjadi sebuah karya saja, tetapi juga berperan sebagai disiplin ilmu. Sama halnya dengan disiplin ilmu lain, ilmu sastra juga memiliki cabang studi tersendiri.

Ilmu sastra merupakan disiplin ilmu yang menyelidiki mengenai karya sastra secara ilmiah dengan menggunakan teorinya berdasarkan gejala dan masalah sastra yang terkait dengan realitas sosial.

Ketika menelaah realitas sosial dari kacamata sastra, seseorang tersebut harus dapat menguraikannya secara jelas dan rasional, supaya tidak menimbulkan interpretasi lain.

Ruang lingkup dalam ilmu sastra adalah ilmu dengan sastra sebagai objeknya. Maka dari itu, “sastra” dapat berfokus pada kreativitas, sedangkan “studi sastra” berfokus pada ilmu yang digunakan dalam menganalisis karya sastra.

Apakah Grameds mengetahui apa saja cabang studi sastra itu?

Dalam studi sastra, terdapat tiga cabang ilmu yakni teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Tiga hal tersebut tentu saja saling berkaitan satu sama lain dan menjadikan karya sastra sebagai sumbernya.

Sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa karya sastra itu termasuk karya seni, maka dari itu tiga cabang studi sastra juga harus bersifat seni. Meskipun demikian, seseorang yang hendak melakukan tiga cabang studi sastra ini, termasuk kritik sastra, harus dituntut untuk mempunyai kemampuan berpikir kritis karena harus menerapkan teori sastra yang ada.

Nah, apakah Grameds tahu apa perbedaan dari tiga cabang studi sastra tersebut? Jika belum, yuk simak uraian berikut!

Teori Sastra

Teori sastra merupakan salah satu cabang ilmu sastra yang mempelajari mengenai prinsip, hukum, kategori, serta kriteria sebuah karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra.

Menurut Jan Van Luxemburg dkk pada tahun 1986, mengungkapkan bahwa ilmu sastra adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai teks-teks sastra secara sistematis sesuai dengan fungsi yang ada di dalam masyarakat. Tugas ilmu sastra adalah meneliti dan merumuskan sastra secara umum dan sistematis, sementara teori sastra bertugas untuk merumuskan kaidah dan konvensi kesusastraan secara umum.

Sejalan dengan perkembangan karya sastra, maka teori sastra juga turut berkembang dengan kerangka tertentu. Setiap teori memiliki asumsi dan tujuan yang sama yakni mengungkap makna yang ada di dalam sebuah karya sastra.

Hingga saat ini, teori sastra telah berkembang menjadi beberapa, yakni teori strukturalisme, teori psikologi sastra, teori sosiologi sastra, teori semiotika, dan teori hermeneutika.

Supaya Grameds lebih memahaminya, yuk simak penjelasan berikut!

1. Teori Strukturalisme

Teori strukturalisme ini muncul melalui adanya pandangan bahwa karya sastra itu merupakan bentuk dari unsur-unsur yang kompleks dan bersistem. Unsur-unsur yang terdapat di dalam karya sastra tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan antar unsur itulah yang digunakan untuk menentukan apakah karya sastra tersebut baik atau buruk.

Teori ini menitikberatkan perhatiannya terhadap struktur yang terkandung dalam teks karya sastra. Maka dari itu, teori strukturalisme atau teori sastra struktural adalah teori yang digunakan untuk menganalisis unsur-unsur pembangun di dalam karya sastra itu sendiri.

Unsur-unsur yang berada di dalam (intrinsik) dan di luar (ekstrinsik) karya sastra tidak dapat dipisahkan, keduanya seolah disatukan melalui tulisan.

Supaya Grameds lebih memahami apa saja unsur intrinsik dan ekstrinsik tersebut, yuk simak uraian berikut!

Unsur Intrinsik

  • Alur

Unsur alur merupakan salah satu unsur utama pembentuk sebuah karya sastra. Alur atau biasa disebut juga dengan plot adalah bagaimana jalannya suatu cerita yang terdapat di dalam karya sastra. Alur biasanya mempunyai 3 jenis, yakni alur maju, alur mundur, dan alur campuran.

Beli Buku di Gramedia

  • Tokoh

Unsur tokoh juga menjadi unsur penting dalam membentuk sebuah karya sastra. Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya sastra. Tokoh dan penokohan merupakan dua hal yang sama tetapi juga berbeda.

Istilah “penokohan” mempunyai pengertian yang lebih luas dari “tokoh” dan “perwatakan”. Penokohan ini mencangkup masalah siapa tokoh dalam cerita dan bagaimana pelukisan watak tokoh dalam cerita.

Setiap tokoh akan mempresentasikan mengenai sosio-kultur masing-masing dan digambarkan dari pola perilakunya.

 

  • Latar

Unsur latar juga berperan penting di dalam suatu karya sastra. Latar adalah tempat atau waktu mengenai peristiwa yang terjadi dalam karya sastra. Latar ada tiga macam, yakni latar waktu, latar tempat, dan latar sosial.

Latar waktu ini berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra.

Latar tempat ini berkaitan dengan lokasi atau tempat dimana peristiwa terjadi (dalam karya sastra).

Latar sosial adalah latar yang mengungkapkan mengenai bagaimana perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra tersebut.

Unsur Ekstrinsik

  • Latar Belakang Pengarang

Latar belakang pengarang juga dapat dijadikan sebagai unsur terluar dari karya sastra dalam proses menelaah karya sastra menggunakan teori strukturalisme. Latar belakang pengarang dapat berupa faktor-faktor dalam diri pengarang yang mempengaruhinya untuk menulis karya sastra.

Dalam unsur ini, kondisi psikologis pengarang juga berperan penting. Hal tersebut karena kondisi psikologis sangat berpengaruh terhadap gaya penulisan yang dipakainya ketika menciptakan sebuah karya sastra.

  • Latar Belakang Masyarakat

Unsur latar belakang masyarakat juga turut berperan dalam pembentukan sebuah karya sastra. Latar belakang masyarakat tersebut dapat mencangkup adanya ideologi suatu negara, kondisi politik, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial.

  • Nilai-Nilai dalam Cerita

Sebuah karya sastra itu harus memuat nilai-nilai positif karena salah satu fungsi karya sastra adalah didaktis. Maka dari itu, sebuah karya sastra harus dapat mengandung nilai-nilai ajaran yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai tersebut mencangkup adanya nilai agama, nilai budaya, nilai moral, dan nilai sosial.

Beli Buku di Gramedia

2. Teori Psikologi Sastra

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai keadaan jiwa yang ada di dalam diri manusia, sebab manusia tidak akan dapat lepas dari adanya intuisi dan perasaan yang masuk dalam relung jiwanya.

Psikologi sastra merupakan teori yang menitikberatkan pada unsur kejiwaan yang ada di dalam sebuah karya sastra. Unsur kejiwaan tersebut berkaitan dengan tiga hal yakni pengarang (ekspresif), karya sastra itu sendiri (tekstual), dan pembaca itu sendiri.

Konflik-konflik kejiwaan yang dialami tokoh dalam cerita dapat dipandang sebagai representasi konflik kejiwaan pengarangnya. Namun hal tersebut kadang tidak disadari oleh pengarang dalam proses penciptaan sebuah karya sastra.

3. Teori Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai hubungan antar manusia dengan manusia lain. Hubungan tersebut bisa saja berteman atau bermusuhan, apapun itu yang terjalin di sebuah masyarakat.

Teori sosiologi sastra merupakan ilmu yang mempelajari sebuah karya sastra berdasarkan realitas sosial yang terjadi. Teori ini akan melihat adanya hubungan antara karya sastra dengan realitas sosial.

Sebelumnya Grameds sudah tahu bukan jika karya sastra itu merupakan hasil tiruan dari kehidupan manusia sehari-hari. Masalah yang terjadi dalam sebuah karya sastra pun juga terinspirasi dari kehidupan manusia sehari-hari. Maka dari itu, teori sosiologi sastra muncul.

Teori sosiologi sastra juga meneliti mengenai fakta-fakta sosial yang termuat dalam sebuah karya sastra yang merupakan fakta sosial atau hanya imajinasi pengarang saja. Selain itu, teori ini juga dapat meneliti mengenai bagaimana penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

Beli Buku di Gramedia

4. Teori Semiotika

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari mengenai tanda-tanda di dalam bahasa. Semiotika membahas mengenai berbagai tanda di dalam bahasa sebagai wacana yang memiliki makna.

Semiotika mempunyai penanda (signifier) dan petanda (signified). Dalam semiotika juga terdapat adanya tanda, penanda, dan petanda (yang ditandai) hingga akhirnya berkembang menjadi tiga jenis tanda, yakni:

  • Ikon, yakni hubungan antara penanda dan petanda yang bersifat ilmiah. Contoh: gambar wanita memakai rok di depan kamar mandi wanita.
  • Indeks, yakni suatu tanda untuk menandakan adanya hubungan secara alamiah (sebab-akibat).
  • Simbol, yakni penanda yang secara tidak langsung menggunakan metafora dan bersifat tidak alami.

5. Teori Hermeneutika

Hermeneutika adalah ilmu yang mengenali makna melalui makna-makna yang bertujuan untuk menangkap pemikiran seseorang sesuai dengan yang ditangkapnya. Terdapat tiga tahapan teori hermeneutika dalam sebuah karya sastra, yakni:

  • Level Semantik, yaitu menafsirkan bahasa sebagai kajian yang harus dipahami.
  • Level Refleksi, yaitu dalam praktiknya harus memahami teks karya sastra dan unsurnya secara konteks.
  • Level Ekstensial, yaitu penafsiran teks dan konteks dalam karya sastra.

Beli Buku di Gramedia

Sejarah Sastra

Sejarah sastra adalah sejarah perkembangan sastra. Dalam hal ini, maka sejarah perkembangannya adalah sastra yang ada di Indonesia.

Angkatan Pujangga Lama

Angkatan Pujangga Lama ini terjadi sebelum abad ke-20. Pada masa tersebut, karya sastra didominasi dengan syair, pantun, gurindam, hikayat, dan lain-lain. Bahkan hingga sekarang, masih terdapat beberapa upacara adat yang menggunakan pantun sebagai salah satu syaratnya.

Dalam sebuah hikayat biasanya dibacakan sebagai hiburan dan pelipur lara untuk membangkitkan semangat juang pembacanya. Hal itu karena sebuah hikayat umumnya mengisahkan mengenai kehebatan atau kepahlawanan seseorang.

Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Balai Pustaka ini berkembang pada tahun tahun 20-an. Biasanya, pengarang pada masa itu mempunyai keinginan luhur untuk memberikan pendidikan budi pekerti dan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sebuah bacaan.

Sebenarnya, pada masa ini, angkatan sastra banyak didirikan oleh orang-orang Belanda. Tujuan mereka bukan hanya ingin mengembangkan dan memajukan sastra Indonesia, tetapi juga untuk kepentingan politik juga.

Karya sastra pada Angkatan Balai Pustaka biasanya menggunakan tema yang selaras dengan budaya kala itu, yakni mengenai kawin paksa. Peristiwa-peristiwa mengenai kawin paksa telah banyak dilakukan oleh masyarakat bahkan menjadi kebudayaan dalam suatu daerah tertentu.

Beli Buku di Gramedia

Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)

Bulan Juli 1933 merupakan tonggak berdirinya sastra angkatan Pujangga Baru dan saat itu juga terbitlah majalah dengan nama Pujangga Baru.

Pada angkatan Pujangga Baru ini, ciri khas yang paling menonjol adalah sebagian besar karya sastranya (baik itu prosa maupun puisi) mengandung suasana romantis. Tema yang digunakan pun tidak hanya melulu mengenai kawin paksa seperti sebelumnya, tetapi sudah berganti menjadi masalah kehidupan masyarakat modern.

Novel-novel yang populer pada masa itu ada banyak, misalnya:

  • Manusia Baru (Sanusi Pane), yang menceritakan mengenai masalah perubahan
  • Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisjahbana), yang menceritakan mengenai kedudukan wanita
  • Belenggu (Armijn Pane), yang menceritakan mengenai kedudukan suami istri dalam hubungan rumah tangga

Angkatan ‘45 (Angkatan Kemerdekaan)

Pada angkatan ‘45 ini terjadi pada 1942-1945, di mana pada masa tersebut telah bangkit dan terintegrasi sastra yang ada di Indonesia.

Karya sastra yang berkembang pada periode ini bersifat lebih realistis dibandingkan karya sastra angkatan sebelum-sebelumnya. Pada angkatan ‘45 ini diwarnai dengan adanya permasalahan sosial seperti korupsi, penyelewengan, ketidakadilan, hingga kemerosotan moral dan budaya dalam masyarakatnya.

Penulis populer pada angkatan ‘45 yakni Chairil Anwar, Idris Mochtar Lubis, Trisno Sumardjo, dan M. Balfas.

Angkatan 50-an

Pada masa ini, ditandai dengan terbitnya sebuah majalah sastra berjudul Kisah yang dipelopori oleh H.B Jassin. Majalah Kisah tersebut bertahan sampai tahun 1946 dan diteruskan dengan majalah sastra lain.

Ciri khas dari angkatan sastra tahun 1950-an ini adalah karya sastra yang mendominasi adalah cerita pendek dan kumpulan puisi. Dalam majalah Kisah pun juga banyak memuat mengenai cerpen dan puisi.

Beli Buku di Gramedia

Angkatan ‘66

Pada periode ini, ditandai dengan terbitnya sebuah majalah sastra bernama Horizon. Majalah Horizon ini menjadi majalah sastra satu-satunya yang terbit di Indonesia sehingga hampir seluruh halamannya berisi tulisan karya sastra.

Sastrawan pada kala itu menganggap bahwa majalah Horizon menjadi standar perkembangan sastra di Indonesia sekaligus menjadi sasaran tuntutan dalam adanya sebuah majalah sastra.

Lalu, pada awal tahun 1970-an, seorang sastrawan wanita, Marga T mengumumkan bahwa novelnya dimuat dalam koran Kompas. Hal itu turut menjadi jaminan bagi lakunya suatu penerbitan untuk menerbitkan sebuah karya sastra.

Angkatan ‘80-an

Pada masa ini, perkembangan karya sastra ditandai dengan banyaknya sastra yang menceritakan mengenai roman percintaan. Karya sastra tersebut disebarluaskan melalui majalah dan penerbitan umum.

Sastrawan yang paling menonjol pada kala itu adalah Mira W dan Marga T. Karya sastra mereka populer dengan bentuk fiksi romantis dengan tokoh utamanya adalah seorang wanita.

Pada tahun  1980-an ini juga, muncul sastra beraliran pop yang dipelopori oleh Hilman dengan serial sastranya berjudul Lupus.

Angkatan Reformasi hingga Sekarang

Pada masa ini, ditandai dengan munculnya banyak karya sastra seperti puisi, cerpen, maupun novel dengan berbagai genre dan tema. Tema yang paling sering digunakan adalah seputar reformasi, sesuai dengan realitas sosial yang terjadi kala itu di masyarakat.

Beli Buku di Gramedia

Kritik Sastra

Kritik sastra adalah salah satu cabang studi sastra yang berkaitan dengan ilmu sastra dan penciptaan sastra. Dalam melakukan kritik sastra, tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan teori sastra dan sejarah sastra.

Sebenarnya, kritik sastra di Indonesia telah menjadi tradisi lisan dengan berupa komentar-komentar mengenai karya sastra dan tidak menggunakan teori sastra.

Semakin berkembangnya sastra, maka semakin berkembang pula kritik sastra yang dilakukan. Tulisan-tulisan yang berisi kritik sastra tersebut biasanya tersebar di berbagai majalah dan surat kabar.

Namun, ada juga beberapa buku yang berisi kumpulan esai kritik sastra, misalnya Buku dan Penulis (1950) karya Amal Hamzah dan Aneka Pustaka (1974) karya Rusman Sutiasumarga. Esai-esai tersebut berisi mengenai kritik sastra baik itu novel, cerita pendek, atau puisi.

Bahkan saat ini, karya-karya kritik tersebut telah ditulis sebagai skripsi, tesis, hingga disertasi. Dalam menulis karya kritik sastra tersebut, penulis harus benar-benar memahami mengenai teori sastra yang ada.

Nah, itulah penjelasan mengenai cabang studi sastra. Sebagai generasi muda, kita harus menghargai dan membaca karya sastra yang ada karena dapat menambah pengetahuan wawasan kita mengenai realitas sosial yang terjadi di masyarakat.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Beli Buku di Gramedia

About the author

Rahma Fiska

Saya fiska sangat senang dengan dunia menulis. Saya juga sudah menghasilkan beberapa tulisan, salah satunya pada website gramedia.com. Saya senang menulis tentang sastra