Sastra

Pengertian Sajak: Sejarah, Ciri-ciri, Sifat, Macam dan Contohnya

pengertian sajak
Written by Rahma Fiska

Pengertian Sajak – Apa yang Anda ketahui tentang pengertian sajak? Apa yang ada di benakmu ketika mendengar sajak? Tidak sedikit orang menyatakan bahwa sajak sama dengan puisi. Namun ternyata keduanya terdapat perbedaan lho.

Jika berbicara tentang puisi tentu bahasan yang akan disampaikan adalah mengenai sebuah karya sastra yang sarat dengan kalimat yang mengandung perasaan dan juga pemikiran sebagai wujud dari ekspresi diri. Bagaimana dengan sajak?

A. Pengertian Sajak

Menurut KBBI arti dari sajak itu sendiri adalah suatu karya sastra yang dalam penyajiannya berbentuk baris-baris yang terikat dan teratur.

Sajak adalah puisi Melayu moden yang berbentuk karangan berangkap, berbentuk bebas dan tidak terikat pada jumlah baris, perkataan sebaris, suku kata sebaris, rangkap, rima dan sebagainya.

Sekilas memang mirip ya, antara puisi dengan sajak namun, jika ditelisik lebih dalam sajak memiliki arti yang lebih spesifik dibandingkan dengan puisi. Bisa dibilang kalau puisi merupakan sastra yang menudungi sajak sementara sajak adalah suatu individu puisi.

Untuk dapat lebih memahami apa yang dimaksud dari sajak, Grameds juga dapat melihat berbagai contohnya melalui salah satu buku referensi karya Tere Liye berjudul Sungguh, Kau Boleh Pergi.

Sekarang udah tahu kan bedanya, tapi masih penasaran ga sih sama sajak itu sendiri? Biar lebih jelas dan bisa paham sama “sajak” ini, mari tinjau lebih jelas yuk.

B.  Sejarah Sajak

Sastra di Indonesia mulai muncul sejak tahun 1920 dan terus berkembang hingga saat ini baik dalam bentuk ragam prosa maupun puisi. Sajak Indonesia modern pertama adalah sajak yang ditulis oleh M. Jamin atau Muhammad Yamin yang berjudul “Tanah Air”. Namun, sebelumnya juga  sudah dikenal sastra Melayu lama yang berupa pantun dan syair. Pantun dan syair ini tergolong pada sastra tradisional atau konvensional.

Muhammad Yamin memasuki sajak-sajak tradisional dalam karya-karyanya. Hal ini kemudian diikuti oleh beberapa teman angkatannya dan membentuk era pujangga baru. Perkembangan angkatan pujangga baru mulai dari 1920-1942.

Pada periode ini terdapat 134 penyair yang berkontribusi memberikan karya terbaiknya. Beberapa karya  yang terkenal pada periode ini yaitu sajak “Nyanyi Sunyi” dan “Buah Rindu” karangan Amir Hamzah,  “Mudah Kelana” dan “Puspa Mega” karangan Sanusi Pane, dan “Gamelan Jiwa” karya Armijn Pane.

Periode selanjutnya setelah angkatan pujangga baru adalah angkatan 45. Perkembangan pada periode berlangsung mulai dari tahun 1942-1955. Periode ini memiliki ciri aliran realisme atau sangat tergambar kehidupan sehari-hari.

Sajak pada periode ini merupakan sajak bebas yang tidak terikat dengan aturan jumlah baris, persajakan, dan periodisitas. Hal ini dikarenakan karya angkatan 45 merupakan respon dari angkatan pujangga baru. Pelopor pada angkatan 45 yang terkenal adalah Chairil Anwar dengan puisinya dalam “Deru Campur Debu” dan “Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus”.

Memasuki tahun 1950-an munculah puisi epik yang terkenal yaitu “balada”. Masa ini berlangsung mulai dari 1950-an hingga 1960. Balada menjadi terkenal setelah dipelopori oleh W.S Rendra pada saat itu.

Pada awal 1970 hingga 1990 mulai ditemukannya penyair-penyair berbakat dengan timbulnya periode sastra terkhusus puisi yang memiliki corak dan ciri tersendiri. Perkembangan puisi era ini sangat banyak daripada sebelum-sebelumnya. Penyair yang terkenal pada masa ini yaitu Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi Wm, Ibrahim Sattah dll.

Berbicara karya sastra terdapat 2 istilah yang sering dilontarkan yaitu sajak dan puisi. Istilah puisi itu sendiri berasal dari bahasa belanda yaitu “poezie” sementara sajak  yaitu “gedicht”.

Diantara keduanya, sajak tidak langsung dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia berbeda dengan puisi. Lain halnya dalam bahasa inggris yang memberikan perbedaan diantara keduanya dengan sebutan “poetry” untuk puisi dan “poem” untuk sajak.

Indonesia (melayu) sebelum mengenal  istilah di antara keduanya hanya mengenal satu istilah yaitu “sajak”. Sajak ini sudah menggambarkan poezie dan gedicht. Oleh karena itu, istilah sajak dan puisi tidak dikacaukan.

Sebagai contoh, antologi puisi dari puisi Chairil Anwar untuk menunjuk jenis sastranya sementara untuk individu sajak Aku. Contoh lainnya adalah buku karya Jun Choi dengan judul Orang Suci, Pohon Kelapa yang ada dibawah ini.

C.  Ciri-ciri sajak

Seperti halnya karya sastra yang lainnya, sajak juga memiliki ciri-ciri nih. Menurut Hasanudin (2002:32), ia membedakan bentuk sajak  dengan prosa melalui ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Sajak memiliki ciri yang utama yaitu adanya monolog atau larik, hal ini disebabkan karena sajak bukanlah suatu deretan peristiwa sehingga di dalamnya tidak ditemukan adanya suatu alur atau plot.
  2. Sajak memiliki sifat yaitu tidak mengikuti struktur logis dalam kalimatnya sehingga berkemungkinan ditemukan adanya penyimpangan demi memunculkan irama sebagai kepentingan kepuitisan.
  3. Bahasa yang digunakan umumnya adalah bahasa konotatif atau  timbulnya nilai rasa dalam kalimat .

Untuk lebih memahami karya sastra yang satu ini,Grameds dapat melihat contohnya melalui buku Melukis Asa yang berisikan berbagai kumpulan sajak yang bisa kamu dapatkan di Gramedia.

D.  Sifat sajak

Sajak memiliki beberapa sifat diantaranya yaitu :

  1. Sajak memiliki irama dalam kalimatnya atau terdapat kesesuaian antara isi dan tata bahasanya
  2. Terdapat kebebasan dalam pengucapan bunyi
  3. Antara bunyi atau rima pada ujung-ujung baris memiliki  keleluasaan atau tidak mengemukakan pertentangannya
  4. Jumlah baris dapat berubah-ubah pada setiap baitnya
  5. Setiap baris-baris akan membentuk bait

E.  Bentuk sajak

Istilah dalam puisi biasa dikenal sebagai rangkap. Batas minimum dalam puisi yaitu satu. Biasanya  dalam memperlihatkan sajak, dapat dilihat dengan mengetahui barisnya. Hubungan antara baris dengan rangkap ini terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya sebagai berikut :

  1. Monoton: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki satu baris dalam satu rangkap
  2. Distikon: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki dua baris dalam satu rangkap
  3. Terzina: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki tiga baris dalam satu rangkap
  4. Quatrain: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki empat baris dalam satu rangkap
  5. Quint: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki lima baris dalam satu rangkap
  6. Sekstet: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki enam baris dalam satu rangkap
  7. Septam: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki tujuh baris dalam satu rangkap
  8. Oktaf: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki delapan baris dalam satu rangkap
  9. Soneta: Suatu istilah yang digunakan dalam sajak yang memiliki dua sembilan dalam satu rangkap,

Baca juga : Contoh Puisi Anak Sekolah

F.  Jenis sajak

Jenis sajak berdasarkan Unsur bunyi terbagi ke dalam beberapa bagian:

1. Unsur bunyi itu sendiri

a. Sajak sempurna

Sajak sempurna adalah sajak yang memiliki ulangan bunyi timbul sebagai akibat adanya ulangan kata.  Contoh dari sajak sempurna sebagai berikut:

Kalau sudah bisa berenang

Ingat-ingat pada basahnya

Kalau sudah merasa senang

Ingat-ingat masa susahnya

b. Sajak paruh

Sajak paruh adalah sajak yang memiliki ulangan bunyi yang dalam sebagian baris dan kata-kata tertentu. Contoh dari sajak paruh sebagai berikut:

Sisi timur hancur

Sisi selatan curam

Sisi barat gelap

Sisi utara berbisa

Kau dan aku tiarap dan

Berdebar-debar memeluk bantal

Sisi atas bocor

Sisi bawah susah

Sisi kiri dikebiri

Sisi kanan ditikam

Kau dan aku tengkurap di langit

(F. Rahardi, “Berita Libanon”, Sumpah WTS, 1985)

c. Aliterasi

Asonansi merupakan ulangan bunyi konsonan yang termuat pada baris puisi Sehingga menimbulkan irama tertentu. Contoh aliterasi ”menghantar bahtera ke segara darma”. Pada kalimat tersebut huruf “r” yang bersumber dari kata “hantar” dan “darma” tidak membentuk aliterasi.

Namun, kata “bahtera” dan “segara” memiliki bunyi konsonan berulang pada kedudukan yang diberi penekanan. Lain halnya dengan “Ibu adalah awan indah terbang rendah” bunyi yang terdengar dari huruf “h” bukanlah sebuah aliterasi.

d. Asonansi

Asonansi merupakan ulangan bunyi bukan konsonan yang termuat pada baris puisi Sehingga menimbulkan irama tertentu. Sebagai contoh bentuk asonansi  misalnya “Pergi saja sana! Kita sudah tidak pantas lagi bersama”.

Jika dirasakan terdapat bunyi yang berulang dengan huruf vokal “a” pada kutipan tersebut. Pengulang tersebut memberikan kesan marah yang ingin disampaikan oleh pengarang[a3] .

2. Posisi kata yang mendominasi

a. Sajak awal

Sajak awal merupakan ulangan bunyi yang ditemukan pada tiap awal baris.  Contoh sajak awal pada bait ke-2 dari puisi yang berjudul “Baju Baru Warna Biru” sebagai berikut :

Mama kelak aku sudah dewasa dan bekerja
Akan kubalas semua jasamu
Mama maafkan aku kadang membuatmu
Menangis dan berduka
Aku akan berjanji akan menjadi anak yang

Berbakti (Zahrani, tp th: 45)

Pada sajak di atas terdapat pengulangan konsonan /m/ di awal baris yaitu kata “mama” dan kata menangis”. Inilah yang disebut sebagai sajak awal.

b. Sajak tengah

Sajak tengah merupakan ulangan bunyi yang ditemukan pada tengah baris. Contoh dari sajak tengah dari puisi yang ditulis oleh Sutardji Calzoum Bachri adalah sebagai berikut:

puan jadi celah

celah jadi sungai

sungai jadi muare

muare jadi perahu

perahu jadi buaye

buaye jadi puake

puake jadi pukau

pukau jadi mau

c. Sajak akhir

Sajak awal merupakan ulangan bunyi yang ditemukan pada akhir baris. Contoh sajak akhir dapat dilihat pada bait I dari puisi yang berjudul “Bakti Guruku”.

Selamat pagi anak-anak

sapa hangat penuh senyum semangat

kau tebar ilmu yang bermanfaat

demi anak didik kau berikan nasehat

jasa muliamu guncangkan akherat (Zahrani, tp th: 15).

Pada kutipan di atas sajak akhir terdapat pada baris kedua, tiga, empat, dan lima. Keempat baris tersebut memiliki bunyi akhir yang sama yaitu /at/. Sajak akhir pada kutipan di atas berfungsi untuk memberikan penekanan pada bunyi tertentu dan juga memberikan keindahan bagi puisi.

3. Hubungan antarbaris dalam setiap bait

a. Sajak merata (terus)

Sajak merata memiliki ciri khas yaitu setiap akhir kata memiliki perulangan bunyi yang sama, misal (a,a,a,a) atau (b,b,b,b). Contoh sajak merata yaitu :

Mari kita bersama-sama
Naik sepeda bersuka ria
Jangan lupa ajak kawan serta
Agar hati yang sedih jadi terlupa

b. Sajak berselang

Sajak berselang memiliki ciri khas yaitu setiap baris memiliki pola perulangan bunyi yang saling berselang, misal (a,b,a,b). Contoh sajak berselang yaitu :

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke ketepian
Bersakit- sakit dahulu
Bersenang- senang kemudian

c. Sajak berangkai

Sajak berangkai memiliki ciri khas yaitu setiap 2 baris memiliki pola perulangan bunyi yang berulang, misal (a,a,b,b). Contoh sajak berangkai yaitu :

perahu jadi buaye
buaye jadi puake
puake jadi pukau
pukau jadi mau

d. Sajak berpeluk

Sajak berpeluk memiliki ciri khas yaitu terdapat perulangan bunyi yang sama di tengah baris, misalnya (a,b,b,a). Contoh sajak berangkai yaitu :

Gelombang menari ditingkah angin
Camar-camar berebut ikan
Biru laut biri ikan-ikan
Aku pun ingin menjelma angina

4. Sajak bebas

Sajak bebas adalah sajak yang tidak terikat akan bentuk dan aturan sehingga sajak bebas juga disebut sebagai prosa.

5. Keterikatan

a. Sajak Pantun

Sajak pantun memiliki 4 baris dimana terdapat pola (a,b,a,b) yang mana memiliki karakter seperti sajak berselang. Pantun memiliki 4,8 atau 12 suku kata di Setiap barisnya. Dua baris di awal sebagai pembayang, sementara dua baris akhir sebagai isi atau maksud dari pantun itu sendiri.

b. Sajak Syair

Sajak syair memiliki karakter yang mirip dengan sajak merata. Empat baris dalam setiap rangkap pada sajak syair memiliki rima yang sama. Serupa dengan sajak pantun Setiap baris memiliki 4,8, atau 12 suku kata. Isi dari syair biasanya berupa suatu cerita atau peristiwa,

6. Sajak visual

Sajak visual adalah sajak yang isinya berupa penggambaran dari suatu objek atau benda.

Pelajari bagaimana cara menulis berbagai karya sastra melalui buku Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model Pembelajarannya.

G. Gaya Bahasa Sajak

Gaya bahasa adalah bagaimana cara pengarang dalam mengungkapkan apa yang dipikirkannya dengan bahasa yang khas yang mencirikan karakter jiwa seorang pengarang. Gaya bahasa sangat dibutuhkan dalam karya sastra salah satunya sajak.

Biasanya penyair menggunakan kesan yang padat dan singkat tetapi kaya akan makna dalam mengungkapkan maksud yang dituangkannya. Penggunaan gaya bahasa dalam menuliskan sastra memberikan kesan menarik bagi yang akan menikmati sastra tersebut.

Berbagai tips untuk meningkatkan keterampilan menulis yang kamu miliki serta membuka wawasan sebagai penulis dapat kamu temukan melalui buku Rahasia Penulis Bukan Sekadar Tips Menulis.

Dilihat dari jenis-jenisnya gaya bahasa dibagi menjadi 2 bagian menurut Keraf (2010:115).

1. Non-bahasa

Gaya bahasa pada jenis ini meliputi:

  1. Gaya bahasa berdasarkan pengarang
  2. Gaya bahasa berdasarkan masa
  3. Gaya bahasa berdasarkan medium
  4. Gaya bahasa berdasarkan subjek
  5. Gaya bahasa berdasarkan tempat
  6. Gaya bahasa berdasarkan hadirin
  7. Gaya bahasa berdasarkan tujuan.

2. Bahasa

Gaya bahasa pada jenis ini meliputi:

  1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata atau diksi
  2. Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam kalimat
  3. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
  4. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

Gaya bahasa jika ditinjau dari langsung tidaknya makna

1. Gaya Bahasa Retoris

  • Aliterasi
  • Asonansi
  • Anastrof
  • Apofasis atau Preterisio
  • Apostrof
  • Asindeton
  • Polisindeton
  • Kiasmus
  • Elipsis
  • Eufimismus
  • Litotes
  • Histeron Proteron
  • Pleonasme dan Tautologi
  • Perifrasis
  • Prolepsis atau Antisipasi
  • Erotesis atau Pertanyaan Retoris
  • Silepsis dan Zeugma
  • Koreksio atau Epanortosis
  • Hiperbol
  • Paradoks
  • Oksimoron

2. Gaya Bahasa Kiasan

  • Metafora
  • Alegori, Parabel, dan Fabel
  • Personifikasi atau Prosopopoeia
  • Alusi
  • Eponim
  • Epitet
  • Sinekdoke
  • Metonimia
  • Antonomasia
  • Hipalase
  • Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
  • Satire
  • Innuendo
  • Antifrasis
  • Pun atau Paronomasia

H. Contoh sajak

a. Karangan Chairil Anwar yang berjudul “Sajak Putih”

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah

b. Karangan A. Mustofa Bisri  yang berjudul “Orang Kecil Orang Besar”

Ayahnya berkata :

Anakku,
Kau sudah pernah menjadi anak kecil
Janganlah kau nanti menjadi orang kecil
Orang kecil-kecil perannya
Kecil perolehannya, tambah si Ibu

 

Ya, lanjut ayahnya
Orang kecil sangat kecil baginya
Anak kecil masih mending bagiannya
Anak kecil masih mendingan
Regek Ayahnya dan Ibu berganti-ganti menasehati:

 

Ingat jangan sampai jadi orang kecil
Orang kecil jika ikhlas diperas
Jika diam ditikam
Jika protes dikentes
Jika usil dibedil
Orang kecil jika hidup di persoalkan
Jika mati di persoalkannya didegarkan
Suaranya diperhitungkan
Orang kecil tak boleh memperdengarkan rengekan
Suaranya tak suara

 

Lebih baik jadilah orang besar
Bagiannya selalu besar
Orang kecil jujur dibilang tolol
Orang besar tolol dibilang jujur
Orang kecil berani di kata kurang ajar
Orang besar kurang ajar di kata berani
Orang kecil mempertahankan hak
Disebut pembikin onar
Orang besar merampas hak
Disebut pendekar

Itulah seluk beluk tentang sajak yang harus diketahui mulai dari pengertian, ciri, jenis hingga contoh-contoh sajak. Semoga menjadi inspirasi bagi kamu yang tertarik menulis sajak. Semoga bermanfaat!

Baca juga artikel lainnya berikut ini :

About the author

Rahma Fiska

Saya fiska sangat senang dengan dunia menulis. Saya juga sudah menghasilkan beberapa tulisan, salah satunya pada website gramedia.com. Saya senang menulis tentang sastra