in

Mengenal Daddy Issue dan Cara Mengatasinya

pixabay.com

Daddy Issue – Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga inti memiliki peran penting dalam tumbuh kembang seorang anak. Utamanya, orang tua adalah penentu dasar bagi pembentukan karakter serta kepribadian anak. Sayangnya, fakta bahwa orang tua tidak menjalankan tugasnya dengan baik jamak terjadi dewasa ini.

Bukan hanya ibu, tugas pendidik juga wajib dijalankan oleh ayah. Namun, mayoritas masyarakat dunia masih menerapkan budaya patriarki terutama dalam kehidupan berumah tangga. Hal ini berdampak pada pola pengasuhan anak yang biasanya dibebankan kepada ibu. Sementara peran ayah diasosiasikan sebagai pencari nafkah, sehingga ketidakhadirannya dalam mengasuh anak sering dimaklumi.

Peristiwa tersebut membuat anak tumbuh dengan kondisi psikologis yang tidak stabil. Sebab, peran orang tua yang seharusnya dipenuhi baik oleh ibu maupun ayah hanya diisi oleh ibu saja. Fenomena ini dikenal dengan istilah daddy issue.

Anak yang memiliki daddy issue kerap kali mengalami kesulitan dalam membina sebuah hubungan—terutama walaupun tidak terbatas pada hubungan romantis. Daddy issue awalnya hanya dikaitkan dengan anak perempuan, tapi studi selanjutnya menemukan permasalahan serupa yang juga dialami anak laki-laki.

Minimnya pengetahuan akan kondisi ini membuat gejala daddy issue hanya diidentifikasikan sebagai masalah psikologis atau kepribadian biasa. Tindakan tersebut juga tak bisa disalahkan karena pertanda seseorang mengalami permasalahan daddy issue memang terlihat samar. Meskipun begitu, permasalahan daddy issue sebetulnya perlu diamati dan ditangani agar tidak mengganggu interaksi antar manusia lain.

Pengertian Daddy Issue

Daddy Issue
unsplash.com

Tidak diketahui dengan pasti dari mana istilah daddy issue berasal. Dilansir dari The Verywell Mind, para ahli meyakini bahwa sebutan ini berasal dari pemikiran Sigmund Freud mengenai father complex yang merupakan bagian dari teori psikoanalisis.

Freud mendefinisikan father complex sebagai impuls bawah sadar yang terjadi karena hubungan negatif yang terjalin antara seseorang dengan ayahnya. Kemudian, gagasan ini dikembangkan menjadi dua konsep yaitu oedipus complex dan electra complex.

Gagasan oedipus complex menggambarkan ketertarikan seorang anak laki-laki kepada ibunya dan perasaan bersaing dengan ayahnya. Sebaliknya, electra complex menjelaskan situasi di mana anak perempuan merasa kompetitif dengan orang tua sesama jenisnya, yaitu ibu untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua lawan jenis mereka.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Dalam tesis yang ditulis David Ricardo Inniss, daddy issue diartikan sebagai kurangnya keseimbangan emosional dan psikologis dan/atau depresi kinerja kognitif yang berakar pada pengalaman yang terkait dengan ketidakhadiran seorang ayah. Innis meyakini bahwa figur ayah sangat penting bagi perkembangan anak-anak dan ayah adalah panutan yang paling genting bagi seorang laki-laki.

Awalnya ide mengenai daddy issue hanya terbatas pada hubungan antara anak perempuan dan ayahnya. Namun, studi lebih lanjut menemukan bahwa anak laki-laki juga tidak luput dari permasalahan daddy issue. Meskipun manifestasinya mungkin berbeda dan terkadang tidak, laki-laki juga dipengaruhi oleh trauma yang ditimbulkan oleh figur ayah.

Dampak daddy issue bagi anak perempuan adalah kesulitan dalam membina hubungan dengan lawan jenis saat dewasa nanti. Sementara laki-laki dengan daddy issue mengalami kendala saat ia menjalani kehidupan rumah tangga—berperan baik sebagai suami maupun ayah.

Contoh figur laki-laki terkenal yang diyakini memiliki daddy issue adalah mantan presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam buku The Dangerous Case of Donald Trump, Trump dijelaskan tumbuh dengan hubungan negatif yang dibangun selama bertahun-tahun dengan sang ayah, Frederick Christ Trump Sr. Dituliskan bahwa Donald dan tiga saudara kandungnya yang lain mengalami trauma ketika menyaksikan kakak tertua mereka, Fred Jr., dipukuli di depan umum oleh ayah mereka.

Tanpa disadari, Donald Trump berusaha untuk menyaingi prestasi sang ayah yang dikenal sebagai pebisnis real estate yang sukses. Meskipun begitu, Trump sangat bergantung pada keputusan dan pendapat ayahnya. Bahkan sang ayah sering bertindak untuk menyelesaikan kekacauan yang dibuat Donald Trump. Steve Wruble, salah satu kontributor tulisan dalam buku tersebut berpendapat bahwa dampak dari ketidakharmonisan hubungan ayah-anak ini dinilai sebagai penyebab ketidak piawaian Donald Trump selama menjalankan perannya sebagai presiden Amerika Serikat yang kerap kali dilandasi emosinya yang mudah meledak.

Sementara itu, penyanyi Rihanna juga diyakini mengalami permasalahan daddy issue. Rihanna tumbuh menyaksikan sang ayah bertindak kasar secara fisik kepada ibunya. Hal ini dinilai berimplikasi pada hubungan yang pernah dijalinnya dengan sang mantan kekasih Chris Brown. Saat itu Rihanna diketahui masih mentolerir perilaku sang kekasih meski dia sudah diserang secara brutal.

Daddy Issue

Penyebab Daddy Issue

Fatherlessness atau ketiadaan figur ayah sering dianggap sama dengan daddy issue. Namun, fatherlessness sebenarnya adalah penyebab utama mengapa daddy issue bisa terjadi. Kendati demikian, kita perlu mengetahui lebih dalam mengenai batasan terkait fatherless.

Awalnya kondisi fatherless, di mana seorang anak atau sebuah keluarga tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah, hanya dibatasi dengan situasi fisik. Hal ini berarti bahwa fatherless adalah kondisi saat sang ayah tidak hadir secara fisik di tengah keluarga atau tumbuh kembang seorang anak. Biasanya, konteks ini sangat erat kaitannya di era perang saat banyak anak kehilangan ayahnya karena menjadi korban medan pertempuran.

Beberapa dekade kemudian, penjelasan mengenai fatherless yang hanya membatasi pada ketidakhadiran fisik mendapat kritik dari para ilmuwan sosial dan intelektual perkembangan anak. Pengabaian terhadap ketidakhadiran ayah secara psikologis dinilai sebagai kesalahan besar. Sejatinya peran orang tua dibutuhkan untuk memberi dukungan secara moril bagi setiap anak, bukan hanya sekadar kehadirannya.

Penelitian selanjutnya menyadari bahwa fatherlessness perlu mengkombinasikan baik konsep father-absent (absennya ayah secara psikis) and father-present (kehadiran ayah secara fisik). Mengabaikan salah satu konsep tersebut dalam gagasan fatherlessness maka berdampak pada penjelasan yang dangkal untuk permasalahan daddy issue yang kompleks. Dengan demikian fatherlessness dapat diartikan sebagai ketiadaan ayah baik secara fisik maupun emosional dalam kehidupan seorang anak.

Fatherlessness menciptakan jarak antara ayah dengan anak. Jarak tersebut dihasilkan dari rangkaian perilaku ayah mulai dari sikap apatis—yang menciptakan jarak emosional dari anak-anak—hingga pengabaian langsung, yang menggabungkan jarak fisik dan emosional antara ayah dan anak.

Ketidakhadiran ayah dapat diterjemahkan menjadi tindakan menyimpang seperti kasar atau melibatkan kekerasan fisik baik kepada anak atau anggota keluarga yang lain. Selain itu, fatherlessness juga dapat diukur melalui keterikatan atau ketergantungan yang terjalin antara ayah dan anak.

Daddy Issue

Ciri-ciri Orang yang Mengalami Daddy Issue

1. Ketergantungan pada figur ayah

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Donald Trump yang diyakini memiliki daddy issue sangat bergantung pada kehadiran, pandangan, bahkan keputusan sang ayah bahkan setelah ayahnya meninggal dunia. Gejala mengenai daddy issue memang tidak selalu berdampak pada hubungan yang dijalin dengan orang lain, tapi bisa dimulai dari hubungan dengan ayah kita sendiri.

Biasanya, sikap yang terus-menerus mencari figur ayah disebabkan oleh kurangnya dukungan moral yang didapatkan anak dari orang tuanya yang lain, seperti ibu, sehingga ia berharap bisa mendapatkan penerimaan dari sang ayah. Namun, tindakan ini juga bisa dipicu oleh harapan anak akan figur ideal seorang ayah yang tidak didapatkannya selama ini. Anak memiliki kepercayaan bahwa seorang ayah akan menjadi sosok yang diidamkannya dengan terus bergantung padanya.

2. Kecemasan akan keterikatan pada suatu hubungan

Perempuan dengan daddy issue mengalami kecemasan luar biasa apabila hubungan yang sedang dibinanya tidak berjalan dengan baik. Ia khawatir pada segala kemungkinan terburuk yang bisa dilakukan oleh pasangannya seperti mengkhianati, menyakiti, atau meninggalkannya. Pada fase ini, orang tersebut sangat takut apabila hubungannya berakhir.

Selain itu, menjadi sendiri adalah ketakutan yang terus membayangi benak seseorang dengan daddy issue. Ia kesulitan melihat hubungannya dengan jernih apabila hubungannya memang sudah tidak sehat. Baginya, terikat dalam sebuah hubungan sangatlah penting sehingga ia akan mempertaruhkan segala cara untuk mempertahankan hubungan tersebut.

3. Takut menjadi rentan

Saat mengalami trauma karena hubungan negatif yang terjalin dengan ayahnya, perempuan dengan daddy issue enggan mengulangi hal yang sama saat membina hubungan dengan orang lain. Ia memiliki kecenderungan untuk membentengi dirinya sendiri. Sebab, ia enggan menjadi rentan karena suatu hubungan.

Membangun pertahanan bagi diri sendiri tidak ada yang salah, hanya saja seseorang dengan daddy issue tidak melakukannya dengan cara yang sehat. Ia memilih untuk menjadi tertutup atau mencari pembelaan dari orang lain.

4. Memiliki masalah kepercayaan

Membangun kepercayaan adalah fase yang sangat penting dalam membangun sebuah hubungan. Dengan menaruh kepercayaan, kita mengarahkan baik diri kita maupun pasangan untuk menjadi lebih terbuka dengan satu sama lain. Hal ini mengarahkan pada hubungan yang lebih sehat.

Sayangnya, perempuan dengan daddy issue memiliki kecemasan saat menjalin sebuah hubungan sehingga ia sulit untuk membangun kepercayaan pada pasangannya. Masalah kepercayaan ini muncul sebagai rasa tidak aman, ketakutan berlebihan bahwa pasangannya akan mengkhianati, meninggalkannya, dan berbagai kekhawatiran tentang yang berasal dari masalah pribadi.

5. Kesulitan memilih pasangan yang tepat

Banyak orang yang berkaca dari hubungan yang dimiliki orang tua mereka saat mereka menjalin hubungan. Namun, perempuan dengan daddy issue kesulitan untuk mengetahui batasan seperti apa hubungan yang baik dan tidak baik. Penyebabnya adalah ia melihat hubungan orang tuanya sebagai cermin bagi hubungannya walaupun ia tidak sadar bahwa hubungan orang tuanya misalnya perilaku ayah yang kasar kepada ibunya adalah cermin yang buruk.

Ini membuatnya memaklumi banyak perilaku negatif yang dilakukan pasangannya. Apabila tidak mendapatkan pertolongan, seseorang dengan daddy issue mudah terikat dengan pasangan yang memiliki perilaku tidak sehat.

6. Memiliki kepercayaan diri yang rendah dan banyak kegelisahan

Dalam buku berjudul Daddy Issues, Tim Wortham menuliskan kegelisahan yang dirasakannya selama ditinggal ayahnya. Ia kerap kali mempertanyakan apakah ia memang bukan anak yang baik sehingga harus ditinggalkan ayahnya. Ketidakpercayaan terhadap dirinya sendiri ini pun terus ia rasakan hingga beranjak dewasa.

Kegelisahan tersebut juga sangat mungkin dirasakan oleh perempuan yang mengalami daddy issue. Berbagai trauma yang dialami saat menjalin hubungan negatif dengan sang ayah, membawa pesan buruk ke alam bawah sadar seorang anak yang berdampak pada kepercayaan diri.

7. Kesulitan menjalankan peran ayah

Inniss dalam tesisnya menyebutkan bahwa kehadiran ayah baik fisik maupun psikis sangat berperan untuk melakukan regenerasi terhadap fatherhood. Banyak laki-laki yang melakukan perannya sebagai ayah dengan melihat atau berkaca pada bagaiman ayahnya memperlakukannya dahulu. Namun, laki-laki yang memiliki daddy issue memiliki kompetensi yang kurang baik saat menjalankan peran sebagai ayah.

Daddy Issue

Mengatasi Daddy Issue

Meski terlihat sulit karena daddy issue berhadapan dengan memori masa lalu, permasalahan ini tentu bisa diatasi. Melansir dari The Verywell Mind, berikut cara-cara yang disarankan oleh terapis Caitlin Cantor untuk mengatasi permasalahan daddy issue.

1. Mengenali

Pada awalnya anak dengan daddy issue sulit menerima keadaan yang terjadi di masa lalu. Trauma akan hubungan dengan sang ayah kerap menimbulkan penolakan terhadap diri sendiri—menganggap diri tidak berharga, tidak dicintai, tidak layak mendapatkan apapun—hingga beranjak dewasa. Tahap awal yang harus dilakukan adalah mulai mengakui dan menerima bahwa kita pernah memiliki hubungan yang tidak baik dengan ayah kita di masa lampau.

Setelah bisa menerima trauma tersebut, seseorang dengan daddy issue perlu mengenali seperti apa hubungan yang terjalin dengan ayahnya dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kehidupan sekarang. Selanjutnya kita perlu memberi penegasan atas apa yang terjadi di masa lalu dan di masa sekarang. Artinya, kita memisahkan bahwa trauma masa lalu tidak akan berdampak buruk pada hubungan yang dimiliki saat ini.

2. Meratapi

Sebagai manusia, kita diberikan kesempatan merasakan berbagai macam emosi yang datang karena banyak hal, termasuk hubungan masa lalu dengan figur ayah. Cantor menyarankan bahwa seseorang yang sudah dapat menerima trauma tersebut, bisa menyembuhkan diri dengan merasakan kesedihan, amarah.

Cara tersebut dinilai efektif untuk memberikan kesempatan kepada diri sendiri mengekspresikan perasaan yang tidak dapat kita luapkan saat muda. Ini juga merupakan upaya memenuhi kebutuhan psikologis yang pada masa lalu tidak dapat kita penuhi.

3. Mempelajari

Setelah melalui tahap pengenalan terhadap keyakinan yang terbentuk selama masa kanak-kanak mempengaruhi hubungan saat ini, seseorang dengan daddy issue dapat mulai mengganti keyakinan lama tersebut dengan yang baru dan lebih sehat. Proses ini turut melibatkan kesadaran bahwa ketika menjalin hubungan dengan seseorang kita tidak boleh takut untuk mengevaluasi segala hal yang terjadi dalam hubungan tersebut.

Setelah mengakui hal-hal di masa lalu, seseorang dengan daddy issue dapat mulai belajar untuk terhubung dengan pasangan yang kita inginkan dengan versi lebih ideal. Ini dapat menyelamatkan agar seseorang tidak terus terjerumus ke dalam hubungan yang erat kaitannya dengan kepercayaan lama.

Langkah-langkah tersebut dapat membantu seseorang pulih dari daddy issue. Namun, setiap tahapannya perlu dilalui dengan proses yang mendalam. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, seseorang dengan daddy issue disarankan untuk menemui konselor atau terapis. Cara ini diharapkan dapat membantu memahami permasalahan daddy issue yang rumit. Terapis juga dapat menuntun untuk lebih memahami bagaimana hubungan dengan ayah secara spesifik berperan dengan cara yang tidak sehat dalam hubungan yang dijalin saat ini.

Grameds juga bisa mempelajari daddy issue lewat buku-buku yang berkaitan dengan pentingnya peran ayah dalam tumbuh kembang seorang anak. Buku-buku tersebut bisa diperoleh dengan mengakses laman www.gramedia.com.

Penulis: Anendya Niervana

BACA JUGA:

  1. Ayahku, Pahlawan Hebat untuk Keluargaku! 
  2. Puisi untuk Ayah: Contoh dan Cara Membuatnya 
  3. 60+ Kata-Kata untuk Ayah yang Menyentuh dan Penuh Makna 
  4. Ayah Juga Berhak Menikmati Me Time Setelah Lelah Bekerja 
  5. Review Novel “Ayahku Bukan Pembohong” Karya Tere Liye 


ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by R Adinda

Dunia psikologi memang selalu menarik untuk dibahas. Selain menarik, dunia dengan mengetahui dunia psikologi akan membantu seseorang dalam dalam mengenali dirinya sendiri.