Kesenian Sosial Budaya

Tari Cakalele: Sejarah, Properti, Keunikan, dan Fungsinya

Tari Cakalele
Written by Umam

Tari Cakalele – Apakah Grameds mengetahui tari Cakalele? Bagi Grameds yang tidak familiar dengan tari tradisional ini, mungkin nama Cakalele sedikit asing maupun unik. Akan tetapi, seni tari Cakalele sebenarnya sudah lama dipertunjukan untuk menyambut para tamu kehormatan. Tari tradisional Cakalele merupakan tarian perang yang khas dari Maluku.

Tarian ini memiliki nilai sejarah yang cukup mendalam. Sebagai tarian perang, tari Cakalele merepresentasikan jiwa patriotisme masyarakat Maluku pada tanah kelahirannya. Tidak seperti tari tradisional yang lainnya yang biasa dibawakan oleh laki-laki saja atau perempuan saja ketika awal kemunculannya, tari Cakalele sejak awal kemunculan sudah ditarikan oleh penari laki-laki dan perempuan, walaupun tarian ini adalah tari perang. Wah menarik ya? Simak lebih lanjut tentang tari Cakalele pada artikel berikut ini ya!

Sejarah dan Perkembangannya di Masa Kini

Tari Cakalele

selasar.com

Sebelum membahas mengenai sejarah tari Cakalele, mari menyimak penjelasan mengenai apa itu tari Cakalele sebenarnya. Menurut laman Kemdikbud, kata cakalele secara etimologi terdiri dari suku kata yaitu kata caka yang artinya adalah setan atau roh dan lele yang artinya adalah mengamuk.

Jadi, tari Cakalele jika diartikan secara harfiah adalah setan atau roh yang mengamuk. Selain makna cakalele yang terdengar sedikit mengamuk, tari ini sebenarnya adalah tarian yang sangat sakral.

Oleh karena itu, tarian ini tidak dapat ditarikan oleh orang luar yang bukan berasal dari desa di Kepulauan Banda. Selain itu, meskipun tari tradisional ini berasal dari Kepulauan Banda, tetapi tidak semua desa di pulau tersebut memiliki tradisi tari Cakalele, sebab tari ini hanya dimiliki oleh desa adat saja.

Tercatat, bahwa ada 12 desa yang ada di Kepulauan Banda dan hanya 8 desa yang termasuk dalam desa adat. Pada umumnya, penampilan tariannya dipentaskan oleh banyak orang dan bisa mencapai 30 orang yang terdiri dari penari laki-laki dan penari perempuan.

Tari Cakalele memiliki riwayat sejarah yang cukup panjang dengan masyarakat Maluku. Hal tersebut karena tari ini adalah salah satu tari tradisional yang menjadi warisan dari para leluhur yaitu datuk atau nenek moyang di dalam suatu masyarakat adat.

Seperti halnya tari tradisional yang lainnya, tari Cakalele biasa digelar dan dipentaskan oleh masyarakat Maluku dalam berbagai upacara adat, contohnya seperti pelantikan raja, perayaan hari Pattimura, peresmian Baileo dan berbagai acara adat yang lainnya.

Selain itu, tari Cakalele memiliki sejarah sebagai bagian dari proses penghormatan pada nenek moyang masyarakat Maluku yaitu seorang pelaut. Sebelum pergi mengarungi lautan, para pelaut akan mengadakan sebuah ritual dengan menghelat pesta makan, minum dan berdansa bersama. Lalu, ritual tersebutlah yang kemudian dilambangkan sebagai tari Cakalele.

Pengaruh dari tari tradisional khas Maluku satu ini dalam kehidupan masyarakat pun sangat besar. Hal ini karena tari Cakalele juga dijadikan sebagai upacara adat bagi masyarakat Maluku.

Dikarenakan rasa cinta, hormat serta bakti dari masyarakat Maluku kepada para leluhurnya yang telah berjuang serta mengorbankan seluruh hidupnya demi menjaga keutuhan maupun martabat masyarakat, maka tari yang berfungsi sebagai upacara adat ini masih terus dilestarikan.

Menurut pendapat dari Clifford Geertz, tari Cakalele menjadi salah satu wujud ekspresi atas masyarakat Hulaliu yang meneruskan warisan budaya dari para leluhurnya. Jadi, simbol ekspresi tersebut akan selalu dikembangan dalam bentuk perilaku keutuhan masyarakatnya.

Tari Cakalele merupakan tari perang yang menggambarkan tentang perjuangan dari rakyat Maluku ketika membela kebenaran. Bahkan, tari perang ini, pada mulanya dipertunjukan untuk memberi semangat pada para pasukan yang pergi untuk melawan penjajah.

Ketika menjalankan ritual dengan menari Cakalele, masyarakat Maluku percaya bahwa mereka akan mendapatkan restu dari arwah leluhur. Oleh sebab itu, tari ini biasa ditarikan sebelum para pelaut pergi.

Para penari Cakalele akan mengenakan pakaian perang. Pakaian yang dikenakan oleh penari laki-laki, pada umumnya lebih banyak didominasi oleh warna-warna terang seperti kuning tua dan merah.

Sementara itu, untuk kostum dari penari perempuan, biasanya penari wanita akan mengenakan pakaian dengan warna putih.

Pada masa kini, tari tradisional asal Kepulauan Banda ini terbagi menjadi dua jenis yaitu tradisional yang memiliki aura magis serta tari Cakalele festival yang biasanya dipentaskan pada acara tertentu. Tari Cakalele tradisional, pada umumnya hanya dipentaskan dalam pelaksanaan ritual adat saja serta dalam pementasannya akan melibatkan unsur non manusia atau roh.

Pada tari tradisional Cakalele, akan ada orang yang terpilih untuk kerasukan babasaete yaitu penyebutan roh bagi masyarakat Banda. Tari Cakalele yang asli, memiliki sifat tradisional dan tidak memiliki durasi waktu pementasan yang jelas, dikarenakan pementasannya bergantung pada daya tahan tubuh orang atau penari yang dirasuki oleh roh.

Hal ini tentu berbeda dengan tari Cakalele festival yang biasanya digelar pada acara-acara tertentu untuk menyambut tamu kehormatan yang datang ke desa. Untuk tari Cakalele festival, biasanya pementasan tari akan berdurasi sekitar 5-7 menit.

Meskipun memiliki durasi yang cukup singkat, tetapi tari ini dipandang sebagai tari tradisional yang memiliki nilai elit serta prestise dan membutuhkan biaya jutaan rupiah untuk sekali pagelaran festival atau pementasannya.

Biaya yang mahal ini tentu saja bukan tanpa alasan, karena ketika menggelar suatu acara, maka di saat yang bersamaan pula akan didahului dengan tradisi adat yang dinamakan sebagai buka dan tutup kampong.

Tradisi tersebut tidak semata-mata hanya dalam melibatkan personel penari saja, tetapi juga seluruh masyarakat adat yang berada di Banda yang menjadi bagian dari tradisi maupun upacara buka tutup kampong dan tidak boleh dipisahkan dari fakta bahwa pelaksanaannya membutuhkan waktu maupun persiapan yang panjang.

Tari Cakalele

Properti yang Digunakan

Tari Cakalele

wikipedia.com

Tari Cakalele biasanya ditarikan dalam kelompok besar dengan jumlah 30 penari dan terdiri dari penari laki-laki dan penari perempuan. Biasanya, penari laki-laki akan mengenakan parang serta perisai yang disebut sebagai salawaku.

Sementara itu, penari perempuan akan menggunakan saputangan atau lenso. Penari laki-laki akan mengenakan kostum yang didominasi oleh warna cerah seperti warna merah dan kuning. Kemudian mereka akan mengenakan penutup kepala yang disisipi oleh bulu putih.

Celana merah yang digunakan oleh penari laki-laki melambangkan kepahlawanan, keberanian serta patriotisme dari masyarakat Maluku. Pedang ataupun parang yang dibawa pada tangan kanan penari, melambangkan martabat dari masyarakat Maluku yang harus dijaga hingga mati.

Sementara itu, perisai serta teriakan keras oleh para penari melambangkan gerakan protes untuk melawan sistem pemerintahan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil. Selain beberapa properti tersebut, ada pula properti lain yang digunakan oleh penari Cakalele. Berikut penjelasannya.

1. Lenso

Lenso merupakan komponen properti dari tari Cakalele yang dinilai sangat penting. Lenso juga dapat disebut sebagai sapu tangan. Secara khusus, lenso atau sapu tangan ini akan digunakan oleh para penari perempuan dalam tarian dengan cara mengkibas-kibaskannya. Makna dari lenso adalah untuk memberikan ucapan salam perjuangan kepada para prajurit yang akan pergi berperang.

2. Hiasan kepala

Hiasan kepala dalam tari Cakalele hanya akan dikenakan oleh para penari laki-laki saja. Semua penari laki-laki akan mengenakan properti hiasan kepala ini tanpa terkecuali.

Akan tetapi, ada perbedaan yang cukup jelas antara hiasan kepala yang dikenakan oleh penari yang berperan menjadi dalam tari Cakalele dan penari biasa.

Perbedaan dari hiasan kepala tersebut adalah pada komponen manik-manik maupun aksesoris pendukung yang ditempatkan pada permukaan hiasan kepala penari.

3. Samarang

Samarang merupakan jenis properti yang berupa pedang dan terbuat dari tempaan besi. Komponen properti satu ini secara struktural akan menggambarkan sosok ayah.

Ukuran maupun bentuk dari properti samarang juga telah diatur dengan jelas. Nantinya, samarang ini akan dikenakan oleh penari laki-laki dengan cara menggenggam pedang di tangan kanan sebagai wujud dari keberanian.

4. Salawaku

Apabila properti samarang menggambarkan sosok ayah, maka properti salawaku menggambarkan sosok ibu. Bentuk dari salawaku sebenarnya mirip dengan bentuk samarang.

Akan tetapi, ada beberapa ornamen tambahan yang berupa pernak-pernik cantik. Sementara itu, pengguna salawaku akan menari dan memegangnya di tangan kiri selama tari Cakalele berlangsung.

5. Kostum penari

Karena tari Cakalele ini dipentaskan oleh penari laki-laki maupun perempuan, maka komponen dari kostum yang dikenakan pun akan berbeda. Properti kostum untuk penari laki-laki, biasanya akan didominasi oleh warna merah serta kuning yang dikenakan hanya pada bagian bawah saja. Sementara itu, untuk penari perempuan, biasanya akan mengenakan pakaian adat Maluku dengan didominasi oleh warna putih.

6. Iringan musik

Komponen selanjutnya pada properti yang digunakan adalah alat musik. Jenis alat musik yang digunakan untuk iringan tari ini adalah gong, tifa serta bisa.

Dengan menggunakan alat-alat musik tersebut, maka akan tercipta suatu iringan musik yang menarik serta sesuai dengan ritme yang dibutuhkan dalam pementasan tari tradisional ini. Selain itu, irama dari iringan musik juga bisa dijadikan sebagai acuan para penarinya.

Tari Cakalele

Keunikan Tari Cakalele

Tari Cakalele

adahobi.com

Tari Cakalele memiliki beberapa keunikan yang membuat tarian ini masih dipentaskan hingga kini dan bahkan mengundang minat para wisatawan dari berbagai daerah dan bahkan mancanegara. Berikut penjelasannya.

1. Penari didominasi oleh laki-laki

Meskipun tarian ini dapat dimainkan oleh penari laki-laki dan perempuan, tetapi pada umumnya penari Cakalele didominasi oleh penari laki-laki. Sementara itu, penari perempuan bertugas sebagai pengiring dari tari Cakalele dengan gerakan berupa menghentakan kaki.

2. Disertai dengan teriakan unik

Keunikan berikutnya adalah ada suara teriakan yang unik ketika tari ini dipentaskan. Agar terlihat lebih menarik, maka para penari akan berteriak dengan kata uale yang akan diteriakan beberapa kali. Kata uale ini memiliki arti yaitu darah yang membanjir. Penggunaan kata uale ketika berteriak akan membuat tari ini semakin bersemangat dan makin menggambarkan situasi perang atau pergi berlaut.

3. Menggunakan darah untuk diminum

Keunikan lainnya ialah ada properti darah yang digunakan. Dahulu, para penari akan meminum darah dari musuhnya, sebagai wujud persembahan pada roh.

Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, darah manusia tersebut diganti dengan darah ayam. Namun, konsep meminum darah ini kadang juga tidak ditampilkan, karena dianggap bukan bagian inti dari tari Cakalele.

Fungsi Tari Cakalele

Selain ketiga keunikan tersebut yang membuat tari Cakalele masih dilestarikan hingga saat ini, tari Cakalele juga memiliki empat fungsi utama. Fungsi-fungsi inilah yang membuat masyarakat Maluku masih mempertahankan tari Cakalele sebagai tradisi mereka. Berikut penjelasan dari keempat fungsi tari Cakalele.

1. Sebagai tarian yang ditampilkan sebelum pergi berperang

Sesuai dengan konsep tari Cakalele yaitu sebagai tarian perang, maka tari Cakalele juga memiliki fungsi sama. Tari Cakalele biasa ditampilkan sebagai pengiring para prajurit yang akan pergi berperang. Oleh sebab itu, sebelum pergi berperang, tari Cakalele akan membakar semangat para prajurit.

2. Secara upacara adat

Selain sebagai tarian pengantar prajurit yang akan pergi berperang, tari Cakalele juga digunakan untuk beberapa upacara adat yang lain. Masyarakat Maluku percaya bahwa tari Cakalele termasuk dalam golongan tarian yang suci dan sakral.

Oleh karena itulah, orang luar tidak boleh menarikan tari Cakalele. Karena anggapan bahwa tarian ini suci dan sakral, maka masyarakat memanfaatkan tari Cakalele sebagai salah komponen pendukung pada acara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

3. Wujud penghormatan untuk nenek moyang

Masyarakat Maluku sangat menghormati leluhur dan nenek moyang mereka. Salah satu wujud bahwa mereka menghormati nenek moyang adalah dengan menarikan tari Cakalele.

Akan tetapi sayangnya, fungsi penghormatan untuk nenek moyang ini mulai mengalami pergeseran dan beralih pada fungsi lain.

4. Sebagai wujud hiburan masyarakat

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tari Cakalele memiliki dua jenis, yaitu tari Cakalele tradisional yang masih memiliki nilai-nilai sakral dan menjunjung nilai-nilai tradisional dan jenis kedua adalah tari Cakalele festival.

Tari Cakalele festival memiliki fungsi sebagai hiburan masyarakat. Jadi, selain sebagai upacara adat, tari Cakalele juga fungsi untuk menyambut tamu kehormatan yang datang ke desa. Karena hal ini, ada banyak pengunjung yang bisa melihat tari Cakalele, tanpa perlu menunggu masyarakat setempat melaksanakan upacara adat tertentu.

Gerakan dan Pola Lantai

Tari Cakalele adalah tarian perang khas Maluku yang ditarikan secara berkelompok oleh 30 orang penari laki-laki dan penari perempuan. Untuk mengobarkan semangat juang para pejuang yang akan pergi berperang saat itu, maka gerakan dari tari Cakalele pun dibuat lincah dan meriah.

Contohnya seperti adanya gerakan berjingkrak-jingkrak yang disesuaikan dengan iringan dari alat musik pengiring. Selain untuk mengobarkan semangat, ada pula gerakan penari perempuan yang melambaikan sapu tangan, sebagai bentuk mengucapkan selamat tinggal kepada para pejuang yang pergi berperang.

Tari Cakalele merupakan tarian tradisional yang disakralkan dan memiliki nilai magis. Meskipun begitu, sama seperti tari tradisional yang lainnya, tari ini juga memiliki pola lantai agar tidak membuat para penari kebingungan.

Pola lantai yang digunakan adalah pola garis lurus dengan bentuk pola horizontal. Akan tetapi, tidak jarang pula digunakan pola lantai kombinasi untuk memeriahkan penampilan tari ini.

Tari Cakalele

Itulah penjelasan mengenai tari Cakalele yaitu tarian perang khas Maluku yang memiliki fungsi sebagai penghormatan pada nenek moyang dan upacara adat. Jika Grameds tertarik untuk mengetahui tari tradisional lainnya, atau ingin mempelajari seni tari, maka Grameds bisa mempelajarinya dengan membaca buku.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, gramedia.com menyediakan berbagai macam buku seni tari untuk Grameds yang ingin belajar tentang seni tari. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Jangan ragu untuk membeli buku di Gramedia karena dijamin berkualitas dan original!

Penulis: Khansa

BACA JUGA:

  1. 25 Nama Tarian Daerah dan Asalnya
  2. Yuk Kenalan dengan Tari yang Berasal dari Bali dan Kisahnya 
  3. Tari Saman: Pengertian, Sejarah, Makna Gerakan
  4. Mengenal Sejarah Asal Tari Piring dan Makna Setiap Gerakannya
  5. 7 Tari Tradisional Masyarakat Papua dan Papua Barat
  6. Sejarah, Makna, Properti & Asal Tari Seudati 
  7. Makna dan Asal-Usul 5 Tarian Klasik dari Jawa Tengah

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.