Kesenian

Tari Golek Menak: Sejarah, Properti, dan Keunikan Tariannya

Tari Golek Menak
Written by Gaby

Tari Golek Menak adalah salah satu tari tradisional Indonesia yang berasal dari Yogyakarta dan memiliki sejarahnya sendiri. Tari ini mulanya diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan gerakannya terinspirasi dari Wayang Golek Menak. Sesuai dengan nama tariannya, nama gerakan, alur cerita, tata busana dan tokoh dari tari Golek Menak ini adalah salah satu tarian tradisional yang memiliki nilai seni tinggi.

Tari Golek Menak pada mulanya dipentaskan pada acara peringatan hari lahir sang penguasa Yogyakarta pada tahun 1943 lalu. Kemudian, tari ini tersingkirkan karena kondisi politik Indonesia yang sedang kacau, tetapi masih tetap dilestarikan oleh balai tari keraton. Lalu, lebih dari 4 dekade kemudian, Sri Sultan menugaskan 6 lembaga tari untuk menyempurnakan tari Golek Menak pada tahun 1988. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tari ini, simak penjelasannya dalam artikel satu ini.

Sejarah dan Proses Penyempurnaan

Tari Golek Menak

dictio.id

Tari Golek Menak adalah salah satu tari klasik dengan gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Penciptaannya berawal dari ide sang sultan usai menyaksikan pertunjukan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Tari ciptaan Sri Sultan HB IX ini juga disebut sebagai Beksan Golek Menak atau Beksan Menak yang memiliki arti yaitu menarikan wayang Golek Menak.

Karena sang sultan sangat mencintai dan menyukai budaya Wayang Orang, maka Sri Sultan pun berencana untuk membuat sebuah pagelaran dengan menampilkan tarian wayang orang. Untuk melaksanakan ide tersebut, maka pada tahun 1941 sang sultan memanggil para pakar tari yang dipimpin oleh K.R.T Purbaningrat dan dibantu oleh K.R.T Brongtodiningrat, Pangeran Suryo Brongto, K.R.T Madukusumo, K.R.T Wiradipraja, RW Hendramardawa, K.R.T Martadipura, RW Larassumbaga, RB Kuswaraga.

Proses penciptaan tari Golek Menak serta latihan memakan waktu yang cukup lama. Pagelaran perdananya pun akhirnya terlaksana pada tahun 1943 dan diadakan di Kraton untuk memperingati hari ulang tahun sultan.

Pementasan perdana tersebut dianggap masih kurang sempurna, dikarenakan tata busan masih bentuk gladi resik. Namun dari pementasan perdana tersebut, mampu menampilkan tiga karakter, yaitu:

  • Tipe karakter puteri untuk peran Dewi Sudarawerti dan Dewi Sirtupelaeli
  • Tipe karakter putera halus untuk Raden Maktal
  • Tipe karakter laki-laki gagah untuk Prabu Dirgamaruta

Ketiga tipe karakter tersebut, ditampilkan dalam bentuk dua beksa yaitu perang anta Dewi Sudarawerti yang melawan Dewi Sirtupelaeli dan perang yang terjadi antara Prabu Dirgamaruta yang melawan Raden Maktal.

Melalui beberapa pertemuan, dialog serta sarasehan antara sultan dengan seniman yang terlibat dalam pembuatan tari Golek Menak ini, maka sultan Hamengkubuwono IX pun membentuk satu tim untuk menyempurnakan tari Golek Menak yang khas dengan gaya Yogyakarta.

Tim penyempurna tari Golek Menak tersebut terdiri dari enam lembaga di antaranya adalah Siswo Among Beksa, Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), Mardawa Budaya, Paguyuban Surya Kencana dan Institut Seni Indonesia (ISI).

Keenam lembaga tersebut menyatakan kesanggupannya untuk menyempurnakan tari Golek Menak pada tanggal 1 Juni 1988, lalu mengadakan lokakarya di masing-masing lembaga dengan menampilkan hasil garapannya.

Giliran pertama jatuh pada lembaga Siswa Among Beksa pada tanggal 2 Juli 1988. Lokakarya pertama diselenggarakan oleh Siswo Among Beksa dengan pimpinan RM Dinusatama dan diawali dengan pagelaran fragmen lakon kelaswara dengan menampilkan 12 tipe karakter di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Alus impur dengan tokoh Maktal, Ruslan dan Jayakusuma
  2. Alus impur dengan tokoh Jayengrana
  3. Alur kalang kinantang, tokoh Perganji
  4. Gagah kalang kinantang dengan tokoh Kewus Nendar, Kelangjajali, Tamtanus, Gajah Biher dan Nursewan.
  5. Gagah kambeng dengan tokoh Lamdahur
  6. Gagah bapang dengan tokoh Umarmaya
  7. Gagah bapang dengan tokoh Umarmadi dan Bestak
  8. Raseksa dengan tokoh Jamum
  9. Puteri dengan tokoh Adaninggar seorang Puteri Cina
  10. Puteri impur dengan tokoh Sudarawerti dan Sirtupelaeli
  11. Puteri kinantang dengan tokoh Tasik Wulan Manik Lungit, kelas wara, Ambarsirat
  12. Raseksi dengan tokoh Mardawa dan Mardawi

Bahasa yang digunakan dalam dialog ini adalah bahasa bagongan. Sementara itu, busana yang dikenakan oleh para penari mengacu pada busana Wayang Golek Menak Kayu, oleh sebab itu semua tokoh mengenakan busana dengan baju lengan panjang. Sedangkan cara berkain dari para penari seperti cara rampekan, kampuhan, cincingan dan seredan yang telah disesuaikan dengan tokoh yang diperankan.

Pagelaran kedua diadakan oleh Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja yang diadakan di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja. Bentuk tari yang ditampilkan adalah garapan terbaru yang bersumber dari Golek Menak, dengan menggunakan ragam tari yang sebelumnya pernah dipelajari oleh kakaknya yaitu Kuswaji Kawindrosusanto yaitu seorang peraga Golek Menak ketika proses penciptaan tari oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Dari pementasan ini, ada beberapa tipe karakter yang ditampilkan antara lain ialah puteri Cina, puteri luruh, gagah bapang sebagai tokoh Umarmaya, gagah kinantang sebagai tokoh Umarmadi. Di samping itu, ditampilkan juga garapan kelompok dari tiper gagah kinantang yang memiliki nama tari Perabot Desa dengan gendhing yang digarap sesuai dengan keperluan gerak tari sebagai pengiringnya.

Pagelaran ketiga diadakan oleh Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Yogyakarta yang dipimpin oleh Sunartama dan diadakan pada 30 Juli tahun 1988. SMKI menitik beratkan pagelarannya pada penggarapan ragam gerak yang menjadi dasar pokok serta tipe karakter dari Golek Menak.

Selain itu, SMKI juga memperhatikan gendhing-gendhing yang menjadi pengiring tari agar penampilan dari setiap tipe karakter lebih kuat. Penyajian tari Golek Menak dari SMKI menampilkan tipe karakter dengan 14 ragam gerak yang berbentuk demonstrasi tanpa menggunakan tata busana, lakon, tata rias, antawacana, maupun swerta kandha.

Pagelaran keempat diadakan oleh Mardawa Budaya pada 9 Agustus 1988 dan dipimpin oleh Raden Wedana Sasmita Mardawa. Mardawa Budaya menampilkan suatu fragmen singkat, tetapi padat dengan lakon Kelaswara Palakrama. Dalam penampilannya ini, Mardawa Budaya menampilkan 14 tipe karakter.

Pagelaran kelima diadakan oleh Surya Kencana yang dipimpin oleh Raden Mas Ywanjana. Surya Kencana mengadakan pagelaran pada tanggal 15 Agustus 1988 dan memilih bentuk demonstrasi dengan menampilkan 16 tipe karakter dalam pementasannya. Surya Kencana juga berupaya memasukan gerakan pencak kembang serta silat gaya Sumatera Barat yang telah disesuaikan dengan rasa gerak Jawa.

Kemudian pagelaran terakhir diadakan oleh Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tanggal 22 Agustus 1988. Lokakarya yang diadakan oleh ISI Yogyakarta diadakan di Fakultas Kesenian Kampus Utara dan dipimpin oleh Bambang Prahendra Pujaswara dengan menampilkan 15 tipe karakter.

Demonstrasi tipe karakter tersebut, lalu disusul dengan penampilan sebuah fragmen pendek dengan lakon Geger Mukadam yang dipetik dari Serat Rengganis. Para penggarap tari dari ISI Yogyakarta menitikberatkan tari Golek Menak pada gerakan, iringan tari, tata rias, tata busana serta antawacana.

Gerak pencak kembang dari Sumatera Barat pun ikut dimasukan, bukan hanya adegan perangnya saja, tetapi juga pada ragam gerakannya. Bahasa yang digunakan untuk antawacana maupun dialog adalah bahasa Jawa pewayangan.

Pada pertemuan tanggal 16 September 1988, Anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan pun menyatakan kegembiraannya, bahwa keenam lembaga tari di Yogyakarta telah dengan baik menanggapi permintaan sang sultan. Karena hasil dari keenam lokakarya tersebut adalah hasil awal dari proses penyempurnaan tari Golek Menak, sultan kemudian mengharapkan segmen disusul dengan rencana kerja yang kedua pada bulan Maret tahun 1989.

Akan tetapi, sebelum sultan sempat menyaksikan kerja kedua dari tim penyempurnaan tari Golek Menak pada Maret 1989, sang sultan meninggal dunia di Amerika Serikat pada 3 Oktober 1988.

Beberapa minggu setelahnya, seluruh anggota tim pun sepakat untuk meneruskan proses penyempurnaan tari, meskipun sang sultan telah tiada. Oleh sebab itu, pagleran hasil penyempurnaan tari Golek Menak pada 17 Maret 1989 ditampilkan dengan demonstrasi pewayangan Golek Menak dan fragmen dramatari Golek Menak dengan cerita sama, yaitu kelaswara palakrana atau pernikahan antara kelaswara dengan Wong Agung Jayengrana.

Tim penyempurnaan dari tari Golek Menak bekerja sesuai dengan petunjuk sultan. Akan tetapi, dikarenakan perancangan tata busana seperti yang diinginkan oleh sultan menuntut biaya yang cukup besar, maka tata busana tari masih menggunakan busana yang telah ada tetapi dengan beberapa tambahan dan modifikasi secukupnya.

Tari Golek Menak

Properti yang Digunakan

Tari Golek Menak

adahobi.com

Setiap tari tradisional atau tarian modern pastinya memerlukan properti untuk melengkapi penampilan tari tersebut. Keberadaan dari properti tari adalah untuk mendukung pertunjukan tari yang ditampilkan, sehingga akan terlihat komplit maupun sempurna, begitu pula dengan tari Golek Menak. Berikut beberapa properti tari Golek Menak.

1. Alat musik

Penggunaan alat musik pada tari Golek Menak ini adalah gamelan dengan laras pelog. Ada pula teknik menabuh gendang ialah teknik batang yang sekilas mirip seperti irama khas Sunda. Selain itu, ada juga instrumen yang seperti keprak dhodhogan atau krecek yang sering digunakan untuk irama Wayang Kulit.

2. Kostum para penari

Busana atau kostum yang digunakan sebagai kostum dari pementasan tari Golek Menak seperti dengan busana untuk mementaskan wayang Golek Menak Kayu. ada pula pakaian yang digunakan oleh para penari ialah baju dengan lengan panjang untuk para penari perempuan dan laki-laki. Selain itu, ada pula celana yang disebut sebagai cindhe, kain panjang dengan gaya kampuhan, rampekan, cicingan maupun sampur atau selendang.

3. Tata rias

Seperti halnya pada kostum busana, tata rias dari tari Golek Menak juga mengikuti pentas dari wayang golek. Baik penari laki-laki atau penari perempuannya akan didandani dengan make up cukup tebal. Hal ini dilakukan untuk memperkuat karakter dari setiap penari.

4. Aksesoris lainnya

Para penari tari Golek Menak akan mengenakan aksesoris hiasan yang menyerupai bulu atau lancur yang digunakan di kepala untuk melengkapi mahkota yang dikenakan oleh para penari.

Pada bagian telinga, penari akan mengenakan sumping yang berfungsi sebagai hiasan pada bagian telinga. Kelengkapan lainnya adalah gelang, kalung dengan susun tiga dan keris yang disisipkan pada pakaian penari di bagian depannya.

Properti dari tari Golek Menak ini tidak serta merta hadir, tetapi melalui proses panjang dimulai dari proses penciptaan pertama kali oleh sultan dan proses penyempurnaan oleh tim khusus yang berisi 6 lembaga. Setelah cukup lama disempurnakan, akhirnya properti dan gerakan dari tari Golek Menak pun sempurna, meskipun pada akhirnya sang sultan belum sempat menyaksikan versi terbaru dari tari Golek Menak.

Tari Golek Menak berfungsi sebagai bentuk hiburan dan pada umumnya, dipentaskan pada acara-acara besar di Keraton Jogja, pada hari jadi kota, pertunjukan teater, penyambutan tamu serta memperingati hari ulang tahun.

Keunikan dari Tari Golek Menak

Tari Golek Menak

meiansyahfinal.wordpress.com

Sama seperti warisan budaya nusantara yang lainnya, tari Golek Menak juga memiliki keunikan tersendiri yang membuat tarian ini berbeda dari tarian yang lainnya. Beberapa keunikan diantaranya adalah sebagai berikut ini.

  1. Tari Golek Menak digagas langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX usai menyaksikan pertunjukan dari Wayang Golek Menak Kayu. ide gagasan dari sultan tersebut diharapkan menjadi salah satu representasi dari kesenian khas Yogyakarta dengan filosofi yang kental dengan persatuan Indonesia.
  2. Tari Golek Menak bisa dipentaskan secara kelompok maupun perorangan. Dalam pertunjukan berkelompok, maksimal jumlah penari adalah 8 hingga 10 penari.
  3. Pementasan tari Golek Menak bisa dilakukan oleh penari laki-laki ataupun perempuan. Karena ada beberapa karakter laki-laki dan perempuan dalam pementasan tari ini.
  4. Memiliki gerakan yang tergolong mudah dengan tingkat kerumitan rendah apabila dibandingkan dengan tarian khas Jawa lainnya. Contohnya tarian ini tidak membutuhkan gerakan tangan yang luwes, tidak seperti tari Jaipong.
  5. Tari Golek Menak adalah hasil modifikasi dari gerakan boneka kayu dengan kombinasi unsur tarian khas Jogja. Dengan hasil modifikasi tersebut, tari Golek Menak pun memiliki gerakan kaki yang ringan serta pola lantai yang cenderung lebih mudah.
  6. Ada unsur gerakan pencak silat dari Sumatera Barat yang digabungkan dalam tari Golek Menak. Dengan penggabungan inilah, Sri Sultan berharap untuk memberi kesan adanya persatuan dan wujud dari semangat persatuan masyarakat Indonesia.
  7. Kisah yang diceritakan dalam tari Golek Menak bukanlah kisah pewayangan yang umumnya diceritakan. Akan tetapi, sebuah kisah cinta segitiga yang jarang diangkat sebelumnya. Kisah yang dimaksud ialah Prabu Jayengrana, Raja dari Kerajaan Koparman dan Kelaswara. Selain itu ada pula beberapa tokoh puteri seperti puteri dari Kerajaan Kelan, Adaninggar dan Tartari Pura di Tiongkok.

Itulah beberapa keunikan dari tari Golek Menak yang membuat tarian ini berbeda dari tarian-tarian daerah lainnya.

Penutup

Tari Golek Menak adalah tarian klasik Keraton Yogyakarta yang mengandung arti Wayang Golek Menak, yaitu pewayangan yang terbuat dari bahan kayu dan mengenakan busana seperti manusia.

Dengan keunikan dan ciri khas dari tari Golek Menak, tari tradisional khas Yogyakarta ini masih lestari dan ditampilkan hingga kini. Berkat gerakan dan pola lantai yang cukup mudah dan simpel, maka tari Golek Menak pun menjadi lebih dipelajari.

Bagi Grameds yang tertarik untuk mengetahui tari tradisional lainnya, maka Grameds bisa mencari informasinya lebih lanjut dengan membaca buku. Jadi, apakah Grameds tertarik untuk mempelajari tari Golek Menak?

Sebagai #SahabatTanpaBatas, gramedia.com menyediakan buku-buku seni tari untuk anak-anak maupun orang dewasa yang tertarik untuk mempelajari seni tari. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Khansa

BACA JUGA:

  1. 25 Nama Tarian Daerah dan Asalnya
  2. Yuk Kenalan dengan Tari yang Berasal dari Bali dan Kisahnya 
  3. Tari Saman: Pengertian, Sejarah, Makna Gerakan
  4. Mengenal Sejarah Asal Tari Piring dan Makna Setiap Gerakannya
  5. 7 Tari Tradisional Masyarakat Papua dan Papua Barat
  6. Sejarah, Makna, Properti & Asal Tari Seudati 
  7. Makna dan Asal-Usul 5 Tarian Klasik dari Jawa Tengah

About the author

Gaby

Hai, saya Gabriel. Saya mengenal dunia tulis menulis sejak kecil, dan saya tahu tidak akan pernah lepas dari itu. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya untuk bisa turut memberikan informasi melalui tulisan saya. Saya juga sangat menulis dengan tema kesenian. Dengan seni, hidup akan jadi lebih berwarna.

Kontak media sosial Instagram saya Gabriela