Sosial Budaya

Pakaian Adat Aceh: Jenis, Makna dan Filosofinya

Baju Patam Dhoe
Written by Umam

Pakaian Adat Aceh – Aceh yang kita kenal dengan Serambi Mekkah merupakan salah satu daerah yang tidak bisa dijajah oleh Belanda. Persatuan dan kesatuan rakyat Aceh merupakan salah satu sebab terkuat mengapa Belanda tidak bisa melakukan devide et impera secara sempurna. Karakter masyarakat, prinsip, budaya, dan persatuan mereka sedikit banyak disimbolkan melalui pakaian adat Aceh. Seperti apa sih pakaian adat Aceh itu?

Pakaian Adat AcehSekilas Tentang Aceh

Aceh merupakan provinsi yang berada di ujung utara dan ujung barat Indonesia. Dengan luas 57.956,00 km2, Aceh didiami oleh 5.274.871 jiwa. Dalam catatan sejarah, Aceh dianggap sebagai tempat tersebarnya Islam pertama kali di Indonesia. Tidak hanya itu, Aceh bahkan memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Maka tidak heran jika Aceh dijuluki sebagai Serambi Mekkah.

Aceh tidak pernah bisa diduduki oleh kaum penjajah karena persatuan, kesatuan, dan semangat jiwa-jiwa merdeka mereka yang sangat kuat. Oleh karena itu, Aceh diberi gelar sebagai Daerah Istimewa. Karena alasan sejarah tersebut, Aceh memiliki otonomi sendiri dalam beberapa hal sebagai berikut:

  1. Melakukan kegiatan beragama sesuai syariah Islam dengan tetap menjaga kerukunan antarumat beragama.
  2. Melakukan kegiatan adat seperti Lembaga Wali Aceh dan Lembaga Wali Nanggroe.
  3. Menjalankan pendidikan dengan sistemnya sendiri yang menjalankan sistem pendidikan berkualitas dan adanya tambahan muatan lokal berbasis ajaran Islam.
  4. Kebijakan daerah tidak lepas dari peran ulama dengan memberikan fatwa dalam menjalankan pemerintahan.

Hal ini tidak mengherankan, sebab umat muslim di Aceh memiliki persentase paling tinggi di Indonesia dan nilai-nilainya telah mengakar dalam budaya rakyat Aceh.

Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian Adat Aceh

Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian Adat AcehNama pakaian adat Aceh adalah Ulee Balang. Seperti pakaian adat pada umumnya, pakaian adat Aceh menunjukkan ke-khasan adat istiadat yang diterapkan di Daerah Istimewa Aceh. Ciri khas khusus yang dimiliki oleh pakaian adat Aceh ini merupakan salah satu hal penting yang membedakannya dengan pakaian adat lainnya. Dan khas dari baju adat Aceh adalah perpaduan dari budaya Melayu dan budaya Islam.

Pada awalnya, Ulee Balang ini hanya digunakan oleh keluarga kesultanan. Namun sekarang siapapun dapat memakai baju ini. Ulee Balang memiliki dua macam pakaian, yakni Linto Baro yang digunakan oleh para laki-laki Aceh dan Daro Baro yang digunakan oleh para perempuan Aceh. Untuk lebih detailnya, ayo Grameds kita sampai tuntas di bawah ini:

1. Linto Baro

Linto BaroPakaian Linto Baro yang digunakan oleh pria terdiri dari beberapa elemen, yakni baju, celana, senjata tradisional, penutup kepala, dan hiasan-hiasan lain. Pakaian ini digunakan oleh para pria Aceh dalam acara pernikahan, Meugang, Peusijuk, Tung Dara Baro (Ngunduh Mantu), acara adat, dan peringatan hari-hari besar.

Apa saja dan bagaimana sih elemen-elemen Linto Baro ini? Yuk Grameds, kita bahas semuanya di sini.

a. Baju Meukeusah

Baju ini berbentuk seperti beskap atau blazer digunakan sebagai atasan laki-laki Aceh. Pakaian ini sering digunakan oleh laki-laki Aceh sejak jaman kerajaan Samudra Pasai dan Perlak.

Pada umumnya, baju ini terbuat dari kain tenun berbahan sutra maupun kapas yang berwarna hitam. Bagi orang Aceh, warna hitam melambangkan kebesaran, oleh karena hal tersebut, pakaian ini melambangkan kebesaran seorang laki-laki Aceh.

Anda akan menemukan sulaman-sulaman benang berwarna emas pada bagian leher sampai dada dan ujung lengan. Sulaman tersebut bermotif bunga-bungaan dan motif sulur daun. Contohnya seumanga (kenanga), bungong glima (delima), seulupok (temtai), keupula (kembang tanjung), kundo, pucok reubong (tumpal), dan lain-lain.  Jarang sekali dapat Anda temukan sulaman bermotif hewan.

Makna dari motif sulaman tersebut beragam dan tidak semuanya dapat diungkapkan. Misalnya saja motif pucok reubong (tumpal) memiliki makna kesuburan dan kebersamaan. Bahwa orang yang memakai baju bermotif tersebut diharapkan diberi kesuburan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dalam hal rezeki dan anak-anak sebagai penerus keturunan.

Kerah yang terdapat pada baju Meukeusah menyerupai kerah Cheongsam. Meskipun pakaian adat Aceh kental dengan budaya Islam dan Melayu, namun pakaian ini juga tidak lepas dari pengaruh budaya China yang masuk ke Aceh. Kerah tersebut dimasukkan oleh para perancang baju adat Aceh karena terinspirasi oleh kerah yang dimiliki orang-orang China yang dulunya banyak melewati Aceh sebagai saudagar dari negeri tirai bambu.

b. Celana Sileuweu

Celana Sileuweu merupakan setelan bawahan baju Meukeusah pada set Linto Baro. Sebagaimana atasannya, celana ini juga berwarna hitam namun berbahan katun. Bentuknya melebar ke bawah dan terdapat sulaman emas di bagian tersebut. Celana ini juga biasa disebut Celana Cekak Musang.

c. Kain Sarung

Setelah mengenakan celana, para laki-laki Aceh mengenakan sarung dari kain songket agar semakin tampak kewibawaan pemakainya. Sarung ini dikenakan dengan cara melilitkan di pinggang dan panjangnya hingga di atas lutut, mungkin sekitar 10 cm di atasnya. Kain sarung ini juga sering disebut dengan nama lain, yakni Ija Kroeng, Ija Lamugap, dan Ija Sangket.

d. Meukeutop

MeukeutopKuatnya pengaruh Islam dalam budaya Aceh sampai pada pakaian adat Aceh dan salah satunya penutup kepala yang bernama Meukeutop. Jika dilihat dengan seksama, Meukeutop dengan penutup kepala yang digunakan oleh sultan-sultan yang ada di Turki.

Meukeutop dibuat dari kain tenun yang disulam. Sulaman ini berwarna hijau, kuning, hitam, dan merah. Hijau melambangkan kedamaian yang dibawa agama Islam. Kuning melambangkan kesultanan. Hitam berarti ketegasan dan kebesaran. Dan merah menyatakan keberanian dan kepahlawanan. Jadi laki-laki yang memakai Meukeutop ini adalah laki-laki Aceh yang memegang teguh ajaran Islam dengan damai serta memiliki ketegasan dan bersikap seperti seorang pahlawan sebagaimana seorang raja.

Pada bagian atas, Meukeutop dihiasi dengan Tampoek yang terbuat dari emas atau perak sepuh emas. Terkadang ada permata-permata kecil yang diselipkan diantara hiasa emas atau perak tersebut. Bagian depan Meukeutop dibalut dengan kain tenun tradisional Aceh yang kemudian balutan kain tersebut disebut Ija Teungkulok. Kain tenun tersebut dihiasi dengan sulaman emas atau perak dengan salah satu ujung kainnya dibentuk mencuat ke atas.

e. Rencong

RencongTidak beda jauh dengan pakaian adat dari wilayah lainnya, pakaian adat pria kurang afdol jika tidak dilengkapi dengan senjata tradisional. Pakaian adat Aceh untuk pria dilengkapi dengan Rencong. Umumnya, Rencong diselipkan pada lipatan sarung yang melilit pinggang. Bagian gagang diatur sedemikian rupa hingga keluar.

Rencong merupakan simbol bagi rakyat Aceh tentang keberanian, identitas diri, dan ketangguhan. Rencong memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Rencong milik sultan terbuat dari emas dan terdapat ukiran berupa ayat-ayat suci Al Quran pada matanya. Sementara rencong selain untuk sultan terbuat dari kuningan, perak, besi putih, gading, dan kayu.

Rakyat Aceh meyakini bahwa rencong memiliki bentuk yang mewakili kalimat Bismillaahirrahmaanirrahim dalam agama Islam. Hal ini sebagai doa dan menambah keyakinan agar menggunakan rencong dengan baik dan percaya diri.

Penggunaan rencong dahulu sangat familiar dalam budaya Aceh. Maka tidak heran jika Aceh juga disebut sebagai tanah Rencong. Namun penggunaan rencong saat ini terbatas untuk acara-acara tertentu saja karena sudah tidak berada dalam kondisi perang.

f. Siwah

SiwahSelain Rencong, senjata tradisional Aceh lainnya adalah Siwah. Bentuknya hampir sama dengan Rencong, namun lebih panjang, lebih besar, dan lebih mewah bahan pembuatannya dibanding Rencong. Anda akan selalu menemukan adanya permata-permata yang menghiasi gagang Siwah sehingga tampak berkilau.

Dalam acara-acara besar, Siwah lebih direkomendasikan karena menunjukkan kebesaran orang Aceh, karena fungsi utamanya sebagai perhiasan dan senjata. Sementara Rencong lebih menunjukkan kepahlawanan.

Gagang Siwah terbuat dari kayu pilihan dengan kualitas yang bagus, perak, atau bahkan emas. Gagang tersebut dihiasi dengan ukiran tradisional Aceh atau motif pucuk rebung.  Mata Siwah terbuat dari besi bekas pedang kuno atau besi putih. Tangkup gagangnya diberi tangkupan emas atau perak yang tidak lupa diberi hiasan permata. Sementara sarung Siwah terbuat dari gading, perak, atau emas yang dihiasi dengan ukiran motif tumbuhan menjalar.

2. Daro Baro

Daro BaroDaro Baro merupakan satu set pakaian adat Aceh yang digunakan oleh perempuan Aceh. Daro Baro terdiri dari baju kurung, celana, penutup kepala, berbagai macam perhiasan, dan bros. Sebagaimana pakaian adat khusus untuk perempuan daerah lainnya, terdapat banyak hiasan pada Daro Baro  agar wanita yang mengenakannya terlihat semakin cantik dan mempesona.

Jika Linto Baro didominasi oleh warna hitam, maka Daro Baro memiliki warna yang beragam mulai dari merah, ungu, kuning, dan hijau. Bagaimana sih pakaian adat Daro Baro ini? Yuk Grameds, kita bahas tuntas di bawah ini.

a. Baju Kurung

Baju KurungAtasan yang dikenakan oleh perempuan Aceh saat mengenakan pakaian adat Aceh berupa baju kurung. Bahan dasar baju kurung hampir sama dengan baju Meukeusah, yakni kain tenun berbahan sutra dengan sulaman-sulama emas yang membentuk motif-motif yang indah.

Baju ini merupakan perpaduan antara bdaya Melayu, Islam, dan China. Kerah baju kurung hampir mirip dengan pakaian wanita dari China. Bentuk gaun yang panjang dan hingga pinggul, menutup tubuh, dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh wanita merupakan penyesuaian terhadap budaya Melayu dan Islam. Yang demikian itu, agar aurat pemakainya tidak terlihat dari luar.

b. Celana Cekak Musang atau Sileuweu

Celana Cekak Musang atau SileuweuCelana ini merupakan setelan bawahan dari baju kurung dan pada umumnya, celana yang digunakan oleh pria dan wanita Aceh sama baik bentuk maupun bahan. Lebar di bagian bawah. Namun warnanya beragam, bukan hitam seperti pria.

c. Sarung

Agar pinggul wanita tertutup dengan sempurna tanpa memperlihatkan bentuk tubuhnya, para wanita Aceh mengenakan sarung sebagai lapisan luar celana Cekak Musang. Sarung ini merupakan kain songket yang diikat dengan ikat pinggang berbahan perak atau emas dari pinggang hingga di bawah lutut. Ikat pinggang ini disebut Taloe Ki leng Patah Sikureueng.

d. Patam Dhoe

Patam DhoePakaian adat Aceh menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam, dengan demikian, seluruh desainnya didesain agar dapat menutup aurat wanita. Hal ini tidak terlepas dari penutup kepala yang disebut Patam Dhoe. Penutup kepala ini adalah perhiasan berupa mahkota yang unik yang didesain agar dapat menutup aurat di kepala. Sebelum menggunakan Patham Doi, pada umumnya wanita Aceh akan mengenakan jilbab terlebih dahulu.

Bagian tengah Patam Dhoe diberi kaligrafi yang bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad. Lafadz tersebut dikelilingi oleh motif bunga dan bulatan-bulatan di sekitarnya. Masyarakat Aceh biasa menyebut kombinasi lafadz dan kaligrafi tersebut dengan Bungoh Kalimah. Mahkota ini juga digunakan sebagai tanda bahwa wanita yang mengenakannya telah menikah dan suaminya memiliki tanggung jawab atas dirinya.

e. Keureusang

KeureusangKeureusang atau bros ini dipakai dengan cara disematkan pada gaun. Keureusang ini termasuk barang mewah karena berbahan emas yang secara keseluruhan berbentuk hati dan dihiasi dengan tahta intan dan berlian (konon, sampai 102 butir intan dan berlian). Keureusang berdimensi panjang 10 cm dan lebar 7,5 cm.

f. Piring Dhoe

Bentuk Piring Dhoe seperti mahkota dan memiliki tiga bagian yang masing-masing bagian dihubungkan dengan engsel. 

g. Untai Peniti

Untai peniti digunakan untuk menyematkan pakaian adat Aceh untuk kaum wanita. Bahannya dari emas dan motifnya seperti motif kain tenun yang berbentuk kuncup bunga dan berpola pakis. Jika Grameds perhatikan dengan sesama, di tengah Peuniti ini terdapat motif lain berupa titik-titik kecil seperti telur ikan.

h. Subang Aceh

Subang AcehSubang sebagai anting-anting ini tentunya terbuat dari emas dan hiasan berisikan permata. Subang ini memiliki diameter sekitar 6 cm. Bentuknya bagaikan bunga matahari yang berkelopak runcing.

i. Culok Ok

Culok OkCulok Ok merupakan perhiasan wanita Aceh berupa tusuk konde yang berfungsi untuk menguatkan sanggul. Untuk memakainya, Grameds dapat menusukkannya ke rambut atau dimasukkan melalui samping sanggul. Ada empat jenis Culok Ok, yakni bungong keupula (bunga tanjung), ulat sangkadu (melingkar seperti ulat), bintang pecah (seperti bintang pecah), dan bungong sunteng (kelopak bunga).

j. Simplah

SimplahSimplah merupakan perhiasan berbahan emas atau perak sepuh emas yang dikenakan oleh wanita di bagian dada. Simplah terdiri dari 24 buah lempengan berbentuk segi enam dan dua buah lempengan berbentuk segi delapan. Masing-masing lempengan disertai dengan hiasan bermotif daun atau bunga dan terdapat permata berwarna merah pada bagian tengahnya. Agar lempengan-lempengan tersebut dapat terhubung dengan kuat antara satu dengan lainnya, diperlukan untaian rantai yang berwarna keemasan.

Pakaian Adat Aceh Gayo

Pakaian Adat Aceh GayoGrameds, apa yang telah kita jelaskan di atas merupakan pakaian adat Aceh yang bergaya modern, tentu Anda penasaran bukan dengan pakaian adat Aceh jaman dahulu? Pakaian adat jaman dahulu telah dikenalkan oleh Suku Aceh Gayoyang sampai sekarang masih eksis keberadaannya. Sama dengan pakaian adat Aceh modern, pakaian adat Aceh Gayo terbagi menjadi dua macam, yakni Aman Mayok dan Ineun Mayok.

Pakaian Aman Mayok digunakan oleh para laki-laki Aceh Gayo. Pakaian untuk pengantin laki-laki ini didesain dengan memiliki aksen Bulang Pengkah, yang fungsinya sebagai tempat menancapnya sunting. Sementara untuk perlengkapannya, setelan baju ini terdiri dari baju putih, celana, ponok (sejenis keris), sarung yang dililitkan di pinggang, tanggang, genit rante, beberapa gelang di lengan, dan cincin.

Sedangkan Ineun Mayok digunakan oleh para perempuan Aceh Gayo. Pakaian yang dikenakan oleh mempelai wanita ini didesain secara Islami karena kuatnya pengaruh Islam dalam budaya Aceh. Adapun setelah baju Ineun Mayok ini terdiri dari baju, celana, sarung pawak, dan ikat pinggang ketawak. Agar perempuan yang mengenakannya terlihat semakin menawan, maka perlu diberikan perhiasan-perhiasan pada tubuhnya.

Untuk menghiasi kepala, wanita Aceh dihiasi dengan mahkota sunting, sanggul sempol gampang, cemara, anting-anting subang gener, subang ilang, lelayang, serta ilung-ilung. Di bagian leher, bergantung kalung tanggal. Agar bagian tangan mulai dari lengan hingga jemari semakin cantic dan lentik, dipasangkan gelang (seperti  gelang berapit, gelang puntu, gelang giok, gelang beramur, gelang bulet), topong, serta cincin (seperti sensim patah, cincin sensim belam keramil, sensim belilit, sensim keselan, sensim genta, serta sensim kul).

Rante genit rante digunakan di pinggang di luar sarung dan digunakan di pergelangan kaki. Dan terakhir, upu ulen-ulen selendang disilangkan dari bahu ke pinggang yang ukurannya disesuaikan dengan lebar unur busana.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Grameds, kita telah sampai di penghujung bahasan mengenai pakaian adat Aceh. Sebagaimana komitmen kami, bahwa Gramedia akan selalu menjadi #SahabatTanpaBatas dalam menyajikan buku-buku terbaik pilihan kami.

Penulis: Nanda Iriawan Ramadhan

Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi

Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi

Beli Buku di Gramedia

Tata Rias Pengantin ACEH Tradisional & Modifikasi

Tata Rias Pengantin ACEH Tradisional & Modifikasi

Beli Buku di Gramedia

Desktop Charts - Pakaian Adat Nusantara

Desktop Charts – Pakaian Adat Nusantara

Beli Buku di Gramedia

 

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.