Agama Islam

Pengertian Khutbah Beserta Syarat-syaratnya

Written by Nandy

Pengertian khutbah – Khutbah merupakan salah satu bentuk ibadah yang berupa penyampaian ceramah di waktu-waktu tertentu. Ibadah yang satu ini didasarkan pada syarat dan juga rukun khutbah tertentu. Biasanya, khutbah ini dilakukan pada saat menunaikan ibadah sholat Jum’at. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa ibadah ini dilakukan di lain waktu, seperti misalnya saat Idul Fitri ataupun Idul Adha.

Untuk melaksanakan khutbah, rukun khutbah sendiri merupakan salah satu hal yang cukup penting yang harus dipahami, baik itu untuk seorang khatib ataupun jamaah. Lalu, apa saja rukun dari pelaksanaan khutbah dan apa pengertian khutbah itu sendiri? Yuk cari tahu semuanya disini.

 

Pengertian Khutbah

pixabay.com/jpeter2

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah khutbah ini mempunyai arti yaitu pidato. Terutama yang menjelaskan atau menguraikan tentang agama. Istilah khutbah ini di masyarakat memang banyak diartikan sebagai pidato agama. Selain itu, menurut Irfan Maulana di dalam bukunya yang berjudul Buku Panduan Khutbah Jumat untuk Pemula, pengertian khutbah merupakan seni pembicaraan kepada khalayak ramai yang didalamnya ada suatu pesan.

Hakikat khutbah ini merupakan wasiat untuk bertakwa, kepada khalayak, baik itu berbentuk janji kesenangan ataupun ancaman kesengsaraan. Khutbah sendiri disampaikan dengan syarat dan juga rukun tertentu yang sudah diatur di dalam syariat Islam. Secara umum, pengertian khutbah ini adalah salah satu cara berdakwah menyebarkan nilai-nilai agama Islam.

Berdasarkan maknanya, kata khutbah ini berasal dari kata khotoba, yakhtubu, khutbatan yang artinya memberi nasihat dalam kegiatan ibadah seperti misalnya pada saat sholat Jum’at, Idul Fitri, Idul Adha, Istisqo, Kusuf, dan lain sebagainya. Pengertian khutbah menurut istilah yaitu kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan rukun dan juga syarat tertentu yang berhubungan dengan keabsahan ataupun kesunahan ibadah.

Misalnya saja untuk khutbah Jum’at dilakukan saat sholat Jum’at, khutbah nikah dilakukan untuk kesunahan akad nikah, dan lain sebagainya. Khutbah sendiri akan diawali dengan pembacaan hamdalah, shalawat, wasiat taqwa, dan juga doa.

Sementara itu, khutbah sendiri termasuk ke dalam aktivitas ibadah. Sehingga khutbah disini tidak dapat ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah. Dalam pelaksanaan sholat Jum’at misalnya, jika tidak ada khutbah, kaka sholat Jum’at tidak sah. Begitu juga dengan wukuf di Arafah, apabila tidak ada khutbah, maka wukufnya dianggap tidak sah.

Sesungguhnya, khutbah adalah kesempatan yang besar untuk berdakwah dan juga membimbing para umat Islam menuju keridaan Allah SWT. Materi yang disampaikan di dalam sebuah khutbah bisa berupa materi yang diperlukan oleh hadirin yang menyangkut masalah hidup, dengan penyampaian yang ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan.

Khutbah sendiri mempunyai kedudukan yang agung di dalam syariat Islam. Jadi, sudah sepantasnya seorang khatib melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Adanya buku ini bisa bermanfaat untuk kepentingan dakwah sampai kapanpun. Sebenarnya banyak tutur petuah dan tausiyah yang telah dikeluarkan dari mulut ikhlas para da’i dan mubaligh. Tapi mereka tidak sempat mencatat apalagi mengumpulkannya, dan hanya diingat melalui ketajaman daya ingat jamaahnya. Sehingga untuk generasi berikutnya sulit mencari sumbernya.

 

Syarat Khutbah Jumat

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya pelaksanaan khutbah menjadi sah secara syariat. Berikut ini adalah beberapa syarat khutbah yang perlu dipahami, antara lain:

Khutbah sholat Jum’at mempunyai beberapa syarat yang harus terpenuhi, antara lain:

a. Khatib Harus Laki-laki

Syarat yang satu ini juga berlaku untuk selain khutbah Jum’at. Seperti misalnya khutbah shalat hari raya dan juga sholat gerhana. Sehingga tidak sah hukumnya jika khutbah dilakukan oleh perempuan. Syekh Al-Qalyubi mengatakan bahwa:

“Disyaratkan khathib seorang laki-laki atau orang yang sah menjadi imam bagi jamaah sebagaimana yang dikatakan Syekh al-Ramli dan dibuat pegangan oleh guru kami Syekh al-Zayadi. Syarat ini berlaku juga di selain khutbah Jumat sebagaimana syarat khutbah harus diperdengarkan dan didengar oleh jamaah serta syarat harus berbahasa Arab.” (Syekh al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, juz 1, hal. 322).

b. Khutbah Harus Diperdengarkan dan Didengar oleh Jamaat Sholat Jum’at

Khutbah disyaratkan harus dilakukan dengan suara yang keras. Sekiranya bisa didengar oleh semua jama’ah Jumat yang mana hal tersebut akan mengesahkan pelaksanaan Jumat, yakni setiap Muslim yang sudah baligh, berakal, merdeka, berjenis kelamin laki-laki, dan bertempat tinggal tetap.

Namun ada ulama yang berbeda pendapat terkait dengan standar memperdengarkan khutbah kepada para jamaah. Untuk versi Imam Ibnu Hajar harus diperdengarkan secara nyata. Sehingga jikalau ada suara-suara yang menghambat pendengaran jamaah kepada khutbah seperti misalnya ramai-ramai, maka tidak cukup, bahkan khatib harus lebih mengeraskan lagi suaranya hingga bisa didengar oleh para jamaah.

Sementara itu, menurut Imam Al-Ramli, khutbah hanya perlu memperdengarkan secara hukum saja. Itu artinya, khatib cukup membaca khutbah sekitarnya didengar oleh para jamaah, walaupun mereka tidak mendengar karena adanya keramaian yang menghambat pendengaran para jamaah. Tapi andai saja tidak ada penghalang, maka jamaah tetap bisa mendengar isi khutbah.

Menurut keduanya, tidak cukup penyampaian khutbah disertai dengan tidur atau tulinya jamaah. Seperti halnya yang dikatakan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, yang artinya:

“Di antara syarat dua khutbah adalah didengar oleh 40 orang yang mengesahkan Jumat. Imam Ibnu Hajar dan Imam al-Ramli berbeda pendapat mengenai standar memperdengarkan khutbah, apakah wajib diperdengarkan secara nyata atau cukup dengan hukum saja?. Imam Ibnu Hajar berkata harus diperdengarkan secara nyata. Maksudnya, bila ada kegaduhan, gendang yang ditabuh atau jeritan, wajib bagi khatib mengeraskan suaranya sampai mereka mendengar secara nyata. Sedangkan imam al-Ramli berkata cukup memperdengarkan secara hukum saja, khatib cukup mengeraskan suaranya, sekira apabila hilang perkara yang mengganggu, jamaah dapat mendengarnya. Apabila di antara jamaah ada yang tidur atau tuli, dan jamaah jumat tidak mencapai 40 orang, maka jumat batal. (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, hal 242).

Khatib ataupun jamaah tidak disyaratkan untuk paham dengan makna khutbah yang disampaikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Nawawi, yang artinya:

“Tidak bermasalah ketidakpahaman kepada makan dua khutbah, sekalipun khatibnya sendiri, sebagaimana orang yang mengimami kaum dan ia tidak paham makna al-Fatihah. (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, juz 1, hal.140).

c. Khutbah Dibaca di Wilayah Tempat Pelaksanaan Sholat Jumat

Penyampaian khutbah harus dilakukan di kawasan tempat pelaksanaan sholat Jumat. Itu artinya, posisi khatib harus berada di titik yang masih berada di wilayah desa pelaksanaan sholat Jumat. Walaupun jamaah Jumat mendengarkan khutbah di luar kawasan tersebut, namun khutbah dianggap tetap sah. Tapi asalkan khatib masih menyampaikan khutbah di kawasan pelaksanaan sholat Jumat.

d. Khatib harus suci dari dua hadats, yakni hadas kecil dan juga hadas besar.

e. Khatib harus suci dari najis.

f. Khatib harus menutup aurat.

Syarat di atas ditetapkan karena mempertimbangkan bahwa khutbah sholat Jumat menempati posisi dua rakaat sholat. Jadi, syarat-syarat tersebut ditubuhkan sebagaimana menjadi syarat sah pelaksanaan sholat.

Maka dari itu, tidak sah khutbah jika dilakukan oleh khatib yang masih berhadas, terbuka auratnya dan juga terkena najis pakaian, tempat, dan sesuatu yang dibawanya.

Khatib yang batal, misalnya saja kentut ketika menyampaikan khutbahnya, diizinkan untuk mengganti dirinya dengan salah satu jamaah lain yang hadir.

Pengganti khatib tersebut boleh meneruskan bacaan dari khatib yang awal, asalkan tidak ada waktu pemisah yang lama menurut standar ‘urf atau keumuman antara bacaan khatib pertama dan yang kedua. Akan tetapi, apabila melewati pemisah yang cukup lama, maka khatib pengganti harus memulai khutbah dari awal.

Namun, jika tidak bermaksud menggantinya dengan khatib yang lain, maka setelah kembali bersuci khatib tersebut harus mengulang khutbah dari awal. Walaupun Ia kembali dalam waktu yang singkat. Karena khutbah sendiri adalah satu bentuk kesatuan iobadah, sehingga tidak bisa dilakukan dengan dua kali bersuci seperti sholat. Syekh Sayyid Muhammad Abdullah Al-Jordani mengungkapkan:

“Khatib yang berhadas di pertengahan khutbah atau setelahnya dan menggantinya dengan jama’ah yang hadir dan ia meneruskan bacaan khutbahnya sebelum melewati pemisah yang lama, maka diperbolehkan.” (Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-‘Alam, juz.3, hal. 63, cetakan Dar al-Salam-Kairo, cetakan keempat tahun 1990).

Selain itu, Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani juga menambahkan, bahwa:

“Apabila khatib berhadas di pertengahan khutbah, ia wajib mengulangi khutbahnya (setelah ia bersuci), meskipun tidak sengaja berhadas dan pemisahnya sebentar, sebab khutbah adalah satu bentuk kesatuan ibadah, maka tidak dapat dilakukan dengan dua kali bersuci seperti halnya shalat.” (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, juz 1, hal. 141).

g. Khutbah harus dilakukan dengan cara berdiri, bagi yang mampu.

h. Khutbah harus dilaksanakan ketika matahari sudah terbit, tepatnya di waktu zuhur.

i. Khutbah harus disertai dengan duduk diantara dua khutbah.

j. Berkesinambungan

Rukun-rukun khutbah jumat biasanya dibaca secara berkesinambungan. Itu artinya, tidak ada jeda ataupun pemisah berupa pembicaraan lain selain khutbah yang disampaikan.

k. Tidak boleh ada jeda waktu yang lama

Untuk khutbah Jumat, jarak antara khutbah dan juga sholat Jumat tidak boleh di jeda dalam waktu yang lama.

Nasihat-nasihat yang ada dalam khutbah akan menjadi nutrisi yang penuh gizi apabila semangatnya adalah untuk membangkitkan umat ini dari keterlenaan yang membuatnya tidak mampu bersaing di tengah deru deras pertarungan peradaban modern.

Khutbah yang ditulis oleh para Ustadz Ikadi (Ikatan Dai Indonesia) dari berbagai daerah ini bertujuan untuk meledakkan semangat ke arah kebangkitan umat Islam dengan harapan agar mereka bisa menjadi Imam peradaban dunia yang kini kendalinya tidak berada di tangan kaum muslimin.

Buku ini bukan hanya cocok bagi para khatib Jum’at, namun bisa pula dinikmati oleh mereka yang telah lama merindu dan mendambakan Islam menjadi imam peradaban dan bukan menjadi makmum masbuq peradaban lain.

 

Rukun Khutbah

Umumnya, tidak ada perbedaan antara rukun khutbah yang dilakukan pada hari Jumat dan pada saat sholat Ied. Berikut ini adalah beberapa rukun khutbah yang perlu dipahami, antara lain:

1. Membaca Kalimat Pujian kepada Allah SWT

Pelaksanaan khutbah ini harus dimulai dengan bacaan hamdalah, yaitu kalimat pujian untuk Allah SWT, seperti misalnya alhamdulillah untuk mensyukuri nikmat yang sudah diberikan oleh Allah SWT. Adapun contoh bacaannya yaitu sebagai berikut:

(Innal hamdalillahi nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa nastaghfiruhu wa na’udzubillahi min syururi anfusina wa min sayyiaati a’maalunaa mayyahdillahu falaa mudhillalahu wa may yudhlil falaa haadiyalah)

Artinya:

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barangsiapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya.

2. Mengucapkan Shalawat Nabi

Lantunan sholawat untuk Nabi Muhammad SAW bersifat wajib untuk diucapkan saat khutbah. Hal tersebut bertujuan untuk mendoakan Nabi Muhammad SAW.

(Allahumma sholli wa sallim ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa ash haabihi wa man tabi’ahum bi ihsaani ilaa yaumiddiin)

Artinya:

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam amal sampai hari kiamat

3. Membaca Doa Wasiat untuk Taqwa kepada Allah SWT

Rukun yang satu ini berisi tentang perintah, ajakan, ataupun anjuran untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Untuk lafalnya sendiri, khatib dapat memilih secara bebas. Salah satu contohnya yaitu:

(Yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna ilaa wa antum muslimuun)

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.

4. Membaca Ayat Suci Al-Quran

Rukun khutbah berikutnya yaitu membaca ayat suci Al-Quran. Khatib diwajibkan untuk membaca paling tidak satu kalimat dari ayat suci Al-Quran.

Saat ini, masih banyak masjid yang belum memiliki khatib berkredibilitas tinggi. Banyak orang yang belum berani untuk berkhutbah secara spontan, tanpa persiapan terlebih dahulu. Hal Ini sangat wajar karena ada rukun-rukun khutbah yang disampaikan dengan bahasa Arab, sedangkan mayoritas masyarakat Indonesia tidak memahaminya.

Apalagi, sebagian besar orang masih demam panggung jika diminta berbicara spontan. Hal ini menjadikan khutbah terasa berat bagi banyak orang. Untuk itu, buku ini hadir menjadi salah satu solusi bagi jamaah Shalat Jumat yang ingin berkhutbah secara mudah, tetapi tetap sah sebagai syarat Shalat Jumat.

 

5. Mendoakan Umat Islam

Rukun khutbah yang terakhir yaitu mendoakan semua umat Islam di khutbah yang kedua. Untuk bacaan doanya yaitu sebagai berikut:

(Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’minina wal mukminat al ahyaa’I minhum wal amwat, innaka samii’un qoriibun mujibud da’wati. Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtha naa. Robbanaa walaa tahmil ‘alainaa ishran kamaa halamtahuu ‘alalladziina min qoblinaa. Robbana walaa tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fua ‘annaa waghfir lanaa warhamnaa anta maulana fanshurna ‘alal qaumil kaafiriina. Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil akhiroti hasanah waqinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin)

Artinya:

Ya Allah, ampunilah seluruh kaum muslimin dan kaum muslimin, kaum mukminin dan kaum mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, Sesungguhnya, Engkau adalah Zat yang Maha Mendengar, Maha Dekat, Zat yang mengabulkan doa.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.

Demikian penjelasan mengenai pengertian khutbah, syarat, dan rukun khutbah secara lengkap. Untuk memahami lebih dalam mengenai pengertian khutbah dan tata cara pelaksanaannya, kamu bisa membaca beberapa rekomendasi buku melalui Gramedia.com.

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

 

Penulis: Umam

 

Rujukan:

  • https://kumparan.com/kabar-harian/memahami-rukun-khutbah-syarat-dan-tata-caranya-1xkedrEB3pn/full
  • https://islam.nu.or.id/jumat/syarat-syarat-khutbah-dan-penjelasannya-i-tePWC
  • https://tirto.id/pengertian-khotbah-rukun-syarat-khatib-saat-berkhotbah-guCp

 

About the author

Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya