Pertempuran Lain Dropadi merupakan sebuah novel karya sastrawan ternama Indonesia, Triyanto Triwikromo. Novel ini baru saja diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia bulan Agustus 2022. Latar belakang Triyanto Triwikromo menuliskan cerita ini, karena Dropadi tidak pernah absen dalam kisah-kisah Mahabharata, tetapi ia selalu memiliki porsi yang kecil dalam cerita tersebut.
Triyanto Triwikromo menganggap tokoh Dropadi ini memiliki peran yang penting dalam keseluruhan cerita Bharatayuda. Maka dari itu, iya menuliskan ulang kisah Bharatayuda ini dengan menjadikan Dropadi sebagai tokoh utamanya. Kisah klasik ini dirombak ulang, dan ditambahkan beberapa unsur menarik, seperti latar belakang suasana yang sedang terkena wabah. Novel dengan total 944 halaman ini akan mengisahkan tentang pertempuran lain Dropadi, yakni pertempuran agung keluarga Bharata yang diceritakan oleh Dewi Sarasvati, sang pencerita yang dianggap gila, melalui perspektif Dropadi.
Dropadi tidak lemah, tetapi ia adalah perempuan perkasa yang memicu pertempuran, berjuang menegakkan martabatnya, dan akhirnya menjadi bagian paling penting dari Bharatayuda. Secara lebih kompleks, Dropadi hadir dengan keadaan yang terkadang buta total, terkadang hanya dapat melihat dunia dalam sepertiga pandangan, sehingga perjuangan melawan kehendak dewa, menghadapi kelicikan para Korawa, dan tekanan-tekanan dari Pandawa atau dari diri sendiri menjadi lebih seru.
Siapa sesungguhnya musuh utama Dropadi? Apakah Gandari? Semua Korawa? Atau justru dirinya sendiri? Mengapa saat berhasil mendaki Gunung Salju yang merupakan lambang dari surga itu, ia tak bersedia menjadi bagian dari Bunda Illahi? Triyanto Triwikromo akan menjawab semua pertanyaan itu dengan kisah yang liris dan penuh keajaiban, yang terangkum dalam novel Pertempuran Lain Dropadi ini.
Table of Contents
Profil Triyanto Triwikromo – Penulis Novel Pertempuran Lain Dropadi
Triyanto Triwikromo adalah pria asal Salatiga, Jawa Tengah yang lahir pada 15 September 1964. Triyanto Triwikromo dikenal sebagai sastrawan Indonesia, Redaktur Pelaksana sastra harian umum Suara Merdeka, dan juga dosen Penulisan Kreatif Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang. Ia sering menghadiri pertemuan teater dan sastra, seperti menjadi pembicara dalam Pertemuan Teater-teater Indonesia yang diadakan di Yogyakarta (1988) dan Kongres Cerpen Indonesia yang diadakan di Lampung (2003).
Ia juga sempat menghadiri Pertemuan Sastrawan Indonesia yang diadakan di Padang (1997), Festival Sastra Internasional yang diadakan di Solo, Pesta Prosa Mutakhir yang diadakan di Jakarta (2003), dan Wordstorm (2005): Nothern Territory Festival yang diadakan di Darwin, Australia. Selain itu, pada 2012 hingga 2013, Triyanto Triwikromo terlibat dalam penggarapan program citybooks yang diproduksi oleh deBuren, yakni rumah produksi asal Belgia. Proyek ini membuat 10 puisi panjangnya yang mengisahkan tentang Semarang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Belanda, dan Prancis.
Cerita pendek karyanya yang berjudul Anak-Anak Mengasah Pisau, direspon oleh AS Kurnia menjadi karya trimatra, oleh pelukis Yuswantoro Adi menjadi lukisan, oleh Sosiawan Leak menjadi pertunjukan teater, oleh pemusik Seno menjadi lagu, dan oleh sutradara Dedi Setiadi menjadi sinetron yang skenario ditulis oleh Triyanto sendiri. Triyanto Triwikromo juga sempat menerbitkan puisi dan cerita pendeknya di beberapa buku antologi bersama.
Triyanto Triwikromo juga menjadi salah satu tokoh di balik gerakan Revitalisasi sastra pedalaman, pada sekitar tahun 1990-an bersama Sosiawan Leak dan lain-lainnya. Pada tahun 2008, puisi panjangnya mengenai tragedi Lumpur Lapindo terbit dalam dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, yakni di Australia dalam Mud Purgatory. Pada tahun 2010, Triyanto Triwikromo menerbitkan buku kumpulan puisi Pertempuran Rahasia yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
Sinopsis Novel Pertempuran Lain Dropadi
Setelah Kebutaan Itu…
Aku membenci kehidupanku sebagai maharatu, Kelak jika aku sudah mati, jangan ceritakan apa pun tentang diriku. Karena aku tahu tak ada kematian abadi, akan kubunuh siapa pun yang menceritakan kisahku. Kau bisa saja melarang Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa mengisahkan kehidupanmu sebagai maharatu dan rahasia cintamu kepada mereka.
Namun, kau tak bisa melarangku, sosok yang selalu kau anggap sebagai Dewi Sarasvati yang gila hormat dan edan, mengisahkan apa pun yang terjadi kepada dirimu. Kau juga tak bisa melarang aku mengatakan kepada siapa pun, apakah kau lahir dari api atau selir raja, kau punya kisah asmara dengan Krishna atau hanya dengan kelima Pandawa, dan pernah mencintai. Karna atau justru ingin membunuhnya.
Belajar Sains Sulit dan Membosankan? Kamu Bisa Belajar Sains dengan Seru dan Menyenangkan Disini!
Kau sangka aku, salah satu Ibu Illahi, yang selalu kau banding-bandingkan dengan Mahakali, akan mengisahkan ulang pelucutan pakaianmu di Hastinapura? Tidak! Tidak! Ingat, Dropadi, aku akan menceritakan tentang penyakitmu lebih dulu. Penyakit yang kau sembunyikan kepada siapa pun hingga kau mati.
Kau tidak perlu terkejut. Sebaiknya ingatlah hari-hari penuh kesombonganmu ketika kau mengolok-olok Duryodana yang tercebur ke kolam penh teratai hanya karena dia menganggap kolam di Istana Indraprastha itu sebagai lantai kristal. Ingatlah juga bagaimana Duryodana yang menggulung kain di lantai kristal, karena dia menganggap lantai itu sebagai kolam.
Oh, ya, kau pasti tertawa geli ketika kepala Duryodana menutup pintu kristal dengan keras, hanya karena dia mengira tak ada sekat apa pun di ruangan itu. Pada saat itu, Duryodana merasa seperti menjadi kesatria yang buta. Saat itulah seorang dayang bilang, “Dasar putra seorang buta, pasti buta juga!”. Pada saat itulah kau membatin, Ya, putra dari seorang buta, pasti buta juga.
Setelah itu, kau mengira semuanya akan kembali seperti sedia kala. Kau salah menduga. Pesta yang diselenggarakan oleh Yudistira memang terus berlangsung, tapi aroma harum di ruangan mulai berubah menjadi bau busuk yang sangat menyengat. Bima dan para pelayan terus mengolok-olok Duryodana, tetapi sejurus kemudian muncul tangan-tangan yang seakan-akan mencekik leher mereka, sehingga mereka menghentikan cercaan itu.
Kau tak melihat Duryodana marah mendengar olok-olok para Pandawa yang sangat keterlaluan. Kau juga tidak melihat Dewa Pelindung Dretarastra sangat murka kepadamu. Menurut Dewa Pelindung Dretarastra, kau boleh menghina siapa pun, tetapi tak boleh menghina Dretarastra, ayahanda Duryodana.
Kau tidak boleh merasa menjadi perempuan seharum teratai biru. Kau tidak boleh merasa menjadi perempuan cantik yang dapat memandang apa pun dengan mata indah. Badanmu akan berbau seperti bangkai dan kamu harus merasakan apa pun yang dirasakan Gandari, istri Raja Dretarastra.
Tidak butuh waktu lama bagi Dewa Pelindung Dretarastra untuk mengubahmu menjadi perempuan yang selalu merasa berbau bangkai. Bukan seperti amis seperti bau Satyawati, ibunda Vyasa, yang lahir dari ikan dan hidup bersama para nelayan. Bukan seperti pesing air kencing kuda Drona yang sengat baunya, yang dapat memabukkan para musuh.
Apakah aku telah mati? Apakah aku telah berada di pekuburan, tempat para pasukan yang sudah mati setelah bertempur, dikuburkan? Tidak ada jawaban. Kau seperti melihat puluhan tubuh tak bernyawa berwarna merah tergeletak di lantai kristal istana. Sejumlah belatung muncul dari mulut, hidung, dan telinga mayat-mayat itu.
“Mustahil di istana terdapat mayat bergeletakan,” kau bergumam, “Ini pasti sihir para Korawa supaya aku takut berhadapan dengan mereka. Jangan-jangan ini wabah? Jangan-jangan wabah yang dulu pernah ada di Indraprastha muncul kembali? Atau jangan-jangan ini hanyakhayalanku saja?”
Masih tidak ada jawaban. Sebaliknya, kau justru merasa istanamu bukan tempat paling mewah dan harum, melainkan hanya kuburan raksasa untuk memakamkan semua pasukan yang tewas pada pertempuran-pertempuran sejak masa purba sampai masa terbaru. Banyak tengkorak basah dan berlendir berserakan di permukaan lantai.
Engkau ingin berteriak. Kau mau berkata kepada Bima, “Mari kita pergi saja dari istana ini. Ini bukan istana, melainkan kuburan kita semua. Jika kita diam saja di sini, pertempuran akan segera berlangsung dan kita akan jadi mayat semua”. Melihat Bima masih tertawa dan tidak kunjung berhenti, kau menahan diri untuk tidak mengucapkan apa pun kepada Bima. Kau juga tak ingin mengatakan apa pun kepada Arjuna, Yudistira, Nakula, dan Sadewa yang sedang asyik menikmati pesta. Kau sama sekali tidak ingin mengganggu kegembiraan siapa pun.
Kelebihan Novel Pertempuran Lain Dropadi
Pertempuran Lain Dropadi ini mengisahkan pertempuran agung keluarga Bharata, di mana Dropadi merupakan tokoh utamanya. Namun, kisah ini berbeda dengan novel lain yang juga menjadikan Dropadi sebagai tokoh utama, seperti Istana Khayalan karya Chitra Divakaruni. Triyanto Triwikromo merombak kisah klasik ini dengan menarasikan kisah ini menurut pandangan Dropadi sendiri, melalui pencerita yang dianggap gila, yakni Dewi Sarasvati.
Penuturan dari Dewi Sarasvati ini menjadi menarik, karena ia menggambarkan sosok Dropadi sebagai seorang yang mungkin tidak pernah terbayangkan oleh para pembaca Mahabharata sebelumnya. Dia bukan Dropadi yang tak bisa melakukan apa-apa, melainkan perempuan perkasa yang memicu pertempuran akbar di Kurusetra. Dropadi juga berjuang menegakkan martabatnya dan akhirnya menjadi bagian terpenting dari Perang Bharatayuda.
Dunia baru yang dibuat oleh Triyanto Triwikromo ini menambah insight baru bagi para penggemar kisah Mahabharata. Kisah ini menjadi salah satu wujud ekspresi untuk sosok Dropadi yang memiliki peran penting, tetapi tidak memiliki kesempatan untuk tampil dalam porsi yang lebih besar. Triyanto Triwikromo menambahkan unsur-unsur baru yang semakin menyegarkan kisah ini juga, seperti kondisi Dropadi yang memiliki gangguan penglihatan yang cukup serius, di mana terkadang iya tak bisa melihat sama sekali atau hanya dapat melihat sepertiga bagian saja.
Hal-hal seperti ini membuat pembaca merasa penasaran akan bagaimana sosok Dropadi yang memiliki kekurangan tersebut, tetapi tetap bisa berjuang dengan kuat dan berpengaruh besar dalam keseluruhan kisah tulisan Triyanto Triwikromo ini. Melalui kisah ini, pembaca juga jadi mengetahui perspektif orang yang mengalami gangguan penglihatan. Melalui kisah ini juga, Triyanto Triwikromo menyelipkan pesan mengenai feminisme.
Kekurangan Novel Pertempuran Lain Dropadi
Selain kelebihan, novel Pertempuran Lain Dropadi ini juga memiliki kekurangan. Oleh karena kisah Pertempuran Lain Dropadi ini merombak total cerita klasik Mahabharata, memungkinkan penggemar kisah Mahabharata tidak bisa menikmati kisah ini, karena mungkin dianggap melenceng, dan sebagainya.
Pesan Moral Novel Pertempuran Lain Dropadi
Pertempuran Lain Dropadi menjadi sebuah ruang bagi cerita perempuan di masa tersebut yang jarang terbangun secara utuh, atau tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Padahal, para tokoh perempuan tersebut merupakan sebuah perspektif yang tidak kalah penting, tetapi kerap kali terabaikan dalam kisah-kisah Mahabharata. Hal ini terkait dengan feminisme, di mana kisah ini menjadi sebuah kisah yang menegakkan martabat perempuan.
Melalui kisah Pertempuran Lain Dropadi ini, kita juga dapat meneladani sosok Dropadi yang pantang menyerah. Ia tidak menganggap kekurangannya sebagai sebuah kekurangan. Ia menunjukkan bahwa dengan kekurangan yang ia miliki, ia masih mampu untuk berjuang.
Nah, itu dia Grameds ulasan novel Pertempuran Lain Dropadi karya Triyanto Triwikromo. Bagi kalian para penggemar kisah Mahabharata yang juga menyukai sosok Dropadi, novel ini sangat direkomendasikan untuk Anda. Anda bisa mendapatkan novel ini hanya di Gramedia.com. Selamat membaca!
Rating: 4.85
- Review Novel My Youth
- Review Novel Membunuh Commendatore
- Review Novel Misteri Pasukan Cambyses
- Review Novel Some Kind of Summer
- Review Novel Tales of Mystery and Terror
- Review Novel Hujan Bulan Juni
- Review Novel The Woman in Cabin 10
- Review Buku Jalan Panjang untuk Pulang
- Review Novel Sewu Dino
- Review Novel Kisah Misteri Enola Holmes: Misteri Buket Bunga Kematian
- Review Novel Kisah Misteri Enola Holmes: Misteri Nona Bertangan Kidal
- Review Novel Novel Kisah Misteri Enola Holmes: Kasus Hilangnya Sang Marquess
- Review Novel Ranjat Kembang
- Review Novel Urban Thriller: Playing Victim
- Review Novel The Dead Returns
- Review Novel And The There Were None (Lalu Semuanya Lenyap)
- Review Novel Kelab dalam Swalayan
- Review Novel Pocong Gundul
- Review Murder At Shijinso
- Review Novel Karavansara
- Review Novel A Thousand Splendid Suns
- Review Buku The Joy Of Missing Out
- Review Buku Limitless
- Review Novel Midnight Restaurant
- Review Buku Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau
- Review Novel Pembunuhan di Nihonbashi
- Review Novel Pertempuran Lain Dropadi
- Review Buku Sepotong Hati di Angkringan