Sejarah

Sejarah dan Isi Sumpah Gajah Mada

Written by Fandy

Sumpah Palapa merupakan suatu pernyataan atau sumpah yang diucapkan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi seorang Patih Amangkubhumi Majapahit pada tahun 1258 Saka (1336 M). Sumpah Palapa bukanlah omong kosong atau karangan sejarah saja, ia memiliki bukti autentik yang menyebutkan Sumpah Palapa, yakni Kitab Pararaton. Sumpah Palapa memiliki berbagai misteri. Ia juga memiliki makna yang dalam.

Adapun isi dari sumpah Palapa sebagai berikut.

“Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Sumpah tersebut memiliki arti sebagai berikut.

“Kamu Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Kamu Gajah Mada, “Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”

Melansir dari laman Regional.kompas.com, beberapa pakar mencoba untuk menjelaskan makna Sumpah Palapa. Menurut Munandar, amukti palapa dalam sumpah Palapa bermakna sebagai “memakan buah palapa”. Dalam konteks tersebut, wujud telah diketahui, tetapi belum jelas bentuk dan rasanya.

Sementara itu, menurut Zoetmulder, kata “palapa” dalam amukti palapa itu sama dengan kata “palapan” atau “palapa dalam bahasa Jawa Kuno. “Palapan” sendiri memiliki arti sifat yang menarik, memikat hati, dan mendatangkan kebaikan. Ia juga dimaknai sebagai kesenangan atau istirahat yang dinikmati seseorang setelah mengerjakan tugas-tugasnya.

Adapun, Muhammad Yamin dalam buku “Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara” menjelaskan lebih rinci mengenai makna Sumpah Palapa. Ia berpendapat bahwa Sumpah Palapa memiliki arti bahwa Gajah Mada memberikan batasan dan pantangan pada dirinya untuk tidak bersenang-senang sebelum berhasil mencapai cita-cita demi negara.

Gajah Mada; Sistem Politik Dan Kepemimpinan

Sejarah Sumpah Palapa

Sumpah Palapa merupakan suatu pernyataan atau sumpah yang diucapkan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkhubumi Majapahit pada 1336 M. Gajah Mada sendiri merupakan seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh di zaman kerajaan Majapahit.

Melansir dari laman Mediaindonesia.com, Gajah Mada merupakan seorang pemuda memiliki keahlian bela diri yang sangat hebat serta berilmu tinggi. Ketika berusia 19 tahun, Gajah Mada berhasil menyelamatkan rajanya bernama Prabu Jayanegara. Karena, kecakapannya pada 1319, Gajah Mada diangkat menjadi seorang Patih Kahuripan.

Pada 1329, Patih Majapahit, Aryo Tadah menunjuk Gajah Mada untuk menggantikan dirinya.Namun, Gajah Mada menolak karena ingin membuktikan pengabdiannya terlebih dahulu kepada kerajaan Majapahit. Caranya dengan menghentikan pemberontakan Keta dan Sadeng.

Merangkum dari laman Regional.kompas.com, sebelum menjadi Mahapatih, Gajah Mada merupakan seorang kepala pasukan elite Majapahit yang disebut dengan nama Bhayangkara. Ketika itu, Majapahit dilanda berbagai pemberontakan. Salah satu pemberontakan dilakukan oelh Ra Kuti.

Pemberontakan Ra Kuti merupakan pemberontakan yang besar. Pemberontakan ini berdampak besar, sampai sang raja harus mengungsi ke Badander. Namun, pada akhirnya pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada dan raja pun dapat kembali ke istana.

Dalam Pararaton disebutkan bahwa Gajah Mada berhenti sebagai kepala pasukan Bhayangkara setelah berhasil memadamkan pemberontakan. Berselang dua bulan, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan selama dua tahun. Kemudian, terjadi pemberontakan lagi dan Gajah Mada pun lagi-lagi dapat meredam pemberontakan tersebut.

Ketika itu, Majapahit berada di bawah kekuasaan Ratu Tribuwana Tunggadei. Kemudian, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkhubumi. Ketika pelantikan, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.

Gajah Mada akhirnya diangkat sebagai Patih Majapahit pada 1334, setelah berhasil menaklukkan Keta dan Sadeng. Pada tahun yang sama, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa, yakni sumpah atau janji bahwa ia tidak akan memakan buah palapa—sejenis rempah-rempah—jika belum berhasil menguasai pulau-pulau di Nusantara.

Ketika pengangkatan, Gajah Mada mengucaokan sumpah Amukti Palapa. Dari isi naskah dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika masa pengangkatan Gajah Mada, sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum berhasil. Seperti daerah Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.

Sumpah Palapa Gajah Mada dapat mencapai keberhasilannya semasa pemerintahan Hayam Wuruk. Hal tersebut dibuktikan dengan Majapahit yang mampu menguasai wilayah-wilayah Nusantara yang meliputi Melayu (Sumatra), Tanjungpura (Kalimantan), dan Semenanjung Melayu (Malaka).

Begitu pula dengan wilayah sebelah Timur Jawa dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Irian Barat, dan Jawa kecuali Kerajaan Sunda Galuh dan Sunda Pakuan. Karena keberhasilannya itu, pengaruh Gajah Mada di Majapahit semakin besar. Pengaruhnya juga melampaui Hayam Wuruk dan anggota Sapta Prabhu, yakni semacam Dewas Pertimbangan Agung yang beranggotakan keluarga Kerajaan Majapahit.

Gajah Mada: Kisah Cinta 7 Kisah Penaklukan-Penaklukannya

Kata “Nusantara” di Sumpah Palapa

Dalam Sumpah Palapa, Gajah Mada secara tegas mengucapkan akan mengalahkan wilayah “Nuswantara” atau Nusantara. Adapun, “Nusantara” terdiri dari dua kata, yakni “nusa” yang berarti pulau dan “antara” yang berarti seberang.

Secara politis, Nusantara merupakan gugusan pulau yang terdapat di benua Asia dan Australia bahkan sampai Semenanjung Malaya. Namun, jika menilik konteks yang dibicarakan oleh Gajah Mada, Nusantara merujuk pada nama-nama daerah yang disebutkannya dalam sumpah.

Adapun, nama-nama daerah tersebut adalah Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik. Daerah-daerah tersebut berada di luar Pulau Jawa bahkan sebagian wilayah Jawa misalnya Jawa Tengah dan Jawa Timur ketika itu tidak termasuk dalam Nusantara yang dimaksud oleh Gajah Mada.

Gurun melingkupi wilayah Kerajaan Gurun, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Adapun Seran melingkupi daerah Kerajaan Seran, Kecamatan Seteluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Sementara, Tanjung Pura terdiri dari Kerajaan Tanjungpura, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Adapun daerah Haru mencakup Kerajaan Aru, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Sementara Pahang merupakan daerah Pahang di Malaysia. Daerah Dompo merupakan Kerajaan Dompo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Wilayah Bali melingkupi Pulau Bali.

Daerah Sunda terdiri dari Kerajaan Sunda. Adapun, wilayah Palembang merupakan daerah Palembang dan Sriwijaya. Sementara itu, wilayah Tumasik merupakan daerah Singapura.

Biografi Singkat Gajah Mada

Melansir dari laman Detik.com, berdasarkan Sengkala dalam “Babad Gajah mada” lahir pada 1229. Dalam Sengkala disebutkan dalam petikan “Om cri saka warsa jiwa mrtta yogi swaha” yang berarti selamatlah pada tahun saka jiwa mrtta yogi swaha. Adapun, kata jiwa memiliki arti 1, mrrta 2, yogi 2, dan swaha 1. Hal tersebut menandakan tahun Saka 1221 atau 1229 Masehi.

Orang tua Gajah Mada adalah pasangan Curadharmawyasa dan Nariratih. Keduanya juga dikenal sebagai Brahmana Curadharmayogi dan Brahmani Patni Nariratih. Adapun, dalam kitab Usana Jawa, Gajah Mada tidak memiliki ayah dan ibu dalam kepercayaan Bali.

Ia dipercaya sebagai jelmaan Sang Hyang Narayana yang keluar dari buah kelapa. Jejak Gajah Mada banyak ditemukan di sekitar Kota Malang-Singasari. Dari jejak dan usianya menjadi patih menimbulkan adanya asumsi bahwa ia lahir di area aliran Sungai Brantas pada tahun 1300.

Berdasarkan Pararaton, nama Gajah Mada telah digunakan sebelum ia menjadi seorang patih pada tahun 1319 M di Daha. Gajah Mada disebutkan sebagai bekel pasukan Bhayangkara di pemberontakan Ra Kuti pada tahun Saka 1241 atau 1319 M.

Hal tersebut berbanding terbalik dalam “Babad Gajah Mada” justru tidak memuat nama Gajah Mada. Kata “Gajah” diduaga merupakan sebuah julukan untuk orang kuat. Oleh sebab itu, Gajah Mada diartikan sebagai orang kuat dari desa Maddha.

Berdasarkan kitab Pararaton, Gajah Mada mulai mengabdi pada Kerajaan Majapahit di usia 23 tahun pada 1313 M. Pengabdiannya dimulai sebagai prajurit rendah di pemerintahan Raja Jayanegara. Kemudian, Gajah Mada menjadi seorang patih di Kahuripan setelah menaklukkan pemberontakan Ra Kuti pada 1319 M. Dua tahun setelahnya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih di Daha Pura.

Niskala: Gajah Mada Musuhku

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.