Tokoh

Siapakah Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama? Inilah Daftarnya

tokoh pendiri nahdlatul ulama
Written by Nandy

Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama – Nahdlatul Ulama atau NU atau dikenal pula dengan nama Nahdiyin adalah salah satu organisasi Islam yang ada di Indonesia. NU kini telah menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia dan telah memiliki anggota hingga 90 juta jiwa menurut data tahun 2018.

NU berdiri pada 31 Januari 1926 M atau 16 Rajab 1344 H di Surabaya, Jawa Timur. NU adalah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, keagamaan, ekonomi serta sosial. Kehadiran organiasi ini menjadi salah satu bentuk upaya bahwa wawasan telah menjadi lambang dari tradisi keagamaan serta Ahlusunah wal Jamaah. Telah berdiri sejak lama, NU memiliki peran besar di Indonesia. Lantas, siapakah tokoh pendiri NU yang memiliki peran besar dalam perkembangan organisasi ini? Simak penjelasannya ya!

Tokoh-Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

Berikut adalah sembilan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama atau NU yang memiliki peran dalam berdirinya NU dan mendapatkan predikat sebagai pahlawan nasional.

1. KH. M. Hasyim Asyaari

Tokoh pertama dari pendiri NU adalah KH. M Hasyim Asyaari atau dikenal pula dengan nama Mbah Hasyim, ia lahir di Kabupaten Jombang, Jawa Timut pada 14 Februari tahun 1971. Mbah Hasyim adalah tokoh utama sekaligus pendiri NU pada 31 Januari 1926.

Mbah Hasyim adalah sosok pendiri sekaligus oengasuh pertama dari Pesantren Tebuireng di Jombang dan menjadi satu-satunya tokoh yang menyandang gelar Rais Akbar NU hingga akhir hayat dan hingga kini, belum ada lagi tokoh yang menyandang gelar Rais Akbar NU selain Mbah Hasyim.

KH Hasyim Asyaari adalah kakek dari Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yaitu Presiden Republik Indonesia yang keempat. Mbah Hasyim diketahui pertama kali belajar dasar agama melalui ayah serta kakeknya. Lalu pada usia 15 tahun, Mbah Hasyim sudah mulai belajar agama di berbagai pesantren.

Kemudian pada tahun 1892, Mbah Hasyim pun berangkat ke Mekkah lalu berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau serta beberapa guru lainnya. Perjuangan Mbah Hasyim untuk kemerdekaan Indonesia dimulai pada tahun 1899, ketika ia pulang dari Mekkah.

Usai pulang menyelesaikan studinya di Mekah, KH Hasyim Asyaari pun mendirikan Pondok Pesantren Tebu Ireng. Pesantren tersebut kini, menjadi salah satu pesantren besar di Indonesia serta memegang peran penting dalam perjuangan umat Islam di Indonesia.

Lalu, pada tahun 1925 KH Hasyim Asyaari pun menjadi pendiri dari Nahdlatul Ulama. Dengan berdirinya NU, organisasi menjadi salah satu bentuk pernyataan tegas atas kebangkitan ulama yang turut andil pula dalam kemerdekaan Indonesia.

KH Hasyim Asyaari memiliki jasa dengan memustuskan bahwa NU mengeluarkan resolusi Jihad Fi Sabilillah yang kemudian direkomendasikan pada pemerintah Indonesi yang baru berdiri serta Jihad Fi Sabilillah untuk umat Islam di Indonesia dengan fatwa bagwa setiap orang dewasa yang berada dalam radius dari 90 km dari tempat pertempuran saat itu wajib melawan penjajah dan berperang. Kedua putusan tersebut kemudian dijadikan sebagai pernyataan resmi NU pada 22 Oktober 1945.

2. KH Abdul Wahid Hasyim

Abdul Wahid Hasyim adalah seorang pahlawan Indonesia yang pernah menjabat sebagai seorang menteri negara serta pernah menjabat sebagai menteri agama di orde lama. Abdul Wahid Hasyim adalah ayah dari Abduraahman Wahid dan anak dari KH Hasyim Asyaari.

Selain sebagai menteri, Wahid Hasyim turut berperan dalam berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia saat ini yaitu NU. Bersama dengan ayahnya, KH Hasyim Asyaari, Wahid Hasyim memiliki kiprah pada perkembangan dunia pesantren di Indonesia.

Ketika menginjak usia ke 21 tahun, Wahid Hasyim membuat gebrakan baru dengan semangat memajukan pesantren yang selalu ia bawa. Wahid Hasyim kemudian memadukan pola pengajaran pesantren yang menitik beratkan pada ajaran-ajran agama dengan pelajaran dari ilmu umum. Sistem klasikal pun ia ubah menjadi sistem tutorial.

Kemudian pada usia 25 tahun, Wahid Hasyim pun memutuskan untuk bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia atau MIAI yaitu federasi dari organisasi masaa serta partai Islam yang saat itu aktif.

Selain itu, Wahid Hasyim memiliki peranan dalam membentuk Madrasah Nidzamiyah yang mengajarkan pelajaran umum selain bahasa Arab, seperi bahasa Inggris dan Belanda. Selain itu, Wahid Hasyim adalah sosok penggagas dari sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dalam Pancasila.

Lalu pada Muktamar Nahdaltul Ulama yang ke 19 di Palembang pada tahun 1951, Wahid Hasyim pun terpilih sebagai ketua umum dari pengurus besar NU bersama dengan Rais Aam yaitu KH A Wahhab Hasbullah.

Wahid Hasyim kemudian wafat pada tahun 1953 karena kecelakaan mobil di Cimahi pada 19 April. Wahid Hasyim pun mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional, seperti ayahnya.

3. KH Zainul Arifin

Zainul Arifin Pohan lahir di Barus, Tapanuli Tengah Sumatera Utara pada tanggal 2 September 1909. Zainul Arifin adalah sosok yang dikenal sebagai pecinta kesenian serta turut aktif dalam kegiatan seni musikl melayu sekaligus sandiwara. Ia adalah penyanyi serta pemain biola di Stambul Bangsawan dan aktif pula memperdalam ilmu agama di masjid ketika ia tengah menjalani pelatihan bela diri pencak silat.

KH Zainul Arifin adalah salah satu sosok pendiri NU. Perannya dimulai sejak ia berusia 16 tahun dan memutuskan untuk merantau ke Batavia. Sejak memutuskan untuk merantau, Zainul Arifin pun aktif bekerja sebagai guru dan mendirikan beberapa balai pendidikan untuk orang-orang dewasa, perguruan rakyat yang berada di Jatinegara.

Sejak usia muda, Zainul Arifin pun terampil dalam berdakwah ketika ia memulai menjabat sebagai muballigh muda dan menjadi anggota dari GP Ansor. Karena kepandaiannya dalam berdakwah, Zainul Arifin pun menarik perhatian pada tokoh Nahdlatul Ulama yang masuk dalam organisasi induk Ansor termasuk Wahid Hasyim, Muhammad Ilyas dan lainnya.

Kemudian dalam beberapa tahun usai bergabung dalam GP Ansor, Zainul Arifin pun menjadi Ketua Cabang NU di Jatinegara kemudian berlanjut menjadi Ketua Majelis Konsul NU di Batavia.

KH Zainul Arifin berjasa dalam pembentukan pasukan semi militer Hizbullah. Ia kemudian menjabat sebagai panglima. Selain itu, Zainul Arifin pun pernah menjabat sebagai perdana menteri Indonesia, dan Ketua DPR GR. Zainul Arifin juga memiliki jasa ketika menjadi anggota dari badan pekerja Komite Nasional Pusat.

Zainul Arifin wafat karena luka yang ia terima ketika tengah melaksanakan sholat Idul Adha di barisan terdepan bersama dengan Sukarno pada 14 Mei 1962. Ketika itu, pemberjntak dari DI/TII berusaha membunuh presiden akan tetap tembakan melesat dan mengenai bahu Zainal Arifin.

Karena luka dibahunya tersebut, Zainul Arifin menderita selama kurang lebih sepuluh bulan dan akhirnya meninggal dunia pada 2 Maret 1963 di usianya yang ke 53 tahun. Pada 4 Maret 1963, Zainul Arifin kemudian mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

4. KH Zainal Mustofa

Zainal Mustofa lahir di Bageur, Cimerah, Singapama Tasikmalaya tahun 1899. Zainal Mustafa adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama bersama para tokoh lainnya.

Zainal Mustofa merupakan sosok pemimpin dari sebuah pesantren di Tasikmalaya serta pejuang Islam pertama yang berasal dari Jawa Barat dan yang pertama pula mengdakan pemberontakan kepada pemerintahan Jepang. Zainal Mustofa memiliki nama kecil yait Hudaemi. Nama kecil tersebut kemudian berganti usai Zainal Mustofa melaksanakan ibadah haji pada tahun 1927.

Sejak awal, Zainal Mustofa telah memeroleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat. Dalam hal agama, Zainal Mustofa memelajari ilmu agama melalui guru agama yang ada di kampunya. Kemudian, Zainal Mustofa memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan agama di pesantren selama kurang lebih 17 tahun, ia belajar ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren lainnya hingga ia mahir dalam bahasa Arab serta menguasai ilmu agama.

Kemudian ketika melaksanakan ibadah Haji, Zainal Mustofa pun berkesempatan untuk mengenali para ulama terkemuka hingga bertukar pikiran mengenai ilmu agama. Usai kembali dari melaksanakan haji tersebut, berkat diskusi pada ulama terkemuka, Zainal Mustofa kemudian mendirikan sebuah pesantrean di Kampung Cikembang dengan nama pesantren Sukamanah.

Zainal Mustofa kemudian dikenal sebagai sosok ulama yang vokal dan tegas melawan para penjajah. Melalui beragam khutbah dan ceramah yang ia hadiri, Zainal Mustof secara terang-terangan turut membangkitkan semangat nasionalisme dari rakyat Indonesia untuk menyerang penjajah. Bahkan, tak jarang Zainal Mustofa diturunkan paksa dari mimbar oleh para ulama yang saat itu pro Belanda.

Berkat jasanya, Zainal Mustofa pun mendapatkan gelar pahlawan yang diberikan oleh Presiden pada 6 November 1972.

5. KH Idham Chalid

Tokoh pendiri NU kelima adalah KH Idham Chalid, selain tercatat sebagai pendiri NU Idham Chalid pun juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Djuanda dan Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Selain itu, Idham Chalid pun pernah menjabat sebagai Ketua MPR serta Ketua DPR.

Idham Chalid aktif masuk ke badan-badan perjuangan ketika Jepang telah kalah dan para sekutu kembali ke Indonesia. Ketika menjelang masa kemerdekaan, Idham Chalid pun turut aktif sebagai panitia kemerdekaan Indonesia Daerah untuk Amuntai. Selain itu, Idham Chalid juga turut bergabung dengan beberapa partai yaitu Persatuan Rakyat Indonesia dan kemudian memutuskan untuk pindah ke partai Serikat Muslim Indonesia.

Selain aktif ketika menjelang masa-masa kemerdekaan, Idham Chalid juga memiliki peran ketika perang pada masa kemerdekaan di tahun 1947. Ia bersama dengan Hasan Basry turut berjuang dalam Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia di Kalimantan.

Usai perang, Idham Chalid kemudian diangkat menjadi anggota Parlemen Sementera untuk Republik Indonesia dan mewakili Kalimantan. Pada tahun 1950, KH. Idham Chalid juga terpilih sebagai anggota dari DPRS dan hadir mewakili Masyumi. namun , pada tahun 1952 ketika Nahdlatul Ulama memisahkan diri dengan Masyumi, Idham Chalid pun memutuskan untuk bergabung dengan Partai NU.

Selain sukses dengan karir politiknya, Idham Chalid juga memiliki peran sebagai kia yang diberi amanah sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tahun 1956 hingga 1984. Hingga kini, Idham Chalid masih menjadi ketua yang paling lama menjabat di NU.

Atas jasa-jasanya, Idham Chalid pun diberi gelar sebagai Pahlawan pada 8 November 2011. Lalu pada 19 Desember 2016, pemerintah mengabadikan Idham Chalid di pecahan uang kertas rupiah baru dengan nominal pecahan Rp 5 ribu.

6. KH Abdul Wahab Chasbullah

KH Abdul Wahab Chasbullah atau akrab disapa Mbah Wahab adalah salah satu pendiri Nahdlatul Ulama yang sebelumnya dikenal pula sebagai sosok pendiri kelompok dari diskusi Tashwirul Afkar atau pergolakan pemikiran, selain itu Mbah Wahab pun adalah sosok pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan atau kebangkitan negeri serta pendiri dari Nahdlatul Tujjar atau kebangkitan pedagang.

Sejak tahun 1924, Mbah Wahab telah mengusulkan agar membentuk suatu perhimpunan ulama di mana perhimpunan tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan dari kaun tradisionalis yang memiliki mazhab. Usulan dari Mbah Wahab pun terwujud dengan ia mendirikan NU pada tahun 1926 bersama dengan kiai dan tokoh pendiri lain.

Mbah Wahab mendapatkan gelar sebagai Rais Aam PBNU dan pernah menjabat sebagai pengasuh pesantren Bahrul Ulum Tambakberas di Jombang, ia juga adalah penggagas dari Majelis Islam A’la di Indonesia atau disingkat MIAI. pada tahun 1971, Mbah Wahab meninggal dunia lalu mendapatkan gelar sebagai pahlawan di 8 November tahun 2014.

Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

7. KH As’ad Syamsul Arifin

As’ad Syamsul Arifin adalah salah seorang kiai yang aktif dan berani ketika berperang melawan para penjajah, ia adalah salah seorang pengasuh dari pesantren Salafiyah Syafiiyah di Sukorejo, Banyuputih, Situbondo. Ketika menjadi pengasuh pesantren, As’ad Syamsul Arifin pun memimpin para pejuang Situbondo di Jember serta Bondowoso.

Ketika Indonesia memasuki masa-masa revolusi fisik, ia menjadi sosok kiai yang memotori atau menggerakan masaa dalam pertempuran ketika melawan penjajah 10 November 1945. Usai Indonesia mengalami kemerdekaan, para penggerak eknomi dan sosial masyarakat pun menyerap aspirasi dari para warga untuk kemudian mendorong para pemerintah daerah, presiden serta menteri untuk mewujudkan pembangunan yang merata.

Selain itu, Kiai As’ad Syamsul Arifin pun memiliki peran yang penting ketika menjelaskan kedudukan Pancasila pada rakyat. Saat itu, Kiai As’ad menjelaskan bahwa hadirnya Pancasila tidak akan mengganggu nilai keislaman. Berkat jasanya tersebut, Kiai As’ad pun mendapatkan anugerah sebagai Pahlawan pada tahun 2016 tepatnya pada 9 November.

8. KH. Syam’un

Selain sebagai pendiri NU, KH. Syam’un adalah pengurus NU di Serang, Banten. Ia pernah menghadiri Muktamar NU yang keempat di Semarang, Jateng pada tahun 1929, Muktamar NU yang kelima di Pekalingan tahun 1930 serta Muktamar NU yang kesebelas di Banjarmasi pada tahun 1936.

Syam’un adalah seorang alim dalam hal keilmuan yang menguasai tiga bahasa asing serta pernah mengajar di Arab ketika masa muda. Ketika kembali ke Indonesia usai mengajar di Arab Saudi, Syam’un kemudian bergabung dengan kelaskaran dan pernah menjadi soerang perwira tenta sukarela dari Pembela Tanah Air atau PETA. Ia juga pernah menjabat sebagai Komandan Batalyon yang memiliki pangkat daidancho atau mayor di tahun 1943.

Kemudian pada tahun 1948, ia naik pangkat menjadi brigadir jenderal dan memimpin gerilya di wilayah Banten dan wafat di tahun 1949 lalu mendapat gelar pahlawan nasional pada 8 November 2018.

Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

9. KH Masykur

KH Masykur adalah salah satu tokoh NU yang pernah menjadi anggota BPUPKI dan turut terlibat dalam perumusan Pancasila. Ia juga tercata sebagai pendiri dari Perta dan muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah ketika terjadi pertempuran pada 10 November 1945.

Ia memiliki peran penting dalam pembangunan moral anak bangsa dengan mendirikan Yayasan Sabilillah, yaitu lembaga yang aktif di bidang pendidikan dan mendapatkan gelar pahlawan nasional pada 8 November 2019.

Itulah kesembilan tokoh pendiri NU yang memiliki gelar sebagai pahlawan nasional. Gramdes dapat mengetahui lebih lanjut mengenai materi ormas Islam seperti NU dengan membaca buku. Buku dengan topik ini tersedia di Gramedia.com dan bisa langsung dipesan. Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia menyediakan buku-buku yang bermanfaat dan original untuk Grameds.

BACA JUGA:

  1. Sejarah NU (Nahdlatul Ulama), Ini Penjelasan Lengkapnya 
  2. Biografi Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dan Pemikirannya 
  3. Sosok Pendiri Muhammadiyah, Profil KH Ahmad Dahlan 
  4. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah, Ini Penjelasan Lengkapnya 
  5. Best Seller Buku Agama Islam (Terbaru Februari 2022) 

About the author

Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya