Agama Islam

Surat Al-Ashr: Bacaan, Arab Latin, Arti dan Tafsir Surat Al-Ashr

Written by Yufi Cantika

Seorang Muslim tidak hanya diwajibkan untuk melaksanakan sholat lima waktu saja, tetapi juga diwajibkan untuk belajar Al-Quran, kitab suci Umat Islam. Biasanya, ketika ada seseorang yang ingin mulai belajar membaca Al-Quran akan mulai belajar dan menghafalkan surat-surat pendek lebih dahulu. Salah satu surat pendek yang ada pada juz 30 adalah surat Al Ashr.

Surat Al Ashr hanya memiliki tiga ayat pendek saja dan sangat mudah dihafalkan. Secara garis besar, surat Al Ashr berisi tentang peringatan dari Allah SWT mengenai golongan orang-orang yang merugi, kecuali orang-orang yang memiliki amal soleh.

Surat Al Ashr berisi tentang ajakan untuk selalu melakukan kebaikan serta bersikap sabar, sehingga seorang mukmin tidak masuk dalam orang-orang merugi. Selain mudah dihafalkan, surat Al Ashr juga menyimpan tafsir dan manfaat yang baik bagi siapa saja yang membacanya.

Surat Al Ashr: Arab-Latin dan Artinya

Sumber: Pexels

Sebelum mengetahui ayat-ayat dari surat Al Ashr, berikut penjelasan mengenai asbabun nuzul dari surat Al Ashr. Dikutip dari laman bersamadakwah.net, dijelaskan bahwa Syaikh Muhammad Abduh mengatakan, orang-orang Arab jahiliyah dahulu biasa bersantai di waktu Ashar.

Mereka sering bercanda, berkumpul, hingga saling menyinggung dan pada akhirnya terjadilah perselisihan atau permusuhan di antara orang-orang Arab jahiliyah tersebut. Mereka kemudian mengutuk waktu Ashar.

Oleh sebab itu, Allah kemudian menurunkan surat Al Ashr sebagai bentuk peringatan, bahwa bukan waktu Ashar yang salah, tetapi orang-orang lalai tersebutlah yang salah. Manusia akan berada dalam kerugian, apabila ia tidak bisa memenuhi empat kriteria yang telah dijelaskan dalam surat Al Ashr.

Surat Al Ashr memiliki beberapa keutamaan, di antaranya adalah surat ini biasa dibaca oleh para sahabat Rasul pada akhir majelis dan menjadi salah satu doa penutup. Surat Al Ashr juga menjadi rangkuman dari kunci keselamatan, sehingga surat pendek ini dapat mewakili isi Al Quran.

Keutamaan dari surat Al Ashr tersebut juga sesuai dengan salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Ubaidillah bin Hafsah. Berikut arti dari hadist tersebut.

“Ada dua sahabat Nabi SAW, apabila mereka bertemu, mereka tidak akan berpisah apabila salah satu dari mereka berdua belum membaca surat Al Ashr lebih dulu, kemudian mereka pun mengucapkan salam.”

Lalu, dalam hadist yang lainnya, Imam Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hudzaifah hal yang sama. Sementara Syaikh Amru Khalid dalam Khawatir Qur’aniyah mengutip perkataan dari Imam Syafi’i, “seandainya Al Quran tidak turun, kecuali surat Al Ashr, maka telah cukup bagi manusia.”

Syaikh Adil Muhammad Khalil dalam Awwal Marrah at Tadabbar Al Quran pun menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengatakan bahwa, “ sekiranya Allah SAW tidak menurunkan hujjah pada hamba-hamba-Nya, selain surat ini (Al Ashr), maka surat ini telah cukup.”

Sementara itu, Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam buku Tafsir AL Munir menjelaskan bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “seandainya manusia memikirkan surat ini (Al Ashr), pastilah surat ini cukup bagi mereka.”

Setelah mengetahui asbabun nuzul dari surat Al Ashr, berikut ketiga ayat Arab-latin beserta arti dari surat Al Ashr.

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

Arab-latin: Wal-‘aṣr(i). (1) Innal-insāna lafī khusr(in). (2) Illal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti wa tawāṣau bil-ḥaqq(i), wa tawāṣau biṣ-ṣabr(i). (3)

Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran (QS. Al ‘Ashr).

Tafsir Surat Al Ashr

Sumber: Pexels

Surat Al Ashr adalah salah satu surat pendek yang banyak dihafalkan oleh kaum muslimin, dikarenakan hanya memiliki 3 ayat dan mudah diingat. Akan tetapi, sayangnya hanya ada sedikit kamu muslimin yang dapat memahami makna atau tasir dari surat Al Ashr ini. Padahal, meskipun surat Al Ashr merupakan surat pendek, akan tetapi kandungan makna di dalamnya sangatlah dalam, hingga Imam Asy Syafi’i pernah berkata,

لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسَعَتْهُمْ

“Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini (Al Ashr), maka niscaya hal tersebut akan cukup bagi mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/499).

Dikutip dari laman muslim.or.id, maksud dari perkataan Imam Asy Syafi’i dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin ra. Ia berkata bahwa maksud Imam Asy Syafi’i tentang surat Al Ashr adalah surat ini telah cukup untuk manusia, sehingga manusia terdorong untuk selalu memegang teguh agama Allah.

Oleh sebab itu, umat manusia selalu beriman, beramal sholeh, berdakwah pada Allah SWT dan bersikap sabar menghadapi segala hal. Dijelaskan pula bahwa maksud dari Imam Asy Syafi’i bukanlah manusia cukup hanya dengan surat ini tanpa menjalankan syariat agama Islam yang lainnya.

Dikarenakan seseorang yang memiliki akal, jika ia mendengar ataupun membaca surat Al Ashr, maka ia pasti akan berusaha untuk dapat membebaskan diri dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang telah disebutkan dalam surat Al Ashr, yaitu beriman, memiliki amal sholih, saling menasehati, sehingga kebenaran dapat ditegakkan (berdakwah) dan saling menasehati agar dapat bersikap sabar.

Keutamaan Surat Al Ashr

Agar lebih jelas, berikut keempat poin yang disebutkan dalam surat Al Ashr.

1. Iman yang dilandasi oleh ilmu 

Dalam surat Al Ashr, Allah SAW telah menjelaskan bahwa seluruh umat manusia benar-benar akan berada di dalam kerugian. Kerugian yang dimaksud oleh Allah dalam ayat ini adalah kerugian yang sifatnya mutlak, maka artinya seseorang merugi di dunia serta di akhirat, tidak mendapatkan kenikmatan serta berhak untuk masuk dalam neraka.

Oleh sebab itu, maka dalam surat Al Ashr Allah SWT menggeneralisir bahwa kerugian-kerugian yang disebutkan tersebut pasti akan dialami oleh manusia, kecuali orang-orang yang memiliki empat kriteria seperti yang telah disebutkan dalam surat Al Ashr. (Taisir Karimir Rohmaan halaman 934).

Kriteria pertama adalah beriman pada Allah SWT. Keimanan pada Allah tentunya tidak akan terwujud tanpa adanya ilmu, dikarenakan keimanan adalah cabang dari ilmu serta keimanan tersebut tidak akan sempurna apabila tidak dibarengi dengan ilmu pula.

Ilmu yang dimaksudkan ialah ilmu syar’i atau ilmu agama. Setiap muslim memang memiliki kewajiban untuk mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai macam permasalahan agama. Contohnya seperti prinsip keimanan serta syariat Islam, ilmu mengenai hal-hal yang wajib dijauhi seperti hal-hal yang diharamkan serta apa saja yang dibutuhkan oleh seseorang dalam bermuamalah.

Hal ini dijelaskan pula oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مَسْلَمٍ 

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah No. 224 sanad shahih).

Lalu Imam Ahmad juga mengatakan bahwa “seseorang wajib menuntut ilmu yang dapat membuat dirinya mampu untuk menegakan agama.” (Al Furu’ 1/525)

Oleh karena, sudah menjadi kewajiban bagi setiap umat muslim untuk senantiasa belajar berbagai hal keagamaan yang wajib dilakukan, contohnya hal-hal yang berkaitan dengan ibadah, akidah dan juga muamalah.

Semua aspek tersebut hukumnya fardhu ain untuk dipelajari dikarenakan seseorang pada dasarnya tidak mengetahui hakikat dari keimanan, sehingga ia diharuskan mempelajarinya untuk dapat mengetahuinya. Hal ini sesuai pula dengan firman Allah dalam surat Asy Syuura ayat 52.

مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ  نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا

“Sebelumnya tidaklah kamu ketahui apakah Al Quran itu serta tidak pula kamu mengetahui apa iman, akan tetapi Kami menjadikan Al Quran sebagai cahaya yang Kami tunjukan dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara para hamba Kami.” (Asy Syuura: 52).

2. Mengamalkan Ilmu

Seseorang tidak dikatakan menuntut ilmu, kecuali apabila ia memiliki niat untuk bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu yang ia pelajari. Maknanya, seseorang dapat merubah ilmu yang telah ia pelajari menjadi suatu perilaku yang nyata serta tercermin dalam amalan maupun pemikirannya.

Oleh sebab itu, Fudhail bin ‘Iyadh ra pun pernah berkata, “Seseorang yang berilmu akan tetap menjadi bodoh, hingga ia dapat mengamalkan ilmunya. Jika ia mengamalkan ilmunya, maka barulah ia menjadi seseorang yang alim.” (Hushul Al Ma’mul).

Perkataan ini mengandung makna yang cukup dalam, dikarenakan jika ada seseorang yang memiliki ilmu, tetapi ia tidak ingin mengamalkannya maka pada hakikatnya adalah orang bodoh, sebab tidak ada perbedaan di antara dia dan orang bodoh.

Oleh karena itu, orang yang memiliki ilmu akan tetapi ia tidak mengamalkannya tergolong sebagai orang yang merugi, dikarenakan bisa jadi ilmu tersebut justru akan berbalik dan menggugatnya.

Pernyataan ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ad Darimi. Berikut bunyi hadistnya.

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يَسْأَلَ عَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ

“Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya di hari kiamat nanti hingga ia ditanyai tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut.” (HR. Ad Darimi No 537 sanad shahih).

3. Berdakwah pada Allah

Poin ketiga tafsir surat Al Ashr adalah berdakwah. Berdakwah adalah jalan untuk mengajak manusia lebih dekat pada Allah SWT. Dakwah adalah tugas dari para Rasul dan jalan bagi orang-orang yang mengikuti jejak Rasul dengan baik, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Yusuf ayat 108.

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٠٨)

“Katakanlah bahwa, “inilah jalan (agama) ku, aku serta orang-orang yang mengikuti diriku mengajak kamu pada Allah dengan hujjah yang nyata, maha suci Allah serta aku tidak ada termasuk orang-orang musyrik.” (Yusuf: 108).

Dakwah tidak hanya sebagai jalan bagi umat muslim dalam menyebarkan ajaran agama Islam dan mengajak manusia agar mendekat pada Allah, akan tetapi ada beberapa keutamaan dari dakwah sesuai dengan hadist serta firman Allah dalam Al Quran.

Salah satunya adalah firman Allah dalam surat Fushilat ayat 33 yang berbunyi berikut ini:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya dibandingkan orang-orang yang menyerukan pada Allah, mengerjakan amal sholeh serta berkata: “Sesungguhnya aku termasuk dari orang-orang yang berserah diri?”” (QS. Fushilat: 33).

Ada pula hadist yang menjelaskan mengenai keutamaan dari berdakwah pada Allah, yaitu sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari. Berikut bunyi hadistnya.

فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

“Demi Allah, sungguh apabila Allah memberi petunjuk pada seseorang dengan perantara dirimu, maka itu lebih baik bagi dirimu dibandingkan unta merah.” (HR. Bukhari no 2783).

Setelah mengetahui dalil shahih tentang keutamaan dari berdakwah, maka sebagai seorang muslim yang baik yang telah mengetahui kebenaran, harus ikut andil dalam menyelamatkan saudara seiman dengan cara mengajak mereka untuk memahami serta melaksanakan perintah dan agama Allah dengan benar.

Pada hakikatnya, orang-orang yang lalai akan kewajibannya dalam berdakwah akan berada dalam kerugian, meskipun ia adalah orang yang memiliki ilmu serta mengamalkan ilmunya.

Orang tersebut masih berada dalam kerugian, seperti yang dijelaskan dalam surat Al Ashr, dikarenakan ia hanya mementingkan dirinya sendiri atau bersikap egois serta tidak mau memikirkan bagaimana cara untuk menyelamatkan umat muslim lain dari kebodohan tentang agamanya sendiri.

Maka, orang yang tidak peduli pada dakwah adalah orang-orang yang tidak mampu mengambil nilai atau pelajaran sesuai dengan sabda Rasulullah berikut ini.

“Tidak sempurna keimanan seseorang di antara kalian, hingga ia merasa senang jika saudaranya mendapatkan apa yang ia senangi.” (HR. Bukhari no 13).

4. Bersabar dalam berdakwah

Seorang pendakwah atau da’i tentunya akan menemui rintangan dalam perjalanan dakwah yang ia jalani. Hal ini karena para dai mengajak manusia untuk mengekang dirinya dari hawa nafsu serta kesenangan duniawi atau bahkan adat istiadat yang terkadang menyelisihi syariat agama Islam.

Ketika menemui kesulitan tersebut, maka seorang da;i diharuskan mengingat firman Allah dalam surat Al An’an ayat 34, berikut bunyinya.

“Dan sesungguhnya telah didustakan juga para Rasul sebelum dirimu, akan tetapi mereka bersabar pada pendustaan serta penganiayaan (yang dilakukan) pada mereka, hingga datangnya pertolongan Kami pada mereka.” (QS. Al An’an: 34).

Seorang pendakwah diwajibkan untuk bersikap sabar ketika berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Ia harus bersabar atas segala rintangan maupun halangan, seperti firman Allah dalam surat Al LUqman ayat 17, berikut bunyinya.

“Wahai anakku, dirikanlah sholat serta suruhlah (manusia) untuk mengerjakan hal yang baik serta cegahlah mereka dari segala perbuatan munkar dan bersabarlah pada apa-apa yang menimpa dirimu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal yang diwajibkan Allah.” (QS. Luqman: 17).

Kemudian, di akhir dari tafsir surat Al Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As Saidi ra mengatakan, “maka dengan dua hal pertama (Ilmu dan amal) manusia dapat menyempurnakan diri sendiri. Sementara dengan dua hal terakhir (dakwah dan sabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain dan dengan menyempurnakan empat kriteria tersebut, maka manusia dapat selamat dari kerugian serta mendapat keuntungan besar.” (Taisiir Karimir Rohmaan halaman 934).

Demikianlah penjelasan tentang surat Al Ashr, lafadz ayat lengkap dengan arti dan tafsirnya. Bagi Grameds yang ingin mempelajari tafsir Quran dari surat lainnya, maka dapat mencari informasinya dengan membaca buku.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, gramedia.com menyediakan buku-buku bermanfaat dan original untuk Grameds. Membaca banyak buku dan artikel tidak akan pernah merugikan kalian, karena Grameds akan mendapatkan informasi dan pengetahuan #LebihDenganMembaca.

Penulis: Khansa

Rujukan: 

  • https://muslim.or.id/2535-tafsir-surat-al-ashr-membebaskan-diri-dari-kerugian.html
  • https://litequran.net/al-asr
  • https://bersamadakwah.net/surat-al-ashr/

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika