Sejarah

Mengetahui Peristiwa Bandung Lautan Api Beserta Latar Belakangnya

peristiwa bandung lautan api
Written by Fandy

Peristiwa Bandung Lautan Api – Setiap negara pastinya memiliki sejarahnya masing-masing, seperti negara Indonesia. Salah satu peristiwa bersejarah yang ada di negara Indonesia adalah peristiwa Bandung Lautan Api. Pada masa itu, kondisi kota Bandung cukup keos dan terjadi pembakaran di banyak tempat.

Namun, tak semua orang mengetahui apa itu peristiwa Bandung Lautan Api. Pada artikel ini, kita akan belajar bersama tentang peristiwa Bandung Lautan Api beserta latar belakang terjadinya. Jadi, simak ulasan pada artikel ini sampai habis, Grameds.

Gambaran Peristiwa Bandung Lautan Api

Sebelum kita membahas perjuangan Bandung Lautan Api, ada baiknya jika kita membahas mengenai gambaran kota Bandung, Jawa Barat. Bandung adalah ibu kota provinsi Jawa Barat, Indonesia serta menjadi kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Secara kepadatan kota ini merupakan kota terpadat kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan kepadatan mencapai 15,051/km2.

Kota kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada zaman dulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon dan bunga-bunga yang tumbuh di sana. Selain itu, Bandung dahulunya disebut juga dengan “Paris Van Java” karena keindahannya.

Bahkan, kota Bandung juga dikenal sebagai kota belanja dengan mall dan factory outlet yang banyak tersebar di kota ini, dan saat ini berangsur-angsur kota Bandung juga menjadi kota wisata kuliner. Pada tahun 2007, konsumsi beberapa LSM Internasional menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota terkreatif Se-Asia Timur. Saat ini, kota Bandung merupakan salah satu kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan.

Balik lagi, ke peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi tanggal 23 Maret 1946. Salah satu titik penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini ditandai dengan pengosongan dan pembakaran Bandung oleh rakyat dan tentara agar tidak dijadikan markas pasukan sekutu dan NICA (Belanda). Aksi membumihanguskan di Bandung dipandang sebagai taktik yang dirasa paling ideal dalam situasi saat itu karena kekuatan pasukan Republik Indonesia tidak sebanding dengan kekuatan sekutu dan NICA.

Bandung Lautan Api menjadi salah satu peristiwa paling heroik dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan diabadikan dalam berbagai bentuk karya seni, seperti lagu atau film.

Latar Belakang dan Penyebab Peristiwa Bandung Lautan Api

Djoened Poesponegoro dan kawan-kawan dalam Sejarah Nasional Indonesia VI (2008) menjelaskan bahwa peristiwa Bandung Lautan Api diawali dengan datangnya pasukan Sekutu/Inggris pada 12 Oktober 1945. Tidak hanya itu, waktu kedatangan tentara sekutu ini juga hanya berjarak hitungan hari dari dibentuknya TKR.

Tentara Keamanan Rakyat (TKR)

peristiwa bandung lautan api

Sumber: Tribun Wiki

Indonesia sebelumnya sedang menyatukan perjuangan revolusi para pemuda melalui Badan Keamanan Rakyat (BKR) sejak 22 Agustus 1945. Badan Keamanan Rakyat tersebut kemudian beralih nama menjadi TKR terhitung pada 5 Oktober 1945. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) adalah nama angkatan perang pertama yang didirikan oleh pemerintah Indonesia.

TKR didirikan pada 5 Oktober 1945, beberapa pekan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. TKR ini dibentuk dari beberapa barisan militer meliputi Tentara Kolonial Hindia Belanda (KNIL), tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Adapun pembentukan TKR bertujuan untuk mengatasi situasi yang mulai tidak aman, karena tentara sekutu kembali datang ke Indonesia.

Pada tanggal 5 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat yang berisi tentang pembentukan tentara kebangsaan. Moh.Hatta kemudian memanggil mantan perwira KNIL, Urip Sumoharjo untuk menyusun organisasi tentara. 6 Oktober 1946, pemerintah mengangkat Supriyadi, tokoh PETA, organisasi buatan Jepang di Blitar, untuk menjadi Menteri Keamanan Rakyat.

Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 9 Oktober 1945 menyerukan mobilisasi TKR, yaitu bagi seluruh pemuda Indonesia untuk mendaftarkan diri sebagai anggota TKR, baik yang sudah atau belum pernah memperoleh latihan militer. Markas tertinggi TKR awalnya ditetapkan di Purwokerto, tetapi setelah menerima berbagai saran dan pertimbangan strategi dari Urip, maka markas tertinggi dipindahkan di Yogyakarta. Saat ini, markas tersebut telah menjadi Museum Dharma Wanita Wiratama.

TKR LAUT

Setelah TKR dibentuk pada 5 Oktober 1945, disusul dengan pembentukan TKR Laut yang disahkan pada tanggal 15 November 1945. Markas TKR Laut juga berada di Yogyakarta. Untuk menciptakan keseragaman organisasi TKR, maka dilakukan perundingan antara para pimpinan TKR Laut yaitu Mas Pardi, Nazir, Sumarno. RE Martadinata dan R Suardi.

Perundingan tersebut dilakukan bersama dengan Urip Sumoharjo selaku Kepala Staf Umum TKR. Hasil yang diperoleh dari perundingan tersebut adalah diputuskan untuk membentuk divisi TKR Laut yang terdiri dari:

  1. Divisi I Jawa Barat markas di Cirebon
  2. Divisi II Jawa Tengah markas di Purworejo
  3. Divisi III Jawa Timur di markas di Surabaya

TKR ATAS PENERBANGAN

Pada tanggal 5 Oktober 1945, dikeluarkan Maklumat Nomor 6 yang mengharuskan TKR bertanggung jawab atas seluruh keamanan baik di darat, laut dan udara. Oleh sebab itu, pertanggung jawaban dan wewenang atas seluruh pangkalan udara berada di bawah kontrol TKR.

Pada 12 Desember 1945, markas tertinggi TKR menyatakan pembentukan bagian penerbangan sebagai bagian dari Markas Besar Umum. Para pemimpin TKR atas penerbangan adalah Soerjadi Soerjadarma sebagai ketua dan Martokoesoemo sebagai Wakil Kepala TKR.

Berdasarkan Penetapan Pemerintah

No. 4/SD Tahun 1946, maka nama dari TKR resmi diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). TRI diresmikan pada tanggal 26 Januari 1946. Perubahan nama ini didasari dengan banyaknya laskar-laskar perjuangan dan barisan bersenjata yang dibentuk oleh rakyat Indonesia di daerah masing-masing.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia ingin menegaskan bahwa satu-satunya organisasi militer di Negara Republik Indonesia adalah TRI. Namun, TRI juga tidak berlangsung lama, pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno kembali mengubah nama TRI menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). TNI sendiri merupakan hasil peleburan dari berbagai laskar perjuangan dan barisan bersenjata TRI.

https://www.gramedia.com/products/soekarno-di-bandung?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

PETA

peristiwa bandung lautan api

Sumber: Tirto.ID

PETA merupakan kepanjangan dari Pembela Tanah Air. Peta adalah kesatuan paramiliter sukarela yang dibentuk Jepang pada masa penjajahan Dai Nippon di Indonesia, tepatnya tanggal 3 Oktober 1943. Sejarah Peta tidak terlepas dari kebutuhan militer Jepang dalam Perang Dunia II.

Anggota PETA adalah para pemuda Indonesia dan dibentuk dengan tujuan untuk membela tanah air dari ancaman sekutu dalam Perang Asia Timur Raya yang merupakan bagian dari Perang Dunia II yang sedang dihadapi Jepang. Nantinya para prajurit jebolan Peta menjadi salah satu pilar utama terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah Indonesia merdeka.

TKR adalah cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Membombardir pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai pada 8 Desember 1941 menjadikan Jepang berkuasa terhadap wilayah-wilayah di Asia, salah satunya Indonesia yang kala itu yang merupakan bagian dari Perang Dunia II yang sedang dihadapi Jepang. Nantinya, para prajurit jebolan PETA menjadi salah satu pilar utama terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah Indonesia merdeka.

TKR adalah cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kala itu di duduki Belanda. Tanggal 11 Januari 1942, pasukan Jepang mendarat di wilayah Indonesia. Tepatnya di Tarakan, Kalimantan bagian Utara dekat perbatasan Malaysia. Tak lama lagi, Belanda harus menyerahkan pendudukan Indonesia kepada Jepang. Secara resmi, pengalihan kekuasaan antara Jepang dan Belanda didasarkan pada Perjanjian Kalijati yang digelar di Subang, Jawa Barat.

Suhartono dalam Sejarah Pergerakan Nasional: 1908-1945 (2001), menyebutkan bahwa perundingan di Kalijati pada 8 Maret 1942 menyepakati bahwa angkatan perang Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Alasan dibentuknya PETA pada masa itu, Jepang masih menghadapi pasukan sekutu dalam Perang Dunia II. Oleh karena itu, pendudukannya di Indonesia dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan perang.

Salah satunya adalah pemanfaatan pemuda-pemuda Indonesia sebagai pasukan tambahan Jepang dalam Perang Dunia II. Dikutip dari Kepemimpinan ABRI dalam perspektif Sejarah (1997) karya Suyatno Kartodirdjo, mobilitas penduduk oleh pemerintah Jepang mempercepat proses penyerapan dan pengetahuan tentang kemiliteran yang dimiliki Jepang.

Pada dasarnya, terdapat perbedaan alasan terkait pembentukan PETA dari kedua pihak. Indonesia sejak dulu mendambakan latihan militer sebagai bekal melawan penjajahan dan mengejar cita-cita kemerdekaan. Sedangkan Jepang membentuk Peta karena membutuhkan tambahan pasukan terlatih dalam bidang militer sebagai tindakan antisipasi untuk menghadapi sekutu jika menyerang wilayah Indonesia.

Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah Jilid II (2006) menuliskan bahwa keinginan untuk membentuk PETA dari pihak Indonesia kemudian dikuatkan dengan surat dari Gatot Mangkoepradja kepada Gunseikan, pemimpin tertinggi pemerintahan militer Jepang yang berkedudukan di Jakarta. Gatot Mangkoepradja termasuk tokoh pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927 di Bandung.

Bersama Soekarno serta sejumlah tokoh lainnya, ia ditangkap aparat Hindia Belanda di Yogyakarta, kemudian dijebloskan ke penjara di Bandung, yang berujung dalam momen “Indonesia Menggugat” tahun 1929. Dalam suratnya, Gatot Mangkoepradja meminta agar Jepang membentuk barisan pemuda Indonesia untuk membela tanah air dari ancaman Sekutu dalam perang Asia Timur Raya. “…bangsa Indonesia bukan saja tinggal di belakang dan memperkuat garis belakang, akan tetapi juga turut terjun ke Medan perang, ikut melawan dan meruntuhkan kekuasaan Inggris, Amerika dan sekutunya“, tulisnya dikutip dari Surat Gatot Mangkoepradja dipersembahkan di hadapan Padoeka Jang, Moelja Gunseikan di Djakarta (1943).

Nugroho Notosusanto dalam Tentara Peta pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia (1979) menyatakan bahwa prakarsa untuk membentuk pasukan tambahan yang terdiri dari orang-orang lokal memang harus datang dari seorang pemimpin Indonesia. Tugas dan tujuan PETA dikutip dari tulisan Nezia Anisa berjudul “Apa itu Peta” (2016) yang dimuat di laman Universitas Malahayati, tujuan terbentuknya Peta dapat ditinjau dari dua sisi.

Dilihat dari pihak Jepang, dibentuknya PETA sebagai usaha Jepang untuk menarik simpati agar rakyat Indonesia memberikan bantuan dalam Perang Asia Timur Raya. Berdasarkan latar belakang terbentuknya, maka tugas Peta adalah untuk membantu pasukan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Selain itu, tugas pasukan PETA sesuai dengan namanya adalah untuk membela tanah air Indonesia dari ancaman bangsa Barat. Terbentuknya PETA bagi Indonesia merupakan usaha untuk membangkitkan semangat juang para pemuda-pemuda Indonesia agar para pemuda terlatih dalam bidang kemiliteran.

Adanya PETA juga sebagai bentuk awal persiapan kekuatan militer apabila sewaktu-waktu Indonesia merdeka. Oleh karena itu, PETA juga diikutsertakan oleh para pemimpin bangsa saat itu untuk mempersiapkan kemerdekaan. Tokoh-tokoh PETA, seperti Gatot Mangkoepradja, Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Ageng Suryomentaram, Ki Hajar Dewantara, KH. Mas Mansoer dan tokoh-tokoh lainnya berperan dalam pembentukan serta perkembangan PETA sebelum kemerdekaan RI.

Nantinya, dari PETA muncul tokoh-tokoh yang berperan besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan menanamkan pondasi dalam pembentukan angkatan perang Indonesia atau yang kemudian menjadi TNI. Tokoh militer Indonesia yang merupakan lulusan PETA antara lain: Soedirman, Soeharto, Ahmad Yani, Supriyadi, Basuki Rahmat, Sarwo Edhie Wibowo, Umar Wirahadikusumah, Soemitro, Poniman, Latief Hendraningrat, Kemal Idris, Suparjo Rustam, GPh djatikoesoemo dan lainnya.

Pembantu Tentara (Heiho) dan bekas barisan pemuda (Seinendan). Beberapa pekan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang ke Indonesia usai memenangkan Perang Dunia II melawan Jepang.

Mohammad Ully Purwasatriya dalam penelitian bertajuk “Peranan Sukanda Bratamanggala dan Sewaka di Bandung Utara dalam Mempertahankan Kemerdekaan Tahun 1945-1948 (2014), menyampaikan bahwa awalnya kedatangan mereka hanya untuk membebaskan tentara Sekutu dari tahanan Jepang.

Namun, ternyata Belanda atau NICA membonceng pasukan sekutu dan ingin menguasai Indonesia lagi. Bergejolak perlawanan dari prajurit dan rakyat Indonesia atas kehadiran Belanda.

Peristiwa Bandung Lautan Api

peristiwa bandung lautan api

Sumber: Klausa.co

Pasukan sekutu mulai melancarkan propaganda. Rakyat Indonesia diperingatkan agar meletakkan senjata dan menyerahkannya kepada sekutu. Pihak Indonesia tidak menggubris ultimatum tersebut. Angkatan perang RI merespons dengan melakukan penyerangan terhadap markas-markas sekutu di Bandung bagian Utara, termasuk Hotel Homan dan Hotel Preanger yang menjadi markas besar sekutu, pada malam tanggal 24 November 1945.

Pada 27 November 1945, Kolonel MacDonald selaku panglima perang sekutu sekali lagi menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, Mr.Datuk Djamin, agar rakyat dan tentara segera mengosongkan wilayah Bandung Utara. Peringatan yang berlaku sampai tanggal 29 November 1945 pukul 12.00 harus dipenuhi. Jika tidak, maka sekutu akan bertindak keras.

Ultimatum kedua itu pun tidak di gubris sama sekali. Beberapa pertempuran terjadi di Bandung Utara. Pos-pos sekutu di Bandung menjadi sasaran penyerbuan. Tanggal 17 Maret 1946 Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan jenderal Montagu Stopford memperingatkan kepada Sutan Syahrir selaku Perdana Menteri RI agar militer Indonesia segera meninggalkan Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer dari pusat kota. Hanya pemerintah sipil, polisi dan penduduk sipil yang diperbolehkan tinggal. Menindak lanjuti ultimatum tersebut, pada 24 Maret 1946 pukul 10.00.

Tentara Republik Indonesia (TRO) dibawah pimpinan Kolonel A.H. Nasution memutuskan untuk membumihanguskan Bandung. Rakyat mulai diungsikan. Sebagian besar bergerak dari selatan rel kereta api ke arah selatan sejauh 11 kilometer. Gelombang pengungsian semakin membesar setelah matahari tenggelam. Membumihanguskan Bandung pun dimulai. Warga yang hendak meninggalkan rumah membakarnya terlebih dahulu. Pasukan TRI punya rencana yang lebih besar lagi.

TRI merencanakan pembakaran total pada 24 Maret 1945 pukul 24.00 namun rencana ini tidak berjalan mulus karena pada pukul 20.00 dinamit pertama telah meledak di Gedung Inside Restaurant. Lantaran tidak sesuai rencana, pasukan TRI melanjutkan aksinya dengan meledakkan gedung-gedung dan membakar rumah-rumah warga di Bandung Utara. Malam itu, Bandung terbakar dan peristiwa itu kemudian dikenal dengan sebutan “Bandung Lautan Api”.

Tokoh-tokoh dalam peristiwa Bandung lautan api dari Indonesia, yaitu: Mohammad Endang Karmas, Moeljono, Datuk Djamin, Soetan Sjahrir, Kolonel A.H. Nasution. Sedangkan tokoh-tokoh dalam peristiwa Bandung lautan api dari Belanda, yaitu: Brigade MacDonald, Letnan Jenderal Montagu Stopford.

Bandung yang saat ini menjadi tempat yang indah, tentunya tidak terlepas dari sejarah masa lalunya. Grameds bisa mengetahui Bandung lebih jauh dengan membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Demikian pembahasan tentang peristiwa Bandung Lautan Api, semoga semua pembahasan di atas bisa bermanfaat untuk Grameds.

Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Yufi Cantika Sukma Ilahiah

Baca juga:

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.