Sejarah

Pendiri Kerajaan Cirebon dan Mengenal Sejarah, Letak, Peninggalannya

pendiri kerajaan cirebon
Written by Fandy

Pendiri Kerajaan Cirebon – Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita kenal sebagaimana sekarang ini, telah menempuh sejarah panjang terkait berbagai kerajaan yang pernah tumbuh dan sirna yang tersebar di seluruh bagian nusantara.

Kerajaan-kerajaan itu pernah memiliki pemerintahannya masing-masing di bawah kekuasaan berdaulatnya sendiri-sendiri yang masih bersifat tradisional. Nusantara yang kita kenal ini pernah melahirkan kerajaan-kerajaan terbesar yang berhasil berkuasa di wilayah Asia Tenggara di mana terkenang sepanjang sejarah peradaban dunia Timur.

Di pulau-pulau utama di Indonesia sendiri, seperti Jawa dan Sumatera, banyak lahir kerajaan yang berperan dalam perkembangan peradaban nusantara. Hal ini belum termasuk jika kita menyebutkan kerajaan-kerajaan kecil yang tersebar di pulau-pulau dan pelosok-pelosok nusantara lainnya, di seperti yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Bali, Kepulauan Maluku, hingga Papua.

Dalam konsep hukum tata negara, bentuk pemerintahan ini disebut monarki. Pemerintahan semacam ini sendiri merupakan bentuk pemerintahan yang memiliki ciri di mana pemimpin yang memangku kekuasaan memperoleh legitimasi atau pengakuan dari rakyat atas kekuasaannya dari kepercayaan kolektif bahwa pemimpin atau raja yang berkuasa merupakan jelmaan dari sosok yang maha kuasa dalam wujud manusia, bahkan bisa saja dipersamakan dengan sosok Tuhan itu sendiri.

Dengan demikian, seorang raja yang menjadi penguasa biasanya dianggap berpengetahuan, berketerampilan, hingga berkharisma tinggi yang mana hanya dimiliki dirinya sendiri saja sehingga rakyat menganggapnya sebagai sosok yang istimewa.

Jika kita meneropong pemerintahan yang berbentuk kerajaan dari sudut teori hukum ketatanegaraan, maka kita dapat memastikan bahwa suatu kerajaan dapat terbentuk akibat adanya golongan-golongan elit tertentu yang berhasil menguasai seluruh tanah di wilayah kekuasaan setempat sehingga golongan rakyat jelata merupakan kelas yang “menumpang” kepada raja yang berkuasa.

Oleh karena kekuasaannya tersebut, seorang raja biasanya menguasai sumber mangan penduduk secara masif, seperti pertanian dan peternakan, sehingga raja lah yang menentukan kelangsungan perekonomian kerajaan sekaligus dapat menentukan pajak yang harus dibayarkan oleh rakyatnya.

Dalam menyelenggarakan pemerintahannya, seorang raja harus menjaga kestabilan politik kerajaannya. Dengan demikian, dalam rangka mencapai kestabilan politik kerajaan, sehingga dapat terhindar dari kekuatan yang mengganggu, baik dari dalam maupun luar kerajaan, pemerintahan yang dibentuk oleh seorang raja harus pula dilengkapi dengan alat perlengkapan berupa pasukan militer.

Melalui pembentukan kekuatan militer yang kuat, raja dapat mengamankan dan menjaga kerajaannya dari pemberontakan di dalam negeri dengan menerjunkan tentara yang bertugas memadamkan konflik sekaligus melindungi dan mempertahankan kekuasaan kerajaannya dari kekuatan luar maupun melakukan penaklukan terhadap kerajaan lain dengan memerintahkan bala tentaranya untuk berperang.

Dalam memerintah sebuah kerajaan, seorang raja biasanya memiliki kekuasaan yang bersifat absolut atau tidak terbatas. Apa saja bentuk perintah yang seorang raja titahkan merupakan sebuah sabda yang harus diakui sebagai kebenaran murni oleh rakyatnya.

Dengan kondisi demikian, kedaulatan tertinggi dalam bentuk pemerintahan ini dipegang oleh seorang raja yang berkuasa. Dengan kata lain, raja merupakan penentu arah kerajaan itu sendiri, sementara rakyat merupakan golongan yang harus patuh atas apa yang diperintahkan raja.

Kekuasaan raja yang berkuasa tentu tidak terbatas oleh waktu, kecuali kematian raja itu sendiri atau kudeta yang dilakukan oleh lawan politiknya. Dalam catatan sejarah,, raja-raja yang telah wafat biasanya menyerahkan kekuasaannya atas pemerintahan kerajaan kepada keturunannya, terutama anak kandung laki-laki yang berusia paling dewasa dan memiliki pengaruh yang besar dalam berpolitik.

Tak hanya itu, dapat kita dikatakan dalam bentuk pemerintahan monarki sendiri pemegang kekuasaan pembantu yang bertugas membantu pekerjaan raja berasal dari golongan terbatas. Kaum bangsawan ini berasal dari golongan-golongan elit tertentu, terutama yang berasal dari kerabat dan rekan terdekat raja. Dengan demikian, dalam bentuk pemerintahan ini akan terlihat dengan jelas pemisahan kelas antara golongan elit atau bangsawan dan golongan rakyat jelata.

Nusantara sendiri memiliki deretan daftar panjang sejarah kerajaan yang pernah berkuasa. Sejarah masa berjayanya kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di nusantara sendiri telah mengalami siklus sejarah yang panjang, di mana dimulai dari tahap perintisan dan pembangunan, kejayaan, hingga keruntuhan. Kerajaan-kerajaan yang pernah berhasil membangun perekonomian yang kuat, sehingga dapat mensejahterakan rakyatnya tentu memperoleh masa kekuasaan yang lebih lama dibanding kerajaan-kerajaan yang gagal.

Tak hanya dari sektor ekonomi yang menentukan arah suatu kerajaan, pengembangan pasukan militer dan politik luar negeri juga menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam ketahanan suatu kerajaan. Selain itu, karakter seorang raja yang memimpin juga memiliki pengaruh besar dalam kelangsungan sebuah kerajaan. Apabila raja bersifat bijak dalam berkuasa, maka dengan sendirinya ia akan memperkuat kekuasaan yang dimikinya. Sementara itu, seorang raja yang tidak memiliki karakter yang kuat dan tidak berkompeten akan berpotensi dalam menentukan kehancuran kerajaan.

P. Mardiyono – Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa
https://www.gramedia.com/products/genealogi-kerajaan-islam-di-jawa?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Di antara sederet kerajaan yang pernah tersebar dan berkuasa di tanah nusantara, Kerajaan Cirebon merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang menaruh tonggak penting dalam sejarah nusantara, terutama di Jawa Barat. Kesultanan Cirebon berhasil menjadi salah satu kerajaan Islam berpengaruh selama rentang waktu abad ke-15 hingga abad ke-17 Masehi. Dengan berkuasa di daratan utara Jawa, Kesultanan Cirebon pernah berhasil mencapai puncak kejayaannya dengan hampir sempurna.

Syaeful Cahyadi – Pasang Surut Kerajaan-Kerajaan Di Pulau Jawa Zaman Klasik
https://www.gramedia.com/products/pasang-surut-kerajaan-kerajaan-di-pulau-jawa-zaman-klasik-m?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Dalam artikel kali ini, kami mengajak Grameds untuk mengenal lebih jauh tentang Kerajaan Cirebon, mulai dari pendirian, kejayaan, hingga keruntuhannya. Selain itu, kami juga akan membahas apa saja peninggalan penting dan tokoh-tokoh kunci selama kelangsungan kerajaan bercorak Islam dari pesisir timur Jawa ini. Berikut pembahasannya.

Letak dan Sejarah Kerajaan

pendiri kerajaan cirebon

Sumber: Nusantara.rmol.id

Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan bercorak Islam dengan pusat kekuasaan di pesisir utara Pulau Jawa, di mana wilayahnya terletak di antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letak geografis inilah yang juga menjadi jembatan dua kebudayaan besar: Sunda dan Jawa.

Meskipun mencakup dua kebudayaan tersebut, Kerajaan Cirebon tidak didominasi oleh salah satu kebudayaan saja, melainkan memiliki kebudayaan yang khas. Selain itu, dikarenakan kekuasaan kerajaan berdasarkan ajaran agama Islam, kerajaan ini juga dapat dikatakan sebagai kesultanan, di mana raja yang berkuasa merupakan seorang sultan.

Sejarah Kerajaan Cirebon bersumber pada Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. Kerajaan Cirebon sendiri awalnya berasal dari salah satu dukuh kecil bernama Caruban (dalam bahasa sunda artinya campuran) yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa.

Sebagai daerah pesisir yang ramai karena dijadikan pusat pelabuhan, Cirebon perlahan menjadi peradaban dengan jumlah populasi yang besar. Perlahan wilayah Cirebon menjadi kota besar yang ramai penduduk.

Dengan demikian penamaan Caruban sudah sesuai karena di sana telah lahir percampuran antara warga lokal dengan para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang, dan mata pencaharian yang berbeda-beda satu sama lain. Para pendatang ini pun mengunjungi Caruban dengan tujuan ingin menetap dalam jangka waktu yang lama atau sekadar berdagang untuk waktu yang ditentukan.

Seiring dengan berjalannya waktu, penduduk Caruban mulai banyak yang bermata pencaharian sebagai nelayan, maka perlahan berkembanglah pula jenis pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai yang kemudian biasa digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan terasi.

Selain itu, lahir pula mata pencaharian lain seperti di bidang pembuatan petis dan garam. Karena akhirnya penduduk setempat terkenal dengan produksi terasinya, maka air bekas pembuatan terasi tersebut akhirnya dijadikan sebagai asal muasal penamaan “Cirebon”. Kata “Cirebon” berasal dari “Cai” yang berarti air dan “Rebon” yang merujuk pada udang rebon.

Pendiri Kerajaan Cirebon

pendiri kerajaan cirebon

Sumber: Kisahsejarah.id

Usai kematian Ki Gedeng Tapa, Cirebon tidak hanya didiamkan begitu saja. Pada perkembangannya, Walangsungsang yang merupakan cucu dari Ki Gedeng Tapa mendirikan pemerintahan yang lebih terorganisir di Cirebon. Sejak saat itu, Walangsungsang yang diberi gelar Pangeran Cakrabuana dianggap sebagai orang yang menjadi Pendiri Kerajaan Cirebon. Sebagai usaha mendirikan pusat pemerintahan Kerajaan Cirebon sekaligus singgasananya, Walangsungsang mendirikan istana Pakungwati.

Walangsungsang sendiri merupakan sosok yang memiliki garis keturunan dari tahta Kerajaan Pajajaran. ia merupakan putra pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya yang bernama Subanglarang (putri Ki Gedeng Tapa). Dari silsilah tersebut, Walangsungsang memiliki dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang, dua orang tokoh besar dari Kerajaan Pajajaran.

Dari silsilah yang menyatakan bahwa dirinya lah yang merupakan anak laki-laki tertua, maka seharusnya Walangsungsang menjadi penerus yang berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun, karena ia seorang pemeluk agama Islam yang diturunkan dari ibunya, posisinya sebagai putra mahkota digantikan oleh adik ayahnya yang bernama Prabu Surawisesa, anak laki-laki dari istri kedua Prabu Siliwangi yang bernama Nyai Cantring Manikmayang.

Penggantian putra mahkota Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan, Hindu, dan Budha, sedangkan Walangsungsang merupakan pemeluk Islam.

Menurut naskah Mertasinga, Walangsungsang keluar dari istana akibat kekecewaannya atas perlakuan Prabu Siliwangi kepada ibunya. Bersama Rara Santang, Walangsungsang memutuskan pergi dan pada akhirnya akan membentuk Kerajaan Cirebon di kemudian hari. Berdasarkan sejumlah sumber, Pangeran Walangsungsang menikah dengan dua wanita sehingga berhasil memiliki 10 orang anak, yakni 8 wanita dan 2 pria. Putri Pakungwati yang merupakan anak perempuannya dari Nyimas Indang Geulis akhirnya dinikahkan dengan Sunan Gunung Jati.

Sebagai raja pertama Kesultanan Cirebon dan seorang pemeluk agama Islam, Walangsungsang akhirnya menunaikan ibadah hajinya ke tanah suci Mekah. Setelah diberi anjuran oleh Syekh Datuk Kahfi, Walangsungsang dan Lara Santang memutuskan untuk berlayar menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kota Mekkah pada masa itu berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mamluk yang berpusat di Mesir. Kedua bangsawan nusantara ini hidup di Mekkah selama tiga bulan di bawah bimbingan dan pengasuhan Syekh Bayanullah (saudara Syekh Datuk Kahfi).

Selama di Mekkah, Walangsungsang dan Lara Santang masing-masing mengambil nama Arab, yakni Haji Abdullah Iman dan Syarifah Mudaim. Di Mekkah, Lara Santang memutuskan untuk menikah dengan seorang bangsawan bernama Syarif Abdullah dan berputrakan Syarif Hidayatullah yang kelak menjadi penerus tahta berpengaruh di Kerajaan Cirebon.

Setelah menyelesaikan ibadah hajinya dan pulang kembali ke tanah air, ia mulai menjadi raja yang aktif menyebarkan agama Islam kepada rakyatnya, sehingga Kerajaan Cirebon perlahan semakin kuat keislamannya. Walangsungsang akhirnya wafat pada tahun 1529.

Puncak Kejayaan Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon berhasil mencapai puncak kejayaannya sejak dipimpin oleh salah satu dari sembilan wali songo (sembilan tokoh besar penyebar agama Islam di nusantara), yakni Syarif Hidayatullah atau biasa disebut Sunan Gunung Jati. Tak hanya berperan dalam politik Kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati juga berhasil menjadi sosok kunci dalam penyebaran dan pengajaran agama Islam di Cirebon.

Sepanjang masa berkuasanya, Sunan Gunung Jati berhasil dalam melakukan ekspansi dan memperluas wilayah kekuasaannya, hingga Banten, Sunda Kelapa, dan Rajagaluh. Penaklukan demi penaklukan yang dilakukannya didasarkan tujuan untuk memperluas pengaruh kekuasaannya, di samping untuk menyebarkan agama Islam.

Dalam bidang perekonomian, Sunan Gunung Jati sangat berhasil dalam memanfaatkan letak geografis Cirebon yang bertengger di pesisir pantai utara Jawa. Ia membuka diplomasi hingga jauh ke luar negeri hingga berhasil membangun hubungan diplomatik dengan Campa, Malaka, India, Cina, dan Arab. Hubungan diplomatik yang baik ini membawa hasil yang baik hingga menciptakan iklim ekspor dan impor barang dan jasa di Kerajaan Cirebon dengan negara-negara yang bekerja sama dengannya.

Secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintahan Sunan Gunung Jati diunggulkan, di antaranya disebabkan oleh:

  1. Memerdekakan Kerajaan Cirebon dari Kerajaan Sunda Pajajaran,
  2. Memperluas kekuasaan Kerajaan Cirebon hingga separuh Jawa Barat dan Banten,
  3. Menyebarkan agama Islam secara masif kepada penduduk di wilayahnya,
  4. Membangun infrastruktur yang penting, seperti pelabuhan, keraton, jalan, dan masjid,
  5. Membuat pasukan militer yang kuat.

Keruntuhan Kerajaan Cirebon

pendiri kerajaan cirebon

Sumber: Historyofcirebon.id

Kerajaan Cirebon mulai menemui keruntuhannya sejak dipimpin oleh Panembahan Ratu II atau Pangeran Rasmi pada tahun 1666 Masehi. Di masa itu, perlahan kekuasaan Kerajaan Cirebon mulai mengalami penurunan pengaruh di daerah-daerah yang didudukinya. Kepemimpinan Panembahan Ratu II ini menjadi titik balik kejatuhan Kerajaan Cirebon.

Penyebab utama keruntuhan Kerajaan Cirebon ini adalah fitnah yang dilontarkan oleh Sultan Amangkurat I yang memanggil Panembahan Ratu II ke Surakarta. Sultan Amangkurat I menuduh bahwa Panembahan Ratu II telah bersengkongkol dengan Kerajaan Banten untuk mengusik dan menjatuhkan kekuasaannya di Mataram. Dari situ, mulai lahir perselisihan antara Panembahan Ratu II dengan Sultan Amangkurat I.

Dampak dari perselisihan itu, Panembahan Ratu II diasingkan sampai pada akhirnya wafat pada 1667 M di Surakarta. Melihat kekosongan kekuasaan yang menyelimuti Kerajaan Cirebon, Sultan Amangkurat I mengambil alih sisa-sisa wilayah kekuasaan Kerajaan Cirebon pasca keruntuhannya.

Pengambilalihan wilayah Kerajaan Cirebon secara sepihak dan sewenang-wenang oleh Kerajaan Mataram ini akhirnya memicu kemarahan Sultan Ageng Tirtayasa yang berkuasa di Kerajaan Banten. Akhirnya, Sultan Ageng Tirtayasa mengambil inisiatif untuk turun tangan menyelesaikan perebutan wilayah sisa keruntuhan Kerajaan Cirebon dan menyelamatkan putra Panembahan Ratu II yang juga diasingkan oleh penguasa Mataram.

Sejak keruntuhan dan perpecahan itu, Kerajaan Cirebon akhirnya terbagi menjadi tiga bagian yang masing-masing berkuasa dengan dipimpin oleh sultannya masing-masing yang meneruskan tahta berikutnya.

Tak hanya disebabkan oleh faktor perebutan kekuasaan di dalam negeri antarkerajaan yang memicu keruntuhan Kerajaan Cirebon. Pendudukan dan penaklukan VOC juga perlahan memicu konflik antar kerajaan, termasuk Kerajaan Cirebon dengan Kerajaan Mataram. Lewat politik devide et impera atau politik adu domba, VOC berhasil melahirkan konflik-konflik di tengah-tengah kerajaan-kerajaan nusantara.

Peninggalan Kerajaan

Kerajaan Cirebon berhasil meninggalkan beberapa jejak sejarah yang masih dapat kita temui hingga saat ini. Berikut beberapa peninggalan Kerajaan Cirebon.

  1. Keraton Kasepuhan yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana.,
  2. Keraton Kanoman yang didirikan oleh Pangeran Kertawijaya,
  3. Keraton Kacirebonan,
  4. Masjid Agung Cirebon.
  5. Makam Sunan Gunung Jati.

Muhammad Muhibbuddin – Sejarah dan Kisah Para Pemberontak Di Kerajaan Jawa
https://www.gramedia.com/products/sejarah-dan-kisah-para-pemberontak-di-kerajaan-jawa?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Kita sudah membahas dengan singkat bagaimana Pendiri Kerajaan Cirebon berhasil memperluas pengaruh dalam sejarah nusantara hingga pendiri kerajaan Cirebon. Sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar di nusantara, Kerajaan Cirebon melewati fase kelahiran, kejayaan, hingga keruntuhan seperti kerajaan-kerajaan yang pernah ada lainnya.

Sementara itu, kita masih dapat melacak lebih jauh bagaimana keadaan di masa tersebut melalui peninggalan, terutama di bidang arsitektur yang masih bisa ditemukan hingga masa kini. Jadi, apakah kamu tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah pendiri kerajaan Cirebon?

Jika ingin mengetahui lebih banyak tentang sejarah terutama sejarah pendiri kerajaan cirebon, maka bisa dengan membaca buku yang bisa diperoleh di Gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Savero Aristia Wienanto

Baca juga:

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.