Sejarah

Isi Konferensi Meja Bundar (KMB), Latar Belakang dan Tujuannya

Isi Konferensi Meja Bundar
Written by Fandy

Isi Konferensi Meja Bundar (KMB) – Konferensi Meja Bundar (KMB) atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Nederlands-Indonesische rondetafelconferentie merupakan suatu pertemuan yang dilakukan di Den Haag, Belanda sejak 23 Agustus 1949–2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia Serikat (RIS), Belanda, dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), yang mewakili berbagai negara yang dibentuk oleh Belanda di kepulauan Indonesia.

Isi Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar (Daan Noske, Anefo, Nationaal Archief/Creative Commons CC0 1.0 Universal Public Domain Dedication).

Sebelum konferensi tersebut, dilaksanakan tiga pertemuan tingkat tinggi antara Indonesia dan Belanda, yaitu Perjanjian Linggarjati pada 1947, Perjanjian Renville pada 1948, dan Perjanjian Roem-Royen pada 1949. Konferensi itu berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada RIS.

Pihak yang Terlibat dalam Konferensi Meja Bundar (KMB)

Penanda tangan

  •  Indonesia.
  •  Belanda.
  • Belanda Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Permusyawaratan Federal.
  •  Perserikatan Bangsa-Bangsa.
    • Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
    • Komisi Tiga Negara.

Pihak

  •  Indonesia.
  •  Belanda.
  • Belanda Nugini Belanda.
  • Kesultanan Pontianak.
  • Negara Indonesia Timur.
  • Negara Madura.
  • Negara Pasundan.
  • Negara Sumatra Timur.
  • Dayak Besar.
  •  Amerika Serikat.
  •  Australia.
  •  Belgia.
  •  Britania Raya.
  • Prancis Prancis.
  •  Republik Tiongkok.
  •  Uni Soviet

Syarat

  • Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan tidak bersyarat lagi dan tidak dapat dicabut, dan karena itu mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
  • RIS menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan konstitusinya; rancangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Kerajaan Belanda.

Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar

Setelah dilakukan gencatan senjata, penetapan waktu dan syarat KMB disepakati oleh Belanda, RIS, dan BFO, yaitu pada 23 Agustus 1949. Secara resmi, konferensi ini dilaksanakan di gedung Ridderzaal (Bangsa Ksatria), Den Haag, Belanda. Pembukaannya ditandai dengan lima pidato sambutan, yaitu:

  • Pidato sambutan Perdana Menteri Belanda Dr. W. Dress.
  • Pidato sambutan Perdana Menteri RI Drs. Mohammad Hatta.
  • Pidato sambutan Ketua BFO Sultan Hamid II.
  • Pidato sambutan Menteri Wilayah Seberang Lautan Belanda Mr. J.H van Maarseveen.
  • Pidato sambutan ketua mingguan United Nations Commission for Indonesia (UNCI) atau Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia Thomas K. Critchley.

Pada sidang pertama, ditetapkan Ketua KMB dan susunan para delegasi. Kesepakatan yang dicapai dalam sidang pertama, yaitu:

  • Ketua KMB Dr. W Drees.
  • Sekretaris Jenderal KMB Mr. M.J Prinsen.
  • Ketua Delegasi Belanda Mr. J.H. van Maarseveen, Wakil Ketua I Mr. D.U. Stikker, Wakil Ketua II Dr. J.H van Roijen, Sekretaris Mr. E.E.J. van der Valk, dan para anggota yang terdiri atas menteri-menteri, anggota Staten General, dan pejabat lainnya.
  • Ketua Delegasi RIS Drs. Mohammad Hatta, Wakil Ketua Mr. A.K. Pringgodigdo, Sekretaris I Prof. Mr. Dr. Soepomo, Sekretaris II W.J Latumenten, dan para anggota yang terdiri atas menteri-menteri, para perwira, dan anggota parlemen.
  • Ketua Delegasi BFO Sultan Hamid II, Wakil Ketua Mr. I.A.A.G Agung, Sekretaris Mr. A.J. Vleer, dan para anggota yang terdiri atas pemimpin-pemimpin anggota BFO.
  • Ketua Delegasi UNCI Merle H. Cochran, Ketua Mingguan Thomas K. Critchley, dan seorang anggota bernama Raymond Herremans.

Pembahasan dalam KMB diteruskan pada 16 September 1949 di Namen, Belgia untuk membicarakan mengenai Peraturan Dasar Uni Indonesia-Belanda dan kesepakatan tercapai pada 18 September 1949 oleh semua delegasi. Selanjutnya, disepakati ketetapan jumlah utang RIS yang harus dibayarkan kepada Belanda di gedung Hoge Vuurse, Baarn pada 2 Oktober 1949, yaitu sebesar ƒ 4.300.000.

Konsensus mengenai pembayaran utang tersebut disepakati oleh RIS dan BFO karena memperoleh tekanan politis dari Merle H. Cochran. RIS dan BFO merasa dirugikan oleh Belanda karena pembayaran utang tersebut dihitung sejak 1945–1949, yang berarti RIS membayar biaya dalam Agresi Militer Belanda I dan II.

Selanjutnya, delegasi RI dan BFO menyetujui naskah Undang-Undang Dasar Sementara RIS di Scheveningen pada 29 Oktober.

Persetujuan tersebut tidak mengalami kesulitan dikarenakan pokok naskah Undang-Undang Dasar Sementara RIS telah dirumuskan dalam Konferensi Antar Indonesia. Persetujuan naskah Undang-Undang Dasar Sementara RIS dibutuhkan untuk menyusun sistem hukum dan ketatanegaraan RIS.

Sementara itu, dalam bidang militer tercapai beberapa kesepakatan sebagai berikut.

  • Penarikan mundur tentara Belanda dari wilayah Indonesia.
  • Penggabungan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) ke dalam Angkatan Perang RIS.
  • Pengaturan mengenai jumlah sarana dan personel militer Angkatan Perang RIS.

Selain itu, juga diperoleh kesepakatan kerja sama sosial-budaya, yaitu hubungan sosial-budaya Uni-Indonesia yang diatur secara sukarela, universal, dan bersifat timbal balik. Delegasi Belanda awalnya tidak bersedia menyerahkan West Guinea (Irian Barat) kepada kedaulatan RIS.

Alasannya, masyarakat Irian Barat tidak termasuk masyarakat Indonesia berdasarkan etnologis dan kebudayaannya. Selain itu, mereka juga tidak memercayai kemampuan RIS untuk mengelola Irian Barat karena peradaban masyarakatnya masih begitu sederhana.

Delegasi RI dan BFO lantas menyanggah alasan delegasi Belanda dengan mengungkapkan jika Irian Barat termasuk bekas wilayah Hindia Belanda yang harus diserahkan kepada kedaulatan RIS. Delegasi Belanda di sisi lain tidak menyetujui penjelasan dari delegasi RI dan BFO, serta tetap mempertahankan Irian Barat.

Sikap delegasi Belanda itu menghambat proses penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda. Herremans dan Critchley di sisi lain mendukung kebijakan dari delegasi Belanda untuk mempertahankan Irian Barat.

Sikap Herremans diakibatkan Belgia adalah sekutu dari Belanda, sedangkan sikap Critchley diakibatkan Australia memerintahkannya agar menyokong delegasi Belanda dalam mempertahankan Irian Barat.

Selain itu, Australia tidak menyetujui penyerahan Irian Barat karena merasa khawatir keamanan Australia terganggu jika Irian Barat menjadi wilayah RIS. Hal tersebut menghambat proses KMB. Cochran lantas mengajukan naskah kompromi kepada delegasi RI, BFO, dan Belanda untuk menyelesaikan masalah Irian Barat.

Naskah ini berisi jika status Irian Barat tetap berada di bawah kekuasaan Belanda dalam waktu setahun setelah penyerahan kedaulatan, sedangkan status akhirnya akan ditentukan melalui cara perundingan. Ketiga delegasi akhirnya menyetujui naskah kompromi itu, sehingga masalah Irian Barat bisa diselesaikan untuk sementara waktu.

Pada 1 November 1949, semua kesepakatan dalam KMB dirumuskan menjadi resolusi pelingkup. Ada tiga persetujuan dalam resolusi pelingkup, yaitu:

  • Piagam penyerahan kedaulatan.
  • Peraturan dasar Uni Indonesia-Belanda.
  • Lampiran status Uni Indonesia-Belanda.

Resolusi pelingkup ini ditetapkan setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RIS. Setelah resolusi pelingkup disetujui oleh semua delagasi, Dr. W Drees secara resmi menutup KMB pada 2 November 1949. Dengan demikian, persiapan untuk pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda akan segera dilaksanakan.

Isi Konferensi Meja Bundar

Isi dari perjanjian KMB adalah sebagai berikut.

  • Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
  • Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
  • Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949

—Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.

Keterangan tambahan mengenai hasil tersebut adalah sebagai berikut.

  • Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Irian Barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Irian Barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Irian Barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
  • Dibentuknya suatu Uni Belanda-Indonesia dengan pemimpin Kerajaan Belanda sebagai kepala negara.
  • Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat.

Itulah artikel terkait “Isi Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB)” yang bisa kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rujukan

  • Hoesein, R. (2010). Terobosan Soekarno dalam Perundingan Linggarjati. Jakarta: Kompas.
  • Kartodirdjo, S. (1975). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Moedjanto, G. (1988). Indonesia Abad ke-20: Dari Kebangkitan Nasional sampai Linggarjati. Yogyakarta: Kanisius.
  • Notosoetardjo (1956). Dokumen Konferensi Meja Bundar. Jakarta: NV. Pustaka.
  • Notosusanto, N. (1964). Hakikat Sejarah dan Metode Sejarah. Bandung: Mega Bookstore dan Pusat Sejarah Angkatan Bersejanta.
  • Puspoenegoro, M.D.; Notosusanto, N. (1990). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Ricklefs, M.C. (2005). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
  • Sedana, K.; Magi, K. (2014). Sejarah Indonesia: Dari Proklamasi sampai Orde Reformasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Tjondonegoro, P. (1982). Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku 1. Jakarta: CV. Nugroho.

Rekomendasi Buku dan E-Book Terkait Isi Konferensi Meja Bundar

1. Nusantara Sejarah Indonesia

Isi Konferensi Meja Bundar

Nusantara merupakan salah satu deskripsi sejarah Indonesia yang ditulis secara mendalam dan populer. Kendati buku ini terbit pertama pada 1943, banyak hal-hal yang disampaikan oleh Vlekke aktual sampai abad ke-21. Berbeda dengan buku sejarah selebihnya, Vlekke menampilkan proses sejarah Indonesia tanpa terlalu memusatkan proses perluasan kolonialisasi.

Vlekke dalam buku ini misalnya memaparkan bahwa perang agama sangat langka di Jawa dan boleh jadi penyebabnya adalah sinkretisme terpelihara sejak zaman dulu. Ada kisah kegagalan Sultan Agung menyatukan Nusantara karena tak punya angkatan laut yang memadai. Kisah lain yang langka adalah perubahan tabiat orang Belanda yang rajin di tanah airnya (Homo batavus), tetapi jadi pemalas ketika tinggal di Batavia (Homo bataviensis).

Edisi Indonesia buku ini merupakan terjemahan edisi revisi 1963. Penulis menyajikan sejarah Nusantara secara populer. Oleh karena itu, buku ini seolah-olah berisi dongeng Indonesia pada masa silam. Pembaca muda Indonesia dapat dengan mudah memahami kisah yang ditampilkan dalam buku ini.

2. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008

Isi Konferensi Meja Bundar

button rahmadTerdapat tiga unsur fundamental menjadi perekat bagi periode historis. Satu, unsur kebudayaan dan keberagamaan islamisasi Indonesia yang dimulai sejak tahun 1200 dan berlanjut sampai sekarang. Dua, unsur topik keadaan saling memengaruhi antara orang Indonesia dan orang Barat yang masih berlangsung hingga sekarang sejak tahun 1500. Tiga, unsur historiografi sumber-sumber primer bagi sebagian besar periode ini ditulis dalam bahasa-bahasa Indonesia modern (Jawa dan Melayu, bukan dalam bahasa Jawa Kuno atau Melayu Kuno) dan bahasa-bahasa Eropa.

Roda sejarah terus berputar dan Ricklefs terus memperbarui bukunya. Segala hal dalam periode sejak 1999 telah ditulis ulang secara substansial atau sama sekali baru. Kehadiran versi Indonesia ini terasa semakin lengkap karena pengarangnya khusus menuliskan perkembangan Indonesia sejak pemilu 2004 sampai tragedi Monas pada 1 Juni 2008.

Buku ini ditulis dengan bahasa yang sederhana, tetapi tetap jelas dan mendalam, meskipun membahas sejarah dan perkembangan Indonesia. Selain itu, buku ini juga menyajikan gambar-gambar pendukung materi, sehingga pembaca dapat merasakan cerita yang disampaikan. Buku ini dapat dibaca oleh semua orang yang menyukai sejarah Indonesia.

3. Serdadu Belanda di Indonesia 1945–1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah

Isi Konferensi Meja Bundar

button rahmadPerang di Indonesia tetap saja membangkitkan emosi yang tinggi generasi berikutnya di Belanda. Situasi tersebut tidak mengherankan. Saat itu, Belanda mengerahkan 220.000 serdadunya untuk suatu perang yang tidak dimenangkan dan yang sesudahnya disebut “salah”. Dalam debat umum tentang operasi militer Belanda yang paling besar, dibahas tentang tindakan kejahatan perang Belanda. Para veteran mendengarkan banyak suara mereka dalam perdebatan ini. Itu masuk akal, mereka ada di sana waktu itu, mereka mengalami realita yang sebenarnya, mereka tahu apa yang dibicarakan.

Buku ini didasarkan atas pelbagai surat, buku harian, buku kenangan, dan memoar mereka. Apa yang terungkap tentang tindak kejahatan perang itu sering kali mengejutkan. Namun, juga menyangkut tema-tema lain: ketegangan antara misi Belanda dan realita di tempat yang sulit dikendalikan; sikap mengerti atau tidak mengerti tentang orang-orang Indonesia dan perjuangan mereka untuk merdeka; frustrasi-frustrasi terhadap pimpinan militer dan politik; ketakutan, rasa dendam dan malu; kebosanan dan seks; merasa asing di tanah Hindia dan juga di rumah sepulang mereka ke negeri Belanda; kemarahan atas tahun-tahun yang hilang dan rasa kurang dihargai.

Dalam buku berjudul Serdadu Belanda di Indonesia 1945–1950, cerita-cerita dari para serdadu ini dikemukakan dalam konteks perang dekolonisasi yang lebih luas dan cara mengatasinya di Belanda.

4. Indonesia Tidak Pernah Dijajah

button rahmadSetiap tanggal 17 Agustus seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke merayakan hari ulang tahun Indonesia. Namun, tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui proses sejarah kemerdekaan, yang diketahui hanyalah hasil kemerdekaan yang dinobatkan 17 Agustus 1945 saja. Dalam buku Indonesia Tidak Pernah Dijajah karya Batara R. Hutagalung ini diulas proses di balik kemerdekaan yang diakui oleh bangsa Indonesia selama 72 tahun ini.

Salah satu faktanya Belanda masih tidak mengakui secara de jure kemerdekaan Republik Indonesia (RI) berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Belanda hanya menyetujui sepenuh hati “pemindahan kekuasaan” lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) penghujung 1949. Menurut Konvensi Montevideo 1933, tidak diperlukan pengakuan formal terhadap sebuah proklamasi kemerdekaan, tetapi ada implikasi yang besar dalam masalah ini.

Dengan tidak mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia, dua kali agresi militer yang dilancarkan Kerajaan Belanda tahun 1947 dan 1948 bagi Belanda hanyalah aksi polisionil. Para pejuang kemerdekaan dianggap penjahat dan kelompok kriminal yang penyelesaiannya merupakan masalah dalam negeri Kerajaan Belanda di daerah koloni Hindia Belanda.

Demikian sedikit ulasan buku Indonesia Tidak Pernah Dijajah. Buku ini hadir untuk memperkuat pemahaman bangsa Indonesia mengenai fakta yang sebenarnya terjadi. Batara menyuarakan secara kritis sejarah bangsa Indonesia dan menghidupkan kembali sukma nasionalisme yang mulai pudar di kalangan anak bangsa dewasa ini. Dia juga membeberkan fakta-fakta sejarah kolonial Belanda di Indonesia yang terkesan didiamkan selama ini.

Tulisan fakta-fakta yang disajikan dalam bab tersendiri mempermudah pembaca dalam memahami fakta sejarah yang disampaikan Batara. Kalimatnya yang sedikit baku membuat pembaca merasa sedang membaca buku pembelajaran. Namun, buku ini sangat dianjurkan kepada khalayak yang ingin mendalami proses dan fakta sejarah mengenai kemerdekaan Indonesia.

5. Merawat Indonesia: Belajar dari Tokoh dan Peristiwa

Isi Konferensi Meja Bundar

button rahmadNegeri ini menyimpan banyak pelajaran dari kisah-kisah perjuangan masa lalu para tokohnya: tentang prinsip hidup, semangat dalam berjuang, dan kesederhanaan mereka. Semuanya menjadi faktor penguat bagi lahirnya sebuah negeri yang sekarang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Buku Merawat Indonesia ini ditulis oleh Lukman Hakiem, diterbitkan oleh Pustaka Al Kautsar pada Desember tahun 2017. Buku ini di dalamnya berisi kisah-kisah menarik dan penuh keteladanan dari para tokoh umat, juga para founding fathers atau pendiri bangsa terekam dalam catatan sejarah di buku ini.

Melalui buku berjudul Merawat Indonesia ini, pembaca akan disuguhkan kisah tentang kesederhanaan Sutan Sjahrir, seorang tokoh bangsa yang sederhana, yang karena tak punya uang, bahkan pernah menjual mesin jahitnya. Kita juga disuguhkan cerita tentang keteladanan dan perjuangan para tokoh Partai Masyumi seperti Natsir, Kasman Singodimedjo, Sjafruddin Prawiranegara, Buya Hamka, Yunan Nasution, dan lain-lain. Mereka dengan kesederhanaannya mampu memegang prinsip perjuangan, meskipun harus berhadapan dengan penguasa dan berujung dalam dinginnya penjara.

Dengan bahasa yang mengalir, penulis menceritakan tentang kisah-kisah mereka dengan baik, terutama kisah-kisah yang jarang diketahui oleh banyak orang, yang tidak pernah didapatkan dalam buku-buku sejarah pada umumnya. Buku ini mampu menceritakan hal-hal yang sangat personal dan kenangan-kenangan yang mungkin tidak ada dalam buku-buku sejarah lainnya. Ini dikarenakan kisah-kisah di di dalamnya ditulis berdasarkan kedekatan penulisnya secara personal dengan sebagian besar tokoh yang ada dalam buku ini.

Baca juga terkait Isi Konferensi Meja Bundar:

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.