Pemerintahan

Fungsi DPR serta Tugasnya dalam Sistem Hukum di Indonesia

Fungsi DPR
Written by Siti M

Fungsi DPR – Negara memiliki peran yang besar untuk mewujudkan tata hukum yang berkeadilan dengan tujuan utama menghasilkan suatu kedamaian.

Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mempunyai peran esensial dalam sistem hukum penyusunan peraturan perundang-undangan yang menyokong terwujudnya rasa keadilan untuk kedamaian, demi memaksimalkan sistem pendukung yang akhirnya bisa membantu kinerja DPR sebagai upaya pelaksanaan fungsi legislasi dari DPR.

Fungsi DPR

Sidang Paripurna DPR ke-9 tahun 2015 (Andylala Waluyo/Public domain).

Sebagaimana yang tercantum dalam amanat Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD RI) Tahun 1945, dalam Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2014 mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), khususnya Pasal 413 ayat (2), dibentuklah Badan Keahlian DPR.

Badan Keahlian DPR berkontribusi dalam rangka mewujudkan DPR yang mempunyai tiga fungsi, sebagaimana secara atributif dijelaskan kewenangannya dalam konstitusi.

Fungsi itu dilaksanakan dalam kerangka representasi rakyat dan juga untuk menyokong usaha pemerintah dalam menjalankan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan dari peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut lagi, fungsi legislasi DPR ini dijalankan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan menyusun undang-undang, yang juga menjadi perintah wajib dari UUD RI Tahun 1945.

Peran Badan Keahlian DPR tersebut semacam legislative reference service dan legislative counsel seperti halnya di Kongres Amerika Serikat yang berisi para ahli untuk menyokong metode pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.

Peran dan Fungsi Badan Keahlian DPR RI dalam Sistem Hukum

Perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 membawa perubahan penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama terkait kekuasaan menyusun UU. Tonggak perubahan tersebut diidentifikasi oleh adanya perubahan kekuasaan menyusun UU dari Presiden ke DPR.

Perubahan ini dalam kerangka yang lebih luas merupakan ekses dari reformasi konstitusional yang terjadi dalam empat kali tahap dengan mengatur konsep muatan konstitusi yang beragam. Perubahan tersebut dalam konteks peran dan fungsi DPR membawa implikasi terhadap peningkatan tanggung jawab dan peran DPR dalam bidang penyusunan UU, baik secara kuantitatif dan kualitatif.

Menurut pendapat dari C.F. Strong, lembaga legislatif adalah kekuasaan pemerintah yang menjalankan pembentukan hukum, sejauh hukum itu statutory force (membutuhkan kekuatan UU).

Lebih lanjut, Hans Kelsen memperjelas jika fungsi legislatif diinterpretasikan bukan sebagai pembentuk dari semua norma umum, tetapi hanya pembentuk norma umum yang dilaksanakan oleh bagian khusus, yang disebut dengan lembaga legislatif.

Norma-norma umum yang dibentuk oleh lembaga legislatif disebut dengan statues (undang-undang) yang dapat dibedakan dari norma umum, yang diciptakan oleh suatu bagian selain legislatif. Wewenang dari DPR sebagai pemilik kekuasaan pembentuk UU mempunyai fungsi politik yang fundamental akibat adanya perubahan UUD 1945, yaitu sebagai lembaga yang menentukan arah kebijaksanaan tata negara Indonesia.

Perubahan dari UUD 1945 yang dijalankan oleh MPR sejak tahun 1999 hingga 2002 menyebabkan implikasi yang luas dalam penataan ulang relasi kelembagaan legislatif dan eksekutif terkait pergeseran kekuasaan legislasi. Desain UUD 1945 hasil amandemen memberi alokasi kewenangan yang lebih besar kepada lembaga legislatif dalam kebijakan legislasi.

Pergeseran dari pola “dominasi eksekutif” menjadi “dominasi legislatif” merupakan akibat logis dari pelaksanaan Prinsip Trias Politika ketika ranah kewenangan lembaga legislatif terbagi ke dalam salah satu unsur fundamental, yaitu kewenangan di bidang legislasi.

Berawal dari pandangan C.F. Strong yang juga sehaluan dengan perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945, dapat diketahui jika diperlukan adanya perbaikan agar negara dapat mewujudkan justice for piece melalui penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik.

Untuk mewujudkan legislasi yang lebih baik tersebut, sesuai dengan amanat Pasal 98 dan Pasal 99 UU. No. 12 Tahun 2011, dikatakan jika tiap tahapan penyusunan peraturan perundang-undangan harus menyertakan perancang peraturan perundang-undangan, tenaga ahli, dan peneliti.

Jika hal itu dihubungkan dengan permasalahan minimnya kualitas dan kuantitas UU yang dihasilkan, dapat diambil kesimpulan jika kinerja legislasi DPR juga ditentukan dari kinerja dari faktor-faktor pendukungnya. Jika dibandingkan dengan keadaan di negara lain, dapat dijadikan salah satu kendala adalah minimnya jumlah tenaga keahlian untuk menyokong fungsi DPR itu.

Sejak tahun 2003, memang terjadi perubahan, baik itu berupa instrumen pendukung, alat kelengkapan, anggota, dan fraksi, yaitu bisa mengangkat asisten dan tenaga ahli dengan jumlah yang terbatas, untuk anggota tidak lebih dari satu, dan untuk alat kelengkapan semula hanya tiga orang, tetapi terakhir terjadi penambahan hingga 10 orang.

Sistem seleksi dilaksanakan berdasarkan usul anggota, fraksi, dan alat kelengkapan, sehingga tidak ada ketentuan dan standar keahlian; kenyataannya tidak sedikit anggota yang mengangkat orang tertentu bukan karena dasar keahlian, tetapi karena kekeluargaan.

Demikian pula alat kelengkapan pimpinan membawa sendiri, kecuali Badan Legislasi yang melaksanakan seleksi secara khusus dengan mengumumkan di media massa dan juga meminta melalui surat kepada beberapa fakultas hukum.

Pakar atau ahli yang diangkat tidak ada pengorganisasian tertentu karena pengaruhnya terhadap kinerja DPR tidak dapat diukur, sehingga kembali lagi demi mengimplementasikan amanat Pasal 98 dan 99 UU. No. 12 Tahun 2011 dan Ketetapan MPR RI No. X/MPR/2001 mengenai laporan pelaksanaan keputusan MPR RI oleh lembaga tinggi negara pada sidang tahunan MPR RI tahun 2001 perlu dilaksanakan suatu terobosan.

Berdasarkan Ketetapan MPR RI No. X/MPR/2001 dijelaskan jika “dalam rangka memaksimalkan kinerja DPR di bidang legislasi, perlu dibentuk suatu lembaga yang mempunyai tugas khusus membantu dewan untuk mempersiapkan rancangan UU.

Ada satu lembaga khusus di Amerika Serikat untuk membantu kongres di bidang perancangan UU, yaitu Office of Legislative Counsel yang disokong oleh para ahli hukum. Lembaga ini memiliki tugas menentukan konsep UU dan membantu komisi saat membahas rancangan UU. Demikian juga dengan parlemen di Australia yang mempunyai Office of Parliamentary Counsel.

Badan seperti itu dibutuhkan oleh DPR untuk mempersiapkan rancangan UU dan membantu DPR saat membahas rancangan UU bersama dengan pemerintah. Badan tersebut tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan disokong oleh tenaga profesional yang memahami teknik dan teori perundang-undangan dengan baik.

Susunan, tugas, dan organisasi badan tersebut diatur oleh peraturan DPR. Hal itu sebenarnya pernah dibahas oleh Jimly Asshiddigie yang menyatakan jika “salah satu kemungkinan yang perlu dipertimbangkan adalah diperlukan pembentukan berbagai komisi tetap yang diketuai oleh anggota DPR, tetapi beranggotakan tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya dan berasal dari luar keanggotaan DPR. DPR di bidang perundang-undangan dapat menyusun suatu legislative reference service dan legislativecounsel seperti halnya di Kongres Amerika Serikat.

Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 30, Badan Keahlian DPR dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

  • Merumuskan dan mengevaluasi rencana strategis Badan Keahlian DPR.
  • Mengoordinasi dan membina pelaksanaan tugas unit organisasi di lingkup Badan Keahlian DPR.
  • Menyiapkan konsep pelaksanaan dan kebijakan dukungan perancangan UU kepada DPR.
  • Menyiapkan konsep pelaksanaan dan kebijakan dukungan kajian anggaran kepada DPR.
  • Menyiapkan konsep pelaksanaan dan kebijakan dukungan kajian akuntabilitas keuangan negara kepada DPR.
  • Menyiapkan konsep pelaksanaan dan kebijakan dukungan penelitian kepada DPR.
  • Menyiapkan konsep pelaksanaan dan kebijakan dukungan kajian keparlemenan kepada DPR.
  • Melaksanakan administrasi Badan Keahlian DPR.
  • Melaporkan pelaksanaan tugas dan fungsi kepada pimpinan DPR dan Sekretaris Jenderal.

Pada akhirnya, supporting system di DPR dibagi menjadi sejak akhir tahun 2015, yaitu Badan Keahlian DPR dan Sekretariat Jenderal DPR. Badan baru yang hadir melayani DPR tersebut merupakan amanat dari Pasal 413 ayat (2) UU. No. 17 Tahun 2014 mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang menyatakan jika “untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan tugas dan wewenang DPR, dibentuklah Badan Keahlian DPR yang diatur oleh Peraturan Presiden”.

Amanat UU. No. 17 Tahun 2014 ini selanjutnya menjadi dasar lahirnya Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2015 mengenai Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR (Perpres No. 27 Tahun 2015). Secara tegas, dinyatakan juga dalam Pasal 29 Perpres No. 27 Tahun 2015 jika “Badan Keahlian memiliki tugas mendukung kelancaran penyelenggaraan tugas dan wewenang DPR di bidang keahlian”. Lebih lanjut, diuraikan dalam Pasal 30C jika salah satu tugas dari Badan Keahlian DPR adalah melaksanakan fungsi “penyiapan rumusan pelaksanaan dan kebijakan dukungan perancangan undang-undang kepada DPR”.

Sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) Perpres No. 27 Tahun 2015, Badan Keahlian DPR mempunyai lima pusat, penyiapan rumusan pelaksaan dan kebijakan dukungan perancangan undang-undang pun juga diselenggarakan oleh pusat perancangan undang-undang dalam Badan Keahlian DPR.

Fungsi yang diselenggarakan oleh pusat perancangan undang-undang di bidang legislasi ini secara tidak langsung adalah penyelenggaraan fungsi utama dari DPR itu sendiri dalam Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan jika “DPR mempunyai fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan”. Penyebutan fungsi legislasi sebagai fungsi yang pertama dinyatakan dalam konstitusi itu bukanlah tanpa arti, seiring dengan penyebutan anggota DPR dengan sebutan legislator.

Hal tersebut memperlihatkan jika legislasi adalah fungsi yang esensial dikarenakan UU merupakan produk yang dapat dihasilkan oleh DPR yang begitu terasa. Inilah yang menyebabkan kehadiran DPR mempunyai arti sebagai wakil dari rakyat Indonesia yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Dengan demikan, kehadiran Badan Keahlian DPR dan pusat perancangan peraturan perundang-undangan mendukung terciptanya fungsi negara untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian.

Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat

Sebagaimana dilansir dari laman Sekretariat Jenderal DPR RI, DPR mempunyai tugas dan wewenang terkait dengan fungsi legislasi sebagai berikut.

  • Membentuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
  • Membentuk dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU).
  • Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah).
  • Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden atau DPD.
  • Menetapkan UU bersama dengan Presiden.
  • Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU

Terkait dengan fungsi anggaran, DPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut.

  • Memberikan persetujuan atas RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan Belanja Negara (yang diajukan Presiden).
  • Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan, dan agama.
  • Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
  • Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara.

Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut.

  • Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah.
  • Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama).

Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:

  • Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.
  • Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
  • Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain.
  • Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
  • Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh presiden.
  • Memilih tiga orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke presiden.

Itulah artikel terkait “fungsi Badan Keahlian DPR” yang bisa kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan. Semoga semua pembahasan di atas bermanfaat untuk kamu. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rujukan

Buku

  • Asshidiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkmah Konstitusi Republik Indonesia.
  • Habermas, Jurgen. 1998. The Inclusion of the Other: Studies in Political Theory. Cambridge: MIT Press.
  • Huijiber, Theo. 1992. Pengantar Filsafat Hukum. Yogyakarta: Kanisius.

Peraturan Perundang-Undangan

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
  • Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

Rekomendasi Buku dan E-Book Terkait

1. Pancasila: Konteks Sejarah, Filsafat, Ideologi Nasional, dan Ketatanegaraan Republik Indonesia

Fungsi DPR

button rahmadPembicaraan mengenai Pancasila tak akan pernah ada habisnya. Selain karena sebagai dasar dan ideologi negara, Pancasila juga menjadi salah satu dari empat pilar kebangsaan bersama dengan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika. Upaya menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tentu tidaklah mudah. Perlu proses yang sangat panjang, serta melalui upaya berpikir keras dan perdebatan yang harus dilalui oleh para the founding fathers untuk menyamakan pandangan tentang Pancasila.

Buku ini merupakan potret dari proses panjang Pancasila dari awal perumusan serta penafsiran-penafsiran filosofis dan ideologis hingga menjadi salah satu mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa. Buku ini disusun berdasarkan kumpulan bahan ajar selama penulis menjadi asisten dosen di beberapa perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta hingga menjadi guru besar.

Pemilihan-pemilihan materi beserta analisis sejarah dan filsafat menjadikan buku ini berbeda dengan buku-buku lain yang sudah beredar, terutama buku yang ditulis berdasarkan kurikulum. Buku ini sudah mengalami beberapa kali revisi agar lebih komprehensif, menyesuaikan kebutuhan para mahasiswa dan masyarakat umum, dalam menghadirkan Pancasila kepada generasi bangsa. Hal ini penting mengingat cita-cita kita sebagai bangsa Indonesia, yakni mewujudkan masyarakat Pancasila.

2. Wawasan Pancasila

Fungsi DPR

Setelah mendekati satu abad, Pancasila diangkat sebagai dasar dan ideologi negara, apakah Pancasila masih relevan dengan perkembangan zaman? Sebagai kerangka konsepsi, Pancasila merupakan ideologi tahan banting yang kian relevan dengan perkembangan global. Namun, terdapat jurang yang kian lebar antara idealitas Pancasila dengan realitas aktualisasinya.

Untuk mempertahankan Pancasila sebagai titik temu, titik tumpu, dan titik tuju bersama diperlukan usaha penanaman (pembudayaan) secara terus-menerus, terencana, dan terpadu. Ibarat budi daya tanaman, laju pertumbuhan Pancasila tidak dengan sendirinya akan berjalan baik-baik saja, tanpa kesengajaan merawatnya dengan penuh pemahaman, kecermatan, dan ketekunan.

Para pendiri bangsa telah mewariskan suatu kemampuan untuk memadukan antara visi global dan kearifan lokal, antara kepentingan nasional dan kemanusiaan universal. Tugas kita selanjutnya adalah memperjuangkan visi dengan suatu optimisme realistis, bukan optimisme buta. Harapan tidaklah datang dengan sendirinya tanpa dijemput, tanpa diusahakan dengan perjuangan dan pengorbanan.

Buku ini merupakan edisi komprehensif dari versi sebelumnya dengan judul yang sama. Penulis lebih dalam dan rinci membahas Pancasila dengan berbagai pendekatan yang lebih menarik, kreatif, dan holistis, dengan tetap menempatkan Pancasila sebagai bintang penuntun yang dinamis dalam merespons dinamika sosial dan global yang kian kompleks.

Baca juga:

About the author

Siti M

Buat saya, menulis bukan hanya sekadar merangkai kata agar terlihat bagus. Saya suka menulis dengan tema-tema seperti manfaat dari suatu bahan alami dan juga ilmu pengetahuan.