Sejarah

Mengenal Teori Waisya dan Penemu Teori Waisya

teori kesatria
Written by Fandy

Teori Waisya – Di beberapa daerah terdapat peninggalan-peninggalan bersejarah dengan corak Hindu Buddha. Adanya peninggalan-peninggalan tersebut membuktikan bahwa agama Hindu Buddha pernah menjadi agama mayoritas pada zamannya.

Berdasarkan catatan sejarah, agama Hindu masuk ke Indonesia kira-kira pada abad ke-4. Masuknya agama Hindu ke Indonesia dapat dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu, seperti kerajaan Kutai, kerajaan Tarumanegara, hingga kerajaan Majapahit. Selain itu, masuknya agama Hindu memunculkan kebudayaan-kebudayaan baru di kalangan masyarakat Nusantara. Adanya kebudayaan-kebudayaan baru ini membuat tanah Nusantara menjadi lebih berwarna.

Sementara itu, agama dan kebudayaan Buddha masuk ke tanah Nusantara bekisar abad ke-5 masehi. Masuknya agama dan kebudayaan Buddha ini ditandai dengan hadirnya kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan Mataram Kuno, kerajaan Sri Bangun, hingga kerajaan Sriwijaya.

Masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke tanah Nusantara dimulai dari para pedagang yang mencari tempat baru untuk berdagang. Banyaknya pedagang yang masuk ke tanah Nusantara membuat masyarakat Nusantara perlahan-lahan mulai mengenali agama dan kebudayaan Hindu.

Meskipun, sudah masuk ke tanah air Indonesia, tetapi masyarakat Indonesia pada saat itu belum langsung menganut kepercayaan Hindu. Hal ini disebabkan karena pada saat itu masyarakat Indonesia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, sehingga membutuhkan waktu untuk berpindah ke kepercayaan Hindu.

Pada dasarnya, banyak sekali teori yang menjelaskan tentang masuknya agama Hindu ke Indonesia. Salah satu teori mengatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Pada saat itu, jalur perdagangan belum hanya bisa melalui jalur laut. Teori masuknya agama Hindu melalui jalur perdagangan merupakan “teori Waisya”. Grameds, ingin tahu lebih dalam tentang “teori Waisya”? Simak artikel ini sampai habis ya.

beli sekarangKasta Waisya

Pada saat itu, agama Hindu selalu membedakan orang lain berdasarkan peran yang dimilikinya. Setiap peran tersebut memiliki tingkatannya, seseorang yang memiliki tingkatan tertinggi akan dihormati oleh orang banyak. Biasanya seseorang yang berada pada tingkatan tertinggi memiliki jabatan atau peran penti di wilayahnya.

Setiap tingkatan itu dikenal dengan istilah kasta. Istilah kasta juga tercantum di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kasta adalah golongan (tingkat atau derajat) manusia dalam masyarakat beragama Hindu. Adanya pengertian kasta di dalam KBBI memperkuat fakta bahwa masyarakat Hindu pada saat itu memang membedakan masyarakat melalui tingkatan.

Kasta itu sendiri dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Waisya merupakan kasta ketiga di dalam agama Hindu yang di mana golongan ini berisikan petani, pedagang, dan tukang.

Meskipun berada di kasta ketiga dalam agama Hindu, tetapi kasta Waisya sangat berperan dalam menjaga kemakmuran masyarakat. Tanpa adanya kasta ini, maka masyarakat akan sulit untuk mendapatkan makanan, barang-barang yang ingin dijual, hingga membangun sebuah rumah atau suatu ruangan.

Oleh sebab itu, sudah bukan hal asing lagi jika kasta Waisya mempunyai kemampuan, seperti penuh dengan perhitungan ketika melakukan sesuatu, sangat tekun, mampu mengelola aset-aset yang dimiliki dengan baik, tidak boros atau bisa menghemat pengeluaran, dan memiliki keterampilan dalam membangun sesuatu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kasta Waisya memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan kegiatan ekonomi dan bisnis melalui perdagangan. Bakat berdagang inilah membuat kasta Waisya mampu melakukan proses distribusi dan redistribusi barang, sehingga akan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup yang terpenuhi membuat masyarakat sejahtera dan menjadi lebih makmur, sehingga nilai negara dan kemanusiaan bisa terwujud.

Teori Waisya

Teori Waisya adalah salah satu teori yang menyatakan tentang masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia. Teori ini ditemukan oleh seorang arkeolog dan peneliti sejarah kebudayaan-kebudayaan tradisional Indonesia yang sudah ada sejak lama. Arkeolog sekaligus peneliti sejarah itu bernama Nicolaas Johannes Krom atau biasa dikenal dengan nama N.J. Krom.

Berdasarkan teori Waisya yang diungkapkan oleh N.J. Krom masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha dibawa oleh para pedagang yang asalnya dari India. Para pedagang itu bukan hanya membawa barang-barang dagangannya, tetapi juga membawa adat dan kebiasaan dari negaranya.

Bukan hanya itu, N.J. Krom juga mengatakan bahwa para pedagang datang ke Indonesia sesuai dengan angin musim. Dengan kata lain, jika angin musim menunjukkan atau meperlihatkan dalam keadaan tidak baik, maka para pedagang tidak akan datang ke Indonesia. Mereka menunggu enam bulan berikutnya untuk berdagang. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa para pedagang yang datang ke Nusantara sangat bergantung dengan arah angin laut.

Agama dan kebudayaan Hinddu Buddha semakin berkembang karena para pedagang menetap di Indonesia. Mereka biasanya menetap berkisar enam bulan untuk melakukan transaksi perdagangan. Selama menetap itulah agama dan kebudayaan Hindu Buddha mulai disebarkan kepada masyarakat Nusantara. Semakin lama, masyarakat Nusantara mulai terbiasa dengan agama dan kebudayaan Hindu Buddha, sehingga perkembangan agama dan kebudayaan tersebut semakin cepat.

Menurut N.J. Krom bukan hanya menetap saja, mereka para pedagang juga melakukan perkawinan dengan perempuan-perempuan asli Indonesia. Dengan adanya perkawinan itu, maka agama dan kebudayaan Hindu Buddha berkembang cukup pesat. Terlebih lagi, anak yang dilahirkan dari perkawinan antara pedagang dan perempuan Indonesia akan meneruskan perkembangan agama dan kebudayaan Hindu Buddha atau bisa dikatakan sebagai generasi dari agama dan kebudayaan Hindu Buddha.

N.J. Krom mengatakan bahwa para pedagang yang termasuk kasta Waisya adalah kasta yang paling berperan dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia. Kasta Waisya ini merupakan masyarakat yang berperan dalam memajukan kemakmuran rakyat, seperti petani, pedagang, dan sejenisnya.

beli sekarangPenemu Teori Waisya

Penemu teori Waisya bernama Nicolaas Johannes Krom, ia lahir pada 5 September 1883 dan merupakan seseorang berdarah Belanda yang ahli dalam bidang kesusastraan klasik. Ia mendapatkan gelar Doktor pada tahun 1908. Dua tahun setelah mendapatkan gelar Doktor, N.J. Krom mendapatkan sebuah jabatan di Commissie in Nederlandsch Indie voor Oudheidkundige Onderzoek op Java en Madoera yang terletak di Hindia Belanda (Jawa). Ia mendapatkan jabatan sebagai ketua setelah menggantikan J.L.A Brandes yang telah meninggal dunia.

Setelah menjadi ketua di komisi tersebut, N.J Krom baru menyadari bahwa permasalahan kepurbakalaan di Hindia Belanda tidak mudah ditangani oleh salah satu komisi saja atau bisa dikatakan permasalahan kepurbakalaan baru bisa diselesaikan dengan sebuah lembaga pemerintahan yang resmi. Perjuangan beliau untuk menyelesaikan permasalahan kepurbakalaan tidak sia-sia karena berhasil membentuk sebuah lembaga pemerintahan yang berbentuk organisasi.

Pada tahun 1910-1915, N.J. Krom menghabiskan waktunya di pulau Jawa untuk menjadi ketua komisi dan menjadi Kepala Dinas Purbakala. Selama tinggal di pulau Jawa, ia sering kali bertemu dengan orang-orang Hindu Buddha, sehingga mengetahui berbagai macam hal seputar agama dan kebudayaan Hindu Buddha. Bahkan, karena ketertarikannya pada dunia purbakala, N.J. Krom berusaha untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang agama Hindu Buddha dengan mendatangi tempat-tempat suci agama tersebut yang ada di Pulau Jawa.

Organisasi yang telah diperjuangkan itu bernama Oudheidkundige Dienst atau dalam bahasa Indonesia berarti Dinas Purbakala. Dinas Purbakala itu terbentuk pada tahun 1913 dan berkat kegigihannya dalam membuat Dinas Purbakala, N.J. Krom diangkat menjadi kepala Dinas Purbakala oleh pemerintah Kolonial Belanda. Jabatan ketua yang sudah diamanatkan itu bertahan sampai pada tahun 1915. Setelah selesai menjabat sebagai Kepala Dinas Purbakala, N.J. Krom kembali ke tanah kelahirannya, Belanda.

Setelah kembali ke Belanda, N.J. Krom mulai rajin menulis seputar dunia arkeologi yang ada di Hindia Belanda (Indonesia). Hasil tulisannya seputar arkeologi itu ia jadikan sebuah naskah dan naskah tersebut diletakkan di Brandes Oud Javaansche Oorkonden (OJO). Kemampuan menulisnya bisa dikatakan sangat baik dan bagus karena setiap karya tulisnya bisa membuat pembaca terkagum-kagum.

Salah satu karya dari N.J. Krom yang fenomenal adalah monografinya seputar candi Borobudur. Bahkan, tebal dari monograf itu sangat tebal atau berkisar 800 halaman. Bukan hanya tulisan saja, tetapi beliau juga melampirkan foto-foto dan gambar-gambar dari relief-relief yang ada di candi Borobudur yang besarnya seperti sebuah surat kabar.

Bukan hanya menulis tentang candi Borobudur saja, tetapi beliau juga membuat karya tulis yang berisikan tentang Seni Hindu Jawa dan sejarah Jawa Hindu. Buku pertama kali diterbitkan atau dicetak pada tahun 1919 dengan judul Inleiding tot de Hindoe-Javaansche Kunst. Buku ini termasuk karya tulis yang fenomenal, sehingga dicetak kembali pada tahun 1923. Sedangkan buku kedua ditulis dengan judul Hindoe-Javaansche Geschiedenis dicetak pertama kali pada tahun 1926. Buku yang berisis tentang sejarah Jawa Hindu ini sangat digemari oleh banyak pembaca, sehingga dicetak ulang pada tahun 1931.

Hingga saat ini, kedua karya itu masih sangat fenomenal, sehingga masih digunakan sebagai landasan atau acuan bagi seseorang yang ingin mempelajari atau mendalami sejarah kuno Indonesia, arkeologi Indonesia, dan benda-benda purbakala Indonesia.

N.J. Krom bisa dikatakan sebagai salah satu ahli sejarah Indonesia sekaligus arkeolog yang sering meneliti benda-benda purbakala di Indonesia. Berkat karya-karya tulisnya, kita semua menjadi tahu tentang sejarah Jawa Hindu dan benda-benda purbakala khususnya yang ada di pulau Jawa.

beli sekarangFaktor Memperkuat Teori Waisya

Teori Waisya ini bisa semakin kokoh karena disebabkan beberapa faktor, yaitu interaksi kasta Waisya, sumber daya alam Indonesia, dan adanya kampung keling.

1. Interaksi Kasta Waisya

Pada saat itu, banyaknya para pedagang yang berasal dari India membawa ajaran agama Hindu dan kebudayaan-kebudayaan dari masyarakat Hindu. Mereka mulai melakukan interaksi dengan sesama pedagang (baca: pedagang dari India) dan masyarakat lokal untuk menjual barang dagangannya. Interaksi yang berjalan dengan baik bisa membuat barang dagangan cepat laris terjual.

Dengan interaksi itulah, masyarakat mulai banyak yang tahu tentang ajaran agama Hindu dan kebudayaan-kebudayaan dari yang biasa dilakukan oleh umat Hindu. Perlahan tapi pasti mulai banyak yang mengetahui agama dan kebudayaan Hindu, sehingga semakin kuatlah ajaran agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia.

Seiring dengan berjalannya waktu, para pedagang juga mengenalkan ajaran agama Buddha dan kebudayaan yang biasa dilakukan oleh umat Buddha.

2. Sumber Daya Alam Indonesia

Sudah bukan hal asing lagi kalau sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia sangat berlimpah. Sumber daya alam yang berlimpah ini membuat para pedagang atau golongan Waisya tertarik untuk melakukan perdagangan di Indonesia. Para pedagang melihat kalau sumber daya alam itu merupakan suatu hal yang bisa dijadikan sesuatu yang menguntungkan atau bisa menghasilkan pendapatan.

Para pedagang yang mayoritas berasal dari India mulai mendatangi Indonesia untuk melakukan perdagangan. Namun, seiring berjalannya waktu, para pedagang tersebut mulai menetap di beberapa wilayah di Indonesia. Dari mentap itu, ajaran agama Hindu Buddha dan kebudayaan Hindu Buddha mulai tersebar di kalangan masyarakat Indonesia atau penduduk lokal.

3. Adanya Kampung Keling

Pada saat itu, para pedagang yang mayoritas dari India ketika ingin kembali ke tanah kelahirannya harus menunggu angin laut yang pas. Oleh sebab itu, tak sedikit pedagang yang lebih memilih untuk menetap sementara waktu atau menetap selamanya di Indonesia. Nah, selama menetap itulah mereka mendirikan sebuah kampung. Kampung itu dinamakan kampung Keling.

Kampung Keling terletak di beberapa wilayah di Indonesia, ada yang di Jepara, Medan, Malaka, dan Aceh. Semua daerah yang ada kampung kelingnya bisa dikatakan sebagai daerah yang strategis pada saat itu. Dengan adanya kampung ini, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha semakin kuat.

4. Adanya Perkawinan dengan Para Pedagang dari India

Para pedagang yang mulai menetap di Indonesia, baik itu hanya sementara atau selamanya, maka ada beberapa pedagang yang melakukan pernikahan dengan wanita Indonesia. Dari pernikahan itulah ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha mulai tersebar ke dalam keluarga, hingga mereka dikaruniai keturunan.

Keturunan-keturunan itulah yang akan meneruskan ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha. Oleh sebab itu, semakin banyak keturunan, maka penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha semakin cepat.

Faktor Melemahkan Teori Waisya

Di sisi lain, teori Waisya juga memiliki kekurangan atau kelemahan, sehingga kasta Waisya sulit untuk mengerti teori ini. Berikut ini kelemahan dari teori Waisya.

1. Bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa

Ajaran agama Hindu Buddha ditulis dalam bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa, sehingga membutuhkan keahlian khusus untuk membacanya. Untuk mendapatkan keahlian khusus itu, seseorang beragama Hindu Buddha harus berada pada kasta Brahmana.

Maka dari itu, kasta Waisya akan kesulitan untuk mempelajari ajaran agama Hindu Buddha. Dalam suatu tingkatan agama Hindu, para pedagang termasuk ke dalam tingkatan Waisya. Dengan demikian, para pedagang tidak mampu untuk mengusai bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa, sehingga sulit untuk memahami teori Waisya.

2. Para Pedagang Hanya Fokus Untuk Berdagang

Para pedagang yang datang ke Indonesia tujuannya untuk berdagang, sehingga akan sulit untuk menyebarkan ajaran agama Hindu Buddha. Dalam satu hari waktu mereka sudah dihabiskan hanya untuk berdagang. Kemudian keesokan harinya, mereka harus bekerja kembali untuk mendapatkan penghasilan agar dapat bertahan hidup.

Jika, ajaran agama Hinddu Buddha sulit tersebar, maka akan sedikit yang mengetahui ajaran kedua agama tersebut. Oleh karenanya, pada saat itu dibuatlah kampung Keling agar ajaran agama Hindu Buddha mudah tersebar.

3. Para Pedagang Hanya Memiliki Kasta Waisya

Para pedagang yang tergolong kasta Waisya membuat mereka sulit untuk mempelajari ajaran agama Hindu Buddha. Pada saat itu, kasta yang dapat mempelajari ajaran agama Hindu Buddha adalah kasta Brahmana. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kasta Waisya ini tidak bisa melakukan banyak hal dalam upaya mempelajari ajaran agama Hindu Buddha.

Kesimpulan

Teori Waisya ini adalah salah satu teori yang dikemukakan oleh para ahli yang berisi tentang masuknya Hindu Buddha ke Indonesia. Pada teori Waisya, agama dan kebudayaan Hindu Buddha masuk melalui para pedagang atau kasta Waisya. N.J Krom adalah penemu dari teori Waisya dan ia sudah menulis buku-buku yang sangat fenomenal. Buku-buku beliau sampai saat ini masih digunakan oleh para peneliti sejarah dan arkeolog.

beli sekarang

Sumber: Dari berbagai macam sumber

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.