Kesenian Sosial Budaya Sosiologi

10 Ragam Upacara Adat Papua dan Filosofi Di Baliknya!

upacara adat papua
Written by Aris

Upacara adat Papua – Papua adalah salah satu provinsi paling besar yang ada di Indonesia dan terletak di wilayah timur Indonesia. Selain memiliki alam yang melimpah, Papua juga kaya akan kebudayaan serta tradisinya.

Seperti daerah lain di Indonesia, Papua juga kental akan adat istiadat turun temurun serta masih melestarikan tradisinya hingga sekarang.

Tradisi yang masih dipelihara oleh masyarakat Papua ini termasuk upacara adat Papua yang dilaksanakan pada momen tertentu. Upacara adat Papua saat ini tidak hanya sekadar upacara belaka, akan tetapi juga menjadi obyek wisata bagi para wisatawan.

Nah, apa saja upacara adat Papua yang masih lestari hingga sekarang? Apa keunikannya serta filosofi di baliknya? Simak macam-macam upacara adat Papua dan filosofinya berikut ini ya!

Ragam Upacara Adat Papua dan Filosofinya

1. Upacara Adat Papua: Bakar Batu, Ritual Masak Bersama-sama

upacara adat papua

Sumber: Bobo.ID – Grid.ID

Upacara adat Papua yang pertama adalah upacara bakar batu yang menjadi salah satu bentuk syukur bagi masyarakat Papua. Upacara ini merupakan tradisi, di mana masyarakat Papua melakukan sebuah ritual memasak bersama-sama.

Pada perkembangannya, upacara bakar batu ini memiliki nama lain yang berbeda-beda, seperti Barapen di Jayawijaya, Kit Oba Isago di Wamena, dan Mogo Gapil di Paniai.

Biasanya, upacara bakar batu dilakukan oleh suku pedalaman seperti Nabire, Lembah Baliem, Pegunungan Tengah, Paniai, Pegunungan Bintang, Yahukimo dan Dekai. Dalam sejarahnya, upacara bakar batu bagi masyarakat di pegunungan tengah Papua merupakan pesat untuk membakar daging babi.

Akan tetapi, sebagai bentuk toleransi, saat ini masyarakat Papua tidak harus atau tidak selalu membakar babi, terkadang mereka juga membakar sapi, kambing maupun ayam.

Upacara batu bakar dilakukan untuk menyambut berita kebahagiaan seperti dilaksanakannya perkawinan adat, kelahiran, penobatan kepala suku hingga mengumpulkan prajurit ketika akan pergi berperang.

Selain itu, upacara bakar batu juga menjadi simbol dari kesederhanaan yang dimiliki oleh masyarakat Papua yang selalu menjunjung persamaan hak, keadilan, ketulusan, kekompakan, kejujuran hingga keikhlasan yang membawa perdamaian.

Upacara bakar batu disebut bakar batu, karena prosesi membakar batu hingga batu tersebut panas membara, lalu setelah batu tersebut panas barulah masyarakat akan menumpuk makanan di atasnya untuk dimasak hingga matang.

2. Upacara Adat Papua: Tanam Sasi, Upacara Adat Kematian oleh Suku Marind Anim

upacara adat papua

Sumber: The Asian Parent

Upacara adat tanam sasi adalah upacara adat kematian yang berkembang di daerah Kabupaten Merauke dan dilaksanakan oleh suku Marind atau suku Marind-Anim. Suku Marind berada di wilayah dataran luas di Papua Barat.

Kata anim dalam penamaan suku Marind Anim ini memiliki arti laki-laki dan kata anum artinya adalah perempuan. Jumlah penduduk dari suku ini diperkirakan sebanyak 5000 hingga 7000 jiwa.

Sasi adalah sejenis kayu yang menjadi media utama dalam rangkaian upacara adat kematian satu ini. Kayu sasi ditanam selama kurang lebih 40 hari setelah kematian seseorang di daerah tersebut. Kayu sasi kemudian akan dicabut, setelah mencapai hari ke-seribu ditanam.

Upacara tanam sasi ini selalu dilaksanakan oleh Suku Marind dan berdampak pada hasil ukiran kayu khas Papua yang terkenal hingga ke mancanegara.

Seperti halnya upacara bakar batu, upacara tanam sasi juga memiliki filosofi atau arti khusus bagi penduduk suku Marind. Makna yang tersimpan dalam upacara tanam sasi adalah sebagai berikut ini.

  • Ukiran khas yang berasal dari Papua, melambangkan kehadiran dari para leluhur.
  • Upacara tanam sasi adalah wujud dari tanda keadaan hati bagi masyarakat
  • Papua, contohnya seperti menyatakan rasa sedih ketika ada seseorang yang meninggal.
  • Sebagai sebuah simbol kepercayaan dari masyarakat dengan motif-motif khusus seperti hewan, manusia serta tumbuhan yang diukir di atas kayu.
  • Sebagai simbol dari keindahan dalam bentuk mahakarya maupun karya seni yang dibuat oleh masyarakat Papua dan mewakili kenangan-kenangan dari nenek moyang.

Masyarakat Papua yang melaksanakan upacara tanam sasi ini mempercayai bahwa ukiran pada kayu sasi memiliki beberapa makna khusus, seperti kehadiran dari para roh leluhur, simbol kepercayaan pada makhluk hidup dan simbol dari keindahan dan karya seni.

Pada proses upacara Tanam Sasi, masyarakat akan menampilkan tarian tradisional yang disebut dengan Tari Gatsi. Tari Gatsi adalah salah satu tarian khas dari Suku Marind.

Tari Gatsi ini dipentaskan hanya ketika upacara adat Tanam Sasi berlangsung dan festival tusu telinga, hal ini karena Tari Gatsi memiliki makna khusus yaitu agar masyarakat dari Suku Marind senantiasa mematuhi adat budaya yang ada di masyarakat dan turut melestarikan tradisi dari masyarakat Suku Marind. Selama pertunjukan, para musisi akan memainkan alat musik tradisional yang bernama Tifa.

Tifa merupakan alat musik yang memiliki bentuk seperti gendang kecil atau dogdog. Selain itu tifa juga dinilai sangat istimewa karena terbuat dari kayu susu. Kayu ini adalah kayu keras yang hanya dapat ditemukan di wilayah hutan Papua Barat saja. Sedangkan bagian gendang dari tifa terbuat dari kulit biawak atau rusa yang telah diolah hingga menghasilkan suara musik.

3. Upacara Adat Papua: Wor, Ritual untuk Meminta Perlindungan

upacara adat papua

Sumber: Wikipedia

Upacara Wor merupakan tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun oleh Suku Biak, yaitu suku yang mendiami berbagai daerah di Papua. Upacara Wor dapat dimaknai sebagai upacara adat yang memiliki hubungan dengan kehidupan religius dari masyarakat Suku Biak, sehingga segala macam aspek kehidupan sosial masyarakat Suku Biak seringkali diwarnai dengan Wor.

Bagi warga Biak, upacara Wor merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh keluarga inti dengan melibatkan kerabat suami dan istri. Tujuannya adalah untuk memohon sekaligus meminta perlindungan untuk anak mereka pada penguasa alam semesta.

Upacara Wor juga dipercaya oleh warga Biak dapat melindungi seseorang setiap ada peralihan siklus dalam hidupnya. Biasanya, masyarakat Suku Biak melaksanakan upacara Wor untuk mengiringi pertumbuhan fisik anak-anak, sejak masih dalam kandungan, sudah lahir hingga usia tua atau bahkan kematian.

https://www.gramedia.com/products/orang-asli-papua-kondisi-sosial-demografi-dan-perubahannya-1?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/orang-asli-papua-kondisi-sosial-demografi-dan-perubahannya-1?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

4. Upacara Adat Papua: Kematian Suku Asmat

upacara adat papua

Sumber: Travel Kompas

Upacara adat Papua yang cukup dikenal adalah upacara kematian oleh Suku Asmat. Suku Asmat merupakan salah satu suku yang memiliki populasi terbesar di Papua. Selain sebagai suku terbesar, Suku Asmat juga memiliki beberapa ritual atau upacara-upacara penting yang biasa dilakukan dan salah satunya adalah upacara kematian Suku Asmat.

Masyarakat Suku Asmat, biasanya tidak mengubur mayat dari anggota suku yang telah meninggal dunia. Mereka biasanya meletakan mayat tersebut di atas perahu lesung dengan dibekali sagu, lalu mayat tersebut dibiarkan mengalir ke laut membiarkan mayat tersebut berada di atas anyaman bambu hingga akhirnya membusuk.

Setelah mayat yang dibiarkan itu menjadi tulang belulang, barulah masyarakat Suku Asmat akan menyimpannya di atas pokok kayu. Sedangkan tengkorak dari mayat tersebut akan dijadikan sebagai bantal oleh anggota keluarganya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kasih sayang, cinta dari anggota keluarga yang ditinggalkan.

Upacara kematian dilakukan oleh masyarakat Suku Asmat, karena masyarakat Asmat percaya bahwa kematian bukanlah suatu hal yang alamiah, melainkan sebagai penanda adanya roh jahat yang mengganggu. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang sakit, maka warga Asmat akan membuat pagar dari pohon dahan nipah.

Pohon dari dahan nipah ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang berkeliaran di sekitar orang sakit tersebut dan tidak mendekati orang tersebut. Ketika orang tersebut, sakit maka orang-orang hanya akan berdiam dan berkerumun di sekelilingnya tanpa memberi obat atau makan. Barulah setelah orang yang sakit tersebut meninggal, masyarakat Suku Asmat akan berebutan untuk memeluk mayat tersebut dan keluar menggulingkan badannya di lumpur.

Kemudian tradisi kematian Suku Asmat pun berlanjut seperti yang telah dijelaskan di atas.

5. Upacara Adat Papua: Kiuturu Nandauw

upacara adat papua

Sumber: Travel Kompas

Di Papua, ada pula beberapa upacara adat khusus penting yang biasanya dilakukan oleh para orang tua untuk anak-anaknya. Anak-anak di Papua, biasanya akan melaksanakan serangkaian upacara adat yang menjadi salah satu tradisi secara turun temurun.

Salah satunya adalah upacara adat Kiuturu Nandauw atau biasa disebut dengan upacara adat Kakarukrorbun. Upacara adat satu ini merupakan upacara potong rambut pertama kali yang dilakukan oleh anak-anak ketika menginjak usia 5 tahun.

6. Upacara Adat Tindik Telinga: Ero Era Tu Ura

upacara adat papua

Sumber: Budaya Indonesia

Upacara adat Papua, tindik telinga atau disebut pula dengan mam Ero Era Tu Ura merupakan upacara adat yang dilakukan oleh anak-anak yang berumur tiga hingga lima tahun untuk mendidik telinga mereka.

Upacara ini akan dilaksanakan serta dipimpin oleh seorang dukun yang bernama Aebe Siewi dan dihadiri oleh sanak keluarga dari anak yang akan ditindik sekaligus para tetangga.

Anak yang akan menjalani upacara tindik telinga ini nantinya akan duduk di tikar dan dikelilingi oleh anak-anak lain yang diundang. Lalu, kedua telinga anak tersebut akan ditindik dengan menggunakan alat khusus.

Upacara Ero Era Tu Ura dilaksanakan untuk menjaga telinga si anak. Karena masyarakat Papua percaya bahwa telinga adalah salah satu alat pendengar yang harus dipelihara. Masyarakat Papua juga berharap, agar anak yang telah mendapatkan tindik telinga selalu mendengarkan suara yang baik dan tidak yang buruk.

7. Menangkap Ikan di Laut: Snap Mor

upacara adat papua

Sumber: West Papua Tabloid

Upacara adat Papua selanjutnya adalah sebuah tradisi menangkap ikan di air laut yang sedang surut. Upacara adat Papua satu ini disebut sebagai Snap Mor dan biasa dilakukan oleh masyarakat Papua dari Suku Biak secara beramai-ramai.

Snap Mor dilaksanakan ketika air laut dalam keadaan surut, yaitu pada sekitar bulan Juli hingga bulan Agustus. Upacara adat Snap Mor menjadi salah satu pertanda bahwa warga Suku Bika memiliki pengetahuan tentang waktu yang tepat dan sesuai untuk menangkap ikan.

Tidak hanya itu saja, tradisi Snap Mor mengandung nilai kebersamaan serta menjadi bentuk dari rasa syukur masyarakat Suku Biak karena berkat dan karunia yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

https://www.gramedia.com/products/conf-digital-news-book-kompas-tradisi-ramadhan?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/conf-digital-news-book-kompas-tradisi-ramadhan?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

8. Upacara Adat Papua Iris Telinga: Tradisi Nasu Palek

upacara adat papua

Sumber: Travel Kompas

Upacara adat Papua yang satu ini dinilai cukup ekstrim. Upacara adat Nasu Palek merupakan sebuah tradisi mengiris telinga yang dilakukan oleh masyarakat dari Suku Dani.

Tradisi Nasu Palek dilakukan sebagai wujud dari rasa duka cita atau sedih ketika ada seorang anggota keluarga yang meninggal dunia. Bagi masyarakat Suku Dani, setiap irisan telinga yang berkurang adalah sebuah bentuk penghormatan pada ibu, ayah dan saudara yang meninggal dunia.

9. Tradisi Iki Palek

upacara adat papua

Sumber: Kompasiana

Upacara adat ini masih berhubungan dengan upacara adat Nasu Palek, bahkan upacara adat ini cukup dikenal karena dinilai ekstrim. Bedanya dengan upacara adat Nasu Palek, upacara adat Iki Palek merupakan upacara potong jari.

Upacara potong jari akan dilaksanakan ketika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal dunia. Tujuannya sama seperti upacara adat Nasu Palek, yaitu sebagai wujud kesedihan atau duka cita atas kepergian anggota keluarga. Tradisi ini dilakukan, karena menurut masyarakat Suku Dani menangis saja tidak cukup untuk mewakili rasa sedih yang dirasakan oleh seseorang. Selain itu, masyarakat Suku Dani juga beranggapan bahwa kehilangan salah satu anggota keluarga sama seperti kehilangan sebagian kekuatannya.

Upacara Iki Palek dilaksanakan dengan memotong satu ruas jari sebagai suatu simbol atas kesedihan akibat kepergian orang-orang terdekat. Proses pemotongan satu ruas jari tersebut, biasanya dilakukan dengan menggunakan kapak maupun pisau tradisional atau bisa pula dengan menggigit jari hingga putus.

Pada umumnya, upacara Iki Palek ini hanya dilakukan oleh kaum wanita saja. Akan tetapi terkadang kaum laki-laki juga turut melakukan upacara Iki Palek.

10. Perkawinan Suku Biak

upacara adat papua

Sumber: Kompas.id

Masyarakat dari Suku Biak Papua, memang dikenal suka menjodohkan anak-anaknya sejak mereka kecil. Sebelum melangsungkan upacara perkawinan, biasanya masyarakat Suku Biak akan menjalani suatu rangkaian prosesi mulai dari pinangan atau senepen, lamaran atau fakfuhen hingga akhirnya melangsungkan proses pernikahan.

Pada umumnya, pernikahan yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Biak ini terbilang cukup sederhana. Sama seperti pernikahan pada umumnya, kedua calon pengantin akan dihias dengan menggunakan pakaian adat. Sedangkan ketika resepsi pernikahan, biasanya dilakukan di rumah pihak pengantin prianya.

Proses pernikahan dari pengantin Suku Biak akan dimulai dengan menyerahkan benda pusaka lebih dulu, contohnya seperti parang, panah dan tombak di antara kedua belah pihak.

Setelah proses tersebut selesai, maka pengantin akan diberi sebatang rokok yang harus dihisap oleh keduanya secara berganti-gantian sambil diiringi dengan doa dan mantera yang dilantunkan oleh tetua suku. Setelah upacara selesai, maka kedua keluarga akan makan bersama.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sebelum upacara pernikahan dimulai maka ada prosesi yang harus berjalan sebelumnya yaitu mengantarkan mas kawin pada calon mempelai wanita dari calon mempelai pria.

Prosesi satu ini disebut sebagai upacara Aratem. Selama perjalanan mengantarkan mas kawin ini, rombongan dari keluarga calon mempelai pria akan diiringi dengan berbagai tarian serta nyanyian.

https://www.gramedia.com/products/70-tradisi-unik-suku-bangsa-di-indonesia?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/70-tradisi-unik-suku-bangsa-di-indonesia?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Nah itulah ragam upacara adat Papua yang masih lestari hingga sekarang dengan filosofi dan alasan mengapa upacara adat tersebut dilaksanakan. Apabila Grameds tertarik untuk membaca lebih lanjut tentang tradisi unik yang ada di Indonesia atau tentang kondisi di Papua, Grameds bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com agar kamu memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Khansa

Baca juga:

About the author

Aris

Saya sangat dengan dunia menulis karena melalui menulis, saya bisa mendapatkan banyak informasi. Karya yang saya hasilkan juga beragam, dan tema yang saya suka salah satunya adalah sosiologi. Tema satu ini akan selalu melekat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan selalu menarik untuk dibicarakan.

Kontak media sosial Twitter saya M Aris