Agama Islam

5 Hadits Tentang Cinta, Jenis-Jenis Hadits, dan Perawinya

Hadits tentang Cinta
Written by Yufi Cantika

Hadits Tentang Cinta – Dalam ajaran Islam, seorang muslim memiliki dua hal yang dijadikan pegangan pedoman dalam menjalani kehidupan sepanjang. Pertama yaitu Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya, Al-Qur’an sudah membahas segalanya. Mulai dari keesaan Allah Subhanahu wa ta’ala, ibadah, hingga hal-hal duniawi seperti pembagian harta warisan.

Sedangkan pegangan yang kedua adalah hadits. Apa sih hadits itu? Menurut para ulama, hadits adalah apapun yang diriwayatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Baik itu perkataan, perbuatan, ketetapan yang dibuat selama hidupnya.

Sama seperti kitab suci Al-Qur’an, hadits juga membahas banyak hal seperti ibadah, perilaku, hingga hadits tentang cinta pun ada. Namun, mengingat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah lama wafat, maka kita tidak bisa lagi melihat secara langsung kehidupan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sehari-hari.

Namun kamu tidak perlu khawatir, karena Allah Subhanahu wa ta’ala tetap menjaga hadits hingga sampai ke umat Muslim sebelum kita, dan orang-orang yang sesudah kita. Selama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat sekitar 1400 tahun yang lalu, para sahabat meniru apapun yang dilakukannya.

Sahabat seperti Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahkan menulis segalanya. Apa yang dilakukan sahabat, akhirnya diwariskan ke orang-orang setelahnya, turun temurun, disebarkan oleh para perawi hadits hingga akhirnya sampai ke kita semua, juga umat Muslim di masa depan.

Hadits tentang Cinta

Jenis-Jenis Hadits yang Perlu Diketahui oleh Umat Muslim

Dalam agama Islam, hadits dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Berikut penjelasan tentang jenis-jenis hadits.

1. Hadits Shahih

Jenis hadits yang pertama adalah hadits shahih. Sebuah hadits dianggap shahih jika sudah memenuhi beberapa kriteria tertentu, yaitu diriwayatkan oleh perawi yang berkualitas, sanadnya bersambung, juga tidak adanya syadz dan illat. Syadz sendiri berarti penyendirian atau perlawanan, sedangkan illat berarti berbagai sifat yang tidak baik yang dapat mencoreng hadits tersebut.

Hadits shahih sendiri adalah hadits yang paling tinggi tingkatannya. Hadits jenis ini adalah hadits yang benar dan tingkat keasliannya tidak perlu diragukan lagi. Jika sebuah hadits disebut sahih, itu berarti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam benar-benar mengatakan, melakukan, dan menetapkan hal tersebut.

2. Hadits Sanad

Satu tingkat dibawah hadits shahih, terdapat yang namanya hadits sanad. Hadits sanad memiliki hampir semua kualitas yang dimiliki oleh hadits shahih. Mulai dari tidak terputusnya sanad, tidak adanya syadz dan illat, dan diriwayatkan oleh perawi yang memiliki hafalan yang kuat, dan juga adil.

Lalu dimana letak perbedaannya? Perbedaan antara hadits shahih dan hadits sanad terletak pada kualitas perawi atau penghafal hadits tersebut. Meski perawi tersebut memiliki hafalan yang kuat, tetapi kualitas hafalannya tidak sekuat para perawi hadits yang shahih.

3. Hadits Dhaif

Jika hadits shahih adalah hadits yang benar dan asli, hadits sanad mendekati keaslian, maka hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat. Hadits ini sangat lemah, dan perlu dipertanyakan kebenarannya.

Dalam situasi apapun, hadits shahih dan sanad bisa digunakan sebagai sumber hukum dalam ajaran Islam. Namun hal itu tidak berlaku bagi hadits dhaif yang kedudukannya sangat lemah, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Fungsi Hadits dalam Ajaran Agama Islam

Hadits tentang Cinta

unsplash.com

Pada masa Rasulullah shalallahu alaihi alaihi wasallam masih hidup, perbuatan, perkataan, dan ketetapannya adalah hukum. Umat Islam wajib mematuhinya, karena apa yang Rasulullah shalallahu alaihi alaihi wasallam lakukan adalah kebenaran.

Tidak hanya patuh, para sahabat juga mencontoh dan menulis apa yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ajarkan ke mereka hingga menjadi hadits yang kita ketahui sekarang. Para sahabat melakukan ini bukan tanpa alasan, pasalnya hadits sendiri memiliki banyak fungsi yang sangat penting, terutama setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat. Apa fungsinya?

1. Bayan at-Taqrir

Dalam kehidupan sehari-harinya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selalu taat pada Allah Subhanahu wa ta’ala. Bisa dibilang, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Al-Qur’an berjalan, karena beliau selalu mengikuti dan mengamalkan isi kandungan kitab Al-Qur’an.

Oleh karena itu, tidak heran jika perbuatan, perkataan, dan ketetapannya yang dituangkan dalam hadits berfungsi sebagai Bayan at-Taqrir. Bayan at-Taqrir sendiri berarti menetapkan dan memperkuat apa yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an.

2. Bayan at-Tafsir

Sesuai dengan namanya, salah satu fungsi utama hadits adalah sebagai Bayan at-Tafsir atau tafsir untuk ayat-ayat dalam kitab Al-Qur’an. Di masa lalu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukan hanya menyebarkan ayat-ayat yang turun kepadanya, tetapi juga menafsirkan atau menerangkan ayat-ayat yang belum dipahami oleh para sahabat di masa itu. Hari ini, hadits masih memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai tafsir dari ayat-ayat Al-Qur’an.

3. Bayan at-Tasyri

Bayan at-Tasyri berarti mewujudkan sebuah hukum yang tidak ada dalam kitab suci Al-Qur’an. Di masa lalu, para sahabat selalu berpedoman kepada kandungan isi Al-Qur’an. Ketika menemukan persoalan yang mereka tidak yakin apa jawabannya, mereka akan berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, dan berusaha mencari jawabannya di dalam kitab suci Al-Qur’an.

Ketika tidak menemukannya, atau merasa kurang paham dengan apa yang dijelaskan dalam Al-Quran, para sahabat akan pergi ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk meminta jawabannya atau solusi untuk masalah tersebut.

4. Bayan an-Nasakh

Dalam bahasa Arab, Bayan an-Nasakh sendiri memiliki arti yang beragam, yaitu Al-Ijalah atau menghilangkan, At Taqyir yang berarti mengubah, Al-Ibtal yang memiliki arti membatalkan, dan terakhir At Tahwil yang artinya memindahkan.

Namun secara umum, bayan an-Nasakh memiliki pengertian keberadaan dalil syara’ atau dapat menghapus ketentuan yang sudah ada sebelumnya. Dalil sebelumnya bisa dihapuskan jika ada dalil yang baru.

Hadits tentang Cinta

7 Perawi Hadits yang Berjasa Dalam Mengumpulkan dan Menyebarkan Hadits

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih hidup, para sahabat dan Khalifah setelahnya selalu meniru apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka juga menuliskan semua hal yang dikatakan maupun yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, para sahabat menjadikan hadits sebagai pedoman mereka. Hadits itu kemudian diturunkan kepada para ulama, dan diajarkan kembali ke muridnya. Ratusan tahun berlalu, beberapa ulama berusaha mengumpulkan hadits dan memilah mana yang sahih dan mana yang dhaif.

Dari sekian banyak ulama atau perawi hadits, berikut 7 perawi hadits yang berjasa dalam mengumpulkan dan menyebarkan hadits kepada umat Islam hingga sampai masa kini. Lalu, siapa saja 7 perawi itu?

1. Imam al-Bukhari

Lahir di Kota Bukhara, Uzbekistan pada tanggal 13 Syawal 810 Masehi, Imam al-Bukhari merupakan perawi hadits yang termasyhur di dunia. Sejak kecil, Imam al-Bukhari sudah menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.

Tidak hanya menghafal Al-Qur’an, di usia 10 tahun, sang imam juga sudah menghafal banyak sekali hadits di luar kepala. Ketika dewasa, Imam al-Bukhari berhasil menulis sebuah kitab berisi 600.000 hadits yang kemudian disortir lagi menjadi 100.000 hadits shahih. Imam al-Bukhari sangat berjasa dalam penyebaran hadits.

Salah satu karyanya yang terkenal berjudul Al-Jami’ ash-Shahih al- Musnad al-Mukhtashar min Umūri Rasūlillah Shallallahu ’alaihi wa Sallam wa Ayyamihi (Jami’us Shahih) yang disusunnya selama 16 tahun.

2. Imam Muslim

Perawi hadits shahih yang kedua adalah Imam Muslim. Lahir di Iran pada tahun 820 Masehi. Selain seorang hafidz Qur’an, beliau juga adalah seorang perawi hadits. Sepanjang hidupnya, Imam Muslim menghabiskan waktu untuk belajar dari satu guru ke guru lainnya, untuk mempelajari sekaligus memperdalam ilmu hadits.

Beliau juga memiliki banyak karya, salah satu karyanya yang paling luar biasa adalah Jami’ush Shahih. Para ulama sepakat, bahwa hadits-hadits yang ada di kitab itu sangat jelas pengertiannya.

3. Imam Abu Dawud

Memiliki nama lengkap Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran Al Azdi As Sijistani, perawi hadits satu ini berasal dari daerah perbatasan antara Iran dan Afghanistan yang dikenal dengan nama Sijistan. Beliau hidup dari tahun 817 Masehi hingga 889 Masehi.

Tidak kalah dari perawi hadits lainnya, Imam Abu Dawud juga adalah seorang penghafal Al-Qur’an dan ulama yang masyhur. Selama hidupnya, Imam Abu Dawud membuat 20 karya dan 13 kitab. Karyanya yang paling masyhur adalah Kitab Sunan Abi Dawud yang dianggap sebagai kitab terbaik setelah karya Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.

Dalam Kitab Sunan Abi Dawud ini, beliau mengumpulkan sekitar 4.800 hadits dari 500.000 hadits yang dia kumpulan dan sudah hafal di luar kepala.

4. Imam Tirmidzi

Imam Tirmidzi adalah seorang ilmuwan muslim, sekaligus juga merupakan murid Imam al-Bukhari. Lahir di Tajikistan pada tahun 824 Masehi, Imam Tirmidzi dikenal sebagai seorang yang terpercaya dalam kemampuannya mengumpulkan, menghafal, dan menyusun hadits.

Selain membuat karya kumpulan hadits yang berjudul Ilalul Hadits, karya Imam Tirmidzi lainnya yang paling terkenal adalah Jami’ At-Tirmidzi yang menjelaskan tentang permasalahan fiqih yang dijelaskan secara lengkap.

5. Imam An-Nasa’i

Dibandingkan dengan empat imam lainnya, nama Imam An-Nasa’i memang kurang populer. Meski begitu, beliau juga merupakan seorang perawi yang berjasa dalam mengumpulkan, menyusun, dan meriwayatkan hadits.

Imam An-Nasa’i lahir di Khurasan, Irak pada tahun 830 Masehi. Sebagai seorang perawi hadits, beliau banyak belajar dengan ulama-ulama lain yang lebih masyhur darinya. Meski terlahir di Khurasan, Imam An-Nasa’i lebih memilih menghabiskan hidupnya di Mesir dan menyebarkan hadits di negara tersebut.

6. Imam Ibnu Majah

Perawi istimewa lain yang lahir di Iran adalah Imam Ibnu Majah. Lahir di Qazwin pada tahun 824 Masehi dengan nama Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qadziani Ar Raba’i Al Qazwani, Imam Ibnu Majah merupakan seorang perawi hadits, ahli tafsir dan juga ahli sejarah Islam.

Tidak seperti Imam al-Bukhari yang memulai hafalannya sejak kecil, Imam Ibnu Majah mulai mengumpulkan hadits saat usianya sudah cukup dewasa yakni 21 tahun. Beliau belajar dengan banyak ulama, dan mengumpulkan hadits dari mereka.

Karya Imam Ibnu Majah yang paling populer adalah Sunan Ibnu Majah yang berisikan kumpulan hadits-hadits shahih. Kitab Sunan Ibnu Majah juga merupakan salah satu dari enam kitab hadits terbaik setelah karya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam An-Nasa’i, dan Imam At-Tirmidzi.

7. Imam Ahmad

Selain Iran, Irak juga banyak melahirkan perawi hadits terkenal. Salah satunya adalah Abu Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al Marwazy atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Ahmad. Beliau adalah ulama hadits asal Baghdad yang lahir pada tahun 780 Masehi.

Sejak muda, sang imam sudah mengumpulkan hadits dan berguru dengan banyak ulama hebat di Timur Tengah, termasuk menjadi murid Imam Syafi’i yang paling setia.

Tidak hanya itu, beliau adalah pendiri Madzhab Hanbaly. Hebatnya, Imam Ahmad mampu menghafal hingga 1 juta hadits di luar kepala. Karya hadits beliau yang paling terkenal adalah Musnadul Kabir, sebuah kitab berisi 40.000 hadits.

Hadits tentang Cinta

5 Hadits Tentang Cinta Kepada Allah SWT, Saudara, dan Pasangan

Hadits tentang Cinta

pexels.com

Membahas soal hadits, orang mungkin berpikir jika hadits hanya membahas soal agama dan ibadah saja. Padahal, hadits yang dikumpulkan oleh para perawi di atas juga membahas soal kehidupan, termasuk juga hadits tentang cinta. Berikut 5 hadits tentang cinta kepada Allah SWT dan pasangan!

1. Hadits Tentang Mencintai dan Menyayangi Saudaranya

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ” رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Dari Anas radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Tidak sempurna keimanan seorang dari kalian, hingga ia mencintai untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri” – HR Bukhari dan Muslim

2. Hadits tentang cinta kepada Allah Subhanahu wa ta’ala

أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ الْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ. (رواه الترمذي).

“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” – HR At Tirmidzi

3. Hadits Tentang Dua Orang yang Mencintai Karena Allah

Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat seperti bintang yang muncul dari timur atau bintang barat yang berpijar. Lalu ada yang bertanya, “Siapa mereka itu?”, “Mereka itu adalah orang-orang yang mencintai karena Allah ‘Azzawajalla.” – HR Imam Ahmad

4. Hadits untuk Tidak Mencintai Secara Berlebihan

“Cintailah kekasihmu sewajarnya saja karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah sewajarnya karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi kekasihmu.” – HR At-Tirmidzi

5. Hadits tentang Mencintai Sesama Saudara Muslim

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ أَنْبَأَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا بِمِثْلِ حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٍ

“Demi Dzat yang jiwaku ada di dalam genggaman-Nya, kalian tidak dapat masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian belum disebut beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang sesuatu yang jika kalian lakukan, kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.”– HR Muslim

Hadits tentang Cinta

Demikian ulasan mengenai hadits tentang cinta. Perlu diingat bahwa hadits adalah pegangan hidup semua umat Muslim di dunia setelah Al-Qur’an. Bukan hanya pegangan dalam urusan ibadah atau agama, tetapi juga berbagai aspek dalam kehidupan kita, termasuk percintaan.

Untuk Grameds yang mau mempelajari semua hal tentang hadits tentang cinta maupun hadits-haidts lainnya, kamu bisa banget mengunjungi www.gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu berusaha untuk menyediakan informasi terbaik, terbaru, dan #LebihDenganMembaca untuk kamu.

Penulis: Siti Marliah

BACA JUGA:

  1. Pengertian Al-Quran dan Hadits Beserta Sejarahnya 
  2. Hadits Suami Menyakiti Istri: Sebuah Renungan untuk Para Suami
  3. Marah dalam Islam dan Larangannya dalam Hadits
  4. Tujuan, Jenis, Dalil, serta Batas Aurat Laki-Laki dan Perempuan 
  5. Rekomendasi Buku Hadits Shahih (Imam Bukhari, Muslim, Arba’in) 

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika