in

Resensi Novel The Orange Girl Jostein Gaarder

The Orange Girl terbit pada tahun 2004 dengan judul aslinya, yaitu Appelsinpiken (The Orange Girl) yang ditulis oleh Jostein Gaarder, penulis novel Dunia Sophie. Novel The Orange Girl ini menceritakan Georg, seorang anak yang mendapatkan surat dari ayahnya yang telah meninggal dunia 11 tahun lalu. Surat tersebut berisikan sebuah kisah mengenai sosok Gadis Jeruk yang membawa Georg kepada pemikiran filosofis kehidupan.

Secara tidak langsung, novel setebal 256 halaman ini mengajak para pembacanya untuk memikirkan sebuah dongeng filosofis kehidupan, lebih tepatnya cerita mengenai teka-teki dan misteri kehidupan yang ada. Sama seperti berbagai karya tulis Gaarder lainnya, perenungan akan hidup disiapkan pula dalam novel The Orange Girl

Tidak hanya mengenai kehidupan, novel ini juga berisikan terkait bagaimana adanya suatu entitas disebabkan saling keterlibatan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan, isi surat yang diberikan oleh sang ayah pada Georg akan menghadirkan kisah menarik yang wajib kalian baca.

Alur Cerita Novel The Orange Girl

The Orange Girl
The Orange Girl

tombol beli buku

The Orange Girl mengisahkan seorang anak remaja berusia 15 tahun yang menetap di Oslo, bernama Georg Roed. Ia menetap bersama sang ibu, ayah tirinya bernama Jorgen, serta adik perempuannya hasil dari pernikahan ibu dengan ayah tirinya itu. Dikisahkan bahwa ayah kandung dari Georg telah meninggal dunia sejak 11 tahun sebelumnya, saat Georg berusia 4 tahun.

Cerita ini bermula saat nenek dari Georg mendapati sepucuk surat yang ditulis oleh ayah George saat 11 tahun lalu, tepatnya beberapa waktu sebelum kematiannya. Surat yang ditulis oleh ayah Georg memang ditujukan untuk anaknya, Georg. Isi dari surat itulah yang dituangkan ke dalam buku The Orange Girl, kemudian menjadi pokok cerita di dalam novel ini.

Halaman demi halaman pada novel ini mengisahkan dari cerita-cerita perjumpaan serta perjalanan kisah cinta antara Jan Olav–ayah kandung dari Georg–dan seorang Gadis Jeruk yang sangat misterius. Pasalnya gadis tersebut kerap menghilang secara tiba-tiba itulah mengapa dikatakan sebagai sosok yang misterius.

Diceritakan bahwa sang ayah berjumpa dengan Gadis Jeruk tersebut saat usianya kurang lebih 20 tahun. Dalam novel ini, tokoh Gadis Jeruk sangatlah penting sebab hampir seluruh alur cerita dalam surat si Ayah, didominasi oleh gadis tersebut. Seperti halnya ucapan di awal surat tersebut yang bertuliskan, “Aku sudah berniat untuk membagikan cerita kepadamu terkait cerita si Gadis Jeruk pada suatu saat nanti, selagi kamu hidup.”

Siapakah Gadis Jeruk yang dimaksud itu? Kali pertama Jan Olav berjumpa dengan seorang gadis memesona di dalam sebuah kereta lokomotif atau trem. Gadis yang ditemuinya itu membawa banyak buah jeruk yang dimasukkan ke dalam kantong besar yang terbuat dari kertas.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Tidak hanya itu, digambarkan pula bahwa sang gadis mengenakan pakaian yang jarang dikenakan oleh orang kebanyakan saat musim dingin, yaitu sejenis anorak (semacam pakaian hangat atau poncho) dengan warna oranye layaknya buah jeruk.

Barangkali orang yang melihatnya akan meninggalkan kesan aneh pada gadis tersebut, tetapi Jan Olav berbeda. Ia justru sangat penasaran akan ‘Gadis Jeruk’ tersebut. Jan Olav berkeinginan untuk berkenalan dengan gadis itu, tetapi keadaan berkata lain.

Saat kereta lokomotif sedikit bergoyang, gadis itu hampir saja menumpahkan semua jeruknya. Jan Olav yang ingin membantunya, tidaklah sempat. Hal itu karena sebelum sempat membantunya pun semua jeruk itu telah berhamburan pada seluruh kereta lokomotif tersebut. Di situ Jan Olav merasa malu. Apalagi saat gadis itu hanya tertawa meraih satu buah jeruk dari genggaman Jan Olav, kemudian pergi dari keributan terkait buah jeruk itu.

Pertemuan pertama itu justru menaruh kesan yang berarti di dalam hati Jan Olav, terlebih dirinya berjanji untuk mencari Gadis Jeruk itu lagi, entah bagaimanapun caranya. Sudah beberapa kali, Jan Olav berjumpa dengan si Gadis Jeruk itu, tetapi akhir dari hasilnya itupun selalu saja sama, yaitu Gadis Jeruk pergi meninggalkan Jan Olav dengan memberi rasa penasaran yang amat sangat di pikiran lelaki itu.

Jan Olav tanpa hentinya melacak keberadaan Gadis Jeruk tersebut, bahkan menyusuri perjalanan dari kawasan Skandinavia ke kawasan subtropis negara Spanyol. Bisa dibayangkan apa namanya bila telah rela melakukan apapun (baca: mencari) sampai garis benua untuk seseorang, kecuali orang tersebut sangatlah penting baginya?

Dikisahkan pula dalam novel ini kepolosan Jan Olav dalam mengutarakan berbagai anggapan atau hipotesis terkait gadis tersebut, seperti halnya mengapa Gadis Jeruk tersebut selalu membawa jeruk yang melimpah, mengapa si Gadis Jeruk dapat mengetahui nama Jan Olav dan di mana dirinya tinggal. 

Terdapat bagian yang cukup mengejutkan dalam novel The Orange Girl ini, yaitu saat pencarian Jan Olav yang mendatangkan hasil. Ia berhasil menemukan Gadis Jeruk itu di Sevilla, tepatnya Spanyol. Gadis Jeruk tersebut membuat sebuah pengakuan bahwa atas semua yang ia lakukan adalah sebuah unsur kesengajaan, seperti menjatuhkan jeruk-jeruknya, pergi meninggalkan Jan Olav dengan rasa penasaran.

Lalu, mengirimkan sebuah kartu pos dengan gambar kebun jeruk dari Spanyol dan mengatakan, “Sebagai seorang kekasih, perlu dan penting rasanya untuk saling meletakkan rindu” sehingga apa yang diperbuatnya adalah unsur kesengajaan. Bahkan, sesungguhnya gadis tersebut pun melakukan bentuk pencarian dan memandang laki-laki tersebut merupakan seekor kupu-kupu yang perlu diraih yang kemudian membuat kupu-kupu itu membuntuti si penangkapnya.

Dalam hal ini, Gaarder dengan sangat apiknya menuangkan gagasannya menjadi sebuah cerita, yaitu menceritakan situasi seorang pemuda yang tengah merasakan jatuh cinta pada seorang gadis dan dipenuhi segudang pertanyaan yang berkaitan dengan sang pujaan hatinya itu.

Melalui pertemuan-pertemuan Jan Olav dan Gadis Jeruk itu, barangkali pembaca akan memahami mengapa warna oranye atau jingga cenderung mendominasi, seperti gadis mengenakan outer berwarna oranye yang sedang membawa sekantong jeruk.

Setelah melewati halaman demi halaman dari novel ini, pembaca akan mendapati beberapa yang dapat dijadikan sebagai pelajaran dan renungan, salah satunya ialah pertanyaan Jan Olav pada si Gadis Jeruk tersebut. Jan Olav menanyakan tentang mengapa Gadis Jeruk itu repot-repot mengangkut puluhan jeruk untuk dilukisnya di atas kanvas, mengapa tidak mengambil satu buah jeruk saja yang kemudian mengulangi gambar jeruknya itu. 

Namun, jawaban dari Gadis Jeruk tersebut sangatlah sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam: alasan ia melakukan hal tersebut adalah karena di dunia ini, tidak ada satupun yang serupa antara satu dan lainnya, bahkan dijelaskan olehnya diibaratkan batang rumput yang terlihat serupa pun tidak akan mungkin benar-benar serupa. Begitu pula dengan manusia, semuanya memiliki keunikan masing-masing.

Pertemuan Jan Olav dengan Gadis Jeruk memupuk berbagai harapan baru yang mana dalam novelnya diceritakan sarat akan keromantisan dan antusias di antara keduanya. Diceritakan pula bahwa akhirnya keduanya memiliki seorang anak lelaki yang diberi nama Georg–sebelum cerita berakhir pilu sebab Jan Oval mengalami suatu penyakit yang mengharuskan dirinya meninggalkan istri dan anaknya itu untuk selamanya.

The Magic Library
The Magic Library

tombol beli buku

Dua saudara sepupu, Berit dan Nils, tinggal di kota yang berbeda. Untuk berhubungan, kedua remaja ini membuat sebuah buku-surat yang mereka tuliskan dan saling kirimkan di antara mereka. Anehnya, ada seorang wanita misterius, Bibbi Bokken, yang mengincar buku-surat itu.

Bersama komplotannya, tampaknya Bibbi menjalankan sebuah rencana rahasia atas diri Berit dan Nils. Rencana itu berhubungan dengan sebuah perpustakaan ajaib dan konspirasi dunia perbukuan.

Keunggulan Novel The Orange Girl

Hal pertama yang menjadi daya pikat dalam novel ini, terkhusus bagi kalian yang hendak membaca The Orange Girl ini, yakni sampul novelnya. Terlihat bahwa sampul yang baru cenderung menarik perhatian para calon pembaca. Sebenarnya, The Orange Girl ini sudah pernah terbit sebelumnya dengan tajuk Gadis Jeruk dengan sampul yang berbeda.

Akan tetapi, sampul buku yang baru justru lebih memikat perhatian sebab terdapat sosok Gadis Jeruk nan cantik dan penuh misterius sedang membawa sekantong jeruk, kemudian suasana kota Oslo tepatnya tempat di mana Jan Olav dan Gadis jeruk bertemu untuk kali pertama.

Selain itu, hal menarik lainnya, yaitu alur cerita yang disajikan secara sederhana, tetapi tetap memberikan kesan penasaran bagi pembacanya. Entah ini merupakan suatu keunggulan atau kelemahan sebab novel The Orange Girl tidak semisterius dan penuh akan teka-teki layaknya novel Gaarder sebelumnya yang bertajuk Dunia Sophie dan Dunia Maya. Bahkan, alur cerita yang disajikan pun memang cenderung simpel bila dibandingkan dengan Dunia Anna.

Kesederhanaan memang menaruh kesan sama saja dengan ‘biasa saja’, tetapi dalam novel ini, tidak. Hal itu karena dalam The Orange Girl tidak adanya misteri yang tidak logis, dongeng-dongeng ajaib, ataupun berbagai percakapan yang penuh akan teka-teki, melainkan adanya kisah percintaan sederhana, erat kaitannya dengan keseharian, tetapi layak untuk dijadikan sebuah cerita.

Novel ini seakan memberikan informasi kepada pembaca bahwa semua manusia mempunyai dongengnya masing-masing yang mana dalam dongeng itu terdapat aturan main yang berbeda antara satu dan lainnya. Selain itu, konsep dari ceritanya pun terbilang menarik.

Dalam novel The Orange Girl ini, tidak dihadirkan hal-hal ajaib, konsepnya sesederhana seorang anak laki-laki yang tengah membaca surat dari sang ayah yang sudah lama meninggal dunia. Surat dari seorang ayah yang menyesal dan sedih sebab tidak dapat melihat anak lelakinya tumbuh.

surat dari seorang ayah yang menaruh kecewa pada dirinya sebab harus pergi meninggalkan terlalu cepat dan tidak memiliki waktu untuk bercakap dengan sang anak mengenai banyak hal. Kisah sederhana itu justru yang dapat membawa para pembaca ke dalam lautan kisah romansa.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa alur cerita yang ada dalam novel ini pun juga sederhana, tetapi menarik. Awal mula kisah pencarian tambatan hati seorang laki-laki, yakni Jan Olav dalam mendapati Gadis Jeruk. Seiring kisah berlalu, pembaca akan dibawa untuk memikirkan eksistensi manusia di alam semesta yang luas ini.

Kemudian, pembaca diajukan satu pertanyaan simpel, tetapi dapat dijadikan sebagai bahan renungan yang barangkali kerap kali dipertanyakan oleh sebagian manusia, yaitu pertanyaan mendasar dalam kehidupan: lebih baik hidup, kemudian mati, atau tidak hidup sama sekali? 

Secara garis besarnya, novel ini sangatlah layak dibaca oleh setiap manusia. The Orange Girl mengajak para pembacanya untuk lebih memahami arti mencintai sebuah keluarga, mensyukuri kehidupan saat ini, dan mengingat ajal yang akan menjemput. Gaarder sebagai penulis novel ini memberikan penjelasan bahwa manusia di dunia ini diibaratkan sekadar singgah, kemudian suatu saat akan diambil dan secara terpaksa berpisah dengan apapun yang dicintainya di dunia fana ini.

Tidak hanya itu, pemikiran akan alam semesta yang luas ini tidak terlupakan. Adapun Teleskop Hubble disinggung dalam novel ini. Perenungan akan kehidupan tidak lengkap bilamana tidak merasakan berapa luasnya sistem kosmis alam ini dan besarnya kuasa Sang Pencipta. Bila dilibatkan, manusia belum ada apa-apanya bila disandingkan dengan segala galaksi yang beredar di luar angkasa.

Cerita dalam novel ini dibalut dengan sangat bagus. Pembaca jadi terhanyut dan masuk ke dalam kisah Jan Olav bersama keluarganya, bahkan kisah percintaannya dengan Gadis Jeruk tersebut. Kenangan sosok Jan Olav yang tampak kembali ke dunia sebab ditemukannya surat yang ditulis olehnya itu. Hal tersebut memberikan sedikitnya catatan untuk menghargai dan memanfaatkan setiap detik kehidupan dengan orang di sekitar kita.

Princess of Tales
Princess of Tales

tombol beli buku

Sejak kecil, Petter lebih suka menyendiri di dalam dunia yang dia ciptakan. Dia terobsesi dengan cerita-cerita, terutama dengan Panina Manina, sang Putri Sirkus yang dikarangnya sendiri. Hingga dewasa pun, imajinasinya terus merajalela. Tak heran dia dijuluki Petter “si Laba-laba”

Akan tetapi, Petter membenci ketenaran dan tak mau mempublikasikan tulisannya. Dia memilih menciptakan Writers Aid, sebuah program yang didesain untuk menyediakan cerita-cerita bagi para pengarang-pengarang internasional yang mengalami kebutuhan ide.

Meskipun programnya ini pada awalnya sangat sukses, Petter akhirnya terjebak dalam jaring yang ditenunnya sendiri.

Kelemahan Novel The Orange Girl

Kelemahan dalam novel The Orange Girl terletak pada pengembangan karakter dari tokohnya. Penjelasan terkait beberapa karakter dalam novel ini memang sekilas ada, tetapi penggambarannya terlalu singkat. Ibaratnya, signifikansi keberadaan mereka dalam cerita di novel ini menjadi kurang.

Terlebih, Georg sebagai sosok karakter utama pun masih terasa kurang tereksplorasi. Maka dapat dikatakan bahwa cerita pada novel The Orange Girl ini hanya seputar kisah Jan Olav bersama Gadis Jeruk.

Penyampaian narasi dan buah pikiran dalam novel ini pun terbilang sedikit monoton. Dengan kata lain, berbentuk surat dan tulisan yang mana metode tersebut serupa dengan karya tulis Gaarder lainnya, seperti novel Dunia Sophie saat di awal. Memang, bagi penggiat novel Gaarder tentu paham betul bahwa gaya cerita yang digunakan olehnya kerap menggunakan ‘surat’.

Akan tetapi, barangkali akan lebih menarik apabila penyampaian ide filosofis tersebut hadir dengan metode yang berbeda, misalnya, percakapan antara Jan Olav dan Gadis Jeruk, atau bisa pula melalui hasil perenungan liar dari Georg secara langsung.

Kemudian, terdapat beberapa narasi yang tidak diperlukan dalam novel ini. Lalu, terlalu banyak bagian saat Jan Olav mengkhayal akan sosok Gadis Jeruk tersebut. Bahkan, setiap satu kali pertemuan dengan Gadis Jeruk itu, Jan Olav mampu mengarang lebih dari dua skrip terkait identitasnya.

Hal itu sebenarnya apabila pembaca lihat secara saksama, cenderung berlebihan. Namun, bisa saja hal demikian sengaja dibuat oleh sang penulis sebab tokoh Jan Olav memiliki karakter yang overthinking dan gemar membuat karangan atau cerita.

Pesan Moral dan Kesimpulan Novel The Orange Girl

Seperti yang sudah disinggung di atas, karya Jostein Gaarder yang satu ini, dilihat dari konsep cerita memang terkesan sederhana apabila dibandingkan dengan karya Gaarder yang lainnya. Pembaca tidak lagi dihidangkan dengan kisah misteri yang bernas akan keajaiban, melainkan sebuah misteri kegalauan akan percintaan.

Akan tetapi, apabila dilihat lebih luas lagi, sesungguhnya The Orange Girl merupakan cerita mengenai seorang ayah yang tengah bersedih, keresahannya karena tidak memiliki banyak waktu untuk melihat anak lelakinya tumbuh dewasa.

Saat isi surat dari ayah kandung Georg usai dikisahkan dalam novel ini, inti cerita dari The Orange Girl ini pun terkuak. Disimpulkan bahwa inti dari novel ini mengenai harapan, kehidupan, dan kematian. Dapat direnungkan bisa saja sosok Georg tidak pernah lahir dan ada di dunia ini apabila Jan Olav dan Gadis Jeruk itu tidak pernah bertemu dan saling menaruh perasaan.

Apabila dilihat dan dipikirkan lebih jauh, begitupun dengan dunia yang tengah kita pijak saat ini. Berbagai hal sederhana yang kita perbuat hingga akhirnya dapat mengubah cerita di dunia ini, bahkan menciptakan sebuah cerita kehidupan baru di dalamnya.

Selain itu, Gaarder selaku penulis mencoba untuk memberikan gambaran terkait kematian Jan Olav, tetapi melalui teknik dan perspektif yang unik dan berbeda dari yang lain. Suatu saat manusia pasti akan meninggal dan Jan Olav pun mengirimkan pesan tersebut lewat sepucuk surat yang ditulis olehnya untuk Georg, anak satu-satunya itu.

Bisa dibilang ini merupakan pesan moral terpenting dalam novel ini bahwa apapun pilihan yang manusia ambil, suatu saat akan pergi meninggalkan dunia ini dan orang-orang yang ada disekitar. Pesan moral yang dapat diambil dan dijadikan sebagai pembelajaran, yakni apa hal yang akan dilakukan di dunia ini bila kita saja sudah mengetahui bahwa manusia lahir dan ada di dunia ini yang kemudian akan mati suatu saat nanti. Mengenai hal itu, semua manusia tentu memiliki jawabannya masing-masing.

Di dalam novel ini, terdapat beberapa pertanyaan filosofi yang agak sukar untuk dijawab, seperti halnya apabila kita diberikan suatu kesempatan, manakah yang hendak kita pilih: memilih untuk hidup singkat di dunia ini yang mana kita sudah mengetahui bahwa akan meninggal atau justru menolak dan tidak ingin mengalami suatu ‘kehidupan’ itu.

Apabila seandainya manusia dihadapkan dengan pilihan seperti itu, tentu akan berat untuk direnungkan. Terdapat manusia yang memang memiliki keyakinan bahwa segala kehidupan di dunia ini sudah ada yang mengatur, termasuk penciptaan manusia. Hal ini hanyalah persoalan apa yang hendak dilakukan oleh seorang manusia di sisa hidupnya. Akan ada banyak harapan yang dapat diraih sebelum akhirnya manusia itu sendiri bertemu dengan ajalnya.

The Orange Girl sangat direkomendasikan untuk semua orang, khususnya yang gemar akan disiplin filsafat. Meskipun awal cerita novel ini bak novel pada umumnya yang mengusung tema percintaan. Akan tetapi, bacalah sampai akhir dan dapatkan sebuah kesimpulan pesan yang memang hendak disampaikan. Dengan begitu, kalian pun akan mengerti buku semacam apa yang ditulis oleh Gaarder selaku penulis novel ini.

Itulah Resensi Novel The Orange Girl karya Jostein Gaarder. Apabila Grameds tertarik dan ingin memperluas pengetahuan terkait bidang apapun atau ingin mencari novel dengan berbagai genre, tentu kalian bisa temukan, beli, dan baca bukunya di Gramedia.com dan Gramedia Digital karena Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas bagi kalian yang ingin menimba ilmu.

Penulis: Tasya Talitha Nur Aurellia

Sumber: dari berbagai sumber

Dunia Sophie
Dunia Sophie

tombol beli buku

Sophie, seorang pelajar sekolah menengah berusia 14 tahun. Suatu hari sepulang sekolah, dia mendapat sebuah surat misterius yang hanya berisikan satu pertanyaan, “Siapa kamu?”

Belum habis keheranannya, pada hari yang sama dia mendapat surat lain yang bertanya, “Dari manakah datangnya dunia?” Seakan tersentak dari rutinitas hidup sehari-hari, surat-surat itu membuat Sophie mulai mempertanyakan soal-soal mendasar yang tak pernah dipikirkannya selama ini. Dia mulai belajar filsafat.

Written by Tasya Talitha