in

Review Novel The Orange Girl Karya Jostein Gaarder

Novel The Orange Girl adalah salah satu buku karya Jostein Gaarder yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Jostein Gaarder adalah seorang mantan guru filsafat SMA di Norwegia dan sekarang beralih menjadi penulis yang populer dalam dunia sastra barat.

Ada beberapa bukunya bahkan menjadi best-seller dunia, termasuk di Indonesia yakni buku novel Dunia Sophie dan Misteri Soliter. Grameds mungkin membutuhkan review novel The Orange Girl untuk mengetahui bagaimana rekomendasinya novel ini untuk di baca.

Novel yang satu ini adalah sebuah buku wajib Grameds baca, terutama jika Grameds memiliki ketertarikan terhadap dunia filsafat.Dalam setiap cerita novelnya, Gaarder memang selalu menyisipkan kajian- kajian ilmu filsafat dalam berjalannya alur cerita.

Itulah sebabnya selalu ada chemistry yang muncul setiap membaca tulisan Gaarder, yakni kesulitan untuk berhenti membacanya sebelum mengetahui jawaban atau kisah akhirnya. 

Bagi sebagian orang, novel atau cerita filsafat mungkin akan susah untuk dipahami, sehingga wajar saja jika untuk memahami novel-novel Feeder kita butuh membaca lebih dari satu kali., termasuk membaca novel The Orange Girl. Untuk memahami lebih banyak tentang review novel The Orange Girl, berikut ini sinopsi dan ulasan lengkapnya: 

REVIEW NOVEL THE ORANGE GIRL JOSTEIN GAARDER

Novel The Orange Girl terbit tahun 2004 dengan judul asli Appelsinpiken (The Orange Girl) yang ditulis oleh Jostein Gaarder, penulis kondang novel Dunia Sophie. 

The Orange Girl menceritakan tokoh bernama George, seorang anak muda yang menerima surat dari ayahnya yang telah meninggal 11 tahun yang lalu sejak ia membaca surat-suratnya.

Isi surat tersebut adalah kisah tentang sosok Gadis Jeruk yang kemudian akan mengantarkan Georg menemukan pemikiran-pemikiran filosofis dalam kehidupannya.

Novel setebal 256 halaman ini seolah mengajak para pembacanya untuk menjelajahi pemikiran sebuah dongeng kehidupan yang rupanya sangat filosofis. 

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Cerita novel ini sarat akan teka-teki dan misteri kehidupan yang nyata kita alami. Serupa dengan berbagai karya novel yang pernah ditulis Gaarder lainnya, renungan kehidupan disisipkan pula dalam novel The Orange Girl. 

Termasuk juga dalam novel ini juga berisi bagaimana suatu entitas saling keterlibatan dalam pribadi seseorang. Isi surat dari sang ayah Georg menghadirkan kisah menarik yang wajib Grameds baca.

Georg yang masih berusia 15 tahun yang menetap bersama sang ibu, ayah tirinya bernama Jorgen, dan adik perempuannya tirinya. Sedangkan ayah kandungnya meninggal dunia sejak Georg masih berusia 4 tahun.

“Aku harus mengajukan pertanyaan serius padamu, Georg,
dan itulah sebabnya aku menulis surat ini. Namun untuk mampu mengajukan pertanyaan ini,
pertama-tama aku akan menyampaikan cerita sedih” 

Apa yang Grameds rasakan jika mendapat surat seperti di atas dari sang ayah yang sudah meninggal sebelas tahun yang lalu? Georg tidak habis pikir mengapa ayahnya saat menjelang kematiannya justru memutuskan untuk menuliskan kisah cintanya dengan seorang gadis misterius.

Lalu siapa sebenarnya si Gadis Jeruk ini? Mengapa pula sang ayah menanyakan kabar Teleskop Ruang Angkasa Hubble?

Bersama Georg, Grameds akan diajak menapaki sebuah dunia layaknya seperti dalam dongeng. Dari sebuah kisah cinta, kemudian perlahan beralih menjadi perenungan tentang alam semesta, sampai Grameds akan menemukan pertanyaan filosofis tentang hidup untuk memahami maknanya.

Cerita dalam novel ini bermula saat nenek Georg mendapati sepucuk surat yang ditulis oleh ayah George saat 11 tahun lalu. Sang nenek menerima surat tersebut beberapa waktu sebelum kematian anaknya tersebut. Surat tersebut memang ditujukan untuk anaknya, Georg. Nah, Isi surat itulah yang menjadi pokok cerita dalam buku The Orange Girl ini. 

Halaman demi halaman novel ini kemudian mengisahkan perjumpaan dan perjalanan kisah cinta antara Jan Olav, sang ayah kandung Georg dan seorang Gadis Jeruk yang sangat misterius.

Gadis tersebut kerap menghilang secara tiba-tiba dalam kisah sang ayah sehingga dianggap sebagai sosok yang misterius yang sangat menarik perhatian. Berikut ini sinopsis novel The Orange Girl karya Jostein Gaarder untuk mengetahui kisah singkatnya secara lengkap: 

Sinopsis Novel The Orange Girl

Ayahku yang bernama Jan Olav sudah meninggal sebelas tahun yang lalu, saat aku baru berusia empat tahun. Kupikir aku sudah tidak akan pernah lagi mendengar apa-apa tentang darinya, namun kini kami sedang bersama-sama menulis sebuah buku.

Ini adalah bentuk kalimat pertama buku tersebut dan akulah penulisnya, kemudian Ayahku akan mendapatkan gilirannya nanti. Mungkin Dialah yang nantinya akan bercerita paling banyak.

Aku tidak begitu yakin dengan ingatanku tentang Ayah karena aku rasa hanya mengira ingatan itu dari sebegitu seringnya aku melihat foto-fotonya.

Satu-satunya hal yang aku benar-benar bisa aku ingat adalah kejadian saat kami duduk di beranda sambil memandangi bintang-bintang.

Dalam salah satu foto, aku duduk di samping Ayah di sofa kulit berwarna kuning di ruang tengah yang memperlihatkan ayah seperti sedang mengatakan sesuatu yang menyenang. Pada foto yang lain, terlihat kami sedang berada di kursi goyang hijau di rumah kaca.

Aneh rasanya melihat foto-foto tua yang berasal dari zaman yang berbeda. Cukup ganjil rasanya saat memiliki begitu banyak foto tentang orang yang sudah tidak hidup lagi. Bahkan aku juga memiliki rekaman video Ayah, meskipun aku sedikit merasa takut mendengar suaranya. 

Saat menonton video seseorang yang sudah meninggal atau “orang yang sudah pergi duluan” kata Nenek dianggap melanggar hukum. Rasanya seperti memata-matai orang yang sudah mati.

Di beberapa rekaman video itu juga bisa terdengar suaraku yang bunyinya melengking tinggi seperti anak ayam. Tidak lama setelah acara Paskah itu Ayah kemudian jatuh sakit selama lebih dari enam bulan, dan dia pun mulai khawatir akan meninggal.

Ibu pernah mengatakan bahwa yang paling membuat Ayah sedih adalah ketakutannya yang mungkin akan mati sebelum bisa mengenal anaknya lebih baik. Nenek juga mengungkapkan hal serupa, hanya saja melalui cara yang lebih misterius.

Ayah seolah-olah sudah berkesimpulan akan mustahil untuk bisa bicara serius dengan anak laki-lakinya yang masih berusia tiga setengah tahun. 

Aku memiliki sebuah foto Ayah saat sedang terbaring di rumah sakit dengan wajahnya yang sangat kurus. Aku duduk di lututnya dan ayah memegang erat tanganku dan mencoba tersenyum. Foto ini diambil hanya  beberapa minggu sebelum dia meninggal.

Saat ini aku sudah berumur lima belas tahun, lebih tepatnya lima belas tahun tiga minggu. Namaku Georg Road dan tinggal di Humle Eien—“Jalan Tawon Kumbang”—di Oslo bersama Ibuku, Jorgen, dan Miriam. 

Jorgen adalah ayah tiriku, namun aku tetap memanggilnya Jorgen saja, sedangkan miriam adalah adik bayiku. Dia baru lahir delapan belas bulan dan masih terlalu muda untuk bisa diajak bicara. Jorgen adalah ayah Miriam, sedangkan aku adalah anak satu-satunya Ayah. Nanti akan ada beberapa kisah rahasia menarik tentang Jorgen di bagian akhir buku ini yang masih belum boleh kuungkapkan sekarang, namun jika kamu terus membaca maka akan mengetahuinya. 

Setelah Ayah meninggal, Nenek dan Kakek datang ke rumah untuk membantu Ibu memilah semua barang- barangnya. Namun rupanya mereka tidak mengetahui ada satu barang penting peninggalan Ayah, yakni sebuah cerita panjang yang telah ia ditulis masuk rumah sakit.

Saat itu, tidak seorang pun tahu Ayah pernah menulis sesuatu semacam itu. Sedangkan cerita “Gadis Jeruk” baru ditemukan pada hari Senin ini yang ditemukan oleh Nenek di gudang dimana naskah tersebut tersimpan di balik pelapis kereta dorong merah milikku ketika kecil.

Keberadaan naskah tersebut jelas misteri karena kebetulan cerita yang ditulis Ayah ketika aku berumur tiga setengah tahun itu ada hubungannya dengan kereta dorong itu. Semua cerita panjang itu ayah tulis untukku. Cerita “Gadis Jeruk” itu ayah tulis agar aku bisa membacanya suatu saat ketika aku sudah cukup besar untuk memahaminya dan memang menulisnya masa depan.

Dia sangat meyakini bahwa pernyataan surat tersebut akan selalu sampai ke alamat tujuannya. Jadi berpikirlah olehku bahwa demi alasan keamanan, sebaiknya kita memeriksa seluruh barang tua sebelum membuangnya atau memberikan ke loakan.

Aku mulai memikirkan bagaimana mestinya ada cara yang jauh lebih baik untuk mengirim surat ke masa depan. mungkin kita ingin seseorang membaca tulisan kita untuk puluh tahun setelah kita menuliskannya. Seperti cerita “Gadis Jeruk” ini yang ditulis untuk Georg berusia dua belas atau empat belas tahun. Seorang anak laki-laki yang belum pernah bertemu Ayahnya selama ia hidup.

Kurang dari satu minggu yang lalu, setelah pulang les musik, aku melihat Kakek dan Nenek sedang berkunjung. Mereka tiba-tiba datang dengan mobil Tonsberg dan menginap sampai pagi hari berikutnya. Ibu dan Jorgen juga ada yang sedang duduk bersama seperti menanti-nanti kedatangan ku saat aku masuk ke dalam dan menendang lepas sepatuku.

Sepatuku basah dan lumayan berlumpur, namun tidak seorang pun mempedulikan hal tersebut. Aku merasakan ada hal lain yang memenuhi isi pikiran mereka. 

Ibu bilang Miriam ada di kamar bersama Nenek dan Kakek. Meskipun mereka memang bukan nenek dan kakek Miriam, namun mereka tetap orang-orang yang baik. Kadang-kadang mereka juga datang untuk mengunjungi kami, namun banyak orang yang bilang darah lebih kental daripada air.

Aku kemudian pergi ke ruang tengah dan duduk di karpet, sedangkan orang-orang yang lain kupikir telah terjadi sesuatu yang serius. Nenek mulai menceritakan bagaimana mereka menemukan surat- surat yang ditulis Ayah untukku sebelum dia meninggal dulu.

Saat itulah Aku juga merasa perutku kejang. Aku bahkan tidak yakin bisa mengingat Ayah dengan sepucuk surat dari Ayah ini benar-benar terdengar formal, bahkan nyaris seperti sebuah wasiat. 

“Aku sudah niat berbagi cerita padamu terkait cerita si Gadis Jeruk pada suatu saat nanti, selagi kamu hidup”, begitulah kalimat pembuka dalam surat. Siapakah Gadis Jeruk itu? 

Pertama kali perjumpaan Jan Olav dan gadis tersebut adalah di dalam sebuah kereta lokomotif atau trem. Gadis yang mempesona itu terus membawa banyak buah jeruk yang dimasukkan ke dalam kantong terbuat dari kertas yang besar.

Pertemuan pertama itu justru membuat kesan yang berarti dalam hati Jan Olav. Dirinya berjanji akan mencari Gadis Jeruk itu lagi dengan berbagai caranya. Sebenarnya sudah beberapa kali, Jan Olav berjumpa dengan si Gadis Jeruk, namun akhir dari hasilnya itu pun selalu sama saja sama.

Gadis Jeruk akan selalu pergi meninggalkan Jan Olav dengan memberi rasa penasaran yang amat sangat. Jan Olav kemudian tidak berhenti melacak keberadaan Gadis Jeruk tersebut, bahkan sampai menyusuri perjalanan dari kawasan Skandinavia ke kawasan subtropis negara Spanyol

Ulasan Tentang Novel The Orange Girl Jostein Gaarder 

Tentang novel ini, pembaca akan dibuat terkesan dengan kecerdikan Gaarder menggunakan anak kecil sebagai tokoh utamanya. Anak kecil tersebut diposisikan sebagai tokoh yang sedang mendapatkan pelajaran filsafat dari orangtuanya.

Dari posisi anak kecil itulah pembaca dari segala kalangan, umur, dan latar belakang bisa relait dengan cerita karena setiap orang pasti pernah mengalami masa kecil. 

Seperti yang sudah disebutkan dalam sinopsis novel di atas bahwa Georg Roed membawa pembaca ikut berkelana dari sebuah kisah percintaan sampai pada pertanyaan penting tentang alam semesta dan eksistensi maknanya dalam kehidupan kita.

Kisah tersebut tentu bukan cerita yang sederhana, meskipun dalam praktiknya Geeder berhasil menyampaikannya dengan sederhana dan sarat makna dan kemisteriusan lewat tokoh anak kecil. 

Pemikiran sederhana mereka (anak kecil alias tokoh utama) belum memahami akan keberadaannya di dunia ini. Selain itu  belum pula menyadari seberapa besar pengaruh keberadaannya dirinya dari eksistensi bumi yang sedang ia jalani ini.

Mungkin saja seorang anak kecil belum pernah memikirkan pertanyaan “apa yang akan terjadi jika aku tidak ada di bumi ini?”. Gaarder kemudian memposisikan tokoh utamanya sebagai pihak yang akan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan filosofis tersebut.

Nah, kekritisan dalam kehidupan inilah yang kadang tidak terpikirkan oleh kita, yang bahkan sudah hidup lebih lama dan merasa sudah menjadi orang dewasa. Kita belum tentu paham dengan filosofi hidup kita sendiri termasuk memikirkan hal ini tentang eksistensi kehidupan manusia di dunia.

Pandangan filsafat inilah yang membuat novel Geeder ini sangat menarik untuk diselami. Saya sepakat dengan pernyataan Heat, majalah hiburan Inggris yang menganggap novel ini adalah sebuah dongeng fantasi modern.

Cara berfilsafat Geeder mampu hadir dalam kondisi modern sekarang untuk mempertanyakan apa-apa yang terjadi sekarang adalah bagian dari cara manusia untuk bertahan hidup. 

Mengenai ketertarikan dengan filsafat, membuat kita sadar bahwa banyak hal di dunia ini yang masih jadi misteri dan filsafatlah yang menjadi salah satu jalan untuk memahaminya.

Berpikir adalah cara untuk mengetahui sesuatu yg belum kita ketahui, sehingga dengan mulai berpikir kita sudah menunjukkan untuk mulai berfilsafat. Sebagai anugerah pemberian Tuhan, akal kita mampu menembus alam semesta yang lebih luas. 

Review Novel The Orange Girl kemudian sampai pada keterbatasan manusia untuk kemudian menjadi tiada. Itulah sebabnya novel ini mengajarkan kita untuk memaknai setiap kesempatan yang kita miliki, yakni menikmatinya sebagai keberkahan dan jalan untuk bermanfaat bagi orang lain.

Nah kisahnya menarik bukan? jika Grameds tertarik dengan novel ini maka bisa kunjungi www.gramedia.com. Grameds juga bisa menemukan novel-novel karya Geeder lainnya yang tidak kalah menariknya. 

Perlu Grameds ketahui bahwa Jostein Gaarder adalah penulis novel filsafat Sophie’s World atau Dunia Sophie dalam terjemahan Indonesia yang menjadi novel terlaris di dunia pada 1995. Novel Sophie’s World ini telah diterjemahkan dalam lima puluh bahasa.

Ciri khas tulisan Geeder memang memadukan keindahan dongeng dan kedalaman renungan kehidupan yang nyata kita alami. Itulah sebabnya karya-karya Geeder selalu indah dibaca dan diresapi, termasuk novel The Orange Girl.   

Deretan novel Geeder lainnya yang bisa Grameds baca adalah Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng, Dunia Maya, Dunia Cecilia, The Magic Library, Dunia Anna, dan Misteri Soliter. Selain aktif menulis, Geeder juga giat mengkampanyekan pelestarian lingkungan melalui Sofie Foundation yang ia didirikan bersama istrinya, Siri, pada tahun 1997. Sekarang Geeder tinggal di Oslo, Norwegia.

tombol beli buku

tombol beli buku

Written by Lala Nilawanti