in

Resensi Novel The Puppeteer Jostein Gaarder: Makna Sebuah Keluarga

The Puppeteer karya Jostein Gaarder yang satu ini terbit pertama kali pada tahun 2016 lalu dengan judul aslinya, yaitu Dukkeføreren. Novel setebal 352 halaman ini mengajak para pembaca untuk merenungi makna kesendirian, pertemanan, kekeluargaan, dan mencari tempat tujuan di kehidupan ini. Cerita di novel ini akan membangkitkan rasa empati dan menimbulkan kesan yang cukup berarti.

Dalam novel ini, fokus utama cerita pada tokoh Jakop Jacobsen, yaitu seorang lelaki paruh baya yang dikisahkan bahwa dirinya hidup sebatang kara, tanpa keluarga. Jakop pernah menikah, tetapi kandas sebab ia cenderung memperhatikan Pelle Skrindo, teman dekatnya.

Layaknya novel-novel Gaarder lainnya, The Puppeteer penuh akan penyelidikan, menantang pikiran, dan menjajaki suatu kebenaran, semacam cerita detektif. Tertarik akan cerita yang demikian? Novel The Puppeteer adalah pilihan tepat.

Sinopsis Novel The Puppeteer

The Puppeteer
The Puppeteer

tombol beli buku

Novel The Puppeteer bukanlah menceritakan persoalan laki-laki penyendiri yang memutuskan melakukan percobaan bunuh diri untuk menemui ajalnya. Namun, inilah kisah mengenai Jakop, seorang pencerita ulung pada tiap acara seremonial kematian orang-orang yang pernah dijumpainya semasa hidupnya.

Jakop Jacobsen merupakan nama lengkapnya, seorang laki-laki penyendiri. Dalam rangka menghibur dirinya sendiri dari rasa sepi, Jakop acap kali menghadiri acara pemakaman orang-orang yang sebenarnya tidak terlalu diketahui ataupun dikenal oleh Jakop. Bahkan, beberapa dari mereka hanya pernah dijumpai olehnya barang sekali dalam seumur hidupnya. Namun, Jakop seolah-olah bersikap telah mengenal orang-orang tersebut sejak lama.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa Jakop merupakan seorang pencerita yang berpengalaman (ulung). Pada setiap pemakaman, Jakop yang akan menjadi seorang pembicaranya, ia mengisahkan sebuah cerita mengenai orang-orang yang sudah tiada itu. Sebuah cerita yang bagus, tetapi bagaimana dengan kebenaran atas cerita-ceritanya? Hal itu hanyalah dia yang mengetahuinya.

Awal mula Jakop mempunyai kebiasan unik menghadiri upacara pemakaman, yaitu saat dirinya menghadiri seremonial pemakaman yang diberitahukan melalui surat kabar. Ia merasakan bahwa dapat merasakan adanya suasana berkumpul bersama keluarga besar ketika adanya kematian.

Seseorang yang hendak mengenang orang yang telah wafat, akan berdatangan memberikan sebuah penghormatan. Hal-hal tersebut yang tidak dirasakan dan didapatkan oleh Jakop di dalam hidupnya. Jakop lahir dan dibesarkan oleh seorang ibu–dengan seorang ayah yang datang hanya kadang-kadang.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Umpatan yang dilakukan oleh orang-orang desa berlangsung cukup lama. Bukan hanya seputar ayahnya dan status pernikahan ibunya yang tidak jelas, melainkan hal lainnya. Tepatnya, saat Jakop berusia anak-anak, ia berlaku aneh hingga ketika remaja, ada dua orang gadis menyadari dan mengetahui tingkah yang dilakukan oleh Jakop sehingga rumor itu tersebar luas dan Jakop pun dirundung oleh banyak orang.

Akan tetapi, Jakop hidup dengan pembuktian bahwa dirinya akan menjadi orang yang sukses. Ia menjadi seorang guru dengan minat yang besar akan ikatan kekerabatan antara suatu kata dari berbagai bahasa. Minatnya tersebut meningkat sejalan dengan penyelidikannya akan orang-orang yang dikunjunginya saat prosesi pemakaman.

Jakop perlu menghubungkan dirinya dengan orang yang telah wafat itu. Oleh sebab itu, ia harus mempunyai keterkaitan yang dapat dikarangnya terhadap orang itu, bahkan ia membuat semacam pengarsipan pribadi mengenai orang-orang yang didatanginya itu–yang ia peroleh dari iklan-iklan di surat kabar. Jakop menaruh potongan surat kabar itu di dalam sebuah kotak lisong yang disimpannya di lemari kamar.

Perlu diketahui bahwa Jakop kerap kali mengarang cerita palsu, kisah yang sebenarnya tidak pernah terjadi, lebih tepatnya hasil karangannya sendiri. Bagi Jakop, hal ini sangatlah penting sebab ketika berbicara di depan semua orang yang ikut menghadiri acara seremonial pemakaman, dirinya jadi merasa diperhatikan dan didengar oleh orang-orang.

Hal demikianlah yang membuat dirinya merasa lebih hidup dan dianggap ada, serta tidak merasa sendiri lagi. Maka dari itu, Jakop selalu menyiapkan cerita-cerita yang bagus dan baik walaupun dengan begitu dirinya harus mengarang sebuah cerita yang dusta.

Walaupun Jakop terkesan sebagai seorang yang penyendiri, tetapi nyatanya ia mempunyai teman, Pelle namanya. Pelle merupakan bajak laut yang kerap datang dan pergi sesuka hatinya. Jakop selalu menceritakan kebenaran kepada sosok Pelle. Tidak hanya Pelle yang menemani Jakop, ada pula sosok Agnes yang merupakan sahabat pena Jakop.

Jakop pernah menikah dengan seorang wanita, tetapi pernikahan itu tidak berlangsung lama sebab sang istri tidak bisa menerima tingkah laku Jakop yang tidak biasa atau bisa dikatakan aneh. Hingga akhirnya, Jakop kembali menjalani kesehariannya berbincang dengan Pelle dan mendatangi upacara pemakaman orang.

Seperti yang sudah dijelaskan, ada sosok Agnes yang menjadi sahabat pena Jakop. Semua memang berjalan baik antara Jakop dan Agnes, bahkan Jakop juga selalu menceritakan soal kebenaran pada Agnes. Kepada Agnes lah, Jakop menuliskan surat panjang mengenai kisah hidupnya, rahasia kelam di masa lalu, dan kebiasaan unik ketika mendatangi prosesi pemakaman.

Hingga suatu saat, Agnes datang menghadiri acara pemakaman-pemakaman, tempat di mana Jakop berbagi cerita karangannya mengenai mereka yang sudah meninggal dunia itu. Akan tetapi, dengan Agnes lah, Jakop tidak dapat berdusta. Lalu, bagaimana Jakop dapat membuat suatu karangan cerita yang menarik bilamana Agnes selalu hadir di setiap acara pemakaman-pemakaman tersebut?

Misteri Soliter
Misteri Soliter

tombol beli buku

Hans Thomas, 12 tahun, bersama sang ayah melakukan perjalanan ke Yunani untuk mencari sang ibu. Perjalanan panjang itu diwarnai kejadian-kejadian aneh. Seorang kurcaci memberi Hans Thomas sebuah kaca pembesar, seorang tukang roti memberikan sekerat roti berisi buku mini yang berkisah tentang pelaut yang terdampar di sebuah pulau; setumpuk kartu remi yang tiba-tiba hidup, dan seorang Joker yang nyaris tahu segala.

Siapakah mereka? Dan ke manakah mereka akan membawa Hans Thomas? Misteri Soliter adalah bacaan yang ditulis khusus bagi mereka yang ingin belajar filsafat tanpa harus berkerut kening.

Hal yang Menarik dalam Novel The Puppeteer

Melalui novel The Puppeteer ini, pembaca seakan diberikan stimulus untuk merenungkan mengenai kehidupannya. Seperti halnya, pentingnya  menghargai sebuah hubungan dalam keluarga dan hal tersebut akan tersadarkan saat kita berada dalam kesendirian.

Tidak hanya itu, pembaca akan diajak untuk merefleksikan kembali siapa diri ini sebenarnya, apa peran dan fungsi diri ini dalam kehidupan, dan bagaimana mendapati tempat untuk diri ini yang tepat.

Seperti novel lainnya, novel Gaarder yang satu ini dipenuhi dengan penyidikan, menantang pikiran, dan mendapati sebuah fakta dan kebenaran. Berbagai hal tersebut merupakan ciri khas dari novel-novel atau tulisan orang yang berasal dari negara Nordik yang menaruh ketertarikan pada kisah detektif.

Jakop mempunyai kebiasaan, yaitu sering mendatangi upacara pemakaman yang sesungguhnya menyimpan filosofi tersendiri. Ia yang merasa bahwa dirinya sendiri dan kesepian di dalam keseharian hidupnya, serta kerap kali mengalami perundungan sejak kecil, bahkan sampai dirinya dewasa–justru merasa diri dan hidupnya akan menjadi berarti ketika mendatangi berbagai prosesi pemakaman orang yang tidak dikenalnya tersebut.

Jakop dapat bergaul dan bercerita–yang pada kenyataannya dapat dikatakan omong kosong–dengan para keluarga yang ditinggal mati tersebut. Ia bertutur seakan-akan telah mengenal dekat para orang yang telah meninggal itu. Dengan cara demikian, membuat dirinya merasakan kehidupan yang  lebih berarti.

Ciri khas tulisan dari tangan Jostein Gaarder, yaitu kerap kali menyimpan banyak makna dan pastinya pesan moral. Masih mengangkat fenomena global warming dan kehidupan. Melalui tokoh bernama Jakop ini, pembaca dapat melihat bahwa hidup perlu keluar dari kubangan dunia yang diciptakannya sendiri.

Coba untuk fokus dengan tokoh Jakop Jacobsen ini. Memang sejak awal, tokoh Jacob ini akan mencuri perhatian para pembaca. Kesepian yang hampir menemari semasa hidupnya, membuat dirinya mencari kebahagiaan dan kehangatan keluarga di dalam kesedihan orang lain. Dengan kata lain, ia menikmati eksistensinya ketika berada di tengah-tengah suasana pemakaman.

Melakukan pengamatan pada orang-orang yang sedang berduka dan bersedih, ikut bergabung dan berbincang dengan mereka, merasakan kehangatan dalam keluarga walaupun bersifat imajiner dan hanya sesaat. Akan tetapi, hal itu sudah lebih dari kata cukup untuk dirinya sebab kehangatan keluarga yang demikian tidak pernah dirasakan oleh Jakop sebelumnya.

Kemudian, persahabatan antara dirinya dan Pelle yang menurut pembaca tentunya itu merupakan suatu keunikan. Jakop sangat amat mendalami perannya. Ia seakan menciptakan dan membangun karakter dan beragam sifat untuk tokoh Pelle yang barangkali sebenarnya ia menginginkan untuk mempunyai karakter seperti itu–ramah, menyenangkan, membuat orang lain dapat merasakan kenyamanan, dan cerdas. Dalam novel ini, digambarkan bahwa Pelle lebih pintar dan berwawasan luas dibandingkan dengan Jakop.

Selain itu, hal menarik lainnya dari tokoh Jakop, ia merupakan pecinta dan penggiat berat bahasa. Jakop mempelajari bahasa kekerabatan Indo-Eropa. Tidak hanya itu, Jakop juga mempelajari dan mendalami disiplin filsafat, etimologi, dan teologi. Bisa dikatakan bahwa Jakop acap kali bercakap mengenai asal mula dari suatu kata dan kekerabatan suatu bahasa dengan bahasa lainnya.

Semakin kita–selaku pembaca–mengenal karakter dari tokoh Jakop, justru semakin merasa iba dan kasihan kepadanya. Gaarder berhasil membuat para pembacanya menaruh empati pada tokoh Jakop. Gaarder menuliskan cerita Jakop yang merasa sendiri dan kesepian dengan tanpa membuat kisah yang terkesan berlebihan, pasaran, ataupun cengeng. Dengan artian bahwa Gaarder telah berhasil menuliskan kisah mengenai kesendirian dan kesepian yang dialami tokoh Jakop dengan sangat elok.

House of Tales
House of Tales

tombol beli buku

Akkurat Passe: En liten fortelling om nesten alt atau dalam Bahasa Inggrisnya Just Right: A Brief Story of Almost Everything merupakan salah satu karya terbaru dari Jostein Gaarder yang terbit pada tahun 2018 lalu. Meski terbilang baru, novel ini sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan tajuk House of Tales.

Adapun House of Tales menceritakan terkait percintaan dan kehidupan, serta sebuah keputusan penting dalam hidup yang dikisahkan pada dua tokoh bernama Eirin dan Albert.

Hal yang Kurang dalam Novel The Puppeteer

Sebenarnya penilaian terhadap buku ini dikategorikan cukup bagus, tetapi kendalanya terletak pada bahasa terjemahan yang membutuhkan waktu untuk berpikir cukup lama, terlebih memahaminya. Selain itu, bagi beberapa orang atau pembaca, cerita dan kisah dalam novel The Puppeteer ini terbilang agak berat sehingga dapat dikatakan bahwa novel ini cocok untuk dibaca oleh anak kuliahan ke atas.

Walaupun tipe buku ini merupakan sebuah novel, tetapi novel milik Gaarder ini kesemuanya berkaitan dengan disiplin filsafat. Dengan begitu, saat membacanya memang dibutuhkan pemahaman yang lebih dan luas.

Kemudian, ada sedikit kebingungan dalam memahami permainan dengan tokoh Jakop dan hobinya yang menghubungkan ‘keluarga’ makna sebuah kata di mana tampaknya akan sangat menyenangkan apabila pembaca memahaminya melalui bahasa ibu si penulis.

Pembaca pastinya akan memberikan acungan dua jempol kepada penerjemahnya terkait kemampuannya dalam mengalihbahasakan tulisan atau naskah di novel ini. Hal itu dikarenakan informasi yang tersedia dalam novel ini terbilang kurang ‘bersahabat’ dengan bahasa lokal atau bahasa yang menjadi terjemahannya sehingga pastinya akan terasa sukar.

Akan tetapi, di balik kesulitan dan kebingungan itu, pembaca masih dapat mencerna maksud dan arti dari apa yang hendak dituju oleh Gaarder pada masing-masing karakter dari tokoh yang ada di novel The Puppeteer ini.

Selain itu, hal yang menjadi kekurangan lainnya dalam novel ini, yaitu pada pembahasan asal mula sebuah kata yang nyatanya tidak mempunyai fungsi penting dan berarti dalam pembahasan cerita di novel ini. Pembahasan tersebut terkesan hanya menjadi sebuah tonggak dalam mengantar tokoh Jakop bertemu dengan sebagian orang. Bagi beberapa pembaca barangkali akan merasa terganggu dengan pembahasan asal mula kata yang terasa dipaksakan dalam beberapa halaman di novel ini.

Lalu, pada akhir novel ini agak terasa ‘abu-abu’ alias kurang jelas. Pembaca akan menimbulkan berbagai tanya, apakah Agnes akan menikah dengan Jakop kelak? Atau Jakop hanya akan terus-menerus mengagumi secara diam-diam kepada sosok Agnes dan tidak akan menghadiri acara pemakaman lagi? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Tidak hanya itu, adanya sosok berkulit gelap yang kerap kali hadir saat Jakop sedang menghadiri ke upacara pemakaman yang nyatanya tidak memberikan sesuatu yang teramat penting dalam cerita di novel ini.

Terlepas adanya kekurangan atau kelemahan, novel The Puppeteer ini tetap layak untuk dibaca dan dinikmati. Terlebih bagi penggiat berbagai karya tulis novel milik Jostein Gaarder. Novel ini dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi pembacanya untuk lebih mendalami lagi makna dari keluarga secara filosofis.

Kesimpulan Resensi Novel The Puppeteer Jostein Gaarder

Dengan membaca novel The Puppeteer ini, akan ada banyak pesan moral yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan. Hal itu tergantung dari mana pembaca meletakkan perhatiannya. Menurut penyampaiannya, penulis memberikan perspektif yang menarik dan apik melalui percakapan dan dialog hangat sehingga membaca novel ini seolah-olah berkomunikasi secara langsung dengan si narator novel ini.

Terlepas sukarnya dalam memahami keterhubungan kata dari beragam hakikat bahasa, novel ini memberikan wawasan pengetahuan dan ilmu baru bahwa bahasa juga saling membangun, sama halnya dengan manusia. Walaupun muncul sebagai sosok individu, manusia memang pada dasarnya akan saling bertalian atas dasar keturunan, kebutuhan, dan minatnya.

Novel The Puppeteer dengan menakjubkannya mempersembahkan pengalaman mendasar mengenai makna sebuah kesendirian dan kesepian pada para pembaca yang secara pribadi menciptakan dirinya dalam bayang khayal. Kesendirian memang dijadikan sebagai hakikat. Novel The Puppeteer pun menjadi bentuk pengingat bahwa pentingnya untuk bersikap empati di dunia yang semakin dingin dan keras ini.

Tidak hanya itu saja, meskipun pada akhirnya ada beberapa cerita omong kosong di dalam novel ini, tetapi pembaca akan tetap memperoleh makna mengenai keluarga yang secara memukau dikisahkan oleh Gaarder melalui karakter dari tokoh utamanya, yaitu Jakop Jacobsen.

Dengan begitu, bercermin dengan karakter Jakop–yang memiliki hobi berbual omong kosong itu–pembaca dapat mengambil pembelajaran bahwa sebaik-baiknya seseorang menyimpan kebohongan, pada akhirnya akan terbongkar dan tertangkap basah, bahkan terkena akibat dari perbuatannya pula.

Itulah Resensi Novel The Puppeteer karya Jostein Gaarder. Apabila Grameds tertarik dan ingin memperluas pengetahuan terkait bidang apapun atau ingin mencari novel dengan berbagai genre, tentu kalian bisa temukan, beli, dan baca bukunya di Gramedia.com dan Gramedia Digital karena Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas bagi kalian yang ingin menimba ilmu.

Penulis: Tasya Talitha Nur Aurellia

Sumber: dari berbagai sumber

Princess of Tales
Princess of Tales

tombol beli buku

Sejak kecil, Petter lebih suka menyendiri di dalam dunia yang dia ciptakan. Dia terobsesi dengan cerita-cerita, terutama dengan Panina Manina, sang Putri Sirkus yang dikarangnya sendiri. Hingga dewasa pun, imajinasinya terus merajalela. Tak heran dia dijuluki Petter “si Laba-laba”

Akan tetapi, Petter membenci ketenaran dan tak mau mempublikasikan tulisannya. Dia memilih menciptakan Writers Aid, sebuah program yang didesain untuk menyediakan cerita-cerita bagi para pengarang-pengarang internasional yang mengalami kebutuhan ide.

Meskipun programnya ini pada awalnya sangat sukses, Petter akhirnya terjebak dalam jaring yang ditenunnya sendiri.

Written by Tasya Talitha