Pkn

Sejarah Rumusan Dasar Negara hingga Menjadi Pancasila!

Rumusan Dasar Negara

Rumusan Dasar Negara – Pancasila menjadi dasar negara Indonesia. Perumusannya pun melalui jalan yang panjang. Tidak hanya itu, setelah ditetapkan menjadi dasar negara, Pancasila pun mengalami berbagai ujian. Pancasila juga kerap digunakan sebagai isu yang dipelintir untuk menguntungkan beberapa pihak saja.

Pancasila sendiri disahkan menjadi dasar negara oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebelum rumusan dasar negara, Pancasila terbentuk, pada 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang dikenal sebagai Panitia Sembilan berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Kesembilan anggota dari Panitia Sembilan terdiri dari golongan Islam dan golongan nasionalis. Berikut daftar anggota Panitia Sembilan.

  1. Soekarno (ketua),
  2. Moh. Hatta (wakil ketua),
  3. Mohammad Yamin (anggota),
  4. A.A Maramis (anggota),
  5. Ahmad Soebardjo (anggota dari Golongan Kebangsaan),
  6. Kyai Haji Wasid Hasyim (anggota),
  7. Abdulkahar Muzakkir (anggota),
  8. Haji Agus Salim (anggota), dan
  9. Abikoesno Tjokroejoso (anggota dari Golongan Islam).

Adapun, naskah Piagam Jakarta terdiri dari empat paragraph yang dijadikan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Berikut isi dari Piagam Jakarta sebelum mengalami perubahan.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perik emanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, adil, dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-permusyawaratan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22 Juni 1945

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Panitia Sembilan

Haji Soekarno                                      Abikoesno Tjokrosoejoso

Haji Achmad Soebarjo                       Haji Mohammad Hatta

Haji Abdul Kahar Muzakkir             Haji Abdul Wahid Hasyim

Alex Andries Maramies                     Haji Agus Salim

                                                                Haji Mohammad Yamin

Setelah proklamasi diselenggarakan pada 17 Agustus 1945, terdapat perubahan isi atau naskah Piagam Jakarta. Perubahan tersebut didasari oleh adanya proses yang disampaikan oleh Maeda, perwakilan dari Angkatan Laut Jepang.

Beberapa pemeluk ahama Protestan dan Katholik di wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang menyampaikan keberatannya dengan kalimat dalam Piagam Jakarta. Kalimat tersebut, yakni “…dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Sampai akhirnya, Moh. Hatta mengajak beberapa tokoh untuk berdiskusi tentang hal tersebut sebelum sidang PPKI digelar. Pada perundingan tersebut menghasilkan keputusan untuk mengganti kalimat Piagam Jakarta—yang menjadi salah satu keberatan dari pemeluk agama lain—menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mencegah adanya perpecahan di antara masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Selanjutnya, nama Piagam Jakarta diubah menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan diresmikan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan rumusan sebagai berikut.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah Proses Rumusan Dasar Negara

Dasar negara lahir setelah melewati proses yang panjang. Proses rumusan dasar negara, Pancasila diawali denganterbentuknya Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau (dalam bahasa Jepang) Dokoritsu Junbi Cosakai.

BPUPKI sendiri dibentuk pada 1 Maret 1945 dan menjadi upaya tindak lanjut dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan pada Indonesia.

BPUPKI sendiri memiliki jumlah anggota 64 orang yang terdiri dari tokoh Indonesia dan 7 orang perwakilan dari Jepang. Adapun, ketua dari BPUPKI adalah dr. KRT Radjiman Widyodiningrat dan dua wakil ketua, yakni R.P. Soerodo dan Ichibangase Yosio dari Jepang.

BPUBKI sendiri telah melakukan sidang sebanyak 2 kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Sidang pertamanya diselenggarakan pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Agenda utamanya adalah membahas dasar negara, wilayah negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar. Sementara itu, pemimpin sidang adalah Ketua BPUPKI.

Usulan Dasar Negara Indonesia dari Tiga Tokoh

Pada sidang tersebut, tiga tokoh bangsa Indonesia, yakni Moh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Berikut usulan dasar negara yang diusulkan oleh tiga tokoh dalam sidang BPUPKI.

1. Moh Yamin

Moh. Yamin memberikan usulan rumusan dasar negara secara lisan dan tertulis. Usulan tersebut disampaikan pada 29 Mei 1945. Berikut usulan lisannya.

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Adapun, usulan tertulis sebagai berikut.

  1. Ketuhanan yang Maha Esa
  2. Kebangsaan persatuan Indonesia
  3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Demikianlah, usulan rumusan dasar negara yang disampaikan oleh Moh. Yamin

2. Soepomo

Soepomo menyampaikan usulan dasar negara pada 31 Mei 1945. Baginya, Indonesia merdeka merupakan negara yang mampu menyatukan seluruh golongan dan paham perseorangan dan mempersatukan diri dengan berbagai lapisan masyarakat. Adapun, usulan dasar negara dari Soepomo sebagai berikut.

  1. Persatuan (Unitarisme)
  2. Kekeluargaan
  3. Keseimbangan lahir dan batin
  4. Musyawarah
  5. Keadilan rakyat

Demikianlah, usulan dasar negara yang disampaikan oleh Soepomo.

3. Soekarno

Soekarno menyampaikan usulan rumusan dasar negara pada 1 Juni 1945. Ia memberikan usulan dengan bentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung yang terdiri dari fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya.

Sementara itu, Soekarno menamai usulan dasar negara yang dipaparkan dengan nama Panca Dharma. Kemudian, atas usulan para ahli bahasa, rumusan dasar negara tersebut dinamakan dengan Pancasila. Berikut usulan dasar negara dari Soekarno.

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasional atau perikemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Seluruh usulan yang disampaikan oleh tiga tokoh tersebut ditampung. Selanjutnya, akan dibahas dan diruuskan oleh Panitia Sembilan yang dibentuk BPUPKI.

Kemudian, sidang kedua BPUPKI diselenggarakan pada 10-17 Juli 1945 dengan agenda bahasan, yakni bentuk negara, kewarganegaraan, wilayah negara, undang-undang dasar, ekonomi, keuangan, pendidikan, pembelaan, dan pengajaran.

Arti Simbol Pancasila

Melansir dari laman Bpip.go.id, setiap sila dalam Pancasila memiliki maknanya tersendiri. Berikut makna dari simbol pada setiap sila Pancasila.

1. Gambar Bintang untuk Sila Pertama

Bintang menjadi simbol sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Gambar bintang bersudut lima dengan warna kuning dan latar belakang warna hitam terketak di bagian tengah perisai.

Simbol tersebut bermakna bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius. Masyarakatnya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agam dan kepercayaan masing-masing. Masyarakat Indonesia bebas menjalankan ibadah dari masing-masing agama dan kepercayaan yang dianut.

2. Gambar Rantai untuk Sila Kedua

Sila kedua Pancasila dilambangkan dengan rantai. Gambar rantai tersebut memiliki latar belakang berwarna merah yang menjadi dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Adapun, jumlah rantai dalam gambar adalah 17. Mereka saling menyambung tidak terputus yang melambangkan bahwa generasi penerus yang turun-temurun.

3. Gambar Pohon Beringin untuk Sila Ketiga

Sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia memiliki lambang pohon beringin. Simbol tersebut melambangkan tentang tempat berlindung atau berteduh. Adapun, letaknya pada bagian atas kiri gambar bintang.

4. Gambar Kepala Banteng untuk Sila Keempat

Adapun, sila keempat dilambangkan dengan kepala banteng. Letaknya berada di sebelah atas gambar bintang. Gambar kepala banteng menjadi lambang dari sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Kepala banteng memberikan maknai sebagai tenaga rakyat.

5. Gambar Padi dan Kapas untuk Sila Kelima

Padi dan kapas dalam Pancasila melambangkan tentang kemakmuran dan kesejahteraan. Simbol tersebut dijadikan lambang dari dari sila kelima, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Adapun, letak dari simbol tersebut di sisi kanan bawah dari gambar bintang.

Demikian pembahasan tentang rumusan Dasar Negara Indonesia.  Semoga semua pembahasan di atas bermanfaat sekaligus dapat menambah wawasan kamu. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Jika ingin mencari buku yang berkaitan dengan Pancasila, maka kamu bisa mendapatkannya di gramedia.com atau melihat beberapa rekomendasi buku terkait di bawah ini.

Rekomendasi Buku Seputar Rumusan Dasar Negara

Dasar negara Indonesia adalah Pancasila dan selamanya tidak akan tergantikan. Pancasila sendiri memilii sejarah yang panjang sehingga mampu bertahan sampai sekarang. Berikut rekomendasi buku dan rangkumannya tentang dasar negara Indonesia.

1. Pancasila

Pancasila - Rumusan Dasar Negara


Pembicaraan mengenai pancasila tak akan pernah ada habisnya. Selain karena sebagai dasar dan ideologi negara, pancasila juga menjadi salah satu dari empat pilar kebangsaan, selain UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Upaya menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara  tentu tidaklah mudah.

Perlu proses yang sangat panjang, serta melalui upaya berpikir keras dan perdebatan yang harus dilalui oleh para the Founding Fathers untuk menyamakan pandangan tentang Pancasila. Buku ini merupakan potret dari proses panjang Pancasila dari awal perumusan, penafsiran-penafsiran filosofis dan ideologis hingga menjadi salah satu mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa.

Buku ini disusun berdasarkan kumpulan bahan ajar selama penulis menjadi asisten dosen di beberapa perguruan tinggi baik negeri maupun swasta hingga menjadi guru besar. Pemilihan-pemilihan materi beserta analisis sejarah dan filsafat menjadikan buku ini berbeda dengan buku-buku lain yang sudah beredar, terutama buku yang ditulis berdasarkan kurikulum.

Buku ini sudah mengalami beberapa kali revisi agar lebih komprehensif, menyesuaikan kebutuhan para mahasiswa dan masyarakat umum, dalam menghadirkan pancasila kepada generasi bangsa. Hal ini penting mengingat cita-cita kita sebagai bangsa Indonesia yakni mewujudkan masyarakat pancasila.

2. Pancasila Dasar Negara Paripurna

Pancasila Dasar Negara Paripurna - Rumusan Dasar NegaraPancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, menunjukkan bahwa para pendiri negara kita dengan sangat cemerlang mampu menyepakati pilihan yang pas tentang dasar negara sesuai dengan karakter bangsa, sangat orisinal, menjadi sebuah Negara modern yang berkarakter religius, tidak sebagai negara sekuler juga tidak sebagai negara agama.

Rumusan konsepsinya benar-benar diorientasikan pada dan sesuai dengan karakter bangsa. Mereka bukan hanya mampu menyingkirkan pengaruh gagasan negara patrimonial yang mewarnai sepanjang sejarah nusantara prakolonial, namun juga mampu meramu berbagai pemikiran politik yang berkembang saat itu secara kreatif sesuai dengan kebutuhan masa depan modern anak bangsa (Ali, 2010).

Pancasila adalah warisan dari jenius Nusantara.Sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya, sebagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau (archipelago), jenius Nusantara juga merefleksikan sifat lautan.Sifat lautan adalah menyerap dan membersihkan, menyerap tanpa mengotori lingkungannya.Sifat lautan juga dalam keluasannya, mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran (Latief, 2011).

Pancasila sangat dikagumi oleh tokoh-tokoh di luar negeri. Yaman ketika baru saja lepas dari bentuk monarki, para pemimpin muda Yaman menjadikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pembanding sebelum menentukan dasar negara mereka.

Begitu pula Dr. Izzat Mufti, seorang intelektual dan pejabat tinggi Arab Saudi sangat memuji Pancasila.Ia menyatakan, “Pancasila telah menjadi bingkai persatuan bangsa Indonesia. Berbeda dengan bangsa Arab, meskipun mempunyai kesamaan budaya dan bahasa tetapi terkotak-kotak lebih dari 20 negara” (Ali, 2009: xi-xii). Mufti Syria, Syekh Ahmad Kaftaru sangat mengagumi Pancasila.

Dalam ceramahnya di Damaskus pada pertengahan 1987, ia menyatakan kagum terhadap Indonesia. Ia juga menyatakan bahwa penduduk Indonesia berperilaku sangat santun dan bersahaja, murah senyum, memberi hormat kepada orang yang baru dikenal dengan membungkukkan badan, terkenal toleran dan terpancar kesabaran serta tutur bicara yang halus. Ia merasa malu dengan dunia Arab yang tercerai berai dan saling bermusuhan.

Seharusnya orang Arab memberi contoh kepada orang ajam (non-Arab), karena telah lebih dahulu mengenal budaya Islam.Namun sayang, di era reformasi, Pancasila yang saya kagumi dipersoalkan oleh sejumlah anak bangsa. Saat terjadi krisis yang mengakibatkan keterpurukan di hampir semua kehidupan, Pancasila dijadikan kambing hitam (Ali, 2009: xiv).

Buku ini menguraikan sejak awal Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara, Pancasila di awal kemerdekaan, Pancasila di era Soekarno, Pancasila di era Soeharto, Pancasila di era Reformasi, dan disempurnakan dengan makna Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.

3. Pancasila: Filsafat dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Roh Revolusi Mental

Pancasila: Filsafat Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Roh Revolusi Mental

Saat ini Pancasila berada dalam krisis akibat kelemahan pemahaman terhadap hakikatnya sebagai pandangan dunia, sehingga penguatan terhadap pemahamannya sebagai pandangan dunia mendorong perubahan pola pikir epistemologi dan praksis yang secara cepat dan mendasar harus dilakukan sebagai sebuah revolusi mental.

Buku Pancasila Filsafat Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Roh Revolusi Mental ini, yang mengurai tentang Pancasila sebagai filsafat Indonesia di satu pihak dan tentang ? roh ? revolusi mental yang bisa disumbang olehnya di lain pihak, sungguh berharga bagi khazanah studi terkait Pancasila dalam konteks hidup bangsa kita saat ini. Kontribusi berharga dari buku ini terletak dalam upaya mendialogkan Pancasila dengan gambaran-gambaran tentang ? revolusi ? mental sehari-hari bangsa kita.

Pancasila tidak sekedar disimak dari sudut pandang epistemologis nilai-nilai kultural historis bangsa dengan segala kekayaannya, melainkan juga diaktualisasikan dari perspektif praksis karakter, rasionalitas, dan cara kerja rasionalitas Indonesia. Buku ini terdiri dari sepuluh bagian yang masing-masing bagian menguraikan tema Pancasila dalam bentuk diskursus tentang ideologi kebangsaan yang kemudian ditetapkan melalui sebuah keputusan politik menjadi dasar negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia.

Saat ini Pancasila berada dalam krisis akibat kelemahan pemahaman terhadap hakikatnya sebagai pandangan dunia, sehingga penguatan terhadap pemahamannya sebagai pandangan dunia mendorong perubahan pola pikir epistemologi dan praksis yang secara cepat dan mendasar harus dilakukan sebagai sebuah revolusi mental.

Buku ini, yang mengurai tentang Pancasila sebagai filsafat Indonesia di satu pihak dan tentang ‘roh’ revolusi mental yang bisa disumbang olehnya di lain pihak, sungguh berharga bagi khazanah studi terkait Pancasila dalam konteks hidup bangsa kita saat ini. Kontribusi berharga dari buku ini terletak dalam upaya mendialogkan Pancasila dengan gambaran-gambaran tentang ‘revolusi’ mental sehari-hari bangsa kita.

Pancasila tidak sekadar disimak dari sudut pandang epistemologis nilai-nilai kultural historis bangsa dengan segala kekayaannya, melainkan juga diaktualisasikan dari perspektif praksis karakter, relasionalitas, dan cara kerja rasionalitas Indonesia.

Baca juga terkait Rumusan Dasar Negara:

About the author

Mochamad Aris Yusuf

Menulis merupakan skill saya yang pada mulanya ditemukan kesenangan dalam mencari informasi. tema tulisan yang saya sukai adalah bahasa Indonesia, pendidikan dan teori yang masuk dalam komunikasi Islam.

Kontak media sosial Linkedin saya Mochamad Aris Yusuf