Sosial Budaya

Pakaian Adat Sumatera Barat: Jenis, Fungsi, dan Penjelasan

Written by Umam

Pakaian Adat Sumatera Barat – Adakah di sini Grameds yang pecinta Nasi Rendang Padang? Nah, masakan tersebut berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Tapi kali ini kita bukan berbicara tentang Nasi Padang ya, Grameds. Kita akan bicara mengenai pakaian adat Sumatera Barat.

Sekilas Tentang Sumatera Barat

Daerah ini juga sering disebut sebagai Tanah Minang. Terletak di Pulau Sumatera. Letaknya di sepanjang pesisir sebelah barat Pulau Sumatera bagian tengah, beberapa pulau di lepas pantainya (termasuk Mentawai), dan dataran tinggi Bukit Barisan di sebelah timur. Provinsi berbatasan dengan Riau, Bengkulu, Sumatera Utara, dan Jambi.

Sumatera Barat memiliki luas area sekitar yang 42.012,89 km2 didiami oleh 5 juta jiwa dan beribukota di kota Padang. Mayoritas dari penduduk berasal dari Suku Minangkabau. Selain itu ada juga suku Tompar, Bendang, Biduanda, Bodi, Caniago, Domo, Guci, Mandailiang, Melayu, dan lain-lain.

Sumatera Barat memiliki budaya yang beragam mulai dari tari, rumah adat, nyanyian daerah, hingga pakaian adat. Para penduduk menggunakan pakaian adat yang banyak ragamnya tersebut menyesuaikan dengan acara yang dihadiri.

Selain itu, pakaian adat juga untuk menggambarkan karakter dari masyarakat setempat. Di bawah ini merupakan karakter dari masyarakat Sumatera Barat:

  1. Adat pernikahan yang unik.
  2. Cinta terhadap budaya daerah.
  3. Mahir menggunakan Bahasa Minangkabau.
  4. Loyal terhadap teman karena memiliki rasa persaudaraan yang kuat.
  5. Suka merantau.
  6. Memiliki ketaatan yang tinggi pada agama.

Beli Buku di Gramedia

Jenis, Fungsi, dan Penjelasan Pakaian Adat Sumatera Barat

Adat istiadat yang ada di Indonesia memiliki beragam jenis. Ada banyak acara yang digelar yang mana setiap acara memiliki tujuan masing-masing. Karena tujuan dari setiap acara berbeda-beda itulah, ada banyak pakaian adat dalam satu daerah, termasuk Sumatera Barat.

Fungsi pakaian adat utamanya adalah untuk mengenalkan identitas budaya yang sedang ditampilkan. Pakaian adat seringkali menjadi simbol budaya, karakter penduduk daerah, keyakinan penduduk daerah, dan histori.

Ciri khas pakaian adat Sumatera Barat adalah tampak mewah, kain tenun, dan melibatkan emas. Sementara untuk wanita seringkali menggunakan penutup kepala yang menyerupai atap Rumah Gadang. Siapa saja yang melihat pasti sudah bisa menebak dengan mudah dari daerah mana setelah pakaian adat ini.

Di bawah ini, kita akan membicarakan jenis, fungsi, dan penjelasan mengenai pakaian adat Sumatera Barat. Yuk langsung kita mulai saja.

1. Pakaian Pengantin

Sesuai dengan namanya, pakaian adat pengantin Sumatera Barat ini ditujukan untuk digunakan oleh pengantin baik pria maupun wanita. Pakaian ini biasanya berwarna merah menyala baik untuk mempelai pria atau perempuan wanita. Pakaian ini dilengkapi dengan hiasan serta penutup kepala agar pengantin memiliki aura yang megah, elegan, dan mewah. Tak heran, pakaian ini terinspirasi dari pakaian-pakaian Eropa dan Tiongkok di jamannya.

Beli Buku di Gramedia

2. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang atau Bundo Kanduang

Orang Minang memberikan penghargaan yang tinggi kepada wanita. Tingginya rasa hormat tersebut tidak hanya diucapkan dalam bentuk kata, namun juga diaplikasikan dalam bentuk budaya, salah satunya melalui pakaian adat. Pakaian adat untuk wanita juga bisa disebut dengan pakaian adat Bundo Kanduang.

Limpapeh Rumah Nan Gadang merupakan lambang kebesaran wanita. Dalam Bahasa Minang, Limpapeh berarti tiang besar yang digunakan untuk menopang bangunan. Sebuah bangunan dapat berdiri kokoh karena ada tiang tengah yang menopang sekaligus menyangga semua kekuatan bangunan tersebut dan menjadi pusat kekuatan tiang-tiang lain. Jika tiang tersebut patah/ rusak/ hancur, maka bangunan tersebut akan runtuh karena tidak ada yang menyangga.

Makna dari pakaian ini adalah menggambarkan pentingnya peran wanita dalam kehidupan rumah tangga. Wanita yang dimaksud di sini adalah wanita yang sudah menikah dan berkeluarga.

Pakaian adat ini digunakan oleh wanita Sumatera Barat dan memiliki banyak macam karena banyaknya adat yang terdapat di Sumatera Barat. Di bawah ini akan bicarakan lebih mendalam jenis-jenis pakaian ini. Yang perlu menjadi catatan adalah dari berbagai macam baju di bawah ini, semuanya berfungsi untuk menunjukkan kebesaran dan peran penting wanita.

a. Baju Batabue

Baju Batabue memiliki arti baju bertabur. Sesuai dengan artinya, baju ini ditaburi oleh benang emas yang menjadi simbolik kekayaan alam. Banyaknya taburan emas di sekujur baju mengisyaratkan banyaknya kekayaan alam yang dimiliki oleh Sumatera Barat.

Memang sumber daya alam di Sumatera Barat sangat melimpah. Mulai dari batu besi, batubara, batu galena, seng, timah hitam, batu kapur (semen), mangan, emas, kakao, kelapa sawit, hasil perikanan, dan gambir.

Baju Batabue memiliki empat macam corak yang familiar, yakni merah, lembayung, hitam, dan biru. Namun demikian, jika Grameds memilih warna gelap, hal ini akan menambah kesan kilauan emas karena paduan warna yang kontras namun elegan dan berkelas. Walaupun, selera setiap orang pasti berbeda-beda.

Bentuk Baju Batabue menyerupai baju kurung yang dilengkapi dengan pernak-pernik agar semakin tampak indah dan mempesona. Modelnya berlengan panjang dan terkesan longgar sehingga tidak menampakkan lekuk tubuh wanita.

Pada tepi leher dan lengan terdapat hiasan yang disebut dengan minsie. Pengertian dari minsie adalah sulaman yang menjadi simbol seorang wanita Minang memiliki kewajiban untuk taat pada batas-batas adat yang telah ditetapkan.

Sekilas baju ini memiliki model yang hampir mirip dengan baju kurung Aceh. Hal ini tidak mengherankan karena Minang dan Aceh masih satu rumpun, yakni rumpun Melayu. Pakaian ini biasa digunakan saat pernikahan dan acara-acara adat lainnya.

b. Lambak atau Sarung

Lambak atau sarung merupakan bawahan dari baju Batabue sehingga menampilkan pemakainya menjunjung tinggi kesopanan, tertib, dan sedap dipandang mata. Bawahan ini merupakan kain songket atau berikat yang dihiasi dengan minsie. Warna kain yang digunakan untuk lambak ini adalah jenis warna pastel, gelap, atau cerah.

Lambak memiliki cara yang berbeda-beda dalam memasangkannya karena disesuaikan dengan kebiasaan masing-masing daerah di Minang. Ada yang menampilkan belahan di depan, samping, belakang, bahkan ada juga yang digunakan dengan cara disusun ke belakang.

c. Minsie

Jika Grameds perhatikan dengan seksama, pada pakaian-pakaian adat Sumatera Barat banyak ditemukan sulaman-sulaman berwarna emas pada tepi-tepi. Sulaman tersebut ada bukan tanpa maksud lho, Grameds.

Sulaman-sulaman tersebut disebut minsie yang mengisyaratkan bahwa budaya Sumatera Barat sangat demokratis. Meskipun demikian, ada batasan-batasan adat Minang yang harus dibatasi dalam kehidupan sehari-hari.

d. Salempang

Salempang merupakan selendang pelengkap yang diperuntukkan untuk wanita yang telah menikah atau berkeluarga. Maksud dari Salempang ini adalah agar wanita Minang yang mengenakannya dapat melanjutkan keturunan berupa anak cucu.

Tidak cukup sampai di situ, wanita yang mengenakan selempang diharapkan dapat menjadi suri tauladan yang baik untuk anak-cucunya dan selalu bersikap waspada terhadap segala hal, baik untuk saat ini maupun masa depan.

e. Balapak

Bentuk dari Balapak hampir sama dengan salempang. Bedanya, bapalak digunakan oleh wanita yang siap menikah dan siap melanjutkan keturunan. Dengan kata lain, pengguna Bapak adalah para wanita yang belum menikah namun siap untuk menikah. Jaman dulu, penggunaan Balapak diwajibkan kepada wanita Minang yang telah siap untuk berkeluarga.

f. Tingkuluak

Tingkuluak merupakan penutup kepala yang digunakan oleh wanita Minang. Karena banyak macam acara adat di Sumatera Barat, maka tingkuluak memiliki beberapa jenis berdasarkan kegunaannya. Setidaknya ada enam jenis tingkuluak yang banyak dikenal.

1) Tingkuluak Tanduak

Tingkuluak ini dinamakan Tingkuluak Tanduak karena memiliki bentuk yang menyerupai tanduk kerbau. Penutup kepala jenis ini seringkali digunakan untuk upacara adat, tari adat, pengiring pengantin, dan penyambutan tamu.

Pada umumnya, Tingkuluak Tanduak ini terbuat dari bahan kain songket hasil tenun yang tebal dan dipadukan dengan benang emas ciri khas Minangkabau. Bagian belakang Tingkuluak Tanduak terdapat hiasan berupa kain yang terurai ke belakang. Bentuk tingkuluak ini ada yang satu tingkat hingga tiga tingkat dan bergantung pada daerah asal.

Agar Anda dapat mengenakannya, Anda dapat membentuk kain seperti selendang panjang. Kemudian selendang tersebut Anda kreasikan hingga menyerupai tanduk yang lancip di sisi kanan dan kiri sebagaimana tanduk kerbau.

Pemilihan tanduk kerbau sebagai kiblat bentuk tingkuluak ini bukan tanpa alasan. Tanduk kerbau merupakan salah satu ikon dalam budaya masyarakat Minang. Filosofi dari bentuk tanduk kerbau untuk melambangkan kekuatan hati, gigih, tidak pernah putus asa, dan mempunyai kemauan yang tinggi dalam mencapai cita-cita yang baik.

Ujungnya dibuat agak tumpul untuk menggambarkan sifat ramah tamah, berani, dan tidak ingin melukai orang lain. Panjang tanduk kedua sisi haru sama dan seimbang karena dimaksudkan sebagai simbol bahwa hidup harus seimbang dan adil.

2) Tingkuluak Balapak

Tingkuluak Balapak digunakan oleh wanita Minang saat acara upacara pernikahan, batagak penghulu, atau sunatan. Tingkuluak ini memiliki bentuk yang menyerupai gonjong atap rumah Gadang yang berbentuk persegi panjang pada bagian atas. Begitu melihatnya, Anda pasti bisa menebak penggunanya berasal dari daerah mana.

Cara mengenakan tingkuluak jenis ini adalah Anda harus membentuk Tingkuluak Tanduak terlebih dahulu. Setelah itu, ujung kiri selendang dilipat dengan cara dikelilingkan di bagian luar tanduk kanan dan kiri, sementara bagian ujung kanan kain, dikreasikan untuk menutupi rambut bagian atas kemudian dibiarkan terurai. Jadilah tingkuluak yang bentuknya menyerupai gonjong atap rumah Gadang. Tingkuluak Balapak juga dihiasi dengan minsie.

Tingkuluak ini bukan hanya pakaian semata. Penutup kepala jenis ini mengisyaratkan bahwa wanita Minang tidak boleh membawa beban yang berat. Tidak jarang tingkuluak ini digunakan untuk menunjukkan kebangsawanan seorang wanita.

3) Tingkuluak Balenggek

Tingkuluak ini terdiri dua tingkat tingkuluak. Bahan pembuatannya adalah kain balapak.

Pada jaman dahulu, di daerah Lintau Buo, Tanah Datar, Tingkuluak ini hanya boleh dipergunakan oleh wanita keturunan penghulu atau kaum bangsawan saat bersanding di pelaminan.

Wanita yang bukan kaum bangsawan ataupun keturunan penghulu diharuskan meminta izin atau membayar uang adat kepada penghulu agar dapat mengenakan Tingkuluak Balenggek.

Agar dapat mengenakannya, Anda perlu membuat Tingkuluak Tanduak terlebih dahulu pada lapisan bawah. Kemudian pada bagian atas, dipasang kayu ringan yang kemudian dililit dengan kain. Lilitan kain ini sebelumnya sudah diberi hiasan berbagai ukiran dan warna keemasan.

4) Tingkuluak Sapik Udang

Tingkuluak ini berasal dari daerah Kabupaten Tanah Datar. Bahan tingkalauk ini adalah kain sarung sapik udang dengan warna hitam bermotif kotak-kotak kecil. Kain sarung ini kemudian dipadukan dengan kain mukena.

Agar dapat mengenakannya, Anda perlu melipat kain sarung menjadi dua dengan posisi memanjang. Sementara mukena dilipat menjadi empat. Sisi kain dan mukena diletakkan di kepala agar membentuk tanduk di sebelah kanan dengan cara memutarkan ujungnya ke bagian belakang sehingga bagian kiri terlilit. Di ujung kiri, kain dikreasikan agar berbentuk menyerupai bunga kecubung.

Tingkuluak ini tidak hanya berfungsi sebagai penutup kepala saja, melainkan juga sebaagi alat perlengkapan shalat umat muslim.

5) Tingkuluak Talakuang

Umumnya, tingkuluak ini dikenakan dalam kegiatan sehari-hari. Namun tidak jarang juga tingkuluak ini dikenakan untuk mengundang orang agar menghadiri hajatan dan kegiatan mamanggai.

6) Tingkuluak Koto Gadang

Tingkuluak ini digunakan oleh pengantin wanita di Koto Gadang saat mereka menikah. Penutup kepala ini terbuat dari bahan beludru berwarna ungu tua atau merah dan berbentuk persegi panjang.

g. Dukuh (Kalung)

Dukuh mengisyaratkan bahwa wanita Minang selalu berada dalam lingkaran kebenaran sebagaimana kalung yang melingkari lehernya. Tidak hanya itu, dukuh juga memberikan isyarat tentang pendirian yang kok dan sulit untuk goyah jika sudah berada di atas kebenaran.

h. Galang (Gelang)

Galang yang melingkar di pergelangan tangan memberikan isyarat bahwa semua hal ada batasnya. Lebih jelasnya, dalam melakukan sesuatu, seseorang harus mengerti batas kemampuanya.

3. Pakaian Penghulu

Pakaian penghulu merupakan pakaian adat Minang yang digunakan oleh kaum pria. Baju ini juga disebut sebagai Baju Pemangku Adat. Baju ini tidak dapat digunakan oleh sembarang orang dan ada tata cara tertentu agar dapat mengenakannya. Jaman dulu, pakaian ini hanya boleh digunakan oleh kepala suku.

Baju Penghulu memiliki warna hitam yang melambangkan ketegasan dan kepemimpinan. Kaum pria merupakan pemimpin wanita. Di samping itu, karena baju ini hanya boleh digunakan oleh kepala suku, maka baju ini juga melambangkan kepemimpinan suku.

Namun di jaman sekarang pakaian ini bisa juga digunakan oleh mempelai pria saat menikah. Ada beberapa pelengkap baju penghulu, sebagaimana penjelasan yang akan kita bahas di bawah ini.

a. Deta atau Destar

Deta atau Destar merupakan penutup kepala yang digunakan oleh laki-laki Minang saat mereka mengenakan pakaian tradisional Minang. Penutup kepala ini memiliki keunikan yang disesuaikan berdasarkan status sosial seseorang. Warnanya beragam namun yang paling sering dipilih adalah kain warna hitam.

Deta dipakai dengan cara melilitkan kain di kepala pria. Deta raja merupakan Deta yang memiliki tingkatan paling tinggi karena terbuat dari bahan dengan kualitas yang lebih baik dari Deta lainnya. Kerutan pada Deta memberikan nasehat agar kepala adat hendaknya berfikir mendalam sampai mengerutkan kening sebelum berbicara.

Deta yang sering digunakan bersama baju penghulu oleh pemangku adat adalah Deta Saluak Batimbo. Sementara untuk rakyat biasa biasanya menggunakan Deta Ameh dan Deta Cilien Manurun yang bentuknya sangat sederhana dan sering digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

b. Sasampiang

Merupakan kain songket yang berupa selendang yang dikenakan di bahu oleh pria dengan cara menyilang. Sasampiang memiliki makna seorang pria hendaknya memiliki ilmu pengetahuan dan keberanian sehingga mereka dapat memimpin dengan baik.

c. Sandang

Sandang merupakan ikat pinggang yang juga digunakan oleh pria Minang yang mengartikan ikatan persaudaraan sesama orang Minang di manapun berada. Sandang berupa kain berwarna merah yang diikatkan pada Cawek (celana longgar). Berwarna merah untuk melambangkan ketaatan pada adat Minang yang berlaku.

d. Cawek

Cawek merupakan celana longgar yang dipakai oleh kaum pria. Agar dapat digunakan dengan baik, cawek selalu dipasangkan dengan sandang.

e. Tungkek

Tungkek merupakan tongkat yang digenggam dengan tangan kanan dan memiliki makna bahwa yang membawanya adalah orang yang harus bertanggung jawab dan amanah.

f. Keris

Senjata tradisional yang digunakan dalam menggunakan baju penghulu adalah keris yang memiliki makna kesabaran, tidak mudah terbakar emosi, rasional, dan memikirkan segalanya demi kebaikan. Keris digunakan oleh pria Minang dengan cara disematkan di pinggang.

Grameds, tuntas sudah pembahasan kita mengenai pakaian adat Sumatera Barat. Gramedia akan terus menjaga semangat untuk menjadi #SahabatTanpaBatas dengan menyajikan buku-buku terbaik dari kami.
Penulis: Nanda Iriawan Ramadhan

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.