Sosial Budaya

Pakaian Adat Jawa Barat: Jenis, Keunikan, dan Makna

Written by Umam

Pakaian Adat Jawa Barat – Budaya Jawa Barat banyak mendapatkan pengaruh dari budaya Sunda. Hal ini tidak mengherankan sebab mayoritas suku yang ada di Provinsi Jawa Barat merupakan Suku Sunda. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pakaian adat Jawa Barat juga banyak mendapatkan sumbangsih dari pakaian adat Sunda. Apa saja pakaian adat Jawa Barat? Yuk Grameds, kita bahas bersama.

Sekilas Mengenai Jawa Barat

Dikenal sebagai provinsi dengan populasi terpadat, Jawa Barat memiliki lebih dari 48 juta jiwa penduduk. Jawa Barat memiliki beberapa suku asli, yaitu suku Sunda, suku Cirebon, dan lainnya. Besarnya dominasi suku Sunda di provinsi ini menjadikan suku Sunda merupakan suku terbesar kedua dalam hal banyaknya populasi mereka.

Di Sunda, diajarkan beberapa bahasa, mulai dari bahasa Sunda, bahasa Jawa dialek Cirebon, dan bahasa Cirebon. Adanya beberapa wilayah yang didiami oleh suku Betawi memunculkan usulan agar Bahasa Melayu berdialek Betawi diajarkan sebagai pendidikan bahasa daerah setempat.

Beli Buku di Gramedia

Jenis, Fungsi, dan Penjelasan Pakaian Adat Jawa Barat

Sama dengan pakaian adat wilayah lain, pakaian adat yang dimiliki Jawa Barat memiliki keunikan tersendiri. Karena keunikan tersebut, masing-masing pakaian adat menggambarkan bagaimana karakter, pola hidup, dan nilai-nilai yang digenggam oleh masyarakat setempat.

Grameds, di bawah ini akan kita bahas mendalam hingga tuntas mengenai pakaian adat Jawa Barat.

1. Kebaya Sunda

Kebaya menjadi pilihan banyak adat untuk dijadikan pakaian atasan wanita. Misalkan saja Jawa Timur dan Jawa Tengah yang juga memiliki kebaya untuk dikenakan para wanitanya. Sunda pun juga memiliki kebaya khas Sunda yang tentunya memiliki ciri khas tersendiri.

Kebaya Jawa pada umumnya memiliki desain kerah membentuk huruf V (V-neck), sementara kebaya Sunda didesain dengan kerah berbentuk huruf U (U-neck). Kebaya Jawa pada umumnya panjangnya hingga menutupi pinggul, sementara Kebaya Sunda panjangnya hingga menutupi pinggul dan paha, bahkan tidak jarang ditemukan lebih panjang lagi.

Warna yang dipilih untuk Kebaya Sunda adalah warna-warna yang cerah seperti merah, marun, ungu muda, dan putih. Kebaya ini digunakan oleh wanita Sunda dari kalangan rakyat biasa dan kalangan menengah.

Sementara bawahannya berupa kain jarik yang dililitkan. Tak lupa para wanita Sunda menggunakan perhiasan dan aksesoris seperti kalung, anting, giwang, tusuk konde, cincin, dan gelang.

2. Baju Pangsi

Suku Betawi juga memiliki baju Pangsi sebagai pakaian adat. Jika di Betawi ada beberapa jenis warna baju Pangsi mulai dari hitam, putih, hijau, dan merah, maka di Sunda baju Pangsi hanya memiliki satu warna, yaitu hitam.

Biasanya, pangsi digunakan oleh rakyat biasa. Model jahitan dan tampilan yang sangat simpel, pakaian ini menampakkan kesederhanaan. Oleh karen itu, pada jaman dulu pakaian ini kebanyakan dipakai oleh para petani dan buruh. Namun sekarang siapa saja bebas menggunakan pakaian ini, termasuk kalangan menengah ke atas. Tentunya dengan model jahitan dan bahan yang lebih bagus.

Baju atasannya disebut Salontreng dan dipasangkan dengan celana pangsi yang juga berwarna hitam agar selaras dengan atasannya. Celana pangsi ini bermodel komprang sehingga tidak ketat dan longgar dengan panjang ke bawah tidak melebihi mata kaki.

Agar celana tersebut dapat terikat kuat, para pria menggunakan ikat pinggang yang terbuat dari kulit ataupun kain yang diikatkan di pinggang. Tidak jarang ada sarung poleng yang diselampirkan secara menyilang dari bahu ke pinggang pria. Sebagai penutup kepala, dikenakan ikat kepala yang disebut dengan logen dengan model Hanjuang Nangtung atau Barambang Semplak. Sebagai alas kaki, pria Jawa Barat menggunakan tarumpah yang pada umumnya terbuat dari kayu.

Beli Buku di Gramedia

3. Mojang Jajaka

Dalam Bahasa Indonesia, mojang artinya gadis atau perawan. Secara sederhana, mojang adalah wanita yang belum menikah. Sementara jajaka artinya perjaka atau laki-laki yang belum pernah menikah. Dari namanya sudah bisa kita tebak bahwa pakaian adat ini biasanya digunakan oleh pemuda dan pemudi yang belum menikah. Pada umumnya pakaian ini digunakan dalam acara resmi.

Pakaian laki-laki terdiri atas jas tertutup atau beskap yang berwarna polos. Beskap atau jas tertutup tadi memiliki berkerah sekitar 3-4 cm tanpa disertai lipatan. Warna yang digunakan bisa hitam, biru, putih, dan warna lainnya.

Agar selaras dengan atasannya, bawahan laki-laki dalam setelan pakaian adat ini berupa celana panjang yang warnanya senada dengan beskap. Celana tersebut dilapisi dengan kain jarik bermotif batik yang dililitkan di pinggang dan diatur sedemikian rupa hingga dapat memanjang ke bawa sampai paha.

Agar terlihat semakin resmi dan rapi, alas kaki yang digunakan adalah sepatu pantofel yang melapisi kaki berbalut kaos kaki. Namun, terkadang ada pula Jajaka Jawa Barat yang mengenakan selop sebagai alas kaki. Terakhir, sebagai penutup kepala, digunakanlah bendo.

Sementara itu, pakaian wanita terdiri atas kebaya sebagai setelan atasannya. Kebaya tersebut biasanya polos namun ada juga yang bermotif meski tidak dominan. Warnanya bisa bermacam, mulai dari hitam, biru, putih, dan warna lainnya. Namun selalu disesuaikan dengan warna jas tertutup atau beskap yang digunakan oleh Jajaka agar tampak serasi.

Sementara itu, bawahan yang dipakai oleh para mojang Jawa Barat berupa kain kebat bermotif batik yang dililitkan di pinggang. Berbeda dengan bawahan jajaka, bawahan mojang ini warnanya tidak senada dengan atasannya.

Untuk meyakinkan lilitan kain kebat benar-benar kencang, dipasangkan beubeur yang berfungsi sebagai ikat pinggang. Tidak lupa digunakan selendang atau karembong. Sementara, untuk alas kaki, para mojang mengenakan selop atau sepatu yang warnanya sama dengan baju kebayanya.

Tak lengkap tanpa perhiasan dan aksesoris lainnya, mojang menggunakan cincin, gelang, peniti rantai, bros, sanggul, dan hiasan-hiasan lainnya. Bagi mojang yang memakai hijab, warna hijab menyesuaikan dengan warna kebaya.

4. Pakaian adat yang bergantung pada kelas sosial

Dahulu, di mana kelas sosial masih memiliki pengaruh terhadap hidup seseorang, kentara sekali perbedaan yang dapat kita temukan. Misalkan saja hak untuk duduk bersama, hak untuk mendapat bergaul dengan siapa, hak untuk pendidikan, dan lainnya. Perbedaan kasta benar-benar mendapatkan perhatian yang sangat serius. Hal tersebut tentu saja berpotensi terjadinya kesenjangan sosial.

Jaman dulu, hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah diterapkan di banyak daerah, tak terkecuali di Sunda. Bukti keseriusan tersebut dapat kita perhatikan dari pakaian adat yang dikenakan oleh orang-orang Sunda.

Pakaian adat di Sunda dalam melakukan aktivitas sehari-hari dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Pakaian Adat Rakyat Biasa

Pakaian yang biasa dipakai oleh rakyat biasa ini pada umumnya dikenakan oleh para petani, buruh, dan rakyat jelata lainnya. Pakaian ini digunakan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika terkadang pakaian ini terlihat usang karena sangat sering digunakan.

Banyaknya petani, buruh, dan rakyat jelata di Sunda yang menggunakan pakaian ini menjadi ciri khas tersendiri sehingga pakaian ini dinobatkan menjadi pakaian adat untuk rakyat biasa. Bagaimana setelan pakaian untuk rakyat biasa baik untuk laki-laki dan perempuan Sunda?

Para lelaki Sunda dari kalangan rakyat biasa menggunakan setelan baju dan celana pangsi lengkap dengan segala aksesorisnya. Sementara untuk para wanita, menggunakan kebaya sederhana yang berwarna polos, meskipun terkadang ada yang menggunakan kebaya beraneka warna. Namun intinya bahan pembuatan kebaya ini adalah kain sederhana. Untuk bawahan, wanita Sunda menggunakan kain jarik yang dililitkan di pinggang. Tidak lupa sandal jepit keteplek digunakan sebagai alas kaki.

b. Pakaian Adat untuk Kelas Menengah

Para leader dalam sebuah bisnis biasa menggunakan pakaian ini saat melakukan rapat ataupun negosiasi dengan rekan bisnis mereka. Sesuai fungsinya, pakaian digunakan agar terbentuk kesan rapi dan berwibawa sehingga tidak diremehkan dalam melakukan bisnis. Oleh karena itu, pakaian ini dikhususkan untuk para pengusaha, saudagar, dan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi.

Pakaian laki-laki terdiri dari jas putih (yang kemudian berkembang menjadi berbagai warna) yang dijuluki sebagai Baju Bedahan. Sebagai bawahan, para saudagar Sunda menggunakan kain kebat yang disarungkan di pinggang. Agar rambut tampak rapi, mereka menggunakan penutup kepala yang dinamakan bengker. Kesan mewah dan berkelas semakin terlihat dengan disematkannya arloji emas di saku jas sebelah atas.

Sementara para wanita yang menjadi istri para saudagar tersebut mengenakan kebaya yang bahannya lebih baik dari kebaya untuk rakyat biasa. Termasuk dalam memilih warna, mereka bebas bahkan untuk yang cerah sekalipun. Bawahan para wanita menggunakan kain kebat yang digunakan sebagai rok panjang. Tidak lupa dipasangkan perhiasan-perhiasan yang menarik agar yang menggunakannya tampak semakin cantik dan mempesona.

c. Pakaian Adat untuk Bangsawan (Menak)

Para pewaris darah biru atau bangsawan menggunakan pakaian ini agar tampak bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki kuasa atas kepentingan publik sehingga menjadi orang penting di daerahnya. Kesan yang ditampilkan dalam pakaian ini adalah kedigdayaan yang berkelas.

Para laki-laki bangsawan Sunda mengenakan jas beludru hitam yang terbuat dari bahan dengan kualitas terbaik. Jas tersebut memiliki kerah sekitar 3-4 cm tanpa disertai lipatan. Sulaman benang berwarna keemasan pada kerah, tengah dekat kancing, dan kedua ujung lengan menambah kesan mewah dan kekuasaan yang dimiliki.

Celana hitam yang terbuat dari bahan dan motif yang sama dipasangkan sebagai bawahan agar selaras dengan jas hitam beludru tersebut. Agar tidak tampak terlalu sepi warna, dililitkan kain kebat berbatik di pinggang dengan panjang sampai sekitar paha.

Ikat pinggang emas dilingkarkan untuk meyakinkan bahwa celana terpasang dengan kuat. Tidak lupa dipasangkan Bendo di kepala agar rambut tampak lebih rapi. Dan sempurna, sebuah arloji keemasan disematkan di saku jas sebelah atas.

Sedangkan para wanita bangsawan mengenakan pakaian berbahan beludru dengan warna dan motif yang sama dengan bangsawan laki-laki Sunda. Dibuat sama agar pasangan bangsawan tampak serasi. Kain kebat berbatik dililitkan di pinggang dengan panjang sampai ke bawah sebagai bawahan dari pakaian adat untuk wanita ini.

Selop hitam berbahan beludru dipakaikan di kaki wanita sebagai alas kaki. Rambutnya dimodel sanggul lengkap dengan segala aksesorisnya, termasuk tusuk kondenya. Dan dengan terpasangnya perhiasan kalung, cincin, anting, giwang, atau gelang mewah dan indah, membuat orang tidak ragu kalau wanita yang sedang mengenakan setelan pakaian ini benar-benar merupakan seorang bangsawan.

5. Pakaian Pengantin

Pakaian adat Jawa Barat yang digunakan untuk pengantin banyak yang terinspirasi oleh pakaian pengantin Sunda. Terlebih pakaian pengantin untuk mempelai wanita Jawa Barat yang banyak mengambil inspirasi dari putri-putri Kerajaan Sunda jaman dulu.

Seperti pada umumnya pakaian pengantin yang terdiri dari pakaian pria dan wanita, pakaian pengantin Jawa Barat juga memiliki hal serupa. Meski saat ini pakaian pengantin banyak yang dimodifikasi lebih modern, namun para perancang busana pengantin tetap menampilkan kesan keadatan.

Untuk pria, pakaian pengantin terdiri atas Jas Buka Prangwedana yang menurut budaya Jawa Barat melambangkan kewibawaan serta kejantanan yang dimiliki seorang laki-laki. Warna jas tersebut bebas dan diselaraskan dengan kebaya pengantin sang istri agar tampak serasi.

Kemudian kain bermotif batik disarungkan dengan melilitkannya di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki. Sedangkan aksesoris wajib bagi mempelai pria adalah menggunakan bendo yang berhiaskan batu permata di tengah-tengahnya sebagai penutup kepala. Agar semakin tampak gagah dan jantan, tidak lupa mempelai pria membawa keris dan sarungnya (boro sarangka) sekaligus.

Sementara itu, pakaian pengantin wanita Jawa Barat lebih kompleks, terlebih adanya tambahan perhiasan dan aksesoris. Atasan wanita merupakan kebaya pengantin yang terbuat dari bahan brokat dengan warna cerah. Warna yang umum digunakan sebagai bahan baku kebaya pengantin ini adalah putih, krem, kuning, biru muda, dan lainnya.

Sama dengan mempelai pria, bawahan sang istri berupa kain batik yang dililitkan di pinggul wanita dengan panjang dari pinggul sampai bawah kaki. Kain batik ini memiliki dua pilihan motif, yakni sido mukti atau lereng eneng prada.

Budaya yang tertanam di Jawa Barat mengajarkan, kedua batik ini melambangkan adanya harapan agar keadaan kedua mempelai menjadi jauh lebih baik dan penuh dengan kebahagiaan setelah mereka menjalani kehidupan rumah tangga. Nasehat yang mengajarkan panjangnya perjalanan kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama oleh suami dan istri tertuang dalam lereng eneng.

Selain atasan dan bawahan, mempelai wanita menggunakan kelat bahu yang berada di kedua lengan, perhiasan cincin permata, , kalung pendek dan panjang, dan gelang permata. Dan yang yang menarik dalam pernikahan adat Jawa Barat adalah mahkota campuran logam seberat 1,5 sampai 2 kg bernama Siger yang dipakai oleh mempelai wanita. Siger ini melambangkan tingginya rasa hormat, kearifan, dan kebijaksanaan dalam pernikahan.

Ada empat jenis riasan pengantin di Jawa Barat yang masing-masing jenis menyesuaikan tempat penyelenggaraan pernikahan tersebut. Keempat jenis riasan pengantin tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sunda Putri

  • Tatanan rambut model Puspasari. Rambut pengantin digulung melingkar tanpa disertai bantuan sanggul tempel.
  • Hiasan berupa untaian bunga melati yang menjuntai dari rambut hingga ke dada, tiara, ceduk mantul, dan kembang goyang.

b. Sunda Siger

  • Menggunakan mahkota siger di kepala wanita sehingga menjadikannya memiliki aura seorang ratu.

c. Sukapura

  • Pada umumnya, sering digunakan oleh pengantin yang pernikahannya diselenggarakan di Tasikmalaya.
  • Menggunakan sanggul Priangan dan godek mempelai diarahkan ke dalam tidak melingkar ke luar.

d. Santana Inden Kedaton

  • Replika dari pakaian kerajaan Galuh jaman dulu.
  • Pada wanita dipasangkan Siger Ratu Haur Kuning yang tidak lupa dihiasi ronce melati yang menjuntai hingga ke pinggang.
  • Tidak menggunakan kebaya kartini karena merepresentasikan sikap kerajaan Galuh yang menolak dominasi kerajaan Jawa. Karena itu, dalam riasan ini, mempelai wanita menggunakan kebaya Sunda.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Pembahasan kita mengenai pakaian adat Jawa Barat sudah di ujung nih, Grameds. Dengan buku-buku terbaik yang kami terbitkan, Gramedia siap untuk menjadi #SahabatTanpaBatas Anda dalam menggali budaya dan ilmu pengetahuan.

Beli Buku di Gramedia

 

 

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.