Sosial Budaya

Rumah Adat Jawa Timur: Dari Filosofi Hingga Fungsi Tiap Ruang

Written by Umam

Rumah adat Jawa Timur hampir sama dengan rumah adat di Jawa lainnya. Jenis rumah paling terkenal adalah rumah dengan konsep Joglo. Sinkretisme agama dan kepercayan kejawen yang dianut masyarakat turut menyumbang karakteristik dan keunikan bangunan.

Termasuk bentuk dan tata ruangnya yang terpengaruh oleh kepercayaan masyarakat Jawa. Ada beberapa jenis rumah adat yang dapat Anda temukan di Jawa Timur. Berikut adalah beberapa jenis rumah adat, filosofi, dan juga pembagian ruang pada rumah adat di Jawa Timur.

Jenis-jenis Rumah Adat Jawa Timur

Rumah adat Jawa Timur memang memiliki beberapa kesamaan dengan rumah adat Jawa Tengah. Meski begitu, keduanya tetap memiliki ciri khas dan nilai filosofis masing-masing. Di Jawa Timur, rumah adatnya juga tersebar di berbagai daerah. Berikut ini adalah beberapa jenis rumah adat yang bisa Anda temukan di Jawa Timur:

1. Rumah Joglo Jompongan dan Joglo Sinom

Rumah adat pertama yang sudah populer adalah rumah Joglo. Tak hanya di Jawa Tengah saja, ternyata Jawa Timur juga memiliki rumah adat ini. Joglo di Jawa Timur ada beberapa macam, yang paling terkenal adalah rumah Joglo Jompongan dan Sinom.

Desain di setiap rumah memiliki keunikan masing-masing. Bangunan dengan bentuk limas ini dibangun dengan bahan dasar kayu jati. Di dalam rumah tersebut, ruang-ruang dibagi sesuai fungsinya. Rata-rata setiap rumah Joglo memiliki area khusus, seperti senthong, yang dibagi menjadi senthong kiwa, senthong tengen, dan senthong tengah.

Dalam pembangunannya juga dibuat saka guru atau tiang penyangga dan juga bebatur, yang dibuat dengan posisi tanah lebih tinggi dari sekitarnya. Bebatur ini menjadi cermin dari keharmonisan alam dan manusia, juga antara manusia satu dengan manusia lainnya. Lalu untuk pondasi rumah Joglo lebih berkaitan erat dengan kepercayaan kejawen yang masih dianut masyarakat.

Bagi masyarakat, Joglo Jompongan lebih dikenal sebagai dasar dari rumah adat Joglo. Bentuknya lebih mengarah ke bujur sangkar, dan memiliki pengerat di dua bagian. Semantara untuk Joglo Sinom, sudah lebih berkembang lagi.

Rumah ini dibangun dengan konsep teras yang mengeliling, kemudian setiap sisinya dibuat bertingkat lebih tinggi. Joglo Sinom juga memiliki ketentuan jumlah penyangga, yaitu 36 pilar, di mana 4 di antaranya dijadikan sebagai pilar utama atau saka guru.

Beli Buku di Gramedia

2. Rumah Adat Joglo Situbondo

Selain kedua Joglo di atas, masih ada rumah Joglo Situbondo. Sebenarnya hanya penyebutannya saja yang berbeda. Secara umum ketentuan bangunan dan bentuknya hampir serupa. Joglo ini memiliki bentuk limas atau dara gepak. Material utamanya pun sama, yaitu kayu jati. Lalu yang menjadi keunikan dari rumah adat satu ini adalah kepercayaan Kejawen yang berakar pada sinkretisme jadi lambang rumah adat satu ini.

Dalam tata ruang Joglo Situbondo, menggambarkan keharmonisan antar sesama manusia dan dengan lingkungan. Bangunan dibagi menjadi beberapa area, seperti pendopo dan bagian inti rumah yang terdiri dari senthong tengen untuk dapur dan gudang, senthong kiwa untuk area kamar tidur, dan senthong tengah sebagai tempat menyimpan benda pusaka dan berharga lainnya.

Kemudian pondasi rumah, jumlah saka yang dipakai, bebatur rumah, juga ornamen atau hiasan yang menggambarkan kepribadian dari masyarakat sekitar. Saat hendak masuk ke rumah Joglo Situbondo, Anda akan melihat makara atau selur gulung.

Pintu dengan ukiran semacam itu menjadi penanda yang diyakini masyarakat bahwa hal-hal negatif tidak dapat masuk rumah dengan makara tersebut. Selain rumah Joglo Situbondo, masih ada rumah Joglo lain yang bisa ditemukan di Jawa Timur, seperti Joglo Hageng dan Joglo Pengrawit.

Beli Buku di Gramedia

3. Rumah Adat Osing

Selanjutnya ada rumah adat Osing yang bisa Anda temukan saat berkunjung ke Banyuwangi. Rumah ini memiliki beberapa jenis, yaitu Baresan, Crocogan, dan Tikel Balung. Ketiganya dibedakan berdasarkan rab atau jumlah bidang atapnya. Baresan memiliki 4 rab, lalu Crocogan memiliki 2 rab, dan Tikel Balung memiliki 4 rab.

Untuk pembagian ruangnya, ketiganya sama saja. Rumah akan dibagi menjadi empat area, yakni pembatas atau hek/baleh, teras atau ampet, ruang tengah atau jerumah, dan dapur atau pawon. Rumah Osing biasanya masih berlantai tanah, dengan atap genting dari gerabah.

4. Rumah Adat Suku Tengger

Keempat ada rumah adat suku tengger yang terkenal dengan keunikan bentuk atapnya. Atap rumah suku tengger memiliki bentuk meruncing dan meninggi yang menumpuk ke atas. Dengan bubungan yang tinggi, rumah adat ini dikenal hanya memiliki 1-2 jendela saja. Lalu di bagian depan rumah pasti ada bale-bale atau tempat untuk duduk-duduk atau bersantai. Kemudian, material utama yang dipakai untuk membangun rumah adalah berbagai jenis papan dan kayu.

Pada umumnya, masyarakat Suku Tengger yang berada di wilayah gunung Bromo ini akan membangun rumah secara berdekatan. Jadi biasanya konsep pembangunan rumah di sana tampak tidak teratur, satu rumah dengan lainnya saling berdekatan dan bergerombol. Pemisah antar rumah hanya sepetak jalan bagi pejalan kaki saja.

Adapun tujuan dari konsep tersebut tidak lain adalah untuk menghalau angin kencang dan cuaca buruk. Selain menjaga setiap rumah dari terpaan angin hal ini juga menunjukkan solidaritas masyarakat yang tinggi. Seperti dalam membangun rumah, mereka telah memikirkan orang lain di sekitarnya.

Beli Buku di Gramedia

5. Rumah Adat Dhurung

Rumah adat Jawa Timur satu ini cukup berbeda dengan rumah adat lainnya. Sebab pondasi yang dipakai berbentuk gubug. Lalu bagian atapnya terbuat dari rumbai daun pohan atau dheun. Rumah adat ini biasa terletak di samping-samping ladang, dan dijadikan sebagai tempat istirahat setelah bekerja di ladang. Selain di samping ladang, dhurung juga biasa dibangun di depan rumah dengan ukuran kecil sampai sedang.

Selain untuk istirahat, tempat ini juga dimanfaatkan untuk bersosialisasi dengan para tetangga, sekaligus menjadi tempat mencari jodoh. Apabila dhurung ini dibangun dengan ukuran besar, maka tempat ini juga dijadikan sebagai penyimpan padi.

Di dalam rumah dhurung biasanya juga diberi penjebak tikus, guna menangkal tikus liar berkeliaran memakan padi. Rumah adat dhurung ini bisa Anda temukan apabila berkunjung ke Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak, sampai Kabupaten Gresik.

6. Rumah Adat Limasan Lambang Sari

Selanjutnya ada rumah adat Limasan Lambang Sari. Sesuai dengan namanya,rumah ini memiliki bentuk limas atau persegi panjang. Lambang Sari ini memiliki keunikan tersendiri, di mana konstruksi atapnya dibuat serupa balok penyambung.

Untuk tiang rumahnya ada sebanyak 16 buah dengan atap empat sisi. Apabila Anda memperhatikan, ada satu bubungan kuat yang menghubungkan keempat sisi atap tersebut. Lalu pondasinya berbentuk umpak dengan alas tiang dari batu, dan ada purus di tengah tiang bawah sebagai pengunci tiang bangunan.

7. Rumah Adat Limas Trajumas Lawakan

Rumah adat Jawa Timur terakhir adalah Limas Trajumas Lawakan. Rumah ini hasil perkembangan dari model rumah Limasan Trajumas. Bedanya, pada Trajumas Lawakan terdapat emperan yang mengelilingi bangunan. Kemiringan dari emperan nya pun berbeda dengan atap pokoknya. Termasuk di bagian tengah yang diberi tiang, sehingga terbentuk dua rongrongan di bagian dalam.

Atap Limas Trajumas Lawakan memiliki empat sisi, di mana masing-masing tersusun oleh dua atap. Ditambah ada tiang yang difungsikan sebagai struktur utama sehingga bangunan lebih simetris.

Material bangunan yang dipakai adalah kayu yang memiliki serat sangat kuat dan bisa menerima gaya tekan maupun gaya tarik. Adapun jenis kayunya seperti glugu, nangka, kayu jati, sonokeling, dan kayu berserat lainnya.

Filosofi Rumah Adat Jawa Timur

Rumah Adat Jawa Timur terdiri dari banyak jenis. Rumah-rumah adat di sana lebih banyak berbentuk limasan atau dara gepek dengan konsep Joglo. Material yang umumnya dipakai adalah kayu, terutama kayu jati. Rumah Joglo ini menjadi lambang dari bentuk atapnya yang seperti gunungan.

Dalam kehidupan masyarakat Jawa, gunung menjadi tempat sakral dan memiliki kedudukan yang tinggi. Sebab masyarakat percaya bahwa gunung menjadi tempat tinggal para dewa. Maka dari itu, bentuknya dituangkan dalam bentuk atap rumah yang biasa disebut Tajug.

Selain bagian atap, masih ada banyak makna filosofis pada bangunan adat di sana. Mulai dari bagian serambi yang desainnya mirip pendopo. Serambi ini dibuat sangat luas, bahkan bisa lebih dari setengah luas rumah.

Di kehidupan masyarakat dulu, pendopo atau serambi memang dibuat dengan ukuran yang besar, sebab biasa dipakai untuk menerima tamu banyak dalam beberapa acara adat masyarakat.

Kemudian, masyarakat juga lebih memilih material bangunan yang memanfaatkan sumber daya alam. Kebanyakan masyarakat Jawa Timur, termasuk para leluhur jaman dulu banyak mempercayakan bangunannya pada kayu jati.
Joglo Situbondo, salah satu yang menjadikan kayu jati sebagai bahan baku utama bangunan. Selain kayu jati, masih banyak kayu lain yang dimanfaatkan. Seperti dengan memanfaatkan kayu dari pohon kelapa untuk menjadi pelengkap struktur rumah.

Masyarakat juga memanfaatkan anyaman bambu untuk dinding rumah. Lalu bagian atas sudah ada beberapa rumah yang memakai genteng dari tanah liat. Selain itu, beberapa rumah juga memakai anyaman dari daun kelapa sebagai penutup atap.

Rumah adat Jawa Timur memiliki ciri khas ukiran pada pintu. Ciri khas ini juga menjadi salah satu lambang kepercayaan masyarakat terhadap leluhur. Di mana mereka percaya bahwa dengan memberikan ukiran pada pintu rumah akan terhindar dari hal-hal negatif.

Bagian-bagian Ruang dalam Rumah Adat Jawa Timur

Salah satu fitur yang menjadi ciri khas rumah adat Jawa Timur adalah adanya pembagian ruang. Berbagai ukiran dan hiasan yang dipasang di dinding, atap, dan juga pada pondasi juga memiliki makna tersendiri. Kekayaan filosofi rumah adat Jawa Timur memang cukup kental. Nah, jika ingin tahu pembagian ruang-ruang pada rumah adat di sana beserta fungsinya, berikut ulasannya:

1. Emperan

Rumah adat di Jawa Timur pasti memiliki emperan, yang menjadi penghubung antara ruang Pringgitan dengan Omah. Emperan ini berbeda dengan pendopo. Emperan biasanya dipakai untuk menerima tamu, jadi di sana akan disediakan kursi dan meja.

Selain sebagai tempat menerima tamu, juga biasa dipakai untuk bersantai bersama keluarga dan tetangga. Adanya emperan ini sekaligus menjadi perekat antar anggota keluarga.

2. Pendopo

Bagian kedua dari rumah adat Jawa Timur adalah Pendopo. Istilah ini biasanya dipakai oleh rumah-rumah Joglo. Area atau tempatnya memang dibuat luas dan diletakkan di bagian depan rumah.

Hampir sama dengan emperan, Pendopo juga dijadikan tempat menerima dan menjamu tamu. Selain itu, Pendopo juga dijadikan sebagai balai pertemuan masyarakat, baik untuk berdiskusi, maupun bermusyawarah dan bermufakat. Pendopo dipilih karena dapat menampung banyak orang.

3. Pringgitan

Pembagian ruang ketiga adalah Pringgitan, yaitu penghubung antara pendopo dengan rumah dalam. Bagian ini biasa dipakai oleh masyarakat sebagai tempat melakukan pertunjukan wayang kulit. Wayang dalam bahasa Jawa disebut dengan pringgit. Sehingga kemudian muncullah kata Pringgitan.

4. Omah nJero

Omah nJero menjadi ruang utama dalam rumah adat Jawa Timur. Tempat ini dijadikan tempat berkumpulnya anggota keluarga, baik untuk bersantai maupun bercengkrama bersama. Selain omah njero, masih ada omah mburi dan omah dalem ageng.

5. Senthong Kiwa

Selanjutnya ada senthong kiwa atau kamar sebelah kiri. Ruangan ini biasanya ada di rumah Situbondo, yang menunjukkan ruangan di sebelah kiri. Di sinilah ada yang namanya dempil, atau kamar tidur untuk orang tua. Ruang ini menjadi ruang yang dihubungkan dengan ruang belakang. Umumnya, di sini orang-orang akan membuat kerajinan.

6. Senthong tengah

Sama dengan namanya, senthong merupakan satu ruangan yang ada di bagian tengah. Masyarakat Situbondo yang umumnya menyebut ruang ini sebagai senthong tengah. Bagi masyarakat, tempat ini cukup sakral. Namun seperti ruang lainnya, akan ada tempat tidur di senthong.

Zaman dulu masyarakat masih terpengaruh dengan ajaran Hindu dan Budha. Maka dari itu, terdapat beberapa kepercayaan yang ditunjukkan melalui adat dan kebiasaan. Senthong ini dulu akan selalu diberi penerangan baik siang ataupun malam.

Tempat tidur pun akan dilengkapi dengan bantal dan guling, kemudian cermin besar dipasang di bagian dinding lengkap dengan sisir yang terbuat dari tanduk. Di bagian kamar tengah pula, akan ada ukiran atau hiasan yang melambangkan pendidikan kerohanian.

7. Senthong tengen

Bagian ruang ketujuh rumah Joglo adalah senthong tengen, yang merupakan ruang di bagian kanan jika dilihat dari arah pintu masuk. Istiah senthong tengen memang sudah sering dipakai oleh masyarakat Situbondo, Jawa Timur. Di ruangan inilah dapur, pendaringan, dan juga gudang berada. Biasanya tempat ini juga yang dipakai untuk menyimpan peralatan pertanian.

8. Gandhok

Bagian ruang terakhir pada rumah adat Jawa Timur adalah Gandhok. Bangunan ini menjadi bagian paling belakang rumah yang dibuat memanjang. Masyarakat biasa menggunakan tempat ini untuk menyimpan barang atau bahan makanan.

Itulah tadi beberapa hal tentang rumah adat Jawa Timur yang perlu Anda ketahui. Masyarakat Jawa memang memiliki kepercayaan tersendiri, yang mereka tuangkan dalam berbagai kebudayaan. Kekayaan budaya inilah yang perlu Anda pahami, guna melestarikan budaya Indonesia. Tanpa dilestarikan, tentu budaya dan kekayaan yang dimiliki tak bisa terjaga dengan baik.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Rekomendasi Buku:

Beli Buku di Gramedia

Beli Buku di Gramedia

 

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.