in

Mengenal Perilaku Tidak Asertif, Contoh dan Dampaknya 

Pernahkan Grameds kesulitan untuk berkata “tidak” pada orang lain? Jika iya, itu adalah ciri-ciri dari perilaku tidak asertif yang bisa saja merugikan diri sendiri dan lawan bicara. Alih-alih menjaga perasaan dan menghindari konflik, justru hal ini bisa berakibat buruk. Apa saja perilaku tidak asertif yang bisa kita hindari? Mari baca penjelasan berikut.

 

Pengertian Perilaku Tidak Asertif

(Sumber foto: www.pexels.com)

 

Perilaku tidak asertif merupakan bidang studi dalam psikologi yang telah dianalisis oleh para pakar untuk memahami dampaknya terhadap individu dan hubungan interpersonal. Beberapa pandangan dan penjelasan pakar psikologi mengenai perilaku tidak asertif melibatkan konsep-konsep seperti ketidakmampuan menyatakan kebutuhan, rasa rendah diri, atau ketidakmampuan menetapkan batas yang jelas. Berikut adalah beberapa perspektif dari para pakar psikologi terkait perilaku tidak asertif:

  • Albert Ellis dan Teori Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Albert Ellis, seorang psikolog klinis, mengembangkan REBT yang menyoroti pentingnya mengenali dan mengubah pola pikir irasional yang dapat menyebabkan perilaku tidak asertif. Ellis percaya bahwa berbagai kepercayaan irasional, seperti kebutuhan akan persetujuan semua orang atau takut akan penolakan, dapat menghambat kemampuan seseorang untuk bersikap asertif.

  • Virginia Satir dan Teori Perilaku Keluarga

Virginia adalah seorang terapis keluarga terkenal, ia menyoroti peran keluarga dalam membentuk perilaku asertif atau tidak asertif seseorang. Perilaku tidak asertif sering kali dapat berkembang dalam lingkungan keluarga yang tidak mendukung ekspresi emosi atau tidak memberikan ruang untuk menyatakan kebutuhan.

  • Andrew Salter dan Teori Psikologi Kompetisi

Andrew Salter, seorang psikolog, mengembangkan teori psikologi kompetisi yang menyoroti dampak perilaku tidak asertif pada kesejahteraan individu. Menurut Salter, ketidakmampuan untuk bersikap asertif dapat menyebabkan frustasi, ketegangan, dan perasaan tidak berdaya.

  • Carl Rogers dan Teori Pendekatan Kepribadian

Carl Rogers, seorang psikolog humanistik, mengemukakan bahwa kebutuhan dasar individu untuk diterima dan dihargai dapat memainkan peran dalam perilaku tidak asertif. Ketidakmampuan untuk menyatakan diri dengan jelas dapat berasal dari ketakutan akan penolakan atau kehilangan penerimaan.

  • Assertiveness Training

Beberapa pakar psikologi, termasuk yang terlibat dalam pengembangan pelatihan asertivitas, seperti Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus, menciptakan teknik-teknik untuk membantu individu mengatasi perilaku tidak asertif. Pelatihan asertivitas fokus pada mengembangkan keterampilan komunikasi yang memungkinkan individu untuk menyatakan diri secara tegas tanpa merugikan hak atau perasaan orang lain.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

  • B.F. Skinner dan Behaviorism

Pendekatan behavioristik, yang diterapkan oleh B.F. Skinner, melihat perilaku sebagai respons terhadap rangsangan dari lingkungan. Skinner menyatakan bahwa perilaku tidak asertif dapat dipahami melalui conditioning dan pembentukan dari pengalaman belajar individu di lingkungan mereka.

Komunikasi Bebas Konflik

 

 

Contoh Perilaku Tidak Asertif

(Sumber foto: www.pexels.com)

 

Perilaku tidak asertif mencakup sejumlah sikap atau tindakan yang menghambat kemampuan seseorang untuk menyatakan kebutuhan, pendapat, atau perasaan mereka secara jelas dan tegas. Berikut adalah beberapa contoh perilaku tidak asertif:

1. Penolakan Diri (Self-Denial)

Penolakan diri Diri seringkali mencerminkan ketidakmampuan untuk menyatakan kebutuhan pribadi atau hak-hak yang seharusnya dihormati. Seseorang yang terlibat dalam penolakan diri mungkin merasa sulit untuk meminta apa yang mereka butuhkan atau inginkan.

Ia juga cenderung sulit untuk mengatakan “tidak,” atau hak untuk menentukan batas-batas pribadi. Hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan dan keseimbangan psikologis seseorang.

 

2. Passivity

Passivity merupakan sikap yang pasif, pasrah, dan kurangnya inisiatif dalam menyatakan kebutuhan, pendapat, atau hak-hak pribadi. Individu yang bersikap pasif cenderung menghindari tanggung jawab atau konfrontasi, sehingga mereka tidak dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas.

Passivity sering kali melibatkan penundaan atau pengabaian terhadap kepentingan pribadi demi menghindari konflik atau ketidaknyamanan. Ketidakmampuan untuk bersikap proaktif dalam menyatakan pendapat atau mengambil tindakan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi dapat merugikan diri sendiri, karena orang pasif seringkali mendahulukan keinginan orang lain atau mengikuti arus tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau preferensi diri sendiri.

Oleh karena itu, passivity tidak mendukung perkembangan keterampilan komunikasi yang asertif dan dapat menyebabkan rasa frustrasi, penumpukan ketidakpuasan, dan kurangnya kontrol atas kehidupan pribadi.

 

3. Persetujuan Berlebihan (Excessive Agreeability)

Perilaku tidak asertif dapat menyebabkan persetujuan berlebihan (excessive agreeability) karena individu yang bersikap tidak asertif cenderung mengutamakan keinginan dan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan dan keinginan pribadi mereka sendiri.

Ketidakmampuan untuk menyatakan pendapat, menentang, atau mengatakan “tidak” dengan tegas dapat berakibat pada kesulitan dalam mengelola batas-batas pribadi. Ketakutan akan konflik, penolakan, atau ketidaknyamanan dapat mendorong seseorang untuk secara otomatis menyetujui permintaan orang lain demi menjaga hubungan yang harmonis atau untuk menghindari perasaan bersalah.

Perilaku tidak asertif sering kali muncul dari rendahnya harga diri, kebutuhan akan persetujuan, atau kurangnya keterampilan komunikasi asertif. Individu yang tidak asertif mungkin merasa sulit untuk mengekspresikan kebutuhan atau pendapat pribadi mereka karena khawatir akan reaksi orang lain.

Hal ini dapat menghasilkan pola perilaku yang cenderung setuju tanpa pertimbangan lebih lanjut, bahkan jika itu bertentangan dengan keinginan atau nilai pribadi.

Persetujuan berlebihan dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan individu, karena mereka mungkin merasa tidak autentik atau tidak memiliki kendali atas kehidupan mereka. Selain itu, hal ini dapat menyebabkan kelelahan emosional karena upaya terus-menerus untuk memenuhi harapan orang lain.

Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi asertif, meningkatkan harga diri, dan belajar untuk menetapkan batas-batas yang sehat agar dapat menciptakan hubungan yang saling menghormati dan seimbang.

 

4. Menghindari Konflik (Avoidance of Conflict)

Rasa takut akan konflik dapat mengakibatkan pola perilaku yang menghindari situasi yang menantang atau memicu ketegangan, sehingga memengaruhi kemampuan seseorang untuk bersikap tegas dan mengomunikasikan keinginan atau batas-batas pribadi dengan jelas.

Individu yang menghindari konflik cenderung mengorbankan diri sendiri demi menjaga kesejahteraan orang lain atau untuk menghindari kemungkinan reaksi negatif. Mereka mungkin merasa bahwa menyatakan pendapat atau menolak permintaan dapat membawa konflik yang tidak diinginkan, sehingga lebih mudah untuk mengalah atau menyetujui tanpa pertimbangan lebih lanjut.

Akibatnya, mereka mungkin menahan diri untuk menghindari ketidaknyamanan, meskipun hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kepuasan diri.

 

5. Menghindari Menyakiti Perasaan Orang Lain (Avoiding Hurt Feelings)

Perilaku tidak asertif seringkali menyebabkan individu menghindari menyakiti perasaan orang lain, karena mereka cenderung menempatkan kebutuhan dan perasaan orang lain di atas kebutuhan dan perasaan mereka sendiri. Individu yang tidak asertif mungkin merasa tidak nyaman dengan konfrontasi atau menyampaikan pendapat yang mungkin mengecewakan orang lain.

Sebagai akibatnya, mereka cenderung menahan diri dari menyatakan ketidaksetujuan atau menolak permintaan untuk menghindari potensi konflik atau reaksi negatif. Dalam upaya untuk menjaga harmoni hubungan, mereka bisa terjebak dalam pola perilaku setuju atau menghindari situasi yang bisa memicu ketidaknyamanan.

 

6. Pendekatan Tidak Langsung (Indirect Approach)

Dalam upaya untuk menghindari konfrontasi atau kemungkinan reaksi negatif dari orang lain, mereka mungkin menggunakan cara-cara yang samar atau ambigu untuk menyampaikan pesan mereka. Pendekatan tidak langsung ini dapat mencakup penggunaan kode-kode tertentu, sindiran, atau bahasa tubuh yang tidak jelas, sehingga hal ini dapat mengakibatkan kebingungan dalam komunikasi dengan orang lain.

 

7. Perasaan Bersalah (Guilt)

Ketika mereka tidak mampu menyatakan pendapat atau menolak permintaan, mereka mungkin merasa bahwa mereka telah melanggar nilai atau keinginan pribadi mereka sendiri. Rasa bersalah muncul karena mereka menyadari bahwa mereka tidak setia pada diri mereka sendiri, dan dalam upaya untuk mempertahankan hubungan yang harmonis, mereka dapat merasa perlu untuk mengorbankan kebutuhan pribadi.

Hal ini bisa menciptakan konflik internal yang melibatkan ketidaksesuaian antara apa yang mereka inginkan atau tindakan yang mereka ambil. Rasa bersalah tersebut dapat menjadi beban emosional dan menghambat perkembangan pribadi, serta memengaruhi kesehatan mental individu tersebut.

 

8. Pengabaian Diri (Self-Neglect)

Mereka mungkin menunda atau bahkan mengabaikan pemenuhan kebutuhan pribadi, seperti waktu istirahat, batas pribadi, atau hak untuk menyatakan pendapat. Dalam upaya untuk menjaga hubungan yang harmonis, mereka mungkin mengabaikan perasaan atau kebutuhan diri sendiri, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dan merugikan kesejahteraan pribadi.

 

9. Kompromi Berlebihan (Overly Compromising)

Mereka mungkin merasa sulit untuk mengekspresikan diri secara tegas atau menolak permintaan, sehingga cenderung mengikuti keinginan orang lain untuk menghindari konflik. Dalam prosesnya, mereka mungkin terlalu banyak mengorbankan kebutuhan dan keinginan pribadi demi menyenangkan orang lain atau menjaga perdamaian.

Kompromi berlebihan ini dapat menyebabkan ketidakpuasan diri, penumpukan perasaan frustrasi, dan kurangnya pemenuhan terhadap kebutuhan pribadi. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi asertif agar individu dapat menemukan keseimbangan yang sehat antara memenuhi kebutuhan sendiri dan menjaga hubungan yang saling menghormati.

Luka Paling Dalam

 

 

10. Tidak Memiliki Batas yang Jelas (Lack of Clear Boundaries)

Perilaku tidak memiliki batas yang jelas mencerminkan kurangnya kemampuan atau keinginan untuk menetapkan dan menjaga batas-batas pribadi yang sehat. Individu yang bersikap seperti ini mungkin merasa sulit untuk mengatakan “tidak” atau menentukan batas yang jelas terkait waktu, ruang pribadi, atau kebutuhan emosional mereka.

Akibatnya, mereka mungkin menemui kesulitan dalam melindungi diri dari tuntutan yang berlebihan atau mempertahankan ruang pribadi yang diperlukan. Perilaku ini dapat mengakibatkan penumpukan stres, kelelahan, dan ketidaknyamanan, karena individu tersebut seringkali menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan diri sendiri tanpa memerhatikan keseimbangan yang sehat antara memberi dan menerima.

 

11. Menunjukkan Kebingungan atau Keraguan (Indecision)

Perilaku kebingungan atau keraguan mencerminkan ketidakmampuan atau ketidakpastian dalam membuat keputusan atau mengambil suatu langkah tegas. Individu yang menunjukkan perilaku ini mungkin mengalami kesulitan dalam mengevaluasi opsi atau merasa takut membuat keputusan yang mungkin tidak memuaskan semua pihak.

Mereka dapat terjebak dalam siklus overthinking dan merasa sulit untuk mengambil keputusan yang tegas. Perilaku ini dapat menghambat kemajuan pribadi dan profesional, menyebabkan ketidakjelasan dalam interaksi sosial, dan memberikan kesan kurangnya keyakinan dalam kemampuan membuat keputusan.

 

12. Ketakutan Terhadap Kritik (Fear of Criticism)

Individu yang mengalami ketakutan ini cenderung sensitif terhadap pandangan atau pendapat orang lain, sehingga mereka cenderung menghindari situasi yang dapat memunculkan kritik atau penolakan.

Mereka mungkin mengorbankan kebutuhan atau keinginan pribadi demi mendapatkan persetujuan atau menghindari konfrontasi. Perilaku ini dapat menghambat pengembangan pribadi dan profesional, membatasi ekspresi diri, dan menyebabkan kurangnya kepercayaan diri.

Seni Komunikasi yang Karismatik

 

Dampak dari Perilaku Tidak Asertif

(Sumber foto: www.pexels.com)

 

Perilaku tidak asertif dapat memiliki berbagai dampak negatif baik pada tingkat pribadi maupun interpersonal. Beberapa dampak tersebut meliputi:

1. Ketidakpuasan Pribadi

Perilaku tidak asertif seringkali mengakibatkan penumpukan ketidakpuasan pribadi karena individu mungkin tidak memenuhi kebutuhan atau keinginan pribadi mereka dengan tegas.

 

2. Ketidakjelasan dalam Komunikasi

Individu yang tidak asertif cenderung menggunakan komunikasi samar atau tidak langsung, menyebabkan ketidakjelasan dalam ekspresi pendapat atau kebutuhan mereka.

 

3. Kompromi Berlebihan

Perilaku tidak asertif dapat mengarah pada kecenderungan untuk terlalu banyak mengorbankan kebutuhan pribadi demi menjaga hubungan atau menghindari konflik.

 

4. Pertumbuhan Pribadi Terhambat

Individu yang tidak asertif mungkin kesulitan dalam mengembangkan diri dan mencapai potensi pribadi mereka karena kurangnya kemampuan untuk menyuarakan diri dengan tegas.

 

5. Ketidakseimbangan Hubungan

Dalam hubungan interpersonal, perilaku tidak asertif dapat menciptakan ketidakseimbangan di mana salah satu pihak mendominasi sementara yang lain cenderung mengikuti.

 

6. Perasaan Bersalah dan Frustrasi

Kesulitan dalam menetapkan batas atau menyatakan kebutuhan sendiri dapat menghasilkan perasaan bersalah dan frustrasi karena individu mungkin merasa tidak autentik atau terjebak dalam peran yang tidak sesuai.

 

7. Stres dan Kecemasan

Kurangnya kemampuan untuk mengelola konflik atau menyatakan pendapat dapat menyebabkan stres dan kecemasan karena individu mungkin merasa terjebak dalam situasi yang tidak memuaskan.

 

8. Kesulitan dalam Mengambil Keputusan

Individu yang tidak asertif mungkin mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan karena mereka cenderung terlalu mempertimbangkan pandangan orang lain atau takut membuat kesalahan.

 

9. Penurunan Harga Diri

Perilaku tidak asertif dapat merugikan harga diri karena individu mungkin merasa kurang dihargai atau tidak mampu untuk mempertahankan hak-hak pribadi mereka.

 

10. Ketergantungan pada Persetujuan Orang Lain

Individu yang tidak asertif cenderung terlalu bergantung pada persetujuan dan validasi dari orang lain, sehingga kebahagiaan dan kepuasan mereka bergantung pada pandangan eksternal.

 

Kesimpulan

Perilaku tidak asertif merujuk pada pola komunikasi yang ditandai oleh kesulitan menyatakan pendapat, menetapkan batas pribadi, atau mengekspresikan kebutuhan dengan tegas. Individu yang bersikap tidak asertif cenderung menghindari konflik, mengorbankan kebutuhan pribadi, dan kurangnya kemampuan untuk menyuarakan diri secara jelas.

Dampak dari perilaku tidak asertif sangat signifikan, baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi hubungan interpersonal. Secara pribadi, perilaku ini dapat menyebabkan ketidakpuasan, ketidakjelasan dalam komunikasi, dan pertumbuhan pribadi yang terhambat. Kesulitan dalam mengekspresikan diri juga dapat menghasilkan perasaan bersalah, frustrasi, dan stres yang berkepanjangan.

Di sisi lain, dampak perilaku tidak asertif tidak terbatas pada tingkat pribadi saja. Dalam hubungan interpersonal, ketidakasertifan dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuatan, menyebabkan konflik yang tidak diungkapkan, dan merugikan kualitas hubungan.

Kompromi berlebihan yang sering terjadi dapat menghambat pertumbuhan dan kesehatan hubungan, sementara kurangnya kemampuan untuk mengatasi konflik dapat memperburuk dinamika interpersonal.

Oleh karena itu, untuk menciptakan hubungan yang sehat dan membangun kesejahteraan pribadi, penting bagi individu untuk mengembangkan keterampilan komunikasi asertif guna memfasilitasi ekspresi diri yang jelas, pengelolaan konflik yang konstruktif, dan pembentukan batas-batas pribadi yang sehat dalam interaksi sosial.

 

Itulah contoh perilaku tidak asertif yang bisa merugikan baik individu atau orang lain. Grameds bisa membangun komunikasi yang terinspirasi dari buku-buku komunikasi dan pengembangan diri lainnya di Grameda.com.

 



ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by Laila Wu