Sosial Budaya

Mengenal Rumah Adat Jambi dan Fakta Menarik Dibaliknya!

rumah adat jambi
Written by Umam

Rumah adat Jambi – Grameds, apa yang kamu ketahui tentang Jambi? Sebagai salah satu provinsi di negara Indonesia, Jambi tentunya memiliki akar budaya di dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan penduduk yang telah berlangsung lama akan membentuk budaya dan tradisi di Jambi.

Kali ini kita akan mengulas sebagai sebagian kecil dari Jambi, yakni rumah adat Jambi. Sebagaimana rumah adat daerah lainnya, rumah adat Jambi juga memiliki keunikan dan filosofi tertentu. Seperti apa budaya Jambi yang tercermin dari rumah adatnya? Yuk Grameds, kita simak ulasan di bawah ini bersama.

Sebagai salah satu provinsi dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera, Jambi pasti memiliki budaya dan keunikan. Jambi merupakan provinsi yang nama ibukotanya, Jambi, sama dengan nama provinsinya seperti halnya dengan Bengkulu, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Gorontalo.

Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang berbatasan, sebut saja Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Riau, luas wilayah Jambi relatif kecil. Dengan luas area sebesar 50.160,05 km2, Jambi dipadati oleh sekitar 3.548.228 penduduk. Bagian utara Provinsi Jambi berbatasan dengan Sumatera Barat dan Riau. Sedangkan bagian selatannya berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan.

Dalam sumber daya alam, Jambi merupakan salah satu penghasil pinang terbesar di Indonesia. Di samping DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau, Jambi menjadi pilar Indonesia dalam mengekspor pinang ke dunia internasional. Pada akhir tahun 2020, seluas 28.255 hektar lahan pinang di Jambi berhasil memberikan sumbangsih pinang sebesar 60 ribu ton senilai 1,1 triliun rupiah. Pada Januari hingga September 2021, Jambi berhasil mencatatkan 67 ribu ton pinang senilai 1,7 triliun rupiah.

Fabel 34 Provinsi : Jambi – Harimau Pemakan Durian

Untuk penduduk Jambi, kamu dapat menemui suku asli Jambi, Melayu Jambi, Batin, Kerinci, dan Kubu. Suku Batin biasa juga disebut dengan suku Penghulu dan suku Pindah. Suku ini masih serumpun dengan Minangkabau. Mereka banyak yang bermukim di Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Tebo, dan Kabupaten Sarolangun. Mereka pada awalnya merupakan suku Melayu yang mendiami daerah pedalaman, terutama pegunungan Jambi.

Suku Kubu sendiri sering disebut suku Anak Dalam. Penyebutan ini dinisbatkan kepada mereka yang tinggal di hutan dataran rendah wilayah Sumatera bagian tengah, khususnya Jambi. Oleh karena suku Kubu tinggal di kawasan tersebut, mereka juga dijuluki sebagai Anak Dalam.

Sementara Suku Kerinci banyak yang menempati wilayah Kerinci dan sekitarnya. Adat istiadat, budaya, dan bahasa suku Kerinci masih serumpun atau dekat dengan suku Minangkabau. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika keduanya banyak ditemukan kemiripan.

Keberagaman suku ini tentunya akan menghasilkan budaya yang beragam di Jambi. Dari segala macam rupa budaya tersebut akan menghasilkan karya yang beragam.

Ragam Rumah Adat Jambi dan Maknanya

Rumah adat di Indonesia banyak yang memiliki konsep rumah panggung. Pemilihan konsep ini bukan tanpa sebab dan pertimbangan yang matang. Konsep ini bertujuan agar penghuni rumah aman dari gangguan hewan buas dan banjir serta sebagai kandang ternak. Hal ini disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia yang dulunya banyak dipenuhi hutan.

Di bawah ini merupakan penjelasan mendalam mengenai rumah adat Jambi:

1. Rumah Adat Kajang Lako

rumah adat jambi

Sumber: pinterest.com

Kisah

Rumah adat Jambi yang paling terkenal adalah rumah adat Kajang Lako. Rumah adat ini merupakan rumah adat yang didirikan oleh Suku Batin. Suku ini dikenal memiliki pendirian yang kuat untuk mempertahankan adat istiadat mereka yang telah diwariskan secara turun-menurun dari generasi pendahulu. Bahkan bangunan tua ini sekalipun, masih dihuni dan dapat dinikmati keindahannya oleh Suku Batin hingga saat ini.

Syahdan, dahulu ada sekelompok suku Batin kurang lebih sebanyak 60 tumbi (keluarga) pindah dari tepat asalnya (Koto Rayo). Orang-orang yang termasuk 60 keluarga ini adalah cikal bakal adanya Marga Batin V yang terbagi lima dusun. Kelima dusun tersebut adalah Dusun Seling, Tanjung Muara Semayo, Dusun Kapuk, Dusun Muara Jernih, dan Dusun Pulau Aro yang berada dalam satu kecamatan yang sama, yakni Kecamatan Tabir, Rantau Panjang, Kabupaten Sarolangun Bangko.

Bentuk dan Atap

Rumah tinggal suku ini dinamakan Rumah Kajang Lako atau Rumah Lako. Jika dilihat dari samping, bentuk bubungan rumah adat ini menyerupai perahu yang bagian atas melengkung lalu meruncing di bagian kedua ujungnya. Bisa dibilang, atap tersebut mirip dengan perahu terbalik.

Bubungan tersebut biasa disebut dengan “Gajah Mabuk”. Nama tersebut disesuaikan dengan nama orang yang membuat sekaligus mendesainnya. Konon pembuat rumah tersebut sedang dilanda mabuk kepayang oleh cinta kepada seseorang yang telah mencuri hatinya. Sayang seribu sayang, orang tuanya tidak merestui cinta itu. Orang mengira pembuatnya “mabuk” juga dikarenakan disangka “perahu terbalik”.

Bentuk bubungan tersebut juga sering disebut lipat kajang atau potong jerambah. Atapnya terbuat dari ijuk atau mengkuang yang dianyam satu sama lain kemudian dilipat dua. Berhubung dibuat dari bahan-bahan alami, pembuatan rumah ini memakan waktu yang lama. Namun, di jaman dewasa ini, penggunakan ijuk sudah sangat jarang sehingga rumah adat yang masih ada pada umumnya beratapkan genting biasa.

Jika diperhatikan dari samping, atap rumah ini terlihat berbentuk segitiga. Maksud model ini adalah agar hujan mudah turun, sirkulasi udara yang baik, dan sebagai tempat penyimpanan barang.

Di ujung atap, kamu dapat menemukan Kasau Bentuk. Dengan panjang 60 cm dan lebar yang sama dengan panjang bubungan, Kasau Bentuk ini dibuat dengan tujuan untuk menghalangi air hujan masuk ke dalam rumah. Kasau Bentuk ini dipasang di rumah bagian depan dan belakang dengan posisi miring. Dengan desain seperti ini, tampias air hujan pun bisa diminimalisir dengan optimal.

Badan Rumah

Sebagaimana rumah adat lainnya, rumah adat ini berdindingkan papan. Rumah ini memiliki tiga jenis pintu, yang berupa pintu tegak, pintu masinding atau dinding, dan pintu balik melintang. Masing-masing pintu memiliki fungsi.

Agar bisa masuk ke dalam rumah, kamu bisa melalui pintu tegak. Pintu ini terletak di ujung sebelah kiri bangunan. Ketinggian pintu tegak memang sengaja diatur rendah agar setiap orang yang masuk ke dalamnya menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada pemilik rumah.

Pintu berikutnya adalah masinding. Pintu ini terletak di ruang tamu dan berfungsi sebagai jendela rumah. Melalui pintu ini, kamu dapat melihat ke bawah rumah, ventilasi ketika acara adat berlangsung, dan agar orang-orang yang berada di bawah dapat melihat dari kejauhan apakah acara adat sudah dimulai atau belum.

Adapun pintu berikutnya adalah pintu balik melintang. Pintu ini merupakan jendela yang terdapat di balik tiang melintang. Pintu ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu, yakni pemilik rumah, pemuka adat, alim ulama, cendikiawan, dan ninik-mamak. Selain orang-orang tersebut, dilarang melaluinya.

Secara keseluruhan, rumah ini memiliki panjang 12 meter dan lebar 9 meter. Bentuknya berupa persegi panjang yang jumlahnya ada empat. Bentuk ini guna memudahkan penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya masing-masing.

Tidak hanya itu, ajaran Islam yang telah menjadi bagian dari budaya Melayu Jambi turut memberikan pengaruh pada susunan ruang rumah ini. Ajaran Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan keluarga (mahram). Susunan ruangan di rumah tersebut tidak memungkinkan anak-anak perempuan bertemu dengan laki-laki luar yang bukan penghuni rumah.

Ruangan

Sebagaimana rumah pada umumnya, rumah adat Kajang Lako terdiri dari beberapa ruangan, yaitu:

a. Ruang Pelamban

Ruangan ini terletak di sebelah kiri bangunan dan difungsikan sebagai ruang tamu. Lantainya dibuat dari bambu belah yang telah mengalami proses pengawetan. Di antara bambu tersebut diberi sedikit jarak agar air dapat mengalir di bawahnya.

b. Ruang Gaho

Ruangan ini terletak di sisi kiri bangunan yang memiliki arah memanjang. Fungsi dari ruangan ini untuk menyimpan barang, dapur, dan tempat air.

c. Ruang Masinding

Ruangan ini berada di bagian depan rumah. Fungsi dari ruangan ini adalah untuk menerima tamu. Lalu apa bedanya dengan ruang pelamban. Ruang masinding ini bisa berbentuk serambi atau teras tambahan sebagai tempat untuk menunggu bagi tamu yang belum dipersilakan masuk. Bisa juga tamu yang diterima di ruangan ini merupakan tamu biasa dan hanya tamu laki-laki yang diperbolehkan di ruang ini.

d. Ruang Balik Menahan

Ruangan ini merupakan serambi rumah bagian dalam yang terdiri dari beberapa ruangan lagi. Di dalamnya ada ruang makan, ruang tidur orang tua, dan ruang tidur anak gadis.

e. Ruang Tengah

Ruangan ini merupakan ruangan yang digunakan sebagai penyelenggaraan acara adat atau kenduri. Umumnya ruangan ini hanya boleh digunakan oleh para wanita.

f. Ruang Penteh

Ruangan ini terletak di atas bangunan rumah dan difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang. Ruangan ini dengan ruangan bangunan rumah dipisahkan dengan plafon.

g. Ruang Bauman

Ruangan ini terletak di bawah bangunan yang tidak terdapat lantainya. Biasanya ruangan ini digunakan untuk memasak ketika ada acara adat, pesta, syukuran, dan lainnya.

h. Ruang Balik Melintang

Ruangan ini merupakan ruang utama di dalam rumah adat Kajang Lako. Letaknya berada di ujung sebelah kanan bangunan dan menghadap ruang tengah serta ruang masinding. Lantai pada ruangan ini pada umumnya lebih tinggi dari ruangan lainnya. Hanya orang-orang tertentu yang diperbolehkan di dalamnya, seperti pemilik rumah, alim ulama, pemimpin adat, cendikiawan, dan ninik-mamak.

Dekorasi dan Ukiran

Rumah Kajang Leko dihiasi dengan berbagai dekorasi berupa ukiran pada bagian pintu, pagar, jendela, dinding, dan atapnya untuk memperindah tampilannya. Pada umumnya, dekorasi ukiran pada rumah ini berwujud flora dan fauna.

Adapun motif flora yang sering ditemukan adalah bungo jeruk, bunga tanjung, tampuk manggis, dan banyak tumbuhan lainnya yang tumbuh subur di Jambi. Sedangkan motif flora seringkali berupa ikan karena banyak penduduk Jambi yang berprofesi sebagai nelayan.

Kuliner Jambi: Telusuri Jejak Melayu, Sedap Meresap

2. Rumah Tuo

rumah adat jambi

Sumber: www.liputan6.com

Siapa yang menyangka bahwa Jambi pernah mengalami krisis identitas diri? Saat itu, Jambi sedang mengalami kegundahan bagaimana menentukan identitas mereka sebagai provinsi. Hingga pada tahun 1970-an, gubernur Jambi menyelenggarakan sayembara Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.

Sayembara tersebut diadakan untuk memastikan rumah adat yang seperti apa yang dapat merepresentasikan adat istiadat dan budaya Jambi. Hal ini berimbas pada gairah masyarakat Jambi untuk memulai gaya hidup baru. Jika pada kebanyakan daerah rumah adat semakin jarang dengan adanya kehidupan modern, masyarakat Jami justru semakin menikmati euforia tersebut dengan membangun rumah-rumah dengan arsitektur adat.

Hal ini dapat kamu buktikan dengan melihat kompleks Kantor Gubernur Jambi di Telanaipura, Kota Jambi. Rumah adat tersebut berada pada tepat sebelah kanan bangunan kantor gubernur. Rumah adat tersebut memiliki banyak tiang, berwarna hitam, dan dilengkapi dengan tanduk kambing yang bersilang pada ujung atapnya.

Rumah tersebut merupakan hasil karya seorang arsitek yang memenangi sayembara ini. Rumah itu merupakan diadaptasi dari rumah asli yang telah berusia lebih dari 600 tahun. Rumah adat tersebut berada di pemukiman tertua Jambi. Di dalam pemukiman tersebut, terdapat ratusan rumah sejenis.

Untuk rumah yang berusia 600 tahun, kurang lebih ada enam puluh rumah. Sementara rumah lainnya berusia lebih muda. Pemukiman ini berada di Dusun Kampung Baru, Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Tabu, Kecamatan Merangin, Jambi.

Melakukan perjalanan ke Rantau Panjang serasa kembali ke masa lalu. Sebab nuansanya mengatakan demikian. Ditambah lagi perkebunan karet tua dan perbukitan yang harus kamu lalui jika menuju daerah tersebut.

Hingga kini, masyarakat setempat masih menggunakan rumah tersebut sebagai tempat tinggal. Hal ini tentu sangat mengagumkan karena masyarakat di sana masih menghargai rumah adat yang menjadi warisan leluhurnya.

Rumah Tuo memang identik dengan adat Melayu kuno. Di dalam rumah dapat dirasakan adanya hubungan antar manusia dalam sebuah keluarga inti, keluarga besar, dan masyarakat. Kamu juga dapat merasakan adanya penghormatan kepada nini mamak, hidup berkecukupan dalam berkeluarga, jaminan perlindungan bagi anak-anak, dan kehidupan sosial bermasyarakat yang harmonis. Di rumah tersebut cara hidup yang beradab dan beretika sangat dijunjung tinggi.

Di antara rumah-rumah tersebut, rumah tertua adalah Rumah Tuo milik Umar Amra (yang merupakan keturunan ke-13 Undup Pinang Masak. Umar Amra merupakan salah satu bangsawan Melayu Kuno yang melakukan hijrah dari Kuto Rayo, Tabir.

Hebatnya, meski telah berusia 600 tahun lamanya, rumah tersebut masih terlihat kokoh. Tiang dan kerangkanya terbuat dari kayu kulim. Menurut penuturan pemiliknya yang sekarang, rumah ini dibangun secara gotong royong oleh 19 keluarga yang ikut merantau dari Kuto Rayo. Apabila satu rumah sudah selesai dibangun, maka 19 keluarga tersebut akan mengerjakan rumah baru lainnya. Begitu seterusnya hingga tuntas dibangun 19 rumah, sesuai dengan jumlah keluarga yang ada.

Para leluhur menyepakati rumah ini dibangun dengan menegakkan dua puluh tiang pancang. Pada awalnya atap rumah ini terbuat dari daun rumbia, namun kini atapnya diganti dengan seng. Kolong rumah dapat menjadi tempat penyimpanan kayu bakar untuk memasak, kandang hewan ternak, dan melindungi penghuni rumah dari serangan binatang buas.

Nenek moyang mereka sangat cermat. Hingga adab dan etika diatur melalui penataan jendela. Salah satu yang diatur melalui jendela adalah perihal tamu. Untuk tamu laki-laki yang masih bujang, hanya boleh bertamu sampai batas jendela sisi kanan. Dengan demikian, ia hanya diperbolehkan duduk maksimal paling dekat dengan pintu masuk. Lebih dari itu tidak diperbolehkan.

Tamu yang diperbolehkan masuk ke bagian lebih dalam hingga batas jendela kedua adalah tamu laki-laki bujang yang berasal dari keluarga besar alias yang memiliki ikatan keluarga dengan empunya rumah. Kemudian yang diperbolehkan hingga ke rumah bagian lebih dalam adalah laki-laki yang telah menikah dan kaum perempuan.

Opredo Puzzle Book Peta Indonesia: Rumah & Pakaian Adat
https://www.gramedia.com/products/opredo-puzzle-book-peta-indonesia-rumah-pakaian-adat?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Grameds, demikian ulasan tentang rumah adat Jambi . Grameds juga bisa membaca berbagai hal terkait Jambi dengan mengunjungi Gramedia.com agar kamu memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Mutiani Eka Astutik

Baca juga:

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.