Pkn

Pengertian Yudikatif: 3 Lembaga Yudikatif di Indonesia

Pengertian Yudikatif – Pada dasarnya, di suatu negara pastilah ada badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang masing-masingnya memiliki tugas serta peran tertentu supaya negara dapat berjalan dengan baik. Orang awam pasti berpikir bahwa badan eksekutif adalah “milik” presiden dan wakilnya, badan legislatif adalah “milik” DPR, sementara badan yudikatif adalah “milik” kejaksaan baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi. Apabila Grameds sering berpikir demikian, hal itu tidak sepenuhnya salah kok sebab memang segalanya berjalan seperti itu.

Khususnya pada badan yudikatif yang mana memang difungsikan untuk mengawasi pelaksanaan hingga mengadili siapapun yang menyelewengkan Undang-Undang, pastilah bersifat independen. Maksudnya, keberadaan badan atau lembaga yudikatif itu tidak boleh mendapatkan campur tangan dari pihak lain, terutama ketika tengah melaksanakan proses peradilan. Jika demikian, apa sih pengertian dari yudikatif itu? Apa saja fungsi dan peran lembaga-lembaga yudikatif yang ada di Indonesia ini? Nah, supaya Grameds memahami akan hal-hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://pn-madiunkab.go.id/

Pengertian Yudikatif

Apabila melihat pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), istilah “yudikatif” ini memiliki dua makna berupa ‘bersangkutan dengan fungsi dan pelaksanaan lembaga peradilan’ dan ‘bersangkutan dengan badan yang bertugas mengadili perkara’. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yudikatif adalah lembaga atau badan negara yang mempunyai fungsi dan peran dalam hal mengadili perkara atas siapapun, terutama yang melanggar perundang-undangan. Sedikit tambahan, pembagian kekuasaan yang didasarkan pada fungsinya akan menunjukkan adanya perbedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan, terutama yang bersifat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, kemudian itu semua disebut dengan Trias Politika.

Dalam Trias Politika ini memiliki anggapan bahwa kekuasaan dalam suatu negara itu terdiri atas tiga macam kekuasaan, yakni berupa:

  1. Kekuasaan Legislatif, atau dikenal juga dengan kekuasaan membuat Undang-Undang yang kemudian dalam peristilahan baru disebut Rule Making Function.
  2. Kekuasaan Eksekutif, atau dikenal juga dengan kekuasaan Undang-Undang, yang kemudian dalam peristilahan baru disebut Rule Application Function.
  3. Kekuasaan Yudikatif, atau dikenal juga dengan kekuasaan mengadili atas adanya pelanggaran dalam perundang-undangan, yang kemudian disebut Rule Adjudication Function.

Keberadaan Trias Politika yang membahas mengenai fungsi kekuasaan negara ini pertama kalinya diperkenalkan di Perancis pada abad ke-XVI. Menurut John Locke (1632-1704) dalam bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government (1690) yang mengemukakan konsepsi akan fungsi kekuasaan negara itu dibagi menjadi tiga, yakni fungsi legislatif, fungsi eksekutif, dan fungsi federatif (hubungan luar negeri), yang lantas masing-masingnya terpisah satu sama lain.

Konsep tersebut dikembangkan oleh Montesquieu dengan membagi kekuasaan di suatu negara menjadi tiga bentuk, yakni kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan yudikatif yang sangat ditekankan oleh Montesquieu ini disebut-sebut menjadi titik kemerdekaan individu dan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia. Montesquieu juga turut menekankan hal lain, yakni pada kebebasan kekuasaan yudikatif. Hal tersebut dilakukan karena ingin memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selaku warga negara, yang kala itu telah menjadi korban kekuasaan para raja.

Nah, di negara kita ini terdapat dua lembaga atau badan negara yang menjalankan kekuasaan yudikatif, yakni Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

Pengawasan Yudikatif di Indonesia Berdasarkan Amandemen UUD 1945

Sebelum Amandemen UUD 1945

Sebelumnya, telah dituliskan bahwa pengawasan yudikatif di Indonesia ada tiga badan negara yakni Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Tiga badan negara tersebut tidak lantas “terbentuk” begitu saja, tetapi telah melewati banyak proses terutama ketika adanya Amandemen UUD 1945.

Sebelum terjadi amandemen UUD 1945, Mahkamah Agung (MA) menjadi pemegang tunggal atas kekuasaan yudikatif atau kehakiman di Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam UUD 1945 pada pasal 24 dan 25, yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, yaitu terlepas dari pengaruh pemerintah. Maka dari itu, tidak ada lembaga negara lain yang memiliki kewenangan untuk melakukan kekuasaan kehakiman, kecuali Mahkamah Agung (MA).

Namun di sisi lain, ternyata pengorganisasian Mahkamah Agung (MA) justru dikendalikan atau dicampuri oleh lembaga tinggi lainnya, terutama yang setara kedudukannya. Kondisi ini tentunya malah memberikan gambaran bahwa kedudukan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga tinggi negara dalam kekuasaan yudikatif, sangat rentan dipengaruhi oleh kekuasaan lain. Dalam hal pengawasan, menurut Pasal 10 ayat (4) Undang – Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, menegaskan bahwa Mahkamah Agung (MA) melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan Ppngadilan yang lain, menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang – Undang.

Setelah Amandemen UUD 1945

Sementara itu, setelah terjadi adanya amandemen UUD 1945, kekuasaan yudikatif di Indonesia tentu saja mengalami perubahan, yang mulanya kekuasaan kehakiman diserahkan oleh Mahkamah Agung (MA) sepenuhnya, kini lahirlah lembaga-lembaga yudikatif lain yang juga diberikan kewenangan oleh UUD 1945 dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.

Dalam amandemen tersebut, menegaskan adanya kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Apabila sebelumnya kemerdekaan kekuasaan kehakiman hanya diatur pada bagian penjelasan, maka setelah amandemen ini telah diatur dalam batang tubuh, yaitu pada Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan “Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Tidak hanya itu saja, dalam amandemen tersebut juga menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya, yakni Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, UUD 1945 juga telah memperkenalkan suatu lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial (KY).

Mengenal Mahkamah Agung Selaku Lembaga Yudikatif di Indonesia

Sama halnya dengan badan negara lain, Mahkamah Agung (MA) juga memiliki tugas pokok dan fungsi tersendiri, yang tentu saja berkaitan dengan wewenang kehakiman. Nah, berikut adalah tugas pokok dan fungsi dari Mahkamah Agung (MA) di Indonesia.

1. FUNGSI PERADILAN

  1. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung (MA) merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
  2. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
  • Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
  • Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
  • Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
  1. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2. FUNGSI PENGAWASAN

  1. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
  2. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
  • Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan

Dalam menjalankan tugas ini, adalah dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

  • Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3. FUNGSI MENGATUR

  1. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
  2. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. FUNGSI NASIHAT

  1. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).

Dalam fungsi ini, Mahkamah Agung juga memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.

  1. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

5. FUNGSI ADMINISTRATIF

  1. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administratif dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
  2. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

6. FUNGSI LAIN-LAIN

Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

Mengenal Mahkamah Konstitusi Sebagai Lembaga Yudikatif di Indonesia

Kedudukan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi salah satu lembaga negara Indonesia yang menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan peradilan. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan dan kewajiban yakni sebagai berikut:

Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki 4 kewenangan dan 1 kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

  1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
  2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
  3. Memutus pembubaran partai politik, dan
  4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kewajiban Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi (MK) wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Pelanggaran yang dimaksud sebagaimana disebutkan dan diatur dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mengenal Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Yudikatif di Indonesia

Keberadaan Komisi Yudisial (KY) termasuk lembaga yudikatif baru di Indonesia. Terlebih pembentukannya memang terlaksana ketika terjadi amandemen UUD 1945. Lahirnya Komisi Yudisial (KY) ini berawal pada 1968, kala itu muncul ide tentang pembentukan Majelis Pertimbangan penelitian Hakim (MPPH) yang memiliki fungsi untuk memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usulan-usulan yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun, ide tersebut tidak dapat dimasukkan ke UU tentang Kekuasaan Kehakiman. Setelah mengalami proses yang panjang, ide tersebut akhirnya direspon oleh MPR sehingga pada Sidang Tahunan Tahun 2001 pada pembahasan Amandemen Ketiga UUD 1945.

Pada pasal 24B UUD 1945 secara lugas menyebutkan bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Guna merealisasikannya, pemerintah juga turut membentuk Panitia Seleksi Komisi Yudisial dan terpilihlah 7 orang sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010.

Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial (KY)

Berdasarkan isi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

  1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan.
  2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
  3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
  4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

Sementara itu, dalam melaksanakan wewenang tersebut, Komisi Yudisial (KY) juga memiliki tugas utama yakni berupa Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung.

  1. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung.
  2. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung.
  3. Menetapkan calon Hakim Agung.
  4. Mengajukan calon Hakim Agung ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Sumber:

https://www.mkri.id/

https://www.mahkamahagung.go.id/

https://dprd.bulelengkab.go.id/

Baca Juga!

About the author

Mochamad Aris Yusuf

Menulis merupakan skill saya yang pada mulanya ditemukan kesenangan dalam mencari informasi. tema tulisan yang saya sukai adalah bahasa Indonesia, pendidikan dan teori yang masuk dalam komunikasi Islam.

Kontak media sosial Linkedin saya Mochamad Aris Yusuf