Sejarah

Sejarah Kerajaan Singhasari: Asal-Usul, Sistem Pemerintahan, dan Peninggalan

Riwayat Kerajaan Singhasari: Asal-Usul, Sistem Pemerintahan, dan Peninggalan
Written by Fandy

Sejarah Kerajaan Singhasari terkait erat dengan sosok Ken Angrok (1222–1247) yang mendirikan Wangsa Rajasa dan Kerajaan Tumapel. Dikutip dari Neo Patriotisme: Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa (2008) karya H.M. Nasruddin Anshoriy, Ch., lokasi kerajaan Hindu-Buddha ini sekarang diperkirakan berada di daerah Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

Nama sebenarnya dari Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel, sedangkan ibu kotanya berada di Kutaraja. Asal-usul penamaan Singhasari berawal ketika Raja Wisnuwardhana menunjuk anaknya, Kertanagara, sebagai putra mahkota dan mengganti nama pusat pemerintahan kerajaan menjadi Singhasari. Singhasari yang sebenarnya merupakan nama ibu kota justru lebih terkenal daripada nama kerajaannya, yakni Tumapel. Pada akhirnya, masyarakat terbiasa menyebut Kerajaan Tumapel dengan nama Kerajaan Singhasari.

Kerajaan tersebut mengalami masa kejayaan ketika dipimpin oleh Kertanagara, sekaligus menjadi raja terakhirnya. Widjiono Wasis dalam Ensiklopedia Nusantara (1989) mengungkapkan jika Kertanagara saat itu ingin menyatukan sebagian wilayah Nusantara di bawah naungan Singhasari.

Dengan pusat pemerintahan di Jawa bagian timur, wilayah kekuasaan Singhasari pada era Kertanagara disebut-sebut mencakup Bali, Jawa Barat, sebagian Kalimantan, bahkan sebagian Sumatra hingga kawasan Selat Malaka.

Sejarah Asal Usul Kerajaan Singhasari

Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singhasari.

Berdasarkan keterangan dalam Prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel. Nama Tumapel juga muncul dalam berita Tiongkok dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan. Kakawin Nagarakretagama memperjelas jika ibu kota Tumapel bernama Kutaraja ketika pertama kali didirikan tahun 1222.

Pararaton menyebut Tumapel awalnya hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Kadiri. Adapun yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Dia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri, yaitu Ken Angrok, yang kemudian mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.

Ken Angrok lantas menikahi janda Tunggul Ametung yang saat itu sedang mengandung, yaitu Ken Dedes. Anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung ini nantinya diberi nama Anusapati. Selain beristrikan Ken Dedes, Ken Angrok mempunyai satu istri lagi bernama Ken Umang yang kelak melahirkan anak laki-laki bernama Tohjaya.

Ketika berkuasa, Ken Angrok berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri. Pada 1221, terjadi perseteruan antara Kertajaya, raja Kerajaan Kadiri, dengan kaum brahmana. Para brahmana lantas menggabungkan diri dengan Ken Angrok. Perang melawan Kadiri lantas meletus di Desa Genter pada 1222 yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Tumapel, tetapi tidak menyebutkan adanya nama Ken Angrok. Dalam naskah itu, pendiri Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya, raja Kadiri.

Pada 1253, Wisnuwardhana kemudian mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja (putra mahkota) dan mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Inilah yang membuat Tumapel juga dikenal dengan nama Kerajaan Singhasari.

Penemuan Prasasti Mula Malurung di sisi lain memberikan pandangan yang berbeda dengan versi Pararaton, yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel. Prasasti yang dikeluarkan Kertanagara tahun 1255 atas perintah Wisnuwardhana itu menyebutkan jika Tumapel didirikan oleh Rajasa yang dijuluki “Batara Syiwa”, setelah menaklukkan Kerajaan Kadiri.

Nama ini kemungkinan adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri Tumapel itu dipuja sebagai Syiwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa Ken Angrok lebih dulu menggunakan julukan Batara Syiwa sebelum maju dalam perang melawan Kadiri.

Prasasti itu juga menyatakan jika kerajaan kemudian terpecah menjadi dua sepeninggal Ken Angrok, yaitu Tumapel yang dipimpin oleh Anusapati dan Kadiri yang dipimpin oleh Mahesa Wong Ateleng alias Batara Parameswara. Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti itu juga menyebutkan bahwa Tumapel dan Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara.

Lebih lanjut, prasasti ini menyatakan Tohjaya sebagai raja Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam Nagarakretagama yang tidak menyebut Tohjaya sebagai raja di Singhasari. Selain itu, pemberitaan dalam Nagarakretagama yang menyebut Kertanagara naik takhta tahun 1254 juga dapat diperdebatkan. Kemungkinannya adalah Kertanagara menjadi raja muda di Kadiri terlebih dahulu, kemudian barulah pada 1268 dia bertakhta di Singhasari.

Silsilah Wangsa Rajasa

Patung Ken Arok setinggi 6 meter di depan GOR Ken Arok, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur.

Ada dua versi dalam mengidentifikasi sejarah Tumapel atau Singhasari, yaitu Pararaton dan Kakawin Nagarakretagama. Perbedaan ini meliputi daftar Wangsa Rajasa yang berkuasa dan angka tahunnya. Wangsa Rajasa sendiri adalah keluarga yang berkuasa di Kerajaan Singhasari dan Majapahit pada kurun abad ke-13 sampai ke-15. Wangsa ini didirikan oleh Ken Angrok pada awal abad ke-13 berdasarkan gelar yang didapatkannya, yaitu “Rajasa”. Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari dan berlanjut hingga Kerajaan Majapahit.

Versi Pararaton

Dikisahkan dalam Pararaton, Anusapati yang merupakan putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes ingin membalas dendam terhadap Ken Arok yang telah membunuh ayahnya. Pada 1247, Ken Arok mati di tangan Anusapati yang kemudian berkuasa di Tumapel. Namun, pada 1249 Anusapati tewas dihabisi oleh Tohjaya yang tidak lain adalah anak Ken Arok dari Ken Umang.

Tohjaya naik singgasana sebagai raja Tumapel setelah Anusapati tiada, tetapi takhtanya hanya berlangsung singkat. Pada 1250, pemerintahannya digulingkan oleh pasukan khusus yang dihimpun oleh Ranggawuni atau yang nantinya dikenal sebagai Wisnuwardhana. Wisnuwardhana adalah anak dari Anusapati yang melanjutkan lingkaran dendam dalam takhta Kerajaan Singasari. Wisnuwardhana lantas dinobatkan sebagai raja selanjutnya hingga mewariskan kekuasaan kepada putranya yang bernama Kertanagara.

Berikut daftar raja Tumapel atau Singhasari menurut versi Pararaton.

  1. Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi (1222–1247);
  2. Anusapati (1247–1249);
  3. Tohjaya (1249–1250);
  4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272);
  5. Kertanagara (1272–1292).

Versi Kakawin Nagarakretagama

Sementara itu, Nagarakretagama tidak menyebut sosok Tunggul Ametung, Ken Angrok, Ken Dedes, Ken Umang, dan Tohjaya maupun pembunuhan di antara penguasa Tumapel. Hal ini dapat dimaklumi karena kitab tersebut berisi pujian untuk Hayam Wuruk, raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhurnya itu dianggap sebagai aib. Namun demikian, dapat diketahui hanya Wisnuwardhana dan Kertanagara saja yang didapati menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka.

Menurut Nagarakretagama, penguasa Tumapel yang mengalahkan Kadiri adalah Sri Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Rangga Rajasa memiliki putra bernama Anusapati, yang kemudian bertakhta di Tumapel dengan gelar Batara Anusapati. Anusapati digantikan oleh putranya yang bernama Wisnuwardhana pada 1248 dan memerintah hingga 1254. Selanjutnya, raja terakhir Tumapel adalah Kertanagara, putra Wisnuwardhana, yang memimpin hingga meninggal pada 1292. Kematiannya sekaligus mengakhiri riwayat kerajaan ini lantaran terjadinya pemberontakan dari dalam.

Berikut daftar raja Tumapel atau Singhasari menurut versi Nagarakretagama.

  1. Sri Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra (1222–1227);
  2. Anusapati (1227–1248);
  3. Wisnuwardhana (1248–1254);
  4. Kertanagara (1254–1292).

Kehidupan Kerajaan Singhasari

Berikut ini adalah beberapa kisah kehidupan pada masa kekuasaan Kerajaan Singhasari.

1. Kehidupan Politik Kerajaan Singhasari

Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Kerajaan Singhasari berkembang dengan cepat, khususnya ketika masa pemerintahan Raja Kertanagara. Hal tersebut dapat kita lihat dari pelaksanaan politik yang ada di dalam maupun di luar negeri pada masa pemerintahan Raja Kertanegara. Adapun politik dalam negeri yang dilakukan antara lain yaitu dengan mengganti pejabat pembantunya. Tak hanya itu, untuk memperkuat lagi kekuasaannya, Ia juga melakukan pernikahan politik dan memperkuat aspek angkatan perang.

Sedangkan untuk politik luar negeri yang mereka lakukan diantaranya yaitu dengan melakukan sebuah ekspedisi Pamalayu yang bertujuan untuk menguasai Kerajaan Melayu dan melemahkan kekuasaan dari Kerajaan Sriwijaya. Sementara itu, keberhasilan lain yang diperoleh selama masa pemerintahan Raja Kertanegara yaitu salah satunya berhasil menguasai wilayah Sunda, Bali dan juga Kalimantan, serta Malaka.

2. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Singosari

Untuk kehidupan ekonomi saat zaman Kerajaan Singosari tergolong cukup maju. Karena letaknya yang sangat strategis yaitu berada di lembah sungai Brantas, hal ini menjadikan tanah yang ada di kawasan tersebut menjadi sangat subur. Oleh karena itulah, mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai seorang petani. Tidak hanya berada di lembah yang subur, Sungai Brantas pada saat itu juga menjadi salah satu lalu lintas perdagangan antar daerah dan wilayah.

Oleh sebab itu, tidak sedikit dari masyarakatnya yang bekerja sebagai pedagang. Walaupun begitu, pada kenyataannya kehidupan ekonomi pada masa Kerajaan Singosari sempat mengalami fluktuasi atau naik turun. Saat dipimpin oleh Ken Arok, kehidupan ekonomi di Kerajaan Singosari tergolong sangat makmur. Tapi kemudian saat dipimpin oleh Anisapati, kehidupan ekonomi masyarakat menjadi terabaikan. Setelah itu, kehidupan ekonomi mulai membaik ketika dipimpin oleh Wisnuwardhana. Hingga pada akhirnya saat masa pemerintahan Raja Kertanegara, kehidupan ekonomi Kerajaan Singosari mencapai puncak kejayaannya.

3. Kehidupan Sosial Kerajaan Singosari

Tidak jauh dari kehidupan ekonominya, kehidupan sosial dari Kerajaan Singosari juga mengalami pasang surut. Ketika masih dipimpin oleh Ken Arok, kehidupan sosial pada saat itu tergolong cukup maju. Hal itu dibuktikan dengan adanya daerah yang bergabung ke dalam wilayah Kerajaan Tumapel. Lalu, ketika dipimpin oleh Anusapati, kehidupan sosial dari Kerajaan Singosari justru menjadi terabaikan. Sebab, sang raja memiliki untuk sibuk dengan sabung ayamnya. Sampai saat Kerajaan Singosari dipimpin oleh Wisnuwardhana, kehidupan sosialnya mulai sedikit rapi. Kemudian saat dipimpin oleh Raja Tarumanegara, kehidupan sosial Kerajaan Singosari menjadi semakin maju.

4. Kehidupan Keagamaan Kerajaan Singosari

Kehidupan keagamaan di Kerajaan Singosari tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan Agama Hindu dan Budha di Indonesia pada saat itu. Dimana saat itu penganut Agama Hindu dan Budha bisa hidup secara berdampingan dengan damai.

5. Kehidupan Budaya Kerajaan Singosari

Kehidupan budaya yang ada di Kerajaan Singosari tergolong cukup maju. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan adanya prasasti yang ditinggalkan sebagai salah satu bukti dari kejayaan Kerajaan Singosari pada waktu itu. Ada banyak sekali produk kebudayaan yang dihasilkan dari kerajaan tersebut. Selain peninggalan prasasti, ada pula patung dan juga candi yang ditemukan diseluruh wilayah Kerajaan Singosari. Adapun peninggalan yang cukup terkenal dari Kerajaan Singosari yaitu Candi Singosari, Candi Jago, dan Candi Kidal. Selain itu, ada juga peninggalan lain yang cukup populer yaitu Patung Ken Dedes yang biasanya disebut sebagai Dewi Kesuburan dan Patung Tarumanegara.

Sistem dan Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Singosari

Pemerintahan dari Kerajaan Singosari berpusat di Jawa bagian timur. Dimana sistem pemerintahan tersebut sempat mengalami perkembangan yang sangat pesat, tapi juga harus mengalami kemunduran karena adanya sengketa karena terjadi perebutan kekuasaan. Hal itu terjadi karena pada saat berdirinya kerajaan tersebut, sistem pemerintahan dan juga kehidupan politik yang diterapkan lebih fokus kepada pengembangan wilayah kekuasaan. Tentunya, hal tersebut tidak bisa dipungkiri karena membawa kesuksesan tersendiri. Terbukti dengan adanya keberhasilan dalam menguasai wilayah Sunda, Malaka, Bali, dan Kalimantan. Akan tetapi, disisi lain, dalam kerajaan itu sendiri justru mengalami pengeroposan karena adanya perebutan kekuasaan.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Singosari

Walaupun Kertanegara merupakan salah satu raja yang membawa Kerajaan Singosari pada masa puncak kejayaannya. Namun Ia juga menjadi raja yang membawa Kerajaan Singosari pada masa keruntuhannya. Hal itu terjadi karena Kertanegara justru lebih fokus pada strateginya dalam mengembangkan kekuasaan Kerajaan Singosari melalui sistem ketahanan lautnya.

Oleh karena itu, Ia justru abai dengan pertahanan yang berasal dari dalam kerajaan itu sendiri. Saat Kertanegara sedang fokus dengan misinya dalam mengembangkan kekuasaannya, Jayakatwang yang masih mempunyai garis keturunan Kerajaan Kediri mulai memberikan serangan kepada Kerajaan Singosari. Usaha tersebut semakin dilancarkan karena Jayakatwang dibantu oleh Wiraraja yang sebelumnya sudah pernah dijatuhkan dari keraton.

Dari Wiraraja, akhirnya Jayakatwang mengetahui waktu yang tepat untuk melaksanakan serangan ke Kerajaan Singosari. Pada saat itu, Singosari diserang dari dua arah sekaligus, yaitu dari arah utara dan selatan. Akan tetapi, ternyata serangan yang berasal dari arah utara justru malah mengecoh pasukan yang dipimpin oleh Ardharaja dan juga Raden Wijaya. Sementara serangan yang berasal dari arah Selatan justru yang paling berdampak sampai menewaskan Kertanegara. Meninggalnya Kertanegara kemudian menjadi akhir dari masa kejayaan Kerajaan Singosari. Kemudian wilayah Singosari dikuasai oleh Jayakatwang dan Ia membuat ibukota baru.

Peninggalan Kerajaan Singosari

Berikut ini adalah beberapa peninggalan Kerajaan Singosari yang bisa kamu temukan keberadaannya.

1. Candi Singosari

Candi Singosari berada di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Lokasinya berada di lembah antara Pegunungan Arjuna dan Pegunungan Tengger. Candi tersebut adalah tempat pendharmaan dari Raja Kertanegara. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa candi tersebut tidak selesai dibangun.

2. Prasasti Mula Malurung

Peninggalan Kerajaan Singosari selanjutnya yang menjadi salah satu bukti keberadaan Kerajaan Singosari adalah Prasasti Mula Malurung. Prasasti tersebut berbentuk lempengan tembaga yang diterbitkan oleh Kertanegara yang pada saat itu masih berstatus sebagai raja yang muda. Selain itu, prasasti tersebut juga merupakan piagam untuk mengesahkan Desa Malurung dan Desa Mula.

3. Candi Kidal

Peninggalan selanjutnya adalah Candi Kidal. Ini adalah salah satu bentuk penghormatan terakhir untuk Raja Anusapati. Meninggalnya Anusapati karena dibunuh oleh Tohjaya membawa cerita bahwa kematiannya tersebut merupakan bagian dari kutukan keris Mpu Gandring. Tak hanya itu saja, masih ada banyak peninggalan lainnya yang dapat kita jadikan sebagai bukti keberadaan dan juga kejayaan Kerajaan Singosari yang berpusat di Jawa bagian timur.

Nah, itulah informasi mengenai sejarah Kerajaan Tumapel atau Singhasari. Sejarah Nusantara pada era Kerajaan Hindu-Buddha berkembang karena hubungan dagang wilayah Nusantara dengan negara-negara dari luar, seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Sejak masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat prasejarah Nusantara yang sebelumnya memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme beralih memeluk agama Hindu dan Buddha.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Kerajaan Singhasari

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.