Pendidikan Pkn Sejarah

Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959 serta Sejarah, Tujuan, hingga Dampak!

isi dekrit presiden
Written by Fandy

Dekret Presiden 5 Juli – Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah isi dekrit presiden pertama dalam sejarah NKRI. Dekrit tersebut dikeluarkan oleh Presiden Soekarno guna untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada kala itu. Dekrit presiden perlu dikeluarkan ketika sebuah permasalahan tidak kunjung menemukan titik terang atau sulit untuk diatasi.

isi dekrit presiden

Foto: konfrontasi.com

Jauh puluhan tahun kemudian, yakni pasca Reformasi 1998 yang mengakhiri pemerintahan Orde Baru, tepatnya pada tanggal 23 Juli 2001, Presiden RI yang ke-4 yakni Abdurrahman Wahid atau yang juga lebih familiar dengan nama Gus Dur, juga mengeluarkan dekrit walaupun secara tegas ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada kala itu.

DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

Foto : Museum Nasional.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dekret atau maklumat adalah keputusan (ketetapan) atau perintah yang dikeluarkan oleh kepala negara, pengadilan, dan sebagainya. Dekrit pertama dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan salah satu titik penting dalam rangkaian sejarah bangsa Indonesia, terutama pada sektor pemerintahan dan politik. Lalu, apa isi, alasan, latar belakang, tujuan, serta dampak yang ditimbulkan dari adanya dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada masa itu?

Sejarah, Latar Belakang, dan Alasan Dekrit Presiden 1959

dewan-konstituante

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan dekrit pertama yang dikeluarkan oleh presiden pertama Indonesia, yakni Ir. Soekarno. Latar belakang ddari dikeluarkannya dekrit ini ialah kegagalan dari Badan Konstituante dalam penetapan UUD baru sebagai pengganti dari UUD Sementara (UUDS) 1950. Badan Konstituante merupakan lembaga dewan perwakilan yang memiliki tugas untuk membentuk suatu konstitusi baru bagi Indonesia sebagai mengganti UUDS 1950.

Salah satu alasan UUDS 1950 perlu untuk diganti ialah karena pada masa itu kerap kali terjadi pergantian kabinet, yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan dalam bidang politik. Pada tanggal 10 November 1956, anggota konstituante mulai melakukan persidangan guna untuk menetapkan UUD baru. Meski demikian, dua tahun berselang, belum juga terumuskan UUD yang dikehendaki sebagai pengganti.

Menengok kondisi saat itu, Presiden Soekarno mengutarakan amanatnya di depan Sidang Konstituante pada tanggal 22 April 1959. Isi amanatnya adalah, Ir. Soekarno menyarankan supaya menggunakan kembali UUD 1945. Pada tanggal 30 Mei 1959, konstituante melakukan voting atau pemungutan suara. Hasilnya ialah 269 suara memilih untuk setuju atas penetapan kembali UUD 1945 dan 199 suara yang lainnya menyatakan tidak setuju.

Meski banyak suara yang memilih untuk setuju, pemungutan suara kembali dilakukan karena jumlah suara tak memenuhi jumlah kuorum atau jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam rapat, sidang, dan sebagainya. Voting kedua dilaksanakan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959, yang akhirnya berujunga pada kegagalan. Konstituante pun dianggap tak berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, maka Presiden Soekarno dengan berbagai pertimbangan memutuskan untuk mengeluarkan dekrit presiden.

sukarno - isi dekrit presiden

Usulan Presiden Soekarno untuk menggunakan kembali ke UUD 1945 sempat menuai berbagai pro dan kontra, ada pihak yang menerima tetapi ada pula yang tidak setuju. Dua partai besar pada masa itu, yakni PKI dan PNI, menerima dan setuju atas usulan dari Ir. Soekarno, tetapi partai Masyumi menolak. Pihak dari partai Masyumi yang menolak merasa khawatir apabila UUD 1945 kembali diberlakukan, maka Demokrasi Terpimpin juga akan diterapkan.

Setelah melalui perundingan yang panjang, akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada hari Minggu, 5 Juli 1959, pukul 17.00. Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut dikeluarkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin.

Tujuan dan Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Kegagalan dari Konstituante untuk merumuskan UUD baru sebenarnays disebabkan oleh banyaknya kepentingan dari masing-masing kelompok yang memunculkan berbagai gejolak di banyak daerah. Sehingga, situasi negara pada saat itu menjadi tidak kondusif dan cukup kacau karena adanya berbagai gejolak tersebut.

Dengan mempertimbangkan kondisi yang buruk tersebut, Presiden Sukarno akhirnya memutuskan untuk mengumumkan Isi Dekrit Presiden 1959 atas dasar sebagai hukum keselamatan negara. Maka, tujuan dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959 ialah untuk menyelamatkan negara berdasarkan dengan staatsnoodrecht atau hukum keadaan bahaya bagi negara.

Dengan diumumkannya Isi Dekrit Presiden 1959, maka masa Demokrasi Liberal atau Parlementer di Indonesia resmi berakhir, lalu dilanjutkan dengan masa Demokrasi Terpimpin.

Mengutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia (2021) yang ditulis oleh Sutan Remy Sjahdeini, isi Dekrit Presiden 1959 secara ringkas ialah sebagai berikut:

  • Dibubarkannya Konstituante.
  • Diberlakukannya kembali UUD 1945.
  • Tidak berlakunya lagi UUD 1950.
  • Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Adapun isi Dekrit Presiden 1959 dalam format aslinya yakni sebagai berikut :

DEKRIT PRESIDEN

Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Dengan ini menjatakan dengan chidmat:

Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;

Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959

Atas nama Rakjat Indonesia

Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

S O E K A R N O

Dampak Dekret Presiden 5 Juli 1959

isi dekrit presiden

https://www.gesuri.id/

Dekret Presiden 1959 memberikan dampak yang cukup luas terhadap perubahan sistem ketatanegaraan serta peta politik dari Indonesia. Disadur dari Modul Pembelajaran SMA: Sejarah Indonesia (2020) yang disusun oleh Mariana, dampak Dekret Presiden 1959 ialah sebagai berikut :

  1. Dekret Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri tugas dari kabinet, parlemen, dan periode dari sistem parlementer itu sendiri.
  2. Dekret Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri masa Demokrasi Parlementer di Indonesia sekaligus mengakibatkan periode pemerintahan oleh para partai politik.
  3. Berakhirnya periode pemerintahan oleh partai politik dengan adanya Dekret Presiden 5 Juli 1959 menjadikan peranan parlemen perlahan dipegang langsung oleh Presiden Soekarno yang menjadikan terlahirnya sistem pemerintahan yakni Demokrasi Terpimpin.

DEKRET PRESIDEN 23 JULI 2001

isi dekrit presiden

https://www.cnnindonesia.com/

Pada tanggal 23 Juli 2001, terjadi peristiwa yang kini menjadi sejarah dalam perjalanan politik dan pemerintahan di Indonesia. Presiden RI yang ke-4 yakni Abdurrahman Wahid atau yang juga dikenal dengan nama Gus Dur, mengeluarkan maklumat atau Dekret Presiden 23 Juli 2001.

Lalu, bagaimana kronologi, isi, tujuan, serta dampak apa saja yang ditimbulkan dari dekret tersebut?

Maklumat yang dikeluarkan oleh Presiden Gus Dur pada tanggal 23 Juli 2001 atau era pasca reformasi adalah dekret kedua dalam sejarah pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jauh sebelumnya, tanggal 5 Juli 1959, Ir. Soekarno yang merupakan Presiden RI pertama juga melakukan hal serupa seperti yang telah dijelaskan secara rinci pada pembahasan sebelumnya.

Sejarah, Latar Belakang, dan Alasan Dekret Presiden 23 Juli 2001

isi dekrit presiden

instagram.com/@jaringan_gusdurians

K.H. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai Presiden RI yang ke-4 sejak 20 Oktober 1999, menggantikan B.J. Habibie yang sebelumnya diangkat menjadi presiden setelah lengsernya Soeharto sebagai akibat dari gerakan Reformasi 1998 yang sekaligus mengakhiri kekuasaan rezim Orde Baru.

Selain dikenal sebagai orang yang cerdas, Gus Dur juga merupakan sosok yang unik dan sering kali memantik kontroversi, tak terkecuali ketika menjabat sebagai presiden. Banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur dianggap kurang populer sehingga kerap kali mendapatkan tentangan dari berbagai pihak tak terkecuali dari para Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Kebijakan awal Gus Dur yang menimbulkan polemik ialah kebijakan pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Menurut Presiden Gus Dur, dua departemen itu lebih banyak menimbulkan kerugian karena dalam praktiknya dianggap lebih banyak hal yang tidak baik alih-alih mendatangkan manfaat bagi rakyat Indonesia.

Greg Barton dalam Biografi Gus Dur (2010) menuliskan, bahwa penutupan kedua departemen tersebut dinilai kontroversial serta membuat Presiden Gus Dur menjadi kehilangan popularitas pada kalangan tertentu. DPR mengeluarkan reaksi keras karena menganggap Gus Dur tak berkonsultasi terlebih dahulu sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut.

Akibatnya, DPR mengeluarkan hak interpelasi yang berguna untuk meminta keterangan kepada Presiden Gus Dur. Pada tanggal 18 November 1999, di hadapan para anggota DPR, Gus Dur bersikukuh tak akan mencabut apa yang telah ia putuskan. Bahkan, Gus Dur menyebut Dewan Perwakilan Rakyat sebagai “Taman-Taman Kanak”.

Dikutip dari Kabinet-Kabinet Republik Indonesia dari Awal Kemerdekaan sampai Reformasi (2003) karya P.N.H Simanjuntak, ucapan yang dilontarkan oleh Gus Dur tersebut dianggap melecehkan citra DPR. Sejak kejadian itulah perseteruan antara presiden dan parlemen semakin memanas.

Rentetan kejadian berikutnya banyak juga yang turut memperparah relasi antara Gus Dur dan DPR sehingga kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang pada masa itu dipimpin oleh Amien Rais memutuskan untuk menggelar Sidang Istimewa (SI) guna untuk mencabut mandat presiden.

Tujuan dan Isi Dekret Presiden 23 Juli 2001

Rencana pelengseran Gus Dur tersebut mendapat perlawanan dari berbagai pihak, terutama dari kalangan Nahdliyin, lantaran, DPR dan juga MPR dianggap tak mampu untuk membuktikan kesalahan Gus Dur dengan cara yang konstitusional, termasuk pada permasalahan Buloggate dan Bruneigate.

Pada intinya, tujuan Presiden Gus Dur untuk mengeluarkan maklumat beberapa jam sebelum SI MPR ialah demi menjaga stabilitas negara pada saat situasi politik yang semakin parah. Gus Dur yak ingin terjadi gejolak serta potensi munculnya perang saudara dengan menahan ratusan ribu pendukungnya supaya tidak pergi ke Jakarta.

Lewat tengah malam, tepatnya pada hari Senin tanggal 23 Juli 2001 tepat pukul 01.05 WIB dini hari, Presiden Gus Dur mengeluarkan maklumat di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam pidatonya tersebuy, Presiden Gus Dur menyatakan akan memberlakukan dekret presiden.

Meskipun hal tersebut bukanlah merupakan tindakan yang menyenangkan, tetapi sebagai presiden, Gus Dur harus mengambil tindakan demi keselamatan negara. Dikutip dari Hari-Hari Terakhir Gus Dur di Istana Rakyat (2009) yang ditulis oleh Andreas Harsono dan kawan-kawan, Presiden Gus Dur meminta supaya TNI bersama dengan Polri mengamankan pelaksanaan dekret.

Isi lengkap dari Dekret Presiden 23 Juli 2001 dibacakan oleh Yahya C. Staquf yang merupakan salah satu Juru Bicara dari Presiden Gus Dur berbunyi :

  • Membekukan MPR dan DPR.
  • Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat serta mengambil tindakan sekaligus menyusun badan yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan Pemilu dalam kurun waktu satu tahun.
  • Menyelamatkan gerakan reformasi total dari berbagai hambatan unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sembari menunggu keputusan dari Mahkamah Agung.

Adapun isi Dekret Presiden 1959 dengan format aslinya ialah sebagai berikut :

Maklumat Presiden Republik Indonesia

Setelah melihat dan memperhatikan dengan saksama perkembangan politik yang menuju pada kebuntuan politik akibat krisis konstitusional yang berlarut-larut yang telah memperparah krisis ekonomi dan menghalangi usaha penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang disebabkan oleh pertikaian politik kekuasaan yang tidak mengindahkan lagi kaidah-kaidah perundang-undangan.

Apabila ini tidak dicegah, akan segera menghancurkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dengan keyakinan dan tanggung jawab untuk menyelamatkan negara dan bangsa serta berdasarkan kehendak sebagian besar masyarakat Indonesia, kami selaku Kepala Negara Republik Indonesia terpaksa mengambil langkah-langkah luar biasa dengan memaklumkan:

  1. Membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
  2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun.
  3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru, dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.

Untuk itu, kami memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah-langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial ekonomi seperti biasa. Semoga Tuhan Yang Mahakuasa meridhoi negara dan bangsa Indonesia.

Jakarta, 22 Juli 2001

Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

KH Abdurrahman Wahid

Dampak Dekret Presiden 23 Juli 2001

https://www.cnnindonesia.com/

Sesaat pasca maklumat dikeluarkan, Ketua MPR yang pada masa itu ialah Amien Rais menolak dengan tegas mengenai maklumat presiden tersebut. Atas usulan dari DPR, MPR mempercepat waktu pelaksaan sidang istimewa. Hal tersebut menjadi puncak dari jatuhnya K.H. Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan.

Dalam sidang Istimewa tersebut MPR menyatakan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid telah melanggar Tap MPR Nomor VII/MPR/2000, dengan menetapkan Komjen (Pol.) Chairuddin Ismail sebagai pemangku sementara pada jabatan Kapolri.

Selanjutnya, dalam Sidang Istimewa MPR pada tanggal 23 Juli 2001 MPR memilih Megawati Soekarnoputri sebagai presiden untuk menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid berdasarkan pada Tap MPR Nomor III Tahun 2001. Keesokan harinya Hamzah Haz, ketua umum dari PPP terpilih sebagai wakil presiden Indonesia. Dengan terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden dan Hamzah Haz sebagai wakil presiden, maka berakhirlah kekuasaan Presiden Gus Dur.

Baca juga :

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.