Psikologi

Hati-Hati dengan Inferiority Complex! Ini Ciri-Ciri dan Cara Mengatasinya!

Rekomendasi Film Sedih Indonesia
Written by Sevilla Nouval

Pengertian Inferiority Complex – Merasa tidak percaya diri atau tidak sebaik orang lain sangatlah wajar. Namun, hati-hati bila perasaan ini sudah sampai membuat Anda rendah diri dan ragu untuk melakukan banyak hal. Bisa jadi, Anda telah mengalami inferiority complex.

Inferiority complex, atau kompleks inferioritas merupakan suatu keadaan dimana seseorang menganggap bahwa dirinya lebih rendah dari manusia di sekitarnya. Keadaan ini mirip dengan seseorang sedang mempunyai kepercayaan diri yang rendah atau lebih sering disebut disaat orang merasa down, yaitu ia merasa bahwa orang-orang disekitarnya lebih baik dari dirinya. Hanya saja, yang berbeda dari seseorang yang merasa down, pada keadaan inferiority complex, seseorang menerima bahwa memang dirinya lebih inferior, atau lebih rendah dari orang lain.

Perasaan tersebut tertanam dalam benak pikirannya dan sulit untuk dihilangkan. Penerimaan dari rasa inferior tersebut menimbulkan dampak yang cukup besar dalam hidup seseorang. Rasa tersebut dapat mempengaruhi cara seseorang bergaul, cara ia hidup dan juga cara ia mengambil keputusan-keputusan penting.

Keadaan inferior tersebut, jika hanya menjangkiti seseorang, hanya merupakan permasalahan orang tersebut dan orang-orang disekitarnya. Namun, adalah sebuah permasalahan tersendiri apabila banyak orang, atau bahkan suatu bangsa dijangkiti kondisi mental tersebut. Jika hal tersebut terjadi, bukan hanya keputusan-keputusan individu yang terdampak dari kondisi ini, tetapi juga keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan negara juga menjadi terdampak. Hal ini dapat merugikan banyak orang, karena negara sudah tidak lagi mampu untuk secara obyektif menentukan apa yang baik dan tidak bagi bangsanya.

Kondisi dimana sebuah bangsa terjangkiti oleh inferiority complex nyatanya sudah terjadi di negara kita, Indonesia. Banyak dari masyarakat yang menganggap bahwa budaya asing beserta bangsanya lebih superior daripada kita. Salah satu contohnya adalah maraknya orang Indonesia yang “hobi” meminta foto dengan turis asing yang sedang berkunjung. Contoh lainnya adalah ketika seseorang lebih memilih produk asing daripada produk lokal. Permasalahan ini, jika tidak ditangani dengan cepat, tentunya dapat menimbulkan masalah yang lebih besar.

Apa Itu Inferiority Complex?

Istilah inferiority complex diperkenalkan oleh Alfred Adler pada tahun 1907 untuk menjelaskan kondisi dimana seseorang mengalami rasa rendah diri dan tidak percaya diri yang berasal faktor seperti keterbatasan fisik atau psikologis yang nyata maupun sebatas khayalan. Kondisi ini dapat mengakibatkan sikap penakut dan pemalu, hingga merasa kualitas pencapaian dirinya jauh dibandingkan orang lain.

Inferiority complex adalah istilah untuk menggambarkan perasaan lemah dan ketidakmampuan yang intens pada diri seseorang. Inferiority complex lebih dari sekadar rasa kecewa dan sedih saat menghadapi kegagalan. Orang-orang yang memiliki kecenderungan ini selalu merasa bahwa pencapaian, kemampuan, daya tarik, atau kebahagiaan yang didapatkannya tidak berarti bila dibandingkan dengan orang lain.

Karena citra diri yang negatif, mereka sering pesimis dan takut tidak bisa memenuhi ekspektasi diri sendiri atau orang lain. Perasaan tidak cukup baik jadi penghalang mereka untuk mencapai impian. Inferiority complex terbagi menjadi dua jenis, yakni inferioritas primer dan inferioritas sekunder. Inferioritas primer terjadi pada masa kanak-kanak, ketika orang tua sering membandingkan anaknya dengan anak lain.

Anak yang sering dimarahi dan diragukan kemampuannya dapat tumbuh menjadi pribadi yang merasa tidak punya harga diri. Sementara itu, inferioritas sekunder merupakan ketidakmampuan orang dewasa untuk mencapai tujuan akibat perasaan rendah diri yang mereka miliki. Banyak faktor yang bisa membuat inferioritas muncul saat dewasa, meliputi citra tubuh yang buruk, kondisi ekonomi yang sulit, serta lingkungan sosial di sekitar tempat tinggal.

Karakteristik Inferiority Complex

Ketika individu mengalami inferiority complex ada beberapa gejala yang mereka alami, yaitu kepercayaan diri yang rendah, insecurity, ketidakmampuan untuk mencapai suatu tujuan, mudah untuk menyerah, adanya keinginan untuk menarik diri dari situasi sosial, sering merasa murung, serta mengalami kekhawatiran dan depresi.

Menurut teori Individual Psychology oleh Alfred Adler dikatakan bahwa manusia dikuasai oleh perasaan kurang dan tidak sempurna yang kemudian mendorong individu untuk mengkompensasi perasaan tersebut dalam banyak hal untuk mencari kesempurnaan, kebebasan, dan keunggulan. Dalam inferiority complex semua perasaan tersebut cenderung ditunjukan melalui kompensasi atau reaksi berlebihan yang didorong oleh alam bawah sadar individu untuk memberikan kompensasi atau reaksi yang berlebihan pada suatu hal.

Reaksi berlebihan atau overreaction dalam kehidupan sehari-sehari, dapat terlihat melalui sikap masyarakat yang terlalu menghargai karya asing. Overreaction juga terlihat dalam bentuk eksistensi masyarakat yang ingin diakui. Misalnya ketika memberikan tanggapan terhadap media asing yang mengunggah konten positif mengenai Indonesia, dengan mudah masyarakat memberikan reaksi positif yang membual.

Sebaliknya, ketika terdapat kritik masyarakat tidak mau  mendengar dan justru mencari celah untuk menjatuhkan media tersebut. Tanpa disadari eksistensi yang ingin ditunjukan masyarakat ini sebenarnya diciptakan untuk menunjukkan kurangnya rasa harga diri secara terselubung dalam inferiorty complex.

Ketika seseorang mengalami inferiority complex terus menerus, ada kemungkinan ia malah akan mengalami superiority complex. Hal ini sebenarnya merupakan bentuk mekanisme pertahanan yang digunakan orang untuk menyembunyikan perasaan inferioritas mereka yaitu, melalui kompensasi berlebih. Kompensasi berlebih yang dimanifestasikan dalam bluffing inilah yang sering keliru dipahami sebagai superiority complex. Perbedaannya terletak pada kepalsuan perasaan inferior yang diekspresikan dalam pembualan yang agresif dan dalam keaslian egosentris perasaan superior yang diekspresikan dalam sikap acuh tak acuh intelektual.

Tanda-Tanda Inferiority Complex

Orang-orang dengan masalah inferioritas menunjukkan tanda-tanda lewat cara yang berbeda. Mereka memiliki perasaan rendah diri dengan tanda-tanda khusus yang meliputi:

  • cenderung menghindari kontak mata dengan orang lain saat berbicara,
  • memiliki gaya komunikasi yang pasif,
  • memiliki motivasi dan energi yang rendah,
  • menarik diri dari keluarga, teman, dan orang lain,
  • mengalami perubahan suasana hati yang cepat dan tidak terduga (mood swing),
  • terus-menerus mencari validasi dan pujian dari orang lain,
  • kecenderungan menganalisis pujian dan kritik secara berlebihan,
  • menghindar dari kegiatan yang kompetitif agar tidak dibandingkan dengan orang lain,
  • tidak mampu memberi pujian untuk diri sendiri, serta
  • menganggap remeh prestasi dan kualitas positif diri.

Terkadang, orang-orang yang memiliki inferiority complex senang membuat orang lain merasa tidak nyaman atau insecure sebagai proyeksi atas perasaan rendah diri mereka.

Bagaimana Cara Mengatasi Inferiority Complex?

Ada kalanya kecenderungan inferiority complex datang dari gangguan mental yang Anda miliki. Untuk mengenali penyebabnya, Anda mungkin membutuhkan bantuan dari tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater. Bila memang ada kondisi mental yang mendasarinya, inilah yang perlu ditangani terlebih dahulu guna mengurangi dampak inferioritas. Penanganannya bisa melalui terapi maupun dengan obat-obatan.

Terlepas dari itu, melakukan konsultasi psikologi tetaplah penting, terutama bila tanda-tanda rendah diri yang Anda rasakan telah menghambat kegiatan sehari-hari. Melalui sesi konsultasi, terapis akan mengevaluasi respons dan pola pikir Anda terhadap situasi tertentu. Setelah itu, mereka dapat menggali akar penyebab dari respons tersebut.

Selain itu, Anda juga diberi tahu cara-cara menghadapi situasi yang menjadi pemicu inferiority complex dengan efektif. Anda akan belajar untuk lebih mampu menghargai diri sendiri. Melalui pendekatan seperti terapi perilaku dan kognitif misalnya, anggapan tentang diri yang negatif dapat diubah menjadi pandangan yang positif. Ini juga akan membantu Anda menyangkal pikiran-pikiran buruk yang muncul pada beberapa situasi.

Ingat, yang terpenting sebenarnya ialah memahami bahwa setiap manusia memiliki keunikan dan kekuatannya masing-masing. Ada beberapa hal dari diri Anda yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain. Jangan ragu untuk menunjukkan kalau Anda bisa melakukan hal tersebut dengan baik.

Dampak Inferioritas terhadap Kehidupan Sehari-Hari

Inferiority complex adalah suatu hal yang dapat mengganggu kehidupan bila terus dibiarkan. Tidak hanya merusak hubungan Anda dengan orang-orang terdekat, inferioritas bisa memicu Anda untuk melakukan pelampiasan melalui cara yang tidak sehat.

Sebuah penelitian tahun 2011 pernah menunjukkan, perasaan rendah diri yang berlarut-larut dapat meningkatkan risiko kecanduan yang berbahaya. Seorang yang inferior bisa saja beralih mengonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang sebagai mekanisme koping yang akan membantunya menghindar dari kesulitan.

Terlalu khawatir tidak terlihat kompeten juga akan mengganggu fokus Anda pada pekerjaan. Alih-alih berusaha melakukan yang terbaik, Anda malah terus-terusan terpaku memikirkan hasil dan pandangan rekan kerja atau atasan tentang diri Anda.

Bukan tak mungkin, nantinya perasaan rendah diri memunculkan rasa cemas atau gangguan kecemasan, sulit tidur, bahkan berkembang menjadi depresi di kemudian hari.

Dampak dari Inferiority Complex dalam Kehidupan Berbangsa

Dampak inferiority complex dapat terjadi pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang warga negara yang berasal dari negara berkembang bisa saja merasa inferior terhadap warga negara lain yang berasal dari negara maju atau negara yang dianggapnya lebih baik. Contoh pertama yang bisa mulai dikritisi adalah respon istimewa warga negara Indonesia terhadap warga negara asing, terutama yang berasal dari Barat. Sikap ‘ramah’ yang berlebihan terhadap orang asing tidak terlepas dari pengaruh imperialisme dan  kolonialisme Barat yang cukup lama tertanam di benak masyarakat.

Pada masa kolonialisme Belanda penduduk dibagi menjadi golongan Eropa, golongan Bumiputera, dan golongan Timur Asing sebagaimana yang diatur dalam Indische Staatsregeling. Akibat penggolongan tersebut bumiputera terletak di golongan ketiga, sehingga tidak heran sering mendapatkan diskriminasi oleh penjajah Eropa, termasuk tulisan yang dapat ditemukan pada beberapa tempat pertemuan di masa itu, seperti “Pribumi dan anjing dilarang masuk.”

Dimulai dari hal itu, kolonialisme Barat perlahan menanamkan hegemoninya atas pemahaman rakyat Indonesia. Masyarakat lokal yang merasa bahwa dirinya lebih inferior dibandingkan dengan masyarakat asing perlahan mulai meyakini bahwa standar mengenai hal-hal baik ialah yang berkiblat pada Barat, karena mereka sendiri ragu dengan standarnya sendiri. Keadaan demikian dapat melahirkan kepatuhan masyarakat lokal terhadap apa yang dianggapnya ideal, dan kemudian dimanifestasikan dalam ‘sopan santun’ berlebihan terhadap mereka yang dianggap superior.

Pada masalah yang lebih luas, inferiority complex juga dapat membuat seseorang ragu dalam bersaing dengan orang yang dianggapnya superior. Dalam perihal yang konkrit, seorang warga negara yang merasa inferior akan merasa ragu, rendah diri, ataupun pesimis dalam berkompetisi dengan warga negara asing yang dianggap lebih hebat karena berasal dari negara maju.

Hal demikian tentu menghambat kemajuan sumber daya manusia di suatu negara. Inferiority complex membuat potensi yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu menjadi terdegradasi. Bukannya memikirkan tentang apa yang seharusnya dilakukan, seseorang yang merasa dirinya inferior justru terlalu sibuk memikirkan apakah dirinya mampu bersaing atau tidak dengan sosok yang dianggapnya superior.

Sebagai bangsa yang pernah dijajah oleh bangsa lain selama ratusan tahun, bangsa Indonesia telah mengalami inferiority complex selama ratusan tahun pula. Hal itu ditunjukkan dan merupakan akibat dari adanya golongan masyarakat yang diperkenalkan pada masa penjajahan Belanda.

Bangsa Indonesia asli yang kala itu disebut sebagai golongan bumi putera dilarang menikmati fasilitas-fasilitas pendidikan yang hanya disediakan bagi golongan Eropa dan Timur Asing. Perasaan yang timbul karena tidak mendapatkan apa yang didapatkan golongan lain itu menimbulkan perasaan kagum terhadap dua golongan tersebut.

Norman Vincent Peale, seorang pendeta Amerika dan seorang penulis yang terkenal dalam mempopulerkan cara berpikir positif, memberikan beberapa saran untuk menghadapi inferiority complex yang diderita oleh banyak orang. Dalam buku The Power of Positive Thinking, Peale mengajak seluruh pembacanya untuk menghindari berpikiran negatif agar terhindar dari inferiority complex.

Untuk menghadapi perasaan inferiority complex, yang harus dilakukan adalah memformulasikan dalam pikiran tentang gambaran mental diri sendiri yang sukses. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berjuang untuk menggaet lebih banyak investor agar masuk ke dalam negeri. Hal ini tentu menimbulkan perasaan minder pada diri investor-investor dalam negeri. Padahal, jika dilihat lebih dekat, seharusnya mereka tidak perlu takut apalagi minder karena merekalah yang lebih tahu keadaan di dalam negeri itu.

Tak kalah penting juga untuk tidak merasa kecil dibandingkan para investor asing. Apalagi, dalam bukunya, Peale juga menganjurkan untuk jangan pernah berpikir perihal kegagalan. Dengan tidak berpikir akan suatu kegagalan bukan berarti terlampau percaya diri akan suatu keberhasilan. Tidak memikirkan kegagalan berarti berani untuk mengambil langkah yang dianggap benar untuk terus maju.

Langkah selanjutnya yang harus ditempuh adalah menghindari rasa kagum yang terlalu besar terhadap sesuatu. Ditilik dalam kehidupan di Indonesia, inilah yang sangat sering terjadi. Salah satu contohnya adalah kebiasaan untuk mengajak orang asing atau lebih dikenal dengan bule untuk berfoto bersama.

Hal seperti itu lumrah ditemukan di berbagai daerah wisata di Indonesia. Orang Indonesia yang cenderung memiliki inferiority complex akan menaruh kekaguman yang besar terhadap orang-orang bangsa lain yang berimbas pada menjatuhkan bangsa sendiri. Apabila cara ini dilakukan, maka orang Indonesia akan lebih mampu untuk menghargai bangsanya sendiri. Kagum terhadap bangsa lain boleh, tetapi jangan berlebihan.

Tidak kalah penting juga untuk menanamkan rasa nasionalisme dalam diri masyarakat agar kita lebih mencintai dan bangga menjadi bangsa Indonesia. Perlu kita ketahui bahwa rasa cinta, bangga, dan kagum secara berlebihan dapat menjadi bumerang bagi bangsa sendiri. Rasa cinta, kagum, dan bangga yang berlebihan itulah yang sering disebut sebagai chauvinisme.

Maka dari itu, cintai dan berbanggalah terhadap negara sendiri secukupnya. Kita memang boleh kagum terhadap bangsa lain, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa bangsa ini masih perlu kita untuk berkembang. Jangan sampai kita menjadi terlena akan kekaguman kita terhadap bangsa lain yang membuat kita lupa akan jati diri bangsa dan memiliki perasaan inferior.

About the author

Sevilla Nouval

Saya hampir selalu menulis, setiap hari. Saya mulai merasa bahwa “saya” adalah menulis. Ketertarikan saya dalam dunia kata beriringan dengan tentang kesehatan, khususnya kesehatan mental. Membaca dan menulis berbagai hal tentang kesehatan mental telah membantu saya menjadi pribadi yang lebih perhatian dan saya akan terus melakukannya.

Kontak media sosial Instagram saya Sevilla