in

Review Buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek! Karya Adellia P. D.

Setiap orang mendambakan keluarga yang harmonis, hidup bersama pasangan yang satu tujuan dan setia dalam segala situasi. Namun, yang namanya hidup tak terlepas dari masalah duniawi dan masalah waktu di mana hanya Tuhan yang tahu. Tak jarang, seorang perempuan atau laki-laki berjuang sendiri untuk membuat keluarganya bahagia.

Dalam masyarakat, lebih banyak terdengar perjuangan wanita kuat yang bisa menjalani peran sebagai ibu dan ayah sekaligus. Namun yang jarang disoroti adalah kisah para pria yang ternyata bisa juga menjalani peran sebagai ibu bagi anak-anaknya. Artikel ini akan mengulas salah satu buku yang akan menyoroti kisah perjuangan single dad.

Buku dengan ketebalan 212 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit Akad pada 29 Maret 2025. Karya tulis Adellia P. D. yang berjudul Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek! akan menyajikan kisah yang membahas segala hiruk pikuk kehidupan beserta masalah dalam keluarga dengan sosok ayah saja.

Menjadi seorang ayah adalah tanggung jawab mulia. Namun, menjadi ayah yang harus berjuang seorang diri tanpa kehadiran pasangan adalah perjuangan luar biasa yang tidak semua orang sanggup jalani. Apakah kamu termasuk salah satu pejuang itu? Atau kamu adalah salah satu anak yang dibesarkan oleh ayah yang tangguh seperti itu?

Di tengah hiruk-pikuk Kampung Rambutan, kawasan padat di pinggiran Jakarta Timur, Brichia terus mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Ia melakukannya sembari membantu ayahnya yang berjualan ayam potong keliling dari kampung ke kampung.

Dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas, Brichia harus berusaha lebih keras dari teman-teman kuliahnya yang memiliki lebih banyak kemudahan. Tak hanya itu, ia juga harus menghadapi ketegangan dalam hubungan dengan kakaknya, Nafaesa, yang menyimpan rasa iri karena harus mengorbankan pendidikan demi menopang keuangan keluarga. Mampukah Brichia meraih cita-citanya menjadi dokter dan sekaligus membalas semua pengorbanan sang ayah?

Lebih banyak informasi tentang buku yang tadinya berjudul Ayah, Maaf Putrimu Capek ini sudah Gramin rangkum lengkap di bawah ini. Jadi, pastikan Grameds baca artikel ini sampai selesai ya!

Sinopsis Buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek!

“Pada akhirnya, satu-satunya yang benar-benar kamu miliki adalah dirimu sendiri. Yang terpenting adalah terus berpikir bagaimana caranya untuk bertahan hidup.”

Menjadi mahasiswi tingkat akhir di fakultas kedokteran dengan mengandalkan beasiswa bukanlah perkara mudah bagi Brichia. Tugas, tekanan akademik, dan tuntutan hidup yang tinggi seringkali membuatnya merasa kewalahan—bahkan sekadar untuk bernapas lega pun terasa mewah. Hidupnya tak henti dihujani ujian demi ujian yang datang silih berganti.

Namun, cobaan terbesar datang ketika ayah yang sangat ia cintai jatuh sakit. Dunia Brichia yang sejak awal sudah rapuh kini benar-benar runtuh. Dengan penuh rasa tanggung jawab dan kasih sayang, ia menggantikan sang ayah berjualan ayam potong demi menafkahi keluarga. Di sisi lain, hubungannya dengan kakaknya, Nafaesa, semakin renggang, diliputi oleh konflik dan rasa kecewa yang belum terselesaikan.

Dalam kondisi yang serba tak pasti, Brichia dihadapkan pada keputusan besar yang akan menentukan jalan hidupnya. Apakah ia harus terus mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter, ataukah ia harus mengesampingkan mimpi itu untuk merawat ayahnya yang kini bergantung padanya? Sebuah pilihan sulit antara harapan pribadi dan tanggung jawab keluarga.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek!

Pros & Cons

Pros
  • Cerita yang emosional
  • Refleksi mendalam.
  • Relatable dengan beberapa pembaca.
  • Berfokus pada cinta dan pengorbanan.
  • Banyak kutipan inspiratif.
  • Format penulisan yang unik dan menarik.
  • Berhasil menyentuh pembaca.
  • Mengandung nilai yang universal. 
Cons
  • Premis cerita yang umum.
  • Minim konfliks yang intens.

Kelebihan Buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek!

Salah satu kelebihan utama dari buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek! karya Adellia P. D. terletak pada kemampuannya membangun kedekatan emosional yang kuat dengan pembaca. Cerita dalam novel ini dikemas dengan sangat menyentuh dan sarat emosi, menghadirkan gambaran nyata tentang perjuangan seorang ayah yang harus membesarkan anak-anaknya seorang diri.

Adellia dengan piawai menuturkan kisah yang tidak hanya menyayat hati, tetapi juga merefleksikan kenyataan hidup banyak orang, sehingga sangat mudah untuk pembaca merasa terhubung secara personal. Refleksi yang ditawarkan dalam buku ini ditulis dengan cara yang sederhana namun mendalam, sehingga setiap lembar terasa seperti cermin yang memantulkan kehidupan nyata di sekitar kita.

Buku ini bukan hanya menghadirkan kisah, tetapi juga menjadi ruang kontemplasi bagi pembacanya. Kisah perjuangan tokoh ayah, yang harus mengisi dua peran sekaligus sebagai pencari nafkah dan pengasuh rumah tangga, dipaparkan dengan sangat manusiawi dan menyentuh. Ia harus menggantikan peran ibu yang telah tiada, belajar memasak, mengurus rumah, mengantar anak sekolah, dan tetap bekerja hingga larut malam.

Semua itu dilakukan dengan senyuman yang menutupi kelelahan yang tak pernah benar-benar hilang. Adellia menyoroti cinta dan pengorbanan yang begitu dalam dari sosok ayah ini, yang sering kali luput dari perhatian karena dijalani dalam keheningan dan tanpa keluhan.

Selain itu, kisah perjuangan Brichia, sang anak, turut memperkaya sisi emosional dalam cerita. Ia tidak hanya berusaha mewujudkan impiannya menjadi dokter, tetapi juga tetap mengutamakan sang ayah dalam prioritas hidupnya. Di sinilah letak kekuatan lain dari buku ini: menampilkan cinta dua arah antara orang tua dan anak, yang dituturkan secara menyentuh tanpa menjadi berlebihan. Cerita ini menjadi sangat relevan dan relatable, terutama bagi pembaca yang tumbuh di lingkungan keluarga yang berjuang.

Tidak kalah penting, buku ini juga diperkaya dengan kutipan-kutipan reflektif yang tersebar di berbagai halaman. Kutipan tersebut ditampilkan dalam format penulisan yang unik, dengan gaya font berbeda dan tata letak tersendiri, sehingga terasa menonjol dan mengena di hati pembaca. Format ini bukan hanya membuat buku secara visual lebih menarik, tetapi juga memperkuat momen-momen reflektif yang mengajak pembaca berhenti sejenak dan merenung.

Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek! bukan sekadar kisah tentang kelelahan fisik, tetapi tentang kekuatan cinta dan ketabahan dalam diam. Buku ini sukses menyentuh lapisan emosi terdalam, menjadi pelukan hangat bagi siapa saja yang tengah menyimpan air mata, dan menjadi pengingat bahwa menjadi kuat bukan berarti tak pernah lelah, tetapi tetap melangkah walau hati ingin menyerah.

Kekurangan Buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek!

Meskipun Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek! menawarkan kisah yang menyentuh dan penuh makna, kekurangannya terletak pada premis cerita yang tergolong umum dan telah sering diangkat dalam berbagai karya serupa. Tema perjuangan orang tua tunggal dan balas budi anak memang relevan, namun tidak memberikan kejutan baru dalam segi ide dasar.

Selain itu, alur cerita cenderung tenang tanpa konflik yang benar-benar intens atau dramatis. Bagi sebagian pembaca yang mengharapkan dinamika dan ketegangan lebih dalam cerita, novel ini mungkin terasa datar dan kurang menggugah dari sisi plot.

Pesan Moral Buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek!

Hidup tidak selamanya berjalan mulus, dan kadang membawa kita pada titik terendah yang membuat segalanya tampak suram. Namun, setiap langkah yang tertatih pun tetap membawa kita maju. Tak perlu menunggu dunia bersikap adil untuk mulai berjuang. Sebab dalam hidup, tidak semua hal bisa dikendalikan, tetapi pilihan untuk tetap melangkah selalu ada. Sekalipun hanya ada harapan yang kecil, tetaplah genggam dan perjuangkan. Impian yang sering kita selipkan dalam doa bukanlah hal sia-sia, melainkan sesuatu yang pantas diperjuangkan dengan seluruh tenaga.

Rasa sakit, kecewa, dan kegagalan adalah bagian dari proses, seperti halnya seekor kupu-kupu yang harus melalui masa-masa sulit sebelum akhirnya bisa terbang bebas dengan sayap indah. Maka, tak mengapa merasa lelah, tak mengapa sesekali merasa rapuh, asal tidak berhenti. Hidup akan terus berputar, dan kita akan terus dibentuk oleh setiap pengalaman yang pahit maupun yang manis. Kekuatan sejati bukan berarti tidak pernah jatuh, melainkan keberanian untuk bangkit dan terus melangkah meski belum tahu apa yang menanti di depan.

Grameds, gimana setelah membaca sinopsis dan ulasan di atas? Pastinya, buku Ayah, Berjuang Sendiri Itu, Capek! karya Adellia P. D. sangat menyentuh hati dan bikin emosional ya. Bagi kamu yang relate atau tertarik dengan premisnya, kamu bisa langsung mendapatkan buku ini dengan memesan secara online di Gramedia.com! Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.

Penulis: Gabriel

Rekomendasi Buku Serupa

1. Dari Arjuna Untuk Bunda

Dari Arjuna untuk Bunda

Arjuna harus selalu memahami jika bundanya tumbuh dengan banyak luka. Tapi tidak ada satu pun keluarganya yang memahami jika Bunda juga menorehkannya banyak luka. Menjadi satu-satunya putra yang diperlakukan berbeda perlahan-lahan membuat Arjuna lelah mengusahakan pengakuan dan sayang dari Bunda. Hingga pada akhirnya, riuh di kepala meringkas waktunya untuk berhenti. Akankah semua usahanya tetap berakhir sia-sia ketika ia memutuskan untuk menjauh pergi?

2. 14 Days Isabella

14 Days Isabella

Hidup seperti bayang-bayang dan tidak diterima di tengah-tengah kehangatan keluarga, sudah Isabella alami sejak lahir di dunia. Gadis berusia 16 tahun itu tidak pernah dianggap ada bahkan identitasnya harus dirahasiakan, membuat Isabella tumbuh menjadi anak yang sangat lapang.

Meski begitu, ada alasan di balik sabarnya selama ini. Sebuah misi yang ia buat setiap 14 hari menjelang hari ulang tahunnya. Misi agar dirinya mendapatkan kasih sayang keluarganya dan keberadaannya dianggap, tepat di hari ulang tahunnya. Pada tahun ini, akankah dia berhasil mencapai misinya dan membuktikan kepada dunia bahwa keberadaannya sangat berarti? Bisakah dalam waktu 14 hari?

3. Pulang Nak, Ummi Rindu

Pulang Nak, Ummi Rindu

Seorang ibu tunggal, Ummi Salamah, yang berjuang membesarkan tiga anaknya, Arshaka, Athala, dan Arumi, seorang diri setelah ditinggal suaminya, Abdul Gofar. Meski mendidik dengan kasih sayang, perbedaan pola asuh membuat anak-anaknya justru membencinya dan satu per satu meninggalkan rumah. Arshaka yang sibuk bekerja di Jakarta, Athala yang merantau jauh sampai ke Korea dan fokus kepada pacar barunya, sementara Arumi… dia terlena oleh glamournya kehidupan artis dan tenggelam di dalamnya.

Tersiksa oleh kerinduan, Ummi berusaha menghubungi anak-anaknya yang kini meniti kesuksesan di perantauan. Namun, upayanya sering kali ditolak mentah-mentah. Untuk itu, Ummi berpikir, Jika mereka tidak dapat pulang, maka Ummi lah yang harus pergi menghampiri. Dengan tubuhnya yang ringkih dan tua, Ummi bekerja mati-matian untuk dapat menabung dan memiliki banyak uang agar dapat bertemu dengan anak-anaknya.

Hanya saja… sesuatu yang tidak diperkirakan terjadi. Hal itu menyebabkan penyesalan mendalam melanda ketiga anaknya yang terlambat pulang. Akankah pada akhirnya mereka bertemu dan berkumpul bersama? Atau… hanya penyesalan yang tersisa?

Written by Vania Andini