Di tengah hiruk pikuk dunia perkomikan Jepang yang terus berkembang, muncul satu nama yang berhasil menciptakan karya penuh kejutan dan emosi. Bisa tebak siapa, Grameds? Ya, dia adalah Tatsuki Fujimoto. Setelah kesuksesan luar biasa dari Chainsaw Man dan Look Back, Fujimoto kembali mengguncang dunia manga dengan sebuah one-shot emosional berjudul Goodbye, Eri. Karya ini tidak hanya menampilkan teknik visual yang khas dan narasi eksentrik, tetapi juga menggugah perasaan melalui tema yang berat: kehilangan, kematian, dan makna dari kenangan.
Apa yang membuat Goodbye, Eri terasa istimewa adalah kemampuannya menampilkan kisah yang personal dengan sentuhan surealis. Fujimoto tidak sekadar bercerita, tapi dia mengajak pembaca menyelami kompleksitas emosi manusia dengan cara yang tidak biasa. Kisah yang menarik ini bermula dari Yuta, seorang remaja yang merekam detik-detik terakhir ibunya. Lalu, Yita bertemu dengan Eri, gadis misterius yang menyimpan rahasia. Sosok Eri menjadi cermin atas pencarian makna hidup dan kematian.
Dengan latar yang tampak sederhana dan sarat simbolisme, Goodbye, Eri memadukan realitas dan fiksi melalui medium karya seni dan sastra. Unsur cerita dan struktur visualnya yang unik menjadi daya tarik tersendiri. Bagi para penggemar manga maupun pembaca umum, karya ini menyuguhkan pengalaman membaca yang menggugah dan penuh perenungan.
Grameds, sebelum kamu beli komiknya, pahami dulu fakta-fakta cerita ini, yuk!
Table of Contents
Fakta-Fakta Menarik Goodbye, Eri

Goodbye, Eri adalah one-shot karya Tatsuki Fujimoto yang dirilis pada tahun 2022 dan diterbitkan oleh Shueisha melalui platform digital mereka, Shonen Jump+. Di Indonesia, komik ini diterbitkan oleh M&C! Publishing, salah satu lini penerbitan dari grup Kompas Gramedia. Dengan gaya panel horisontal empat kolom, komik ini menyajikan pengalaman membaca yang sinematik dan terasa seperti menonton sebuah film dokumenter.
Karya ini mendapat pengakuan luas secara internasional. Goodbye, Eri dinominasikan untuk Harvey Awards tahun 2023 dan Eisner Awards tahun 2024 dalam kategori Materi Internasional – Asia Edisi AS Terbaik. Hal ini menjadi bukti bahwa karya ini tidak hanya dihargai karena visual dan cerita yang kuat, tetapi juga karena pesan mendalam yang disampaikannya.
Menariknya, komik ini juga membuka kemungkinan untuk diadaptasi ke dalam bentuk anime, mengikuti jejak Chainsaw Man. Dengan struktur naratif yang tidak konvensional, Goodbye, Eri menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi studio animasi yang berani mengeksplorasi sisi emosional dari sebuah karya visual.
Jika kamu mencari sebuah bacaan pendek dan menggugah, Goodbye, Eri adalah pilihan yang tepat, Grameds. Ceritanya padat, emosional, dan penuh kejutan. Tidak perlu membaca puluhan volume, lho. Hanya dalam satu buku, kamu dibawa menyelami perjalanan emosional yang kompleks dan tak terduga.
Karya ini sangat cocok bagi pembaca yang menyukai eksplorasi tema berat seperti kehilangan, trauma, dan pencarian jati diri. Apalagi kalau kamu suka banget dengan pendekatan visual yang inovatif dan eksperimental. Meski kamu bukan penggemar Fujimoto atau belum pernah membaca karyanya sebelumnya, Goodbye, Eri layak mendapat tempat dalam koleksi kamu.
Nah, sebelum lanjut, mari simak profil Tatsuki Fujimoto, yuk!
Profil Tatsuki Fujimoto

Tatsuki Fujimoto lahir pada 10 Oktober 1993 di Prefektur Akita, Jepang. Ia memulai karier profesionalnya sebagai mangaka setelah memenangkan Honorable Mention pada Shueisha’s Crown Newcomers Award pada tahun 2011. Gaya khasnya adalah visual yang dinamis dan narasi yang sering menabrak norma konvensional cerita.
Nama Fujimoto mulai melambung berkat serial Chainsaw Man, manga aksi-horor yang memadukan kekerasan dengan humor absurd dan kedalaman emosi. Serial ini mencuri perhatian karena pendekatannya yang eksentrik dan penuh kebebasan artistik.
Setelah Chainsaw Man, Fujimoto merilis Look Back, one-shot yang sangat personal dan menyentuh. Karya ini menjadi refleksi akan kehilangan dan hubungan kreatif antarseniman. Look Back juga memperlihatkan sisi lembut Fujimoto yang jarang terlihat dalam Chainsaw Man.
Fujimoto dikenal sebagai mangaka yang tidak takut bereksperimen dengan format dan struktur cerita. Dalam Goodbye, Eri, ia menantang pembaca dengan menghadirkan narasi melalui lensa kamera dan menjelajahi batas antara kenyataan dan fiksi.
Ia kerap mengeksplorasi trauma dan bagaimana manusia mengolah perasaan melalui seni. Dalam wawancara dan berbagai pernyataan, Fujimoto mengaku terinspirasi oleh film-film Barat dan menyukai pendekatan visual yang sinematik dalam karyanya.
Melalui Goodbye, Eri, Fujimoto membuktikan bahwa ia bukan sekadar mangaka aksi-horor, melainkan seniman yang mampu menyentuh sisi paling dalam dari jiwa manusia melalui cerita yang jujur, pahit, dan unik.
Sinopsis Komik Goodbye, Eri
Yuta hanya seorang remaja laki-laki yang mendapat hadiah ulang tahun berupa ponsel pintar dari ibunya yang sedang sakit keras. Namun, hadiah itu bukan sekadar alat komunikasi, tetapi permintaan terakhir sang ibu: “Rekam aku sebelum aku mati.” Dengan berat hati, Yuta pun mulai merekam hari-hari terakhir ibunya, membingkai rasa kehilangan yang segera datang.
Setelah ibunya meninggal, Yuta mengubah rekaman tersebut menjadi film dokumenter yang diberi judul “Dead Explosion Mother”. Film itu diputar di sekolahnya, tapi ditanggapi dengan kebingungan dan kritik. Hal ini karena Yuta menambahkan adegan ledakan rumah sakit di akhir film—sebuah metafora dramatis yang sulit dipahami oleh penonton.
Merasa hancur oleh reaksi negatif itu, Yuta berniat bunuh diri. Di momen paling kelam itulah ia bertemu Eri, gadis misterius yang mengaku menyukai filmnya. Eri mengajak Yuta untuk membuat film baru bersama. Mereka pun menghabiskan waktu berdua, seperti menonton film, berdiskusi, dan mulai syuting kisah baru yang bercampur antara kenyataan dan rekaan.
Namun, seiring waktu, Eri memperlihatkan sisi-sisi yang tidak biasa. Rahasia besar yang ia simpan perlahan terungkap dan mengubah persepsi Yuta terhadap kenyataan. Film yang mereka buat pun menjadi ruang untuk mengekspresikan trauma, keinginan, dan harapan.
Di akhir cerita, pembaca dibiarkan mempertanyakan: mana yang nyata dan mana yang fiksi? Apakah Eri benar-benar ada atau hanya bagian dari film dalam pikiran Yuta? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadikan Goodbye, Eri lebih dari sekadar komik, melainkan karya reflektif tentang seni, memori, dan identitas.
Bagaimana akhir dari kisah unik Yuta dan Eri?
Kelebihan dan Kekurangan Komik Goodbye, Eri
Kelebihan Komik Goodbye, Eri
Pertama, kekuatan utama Goodbye, Eri terletak pada gaya visualnya yang sinematik. Dengan panel empat lanskap yang konsisten, pembaca seolah-olah menonton sebuah film dokumenter. Ini adalah pendekatan visual yang jarang ditemukan dalam komik, apalagi one-shot.
Selain itu, cerita pendek ini mampu menyampaikan emosi yang dalam hanya dalam satu volume. Tidak banyak komik yang bisa membuat pembaca merenung dalam waktu singkat, dan Fujimoto berhasil melakukannya tanpa kehilangan intensitas cerita.
Keunikan lainnya adalah unsur eksplorasi tema kehilangan yang kuat dalam komik ini. Kamu akan diperlihatkan cara seseorang menghadapi duka yang digambarkan dengan manusiawi. Melalui karakter Yuta dan Eri, kita diajak memahami bahwa setiap orang memiliki cara masing-masing dalam memproses kehilangan.
Tak hanya itu, struktur naratif yang membingungkan dan menantang membuat pembaca terpaksa aktif berpikir. Ini bukan jenis cerita yang bisa dibaca sambil mengerjakan hal lain. Kalau kamu membacanya, kamu akan dituntut untuk memberi perhatian dan pemaknaan yang mendalam.
Di sisi lain, karakter Eri sebagai sosok misterius memberi warna tersendiri dalam cerita. Eri tidak hanya menjadi teman Yuta, tetapi juga lambang harapan, eskapisme, bahkan mungkin hanya ilusi.
Penggunaan media film sebagai metafora utama pun menambah kedalaman cerita. Film bukan hanya dokumentasi, tapi juga cara untuk memproses emosi, menciptakan ulang masa lalu, dan melindungi diri dari rasa sakit. Nah, hal-hal inilah yang ditonjolkan Fujimoto, Grameds.
Dialog-dialog dalam cerita ini singkat, tapi disusun dengan penuh makna. Fujimoto tidak boros kata, tetapi setiap percakapan terasa penuh emosi yang tertahan.
Terakhir, pengakuan internasional melalui nominasi Harvey dan Eisner Awards memperkuat nilai artistik dan emosional karya ini. Ini bukan sekadar komik populer, tetapi karya yang dihargai oleh dunia literasi global.
Kekurangan Komik Goodbye, Eri
Satu kelemahan dari Goodbye, Eri adalah jarak emosional yang terasa antara pembaca dan karakter. Tidak seperti Look Back yang membuat kita merasa berada dalam ruang bersama tokohnya, Goodbye, Eri justru menciptakan jarak dengan narasi visual yang seperti rekaman.
Selain itu, beberapa bagian cerita terasa ambigu, terutama soal apakah Eri benar-benar ada atau hanya imajinasi. Meski ini bisa menjadi sebuah kekuatan, bagi sebagian pembaca dapat terasa membingungkan dan membuat akhir cerita terasa kurang memuaskan.

Pesan Moral dalam Komik Goodbye Eri
Goodbye, Eri mengajarkan pentingnya kenangan dalam kehidupan. Meskipun kehilangan tidak bisa dihindari, ingatan dapat disimpan melalui berbagai media seperti rekaman, tulisan, atau cerita. Karya ini juga menegaskan bahwa kesedihan dan duka merupakan bagian alami dari hidup, di mana setiap orang memiliki cara unik dalam menghadapinya tanpa ada yang benar atau salah.
Melalui proses berkarya, seni muncul sebagai alat penyembuhan, seperti yang dialami Yuta dalam membuat film untuk memaknai kematian ibunya dan menghadapi rasa kehilangan. Cerita ini juga mengangkat tema identitas dan realitas, mempertanyakan sejauh mana apa yang kita lihat di layar benar-benar mencerminkan kenyataan di era digital yang semakin kabur batasnya.
Selain itu, Goodbye, Eri mengajak untuk menghargai kehadiran orang-orang di sekitar kita sebelum waktu menjadi terbatas, menunjukkan bagaimana momen singkat dapat meninggalkan bekas yang sangat mendalam.
Kesimpulan
Goodbye, Eri bukan sekadar komik. Ia adalah pengalaman membaca yang mendalam, emosional, dan menantang. Dalam satu volume, Fujimoto berhasil menciptakan dunia yang kompleks, penuh perasaan, dan sarat makna.
Meski memiliki kekurangan dalam hal kedekatan emosional dengan pembaca, kekuatan naratif dan visual dari komik ini jauh mengungguli kelemahan tersebut. Ini adalah jenis karya yang pantas dibaca lebih dari sekali.
Bagi pencinta manga, terutama yang menyukai cerita introspektif dan eksperimental, Goodbye, Eri adalah bacaan wajib. Di sisi lain, bagi yang belum mengenal Fujimoto, komik ini adalah pengantar sempurna untuk mengenali karya-karyanya yang unik.
Dengan penghargaan internasional yang telah diraihnya, Goodbye, Eri membuktikan diri sebagai salah satu one-shot terbaik dalam dunia manga modern. Sang mangaka, Fujimoto sekali lagi menunjukkan bahwa ia adalah suara penting dalam dunia cerita bergambar.
Rekomendasi Komik
1. AKASHA : Chainsaw Man 01
2. AKASHA : Chainsaw Man 02
3. AKASHA : Chainsaw Man 03
- Anak Semua Bangsa
- A Place Called Perfect
- Act Of Money
- Akasha: Takopi's Original Sin 01
- Anak Kecil yang Kehilangan Pundaknya
- Deep Work
- Dunia Sophie
- Educated
- Gadis Kretek
- Goodbye Eri
- Hidden Potential
- Hidden Potential
- Jejak Langkah
- Kami (Bukan) Sarjana
- Kanker: Biografi Suatu Penyakit
- Kamus Lengkap Nama Bayi: 9999 Nama Bayi Internasional dari Berbagai Bahasa Dilengkapi Artinya
- Kartun Lingkungan
- Kecerdasan Emosional
- Kukira Kau Obat Ternyata Patah Hati Terhebat
- Lima Sekawan: Melacak Jejak Rahasia
- Lima Sekawan: Rahasia Logam Ajaib
- Menjadi Tenang di Dunia yang Berisik
- MetroPop: Dewa Angkara Murka
- Negeri 5 Menara
- Pertanyaan-Pertanyaan untuk Tuhan
- Petualangan di Puri Rajawali
- Petualangan di Puri Rajawali
- Rumah Kaca
- Review The Skulls Starts Moving In The Dark Night
- Satine
- Seni Menjadi Orang Tua Hebat
- Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Berikutnya
- The Art of Stoicism
- The Kremlin School of Negotiation
- Teruslah Bodoh Jangan Pintar
- You are Powerful