Bahasa Indonesia Sastra

Pengertian Alur Mundur: Ciri, dan Jenis-Jenis Alur Dalam Karya Sastra

Written by Rahma Fiska

Pengertian Alur Mundur – Dalam karya sastra, alur alias plot menjadi titik tumpu dari jalannya cerita yang hendak disampaikan oleh sang penulis. Itulah mengapa, alur seolah memegang kendali akan bagus tidaknya suatu karya sastra, selain memenuhi fungsi didaktisnya kepada pembaca. Keberadaan alur alias plot ini tidak hanya terdapat dalam karya sastra yang berupa novel atau cerpen saja, tetapi juga dengan drama yang ditampilkan dengan kramagung beserta dialognya. Nah, umumnya alur itu terbagi menjadi tiga yakni alur maju, alur mundur, dan alur campuran.

Alur mundur atau yang kerap disebut dengan alur flashback cenderung sulit ditulis terutama bagi para penulis pemula. Bagi mereka, alur maju terkesan mudah untuk diterapkan dalam karya sastra dibandingkan dengan dua alur lainnya. Meskipun begitu, banyak juga lho karya sastra yang menerapkan alur mundur ini dan tampak lebih apik penyampaian ceritanya. Memangnya, apa sih alur mundur itu? Apakah benar jenis-jenis alur hanya ada tiga saja? Nah, supaya Grameds memahami hal-hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://pixabay.com/

Pengertian Alur Mundur

Grameds pasti sudah tahu dong apa itu alur mundur yang terdapat di dalam sebuah karya sastra? Secara umum, alur mundur adalah plot cerita yang ditulis oleh penulis dengan menggunakan akhir cerita (ending) sebagai pembukanya, kemudian diceritakan secara berurutan sampai bagian yang ada di masa kini. Alur mundur disebut juga dengan alur flashback yang mana mengajak pembaca untuk mengetahui akhir ceritanya terlebih dahulu. Singkatnya, alur mundur menceritakan masa lalu terlebih dahulu, barulah masa sekarang.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (dalam buku Teori Pengkajian Fiksi: 2013), menyebutkan bahwa alur mundur ini disebut juga alur sorot-balik, yang mana urutan kejadian dalam suatu karya sastra memiliki plot regresif (bersifat mundur secara berurutan). Alur mundur ini termasuk dalam pengklasifikasian alur berdasarkan urutan waktu.

Alur mundur memiliki cerita yang tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar awalan cerita apabila secara logika), melainkan diawali dengan bagian tengah atau bahkan bagian akhir, barulah tahap awalnya. Suatu karya sastra yang menggunakan alur mundur ini nantinya akan menyuguhkan adegan-adegan konflik, yang bisa saja berupa adegan konflik utama. Meskipun begitu, bukan berarti pembaca akan mendapatkan “spoiler” akan inti ceritanya.

Itulah mengapa asyiknya karya sastra yang menggunakan alur mundur, karena walaupun pembaca sudah mengetahui konflik utama, tetapi mereka belum memahami situasi dan permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut. Nah, keseluruhannya tentu saja akan diceritakan secara kronologis tetapi bersifat regresif. Sedikit trivia saja nih, plot cerita yang langsung menyuguhkan pembaca pada adegan-adegan konflik pusat, seolah langsung menerjunkan pembaca ke tengah pusaran permasalahan, disebut dengan plot in medias res.

Cukup banyak karya sastra yang menggunakan alur mundur ini, sebut saja ada,

  • Saman (1998)
  • Belenggu (1940)
  • Kubah (1980)
  • Tanah Gersang
  • Keluarga Permana (1978)
  • Gairah Untuk Hidup dan Untuk Mati (1968)
  • Atheis (1949)
  • Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)

Tahapan alur mundur ini dapat berupa: klimaks – antiklimaks – akhir – konflik cerita – awal cerita. Nah, apabila dibuat menjadi sebuah skema, maka akan menjadi: D1 – A – B – C – D2 – E. Salah satu karya sastra yang menggunakan alur mundur ini adalah Keluarga Permana yang tentu saja memakai skema tersebut. Apabila Grameds pernah membaca novel tersebut, pasti memahaminya. Berikut ini penjelasan skema alur mundur dalam novel Keluarga Permana.

D1 adalah awal cerita yang mana berisikan adegan meninggalnya tokoh Farida. Sementara A, B, C adalah peristiwa-peristiwa yang dibuat flashback yang menceritakan prahara rumah tangga Permana, hingga menyebabkan Farida dinikahkan dengan Sumarto. Lalu, dalam D2 yang mana memang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk menegaskan kembali kronologis dari D1. Terakhir dalam E akan berisikan kelanjutan langsung dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di D1, menceritakan tentang kegoncangan jiwa Permana atas meninggalnya anak semata wayangnya, Farida, hingga adegan pemakaman dan sesudahnya.

Dalam alur mundur atau alur flashback ini, menitikberatkan pada sorot-balik peristiwa-peristiwa ke tahap sebelumnya dengan beberapa cara, yakni:

  • Pertama, pengarang dapat “menyuruh” sang tokoh untuk merenung kembali ke masa lalu dan menuturkannya kepada tokoh lain baik secara lisan maupun melalui tokoh lainnya.
  • Kedua, sang tokoh akan menceritakan masa lalu dari seorang tokoh (melalui dialog).
  • Ketiga, pengarang sendiri yang akan menceritakannya (dalam bentuk narasi).

Nah, dalam alur mundur ini biasanya akan menjadi sangat menarik karena memang sejak awal, pembaca akan dibawa ke ketegangan konflik yang terjadi. Seolah sudah “terjerat”, meskipun belum melewati tahap perkenalan, sehingga tidak terlalu bertele-tele.

Ciri-Ciri Alur Mundur

1. Diawali dengan Konflik atau Penyelesaian Cerita

Dalam sebuah karya sastra yang menggunakan alur mundur, nantinya di bagian awal akan berisi konflik atau penyelesaian dari keseluruhan cerita. Seiring berlalu, barulah masuk ke tahapan awal terjadinya konflik.

2. Biasanya Menggunakan Latar Waktu di Masa Lampau

Sebuah karya sastra yang menggunakan alur mundur, biasanya akan diawali dengan keterangan latar waktu di masa lampau. Tak jarang, terdapat pula tulisan keterangan tahunnya secara mendetail supaya pembaca tidak bingung.

3. Sangat Memperhatikan Transisi Waktu

Penggunaan alur mundur dalam sebuah karya sastra memang sangat memperhatikan adanya transisi waktu antara tahap konflik menuju penyelesaian masalah hingga menuju latar belakang masalah. Transisi waktu ini harus kronologis, tidak “meloncat” secara sembarangan supaya mudah dipahami pembaca.

4. Memiliki Konflik yang Kuat

Sebuah karya sastra yang mengandalkan alur mundur tentu saja harus memiliki konflik yang kuat. Hal tersebut dilakukan supaya pembaca juga akan semakin tertarik dan penasaran akan cerita tahap selanjutnya. Jika konflik biasa saja atau tidak kuat, maka pembaca akan cenderung bosan dan enggan melanjutkan ceritanya.

5. Disarankan Untuk Penulis yang Memahami Format Penulisan Alur

Sebenarnya, dalam hal ini tidak berarti para penulis pemula tidak memahami format penulisan alur mundur. Namun umumnya, memang alur mundur ini digunakan oleh para penulis senior yang sudah memahami bagaimana penulisan alur yang benar, terutama alur mundur yang membutuhkan transisi waktu yang kronologis.

Kelebihan dan Kekurangan Alur Mundur

Kelebihan Alur Mundur Kekurangan Alur Mundur
Membuat pembaca merasa penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Jika penulisan format alurnya tidak jelas, maka akan membuat pembaca bingung.
Memiliki jalan cerita di masa lalu yang membuat pembaca merasa harus menyelesaikan keseluruhannya. Jika konflik tidak kuat, maka pembaca akan merasa bosan.

Mengenal Jenis-Jenis Alur

https://www.pexels.com/

Selain alur maju, alur mundur, dan alur campuran, alur apalagi yang Grameds ketahui di dalam sebuah karya sastra? Apakah Grameds tahu apa itu alur padat? Nah, supaya memahami akan jenis-jenis alur, yuk simak uraian berikut!

Berdasarkan Urutan Waktu

1. Alur Maju

Alur maju disebut juga dengan alur lurus dan alur progresif. Alur maju ini dikatakan progresif (mengalami kemajuan) apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan dalam suatu karya sastra memang memiliki kronologis atau secara runtut. Alur maju in biasanya dimulai dari tahap awal (berupa pengenalan tokoh dan pemunculan konflik), menuju tahap tengah (berupa konflik dan klimaks), kemudian diakhiri dengan tahap akhir (berupa penyelesaian masalah dan ending). Nah, jika ditulis menjadi sebuah skema, maka akan berwujud: A – B – C – D – E

A adalah tahap awal cerita. Sementara itu, B-C-D adalah tahap berikutnya alias tahap awal yang biasanya berisi inti cerita. Lalu pada E adalah tahap penyelesaian cerita. Dalam alur maju ini tentu saja skemanya harus diceritakan secara berurutan alias kronologis, sehingga akan mudah diikuti oleh pembaca.

Contoh karya sastra yang menggunakan alur maju alias alur progresif ini, yakni:

  • Siti Nurbaya (1922)
  • Salah Asuhan (1928)
  • Salah Pilih (1928)
  • Katak Hendak Jadi Lembu (1935)
  • Pada Sebuah Kapal (2009)
  • Namaku Hiroko (1980)
  • Burung-Burung Manyar (1981)
  • Ayat-Ayat Cinta (2004)
  • Ronggeng Dukuh Paruk (1982)
  • Lintang Kemukus Dini Hari (1985)

2. Alur Campuran

Saat ini, banyak kok karya sastra yang tidak melulu menggunakan alur mundur atau alur maju secara mutlak, tetapi mengandalkan alur campuran antara keduanya. Dalam karya sastra yang menggunakan alur ini secara garis besar akan nampak seperti alur maju, tetapi di dalamnya akan terdapat adegan flashback.

Menurut Nurgiyantoro (2013), sebenarnya tidak mungkin ada cerita yang mutlak mengalami flashback saja, sebab akan membingungkan pembaca karena terus-menerus “mundur”. Contohnya dalam novel Atheis yang memang terlihat sebagai alur mundur, tetapi ternyata memiliki skema berupa:

E – D1 – A – B – C – D2

Jika Grameds sudah pernah membaca novel Atheis ini pasti memahami bahwa adegan A-B-C adalah menceritakan mengenai tokoh Hasan dan inti cerita secara runtut. Adegan A-B-C itu terletak di antara D1 dan D2 yang juga lurus secara kronologis. Novel ini menjadi alur mundur setelah mendapatkan flashback dari adegan E yang berada di awal buku.

Berdasarkan Kriteria Jumlah

Dalam kriteria jumlah ini maksudnya adalah jumlah alur yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Yap, memang tidak mungkin kok dalam suatu karya sastra itu memiliki alur hanya satu saja, terutama pada novel.

1. Alur Tunggal

Alur tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama saja. Ceritanya pun hanya mengikuti perjalanan hidup sang tokoh utama, lengkap dengan konflik dan penyelesaiannya. Biasanya, plot ini terdapat dalam biografi atau novel biografis. Meskipun fokus dalam alur ini hanya pada sang tokoh utama, tentu saja tetap ada tokoh lain yang memiliki bahkan menyebabkan adanya konflik, tetapi tokoh utama tetap lebih dominan.

Alur tunggal ini sering digunakan jika pengarang hendak memfokuskan seorang tokoh tertentu sebagai dominan atau pahlawan dalam keseluruhan ceritanya.

2. Alur Paralel

Alur paralel disebut juga dengan alur sub-subplot. Dalam sebuah karya sastra, wajar saja apabila terdapat lebih dari satu alur cerita; atau dapat juga terdapat lebih dari tokoh yang hendak dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. Struktur dalam alur paralel ini biasanya berupa satu alur utama (main plot) dan alur tambahan (sub-subplot). Apabila dilihat dari segi peran cerita secara keseluruhan, maka alur utama kan berperan lebih penting dari alur tambahan.

Sesuai dengan namanya yakni alur sub-subplot, maka alur ini dapat dianggap sebagai alur “kedua” yang ditambahkan supaya ceritanya lebih jelas dan pandangan pembaca terhadap isi cerita pun juga lebih luas. Sebuah karya sastra yang menggunakan alur paralel ini dan ketika hendak dibuat sinopsis pun, tidak mempengaruhi jalan cerita dari alur utama. Beberapa karya sastra yang menggunakan alur paralel ini adalah karya-karya milik Mochtar Lubis, seperti Tanah Gersang dan Harimau! Harimau! Sedikit trivia, karya sastra milik Mochtar Lubis seringnya menggunakan alur sub-subplot berupa alur flashback.

Berdasarkan Kepadatannya

Maksud dari pengklasifikasian ini berkenaan pada padat tidaknya pengembangan cerita dalam suatu karya fiksi. Apakah peristiwa demi peristiwa yang dikisahkan memiliki pola susul-menyusul yang cepat atau tidak; atau justru renggang.

1. Alur Padat

Alur padat adalah alur yang disajikan secara cepat. Maksudnya, peristiwa-peristiwa dalam cerita yang terjadi secara cepat dan hubungan antarperistiwa pun juga terjalin secara erat. Seolah-olah, antar peristiwa satu dengan yang lainnya tidak dapat dihilangkan karena berhubungan satu sama lain. Apabila satu peristiwa saja dihilangkan, maka pembaca akan merasa kebingungan dan menjadi kurang paham akan keseluruhan ceritanya.

Karya sastra yang menggunakan alur padat ini biasanya malah tidak dapat “mengendurkan” ketegangan pembaca untuk mengikuti bagian awal hingga akhir. Contoh novel yang menggunakan alur padat yakni:

  • Harry Potter
  • Bila Esok Tiba
  • Malaikat Keadilan
  • The Da Vinci Code
  • The Lost Symbol
  • Belenggu
  • Kemelut Hidup
  • Siklus

2. Alur Longgar

Alur longgar adalah ketika alur cerita yang terdapat dalam sebuah karya sastra memiliki pergantian peristiwa demi peristiwa yang berlangsung secara lambat dan hubungan antarperistiwa pun juga tidak begitu erat. Bahkan tak jarang, antara peristiwa penting, sering disisipi adanya peristiwa tambahan untuk memperlambat cerita. Terkadang, itulah yang membuat novel menjadi tebal halamannya

Contoh novel Indonesia yang menggunakan alur longgar ini adalah:

  • Pertemuan Jodoh
  • Siti Nurbaya
  • Pada Sebuah Kapal

Berdasarkan Isinya

Maksud dari klasifikasi ini adalah isi masalah yang diceritakan dalam karya sastra secara keseluruhan. Menurut Friedman (Nurgiyantoro, 2013: 222-223) mengungkapkan bahwa alur yang masuk dalam klasifikasi ini ada tiga yakni,

1. Alur Peruntungan

Alur peruntungan ini biasanya terdapat cerita yang mengungkapkan nasib atau peruntungan dari sang tokoh utama dalam suatu karya fiksi. Nah, dalam alur peruntungan ini dapat dibedakan menjadi beberapa hal, yaitu:

  • Alur gerak (action plot)
  • Alur sedih (pathetic plot)
  • Alur tragis (tragic plot)
  • Alur penghukuman (punitive plot)
  • Alur sentimental (sentimental plot)
  • Alur kekaguman (admiration plot)

2. Alur Tokohan

Alur tokohan merujuk pada adanya sifat yang dimiliki oleh tokoh sebagai fokus perhatiannya. Dalam plot jenis ini lebih sering menyoroti keadaan tokoh dibandingkan dengan kejadian yang terjadi. Kebanyakan, kejadiannya berkenaan dengan mengungkapkan jati diri sang tokoh. Alur tokohan ini dapat dibedakan menjadi 4 hal, yakni:

  • Alur pendewasaan (maturing plot)
  • Alur pembentukan (reform plot)
  • Alur pengujian (testing plot)
  • Alur kemunduran (degeneration plot)

3. Alur Pemikiran

Alur pemikiran berkenaan dengan mengungkapkan pemikiran, keinginan, perasaan, hingga obsesi dari sang tokoh. Alur ini dapat dibedakan menjadi 4 hal, yakni:

  • Alur pendidikan (education plot)
  • Alur pembukaan rahasia (revelation plot)
  • Alur afektif (affective plot)
  • Alur kekecewaan (disillusionment plot)

Nah, itulah ulasan mengenai apa itu alur mundur beserta contoh karya sastra yang menggunakan alur tersebut dan jenis-jenis alur selain alur mundur. Apakah Grameds dapat menyebutkan karya sastra lain yang juga menggunakan alur flashback ini?

Sumber:

Nurgiyantoro, Burhan. (2013). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Baca Juga!

About the author

Rahma Fiska

Saya fiska sangat senang dengan dunia menulis. Saya juga sudah menghasilkan beberapa tulisan, salah satunya pada website gramedia.com. Saya senang menulis tentang sastra