in

7 Sastrawan Puisi Terkenal Asal Nusantara

Sastrawan Puisi Terkenal Asal Nusantara – Puisi adalah salah satu bentuk tulisan untuk menuangkan isi hati. Indonesia memiliki banyak sekali penulis puisi kreatif dan berprestasi.

Namun, ada beberapa sastrawan yang memang sudah berkarir lebih dahulu, sehingga mampu memperoleh sejumlah penghargaan. Penasaran siapa sajakah sastrawan legendaris Indonesia? Berikut ulasannya.

Sastrawan Puisi Terkenal Asal Nusantara

1. Abdul Hadi W. M

Abdul Hadi WM
Abdul Hadi WM (source:https://nusantaranews.co/)

Abdul Hadi Wiji Muthari adalah seorang sastrawan asal Indonesia. Lahir di Sumenep, Madura pada tanggal 24 Juni 1946. Beliau merupakan penggemar dari karya-karya Chairil Anwar dan Amir Hamzah. Karya-karyanya memiliki gaya penulisan berbeda, yakni bernafaskan sufistik terkait penelitian-penelitiannya dalam Melayu Nusantara, dan pandangannya tentang Islam pluralisme.

Orang tuanya adalah RA Sumartiyah yang merupakan seorang putri bangsawan asal keraton Surakarta, serta ayahnya, saudagar dari seorang guru. Keluarganya dikenal sangat taat dalam beragama, sampai memiliki sebuah pesantren bernama ‘An-Naba’.

Sejak kecil, Abdul memang telah mengenal banyak bacaan dengan tulisan yang terbilang berat, seperti karya dari Plato, Socrates, Imam Ghozali, Rabindranath Tagore, serta Muhammad Iqbal.

Pendidikannya dimulai di Sumenep dengan Sekolah Menengah Pertama, hingga Sekolah Dasar. Mulailah, saat umurnya beranjak dewasa pada tahun-tahun SMA, beliau merantau ke kawasan Surabaya sebelum memulai kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Jurusannya adalah filologi dan berhasil lulus hanya dalam waktu dua tahun (1965-1967). Tidak sampai di situ, Abdul ternyata juga melanjutkan pendidikannya di bidang filsafat setelah memperoleh gelar doktor. Sejak remaja, Abdul lebih menyukai puisi fusi, seperti gaya penulisan Chairil Anwar.

Perjalanan karirnya dimulai sejak tahun 1968-1990 dengan menjadi tabloid redaktur secara berturut-turut dalam satu tema pembahasan, yakni ‘Gema Mahasiswa UGM dan Mahasiswa Bandung’. Selain itu, sosoknya juga pernah menjadi editor mingguan dari redaksi majalah dagang, serta industri.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Dia juga mengasuh lembaran kebudayaan dialog lembar harian berita buana, menjadi dosen kreatif di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, sampai akhirnya menjadi penulis atas tawaran dosen di University Sains Malaysia. Selama enam tahun, dia habiskan untuk tinggal di negara tetangga tersebut (1991-1997).

Saat kembali ke Indonesia, beliau berhasil dilantik menjadi ketua Dewan Kurator Bayt Alquran, sekaligus anggota lembaga film. Sebagai penyair dan penulis esai secara terbuka, Abdul tentunya telah menerima sejumlah penghargaan yang berharga, seperti hadiah puisi terbaik dua untuk majalah Sastra Horison, hadiah untuk buku kesenian terbaik di Jakarta tahun 1978, dan anugerah seni oleh pemerintah Indonesia, dan penghargaan dari Sea Write Award yang berasal dari Thailand juga menjadi miliknya.

Penghargaan dari universitas internasional, serta banyaknya pertemuan dari seluruh sastrawan mancanegara. Puisi-puisinya juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, salah satunya adalah Perancis dan Jepang.

Saat ini, Abdul telah berprofesi sebagai dosen tetap, bertempat di Universitas Paramadina Mulya sembari berkarya untuk menghasilkan puisi-puisi hebat. Karya-karyanya adalah Laut Belum Pasang (1971), Tergantung Pada Angin (1977), Pembawa Matahari (2002), Tuhan Kita Begitu Dekat (2012), dan At Last We Meet Again (1987) yang ditulis menggunakan bahasa Inggris.

Selain karyanya sendiri, Abdul telah melakukan sejumlah kolaborasi dengan penyair-penyair lainnya, seperti Darmanto Jatman dan Sutardji Calzoum Bachri. Banyak karyanya yang berisi tentang hakikat kehidupan, bahkan Tuhan. Sebelum mencapai tahapan tersebut, beliau juga melalui sejumlah proses.

Pengucapan sajak yang tertulis, disesuaikan dengan kepribadiannya. Berorientasi pada alam, mencari objek estetis, dan menjadi seorang penyair imajis. Karena itu, sosoknya dikenal sebagai penyair alam.

Menurutnya, alam adalah sebuah pancaran besar dari Tuhan. Dengan alam, makhluk hidup bisa tinggal dan kehadiran Tuhan seakan terlihat karenanya. Pengucapan yang cocok dengan karyanya tersebut adalah sufistik. Baginya, sufistik merupakan salah satu jalan ibadah untuk mengagumi kekuasaan Tuhan. Pengalaman religiusnya terus diekspresikan dalam bentuk paham tasawuf, sehingga arahnya tertuju pada dunia keislaman.

2. W. S. Rendra

ws rendra
Source : kompas.com

Lihat koleksi : Buku Karya WS Rendra

Siapa lagi yang tidak mengenal sastrawan super terkenal dari Indonesia, W. S. Rendra? Beliau lahir pada tanggal 9 September 1935 dan meninggal pada tahun 2009 silam. Karena menjadi penulis yang legendaris, tidak heran lagi jika karyanya sangatlah mengagumkan dan dicintai oleh pembacanya. Sejak muda, ia sudah gemar menulis puisi, cerpen, sampai naskah drama.

Majalah Siasat menjadi wadahnya untuk pertama kali menerbitkan karya pada tahun 1952. Sejak saat itu, puisi berjudul Seni, Basis, Siasat Baru, dan Konfrontasi menjadi karya-karyanya yang lain di majalah tersebut. Selain itu, masih banyak karya-karyanya yang lain, seperti Ballada Orang-Orang Tercinta, Blues Untuk Bonnie, Sajak-Sajak Sepatu Tua, dan Perjalanan Bu Aminah yang tidak kalah hebat.

3. Taufiq Ismail

taufik islail
Source : Kompas.com

Siapa yang tidak mengenal sastrawan terkenal, Taufiq Ismail? Asal beliau adalah dari Sumatra Barat, tepatnya di Bukittinggi. Lahir pada 25 Juni 1935. Sejak kecil, Taufiq memang sudah bercita-cita untuk menjadi seorang sastrawan hebat. Tekadnya untuk memulai mimpi dimodali dengan usahanya untuk menjadi dokter hewan.

Selain itu, dia juga memulai profesinya dalam ahli peternakan supaya dapat memiliki usaha sendiri. Sayangnya, usaha tersebut tidak berjalan lancar, kemudian gagal. Disebut-sebut sebagai angkatan penyair tahun 66 oleh H. B. Jassin, semangatnya justru mulai tergerus. Taufiq merasa risau jika ternyata karyanya tidak memuaskan atau mengecewakan.

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Buku Tamu Musim Perjuangan, Tirani dan Benteng, Saya Hewan, Ketika Kata Ketika Warna, Kenalkan merupakan beberapa dari karyanya. Puisi pertama dengan judul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia ternyata juga memiliki gaya penulisan tersendiri, gaya pribadinya.

Pertama, karakteristik dari karya Taufiq adalah bergaya naratif atau bercerita dalam sebuah sajak. Hal tersebut berbeda dengan kecenderungan penyair lain yang menggunakan kata-kata lebih sedikit. Beliau menolak anggapan tersebut dan beranggapan bahwa puisi tidak harus berisi kata-kata pendek atau padat.

Meski seandainya kata-kata yang digunakan panjang, pilihan katanya harus yang cantik dan menyentuh perasaan. Dengan begitu, sebuah sajak dapat menjadi lebih komunikatif, dibandingkan sajak padat dengan penyampaian yang gagap.

Selanjutnya, karya dari Taufiq tersebut lebih berisi tentang penyaluran aspirasi rakyat Indonesia tentang kebijakan orde baru. Adanya kebobrokan akhlak yang lebih luas, daripada sekedar kekuasaan politik. Imaji yang suram, apalagi untuk generasi masa muda terkait pragmastisme, korupsi, suap, keserakahan penguasa, maupun kecurangan pemilu yang menjadi kegelisahan masyarakat.

Di samping itu semua, ada pula perilaku positif yang juga membawa dampak baik untuk kejujuran, taubat, maupun reformasi. Karyanya juga berisikan tentang kritik pada negeri carut-marut. Kepenyairan Taufik memang belum pernah dicekal meski cukup banyak topik yang cukup sensitif.

Gaya tulisannya lebih condong pada alegori, ironi, dan satire. Beberapa ungkapannya dikenai simbol untuk mempertajam makna yang sekiranya tersirat. Sajak-sajaknya lebih menggunakan majas bermetafora.

Kesan dari tulisannya tidak kasar atau memberontak, seperti topiknya. Selain puisi tersebut, ada puisi berjudul Kembalikan Indonesia Padaku, Mencari Sebuah Masjid, Seorang Tukang Rambutan Pada Istrinya, Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini yang tidak kalah menarik dan keren.

4. N. H. Dini

Lihat koleksi : Karya Nurhayati Sri Hardini

Memiliki nama asli Nurhayati Sri Hardini, sastrawan dari dalam negeri ini lahir pada tanggal 29 Februari 1936, di Semarang, Jawa Tengah. Selain puisi, Dini telah menghasilkan banyak tulisan berupa cerita pendek dan membuat novel.

Karena kebanyakan novelnya menggunakan latar luar Indonesia, nama beliau juga semakin meroket di mancanegara. Beliau merupakan anak bungsu dari pasangan Salyo Wijoyo, yang merupakan seorang pegawai dari perusahaan kereta api, serta Kusminah sebagai seorang istri.

Selain memiliki darah Jawa, adik dari empat kakak ini juga berdarah Bugis. Keempat kakaknya tersebut antara lain, Heratih, Nugroho, Siti Maryam, dan Teguh Asmar. Dia paling akrab dengan kakak terakhir karena berprofesi sebagai seorang seniman.

Ayahnya memberikan bekal atau wejangan untuk belajar bermain gamelan dan menari. Tujuannya supaya kelembutan dalam kehidupan dapat semakin dipahami olehnya. Kecintaan keluarga terhadap seni itulah yang berdampak pada tokoh utama di karyanya yang berjudul Pada Sebuah Kapal dengan karakter dan kelembutan yang menonjol.

Beliau dipersunting oleh Yves Coffin yang merupakan seorang diplomat Perancis. Waktu itu, Yves memiliki waktu empat tahun selama bertugas. Setelah itu, mereka berdua menikah dan pindah ke Jepang, hingga melahirkan seorang anak pertama bernama Marie Claire Lintang, kemudian pindah ke Kamboja.

Namun, setelah memiliki anak kedua pada tahun 1967, mereka akhirnya menetap di Perancis. Siapa sangka, pernikahan mereka tidak berjalan mulus, hingga pada sidang perceraian. Dini kembali ke Indonesia dalam keadaan sakit, tetapi setelahnya dapat cepat pulih.

Dengan mengajari anak-anak menulis bersama di pondok bacaannya yang bernama Pondok Sekayu, Desa Kedung Pani, mereka jadi mendapatkan peluang untuk memupuk bakat. Meski tidak sempat mengambil perguruan tinggi karena sang ayah telah meninggal saat usianya 13 tahun, Dini tidak pernah pesimis untuk menuntut ilmu. Dorongan ayahnya dan tulisan yang merupakan karyanya selalu dijadikan contoh terbaik. Di tahun 1952, sajaknya sampai dimuat pada Majalah Budaya dan Gadjah Mada Indonesia.

Sosok yang menjadi motivasi banyak orang ini menghasilkan karya puisi sejak tahun 1956 dengan judul Februari (1956) dan Pesan Ibu (1956), Kematian (1968), Berdua (1958), Surat Kepada Kawan (1964), Kotaku (1968), Burung Kecil (1970), Jam Berdentang (1970), sampai Paris Yang Kukenal (1971).

Baca juga : Kenangan Manis N.H. Dini, dari Awal Mula Hingga Menutup Mata

5. Ahmad Tohari

Lihat koleksi : Buku Karya Ahmad Tohari

Ahmad Tohari, lahir pada tanggal 13 Juni 1948 di Banyumas, tepatnya di Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang. Beliau tumbuh dari keluarga santri dengan ayahnya yang merupakan seorang KUA dan sang ibu sebagai pedagang kain. Pada tahun 1970, Ahmad menikah dengan istrinya yang bernama Siti Syamsiah. Setelahnya, ia dikaruniai oleh lima anak.

Dengan ijazah dari SMAN II Purwokerto, beliau melanjutkan pendidikan di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) dan mengambil fakultas ekonomi. Ia mengurus majalah perbankan di tahun 1966-1967 dan bekerja sebagai redaktur untuk majalah harian Merdeka.

Semenjak SMA, Ahmad memang memiliki hobi menulis, tetapi karyanya selalu disimpan di laci mejanya. Ia baru mengirimkan karyanya ke berbagai media massa ketika lulus, seperti Kompas. Semangat menulisnya semakin menggebu-gebu ketika cerpennya yang berjudul ‘Jasa-Jasa Buat Sanwirya’ berhasil memenangkan hadiah utama, apalagi novelnya yang berjudul Kubah juga berhasil diasuh oleh Pustaka Jaya.

Pada tahun 1986, menteri pendidikan memberinya hadiah berupa karena karyanya disebut-sebut sebagai fiksi terbaik. Novelnya yang berjudul Bekisar Merah berhasil meraih penghargaan oleh Sastra Asean di tahun 1995.

Setelahnya, banyak dari karya Ahmad yang diterjemahkan ke bahasa asing, seperti bahasa Belanda dan Jerman. Salah satu karyanya juga berhasil diadaptasikan menjadi film dengan judul ‘Darah Mahkota Ronggeng’. Antologi puisinya yang berjudul Alam Puisi berhasil diterbitkan bersama para penulis hebat. Quotes buatannya juga banyak memotivasi orang.

 

6. Mochtar Lubis

Lihat koleksi : Buku Karya Mochtar Lubis

Selain memiliki hobi menulis, Mochtar Lubis juga berprofesi sebagai penerjemah, pelukis, dan seorang jurnalis ternama. Tempat lahirnya adalah Padang dan berasal dari keluarga Batak Mandailing. Ayahnya adalah seorang kepala distrik Kerinci saat Belanda masih memimpin masa-masa pemerintahan. Keluarganya beragama Islam dan Mochtar Lubis merupakan anak keenam.

Sastrawan ini sangatlah populer di kalangan masyarakat pada tahun 1960-an. Suatu hari, beliau melihat sang ayah yang memukuli seorang kuli kontrak. Alasannya karena orang tersebut ingin melarikan diri. Bukannya sengaja untuk bersikap kejam, tetapi sang ayah memang harus menjalankan tugasnya.

Dari pengalaman itulah, anaknya dapat membuat sebuah karya yang berjudul ‘Kuli Kontrak’. Ayah Mochtar juga tidak ingin anak-anaknya bekerja di bawah pimpinan Belanda. Karena ajaran ibu dan ayahnya tentang kedisiplinan dan keagamaan, Mochtar dapat melanjutkan pendidikan, hingga mengambil jurusan ekonomi.

Ia mulai gemar menulis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar karena ibunya. Sang ibu suka membacakan dongeng, yang kemudian diserap dengan baik olehnya untuk diceritakan kembali kepada kawan maupun kerabat. Mochtar bekerja sebagai wartawan dalam periode 1945-1952, serta karyawan sebelum menjadi pemimpin redaksi dari Majalah Mutiara.

Di tahun-tahun tersebut, surat kabar yang diberitakan rupanya banyak mendapatkan kritikan. Akhirnya, Mochtar Lubis dipenjara bersama beberapa tokoh politik lainnya selama 2,5 bulan. Mochtar pernah menulis cerita anak-anak yang kemudian disandang oleh Surat Kabar Sinar Deli.

Karena pandai berbahasa asing pula, beliau jadi akrab dengan sastrawan dari mancanegara, seperti Manual Pacheco dan Alberto F. Orlandini. Walaupun masih berada di dalam tahanan, ia tetap mendapatkan sejumlah penghargaan dari Magsaysay Journalism, Filipina. Namun, ia juga memperoleh apresiasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pada tanggal 17 Mei 1966, Majalah Sastra Horizon diterbitkan olehnya setelah bebas dari penjara.

Dengan buku kumpulan puisinya, seperti Catatan Dari Camp Nirbaya (Harta Karun dan Bajak Laut dari Jakarta BP Indonesia Raya 1964) dan Pelaut Baghdad, Mochtar berhasil memotivasi orang tua, hingga kalangan orang tua. Hal yang menjadi perbedaan untuk karyanya adalah tulisan yang dibuat menghibur dan mengandung humor.

7. Eka Kurniawan

Lihat koleksi : Buku Karya Eka Kurniawan

Eka lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 28 November 1975. Pendidikannya diselesaikan di Universitas Gadjah Mada. Karier penulisannya dimulai dengan cerita pendek berjudul Corat-Coret Di Toilet pada tahun 2000. Banyak sekali karyanya yang sudah diterjemahkan ke bahasa asing. Karena itulah, beliau sampai mendapatkan sejumlah penghargaan, yakni prince claus 2018 dari Kerajaan Belanda, Emergencing Voice 2016 di New York, dan World Readers Award di tahun 2019.

Baru-baru ini, Eka ternyata sempat mencuri perhatian karena menolak penghargaan yang diberikan oleh negara. Menurutnya sendiri, penghargaan Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi harus diseimbangkan dengan nilai budaya Indonesia yang benar-benar menonjol meski di era modern sekarang ini.

Beliau juga mengalami jatuh bangun, pernah ditolak oleh tiga penerbit sampai akhirnya memutuskan untuk melakukan publish di luar negeri. Kerennya lagi, ia tidak memiliki aturan dalam menulis atau membuat sebuah karya.

Puisi-puisinya disatukan untuk menjadi sebuah antologi, seperti Filantropi, Stories Of Laka-Laka, bahkan Cantik Itu Luka yang dijadikan karya untuk musikalisasi.

Sebagian dari masyarakat mungkin sudah familiar dengan sastrawan-sastrawan tersebut. Perjalanan yang dilalui oleh mereka tidaklah mudah, bahkan ada saatnya citra mereka sebagai penulis puisi tidak diakui. Namun, semangat untuk terus berkarya nyatanya membuahkan hasil terbaik. Ekspresikan diri dalam sebuah puisi dengan gaya dan struktur khas sendiri, yang kita miliki.

Baca juga artikel terkait “Sastrawan Puisi Terkenal” :



ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by Arum Rifda

Menulis adalah cara terbaik untuk menyampaikan isi pemikiran, sekalipun dalam bentuk tulisan, bukan verbal.
Ada banyak hal yang bisa disampaikan kepada pembaca, terutama hal-hal yang saya sukai, seperti K-Pop, rekomendasi film, rekomendasi musik sedih mendayu-dayu, dan lain sebagainya.