ngetreat artinya – Pernah denger kalimat kayak, “Dia tuh nggak bisa ngetreat gue dengan baik,” atau “Lo harus bisa ngetreat pasangan lo kayak manusia, bukan pilihan kedua”? Yap, kata “ngetreat” sekarang lagi sering banget dipakai di obrolan sehari-hari, terutama pas lagi bahas soal hubungan atau perlakuan antar teman.
Tapi sebenernya, apa sih arti ngetreat dalam bahasa gaul? Kenapa kata serapan dari bahasa Inggris ini bisa masuk ke kosakata anak muda zaman sekarang? Di artikel ini, kita bakal bahas tuntas arti “ngetreat”, penggunaannya dalam konteks pergaulan, dan kenapa kata ini makin relevan di era relationship modern.
Table of Contents
Apa Arti Ngetreat?
Kata “ngetreat” adalah bentuk gaul dari bahasa Inggris “treat” yang berarti memperlakukan. Dalam konteks bahasa sehari-hari, khususnya di kalangan anak muda, ngetreat digunakan untuk menggambarkan bagaimana seseorang memperlakukan orang lain—baik dalam hubungan asmara, pertemanan, keluarga, maupun ke diri sendiri.
Misalnya, kamu mungkin pernah dengar seseorang bilang:
“Dia nggak bisa ngetreat gue dengan baik.” Artinya, orang itu merasa tidak diperlakukan dengan layak atau adil.
Berbeda dengan kata traktir yang artinya membayari makanan atau minuman, ngetreat lebih mengarah pada sikap, perhatian, atau perlakuan emosional yang diterima atau diberikan. Kata ini sering muncul dalam konteks relationship, terutama saat membicarakan harapan tentang bagaimana kita ingin diperlakukan—dengan hormat, kasih sayang, atau kejujuran.
Penggunaan kata ini juga bisa ditujukan ke diri sendiri. Contohnya:
“Gue harus belajar ngetreat diri gue sendiri lebih baik.” Kalimat itu menggambarkan upaya untuk memperlakukan diri sendiri dengan lebih sayang dan penuh pengertian.
Intinya, ngetreat berarti memperlakukan seseorang (atau diri sendiri) dengan cara tertentu, dan kata ini makin populer karena ringkas tapi mengena banget dalam menggambarkan dinamika hubungan masa kini.
Contoh Penggunaan Kata Ngetreat dalam Percakapan
Supaya kamu makin paham cara memakai kata “ngetreat” dalam bahasa gaul, yuk kita lihat beberapa contoh penggunaannya dalam percakapan sehari-hari. Umumnya, kata ini muncul saat orang membicarakan hubungan, perasaan, atau cara memperlakukan satu sama lain—baik dalam konteks asmara, pertemanan, maupun self-love.
1. Dalam hubungan asmara
“Gue udah sayang banget sama dia, tapi dia ngetreat gue kayak nggak ada.”
Kalimat ini menunjukkan rasa kecewa karena merasa diperlakukan tidak adil atau diabaikan oleh pasangan.
2. Ngasih saran ke temen
“Kalau lo beneran suka sama dia, ya lo harus ngetreat dia dengan respect dong.”
Di sini, ngetreat berarti memperlakukan orang dengan baik, penuh perhatian, dan nggak main-main.
3. Tentang pertemanan
“Dia selalu ngetreat gue kayak keluarga sendiri, padahal kita baru kenal.”
Kata ini dipakai buat menunjukkan kalau seseorang memperlakukan temannya dengan sangat baik dan tulus.
4. Curhat kecewa
“Gue capek ditreat kayak cadangan terus. Maunya diseriusin, tapi perlakuannya nggak nunjukin itu.”
Contoh ini menggambarkan situasi di mana seseorang merasa dijadikan pilihan kedua dalam hubungan.
5. Self-love atau merawat diri
“Jangan keras sama diri lo sendiri terus, coba deh mulai ngetreat diri lo dengan lebih baik.”
Treating yourself right juga bagian penting dalam penggunaan kata ini, lho! Artinya bisa meliputi memberi waktu istirahat, melakukan hal-hal yang bikin bahagia, atau nggak terlalu keras sama diri sendiri.
Dari berbagai contoh di atas, kamu bisa lihat kalau kata “ngetreat” itu fleksibel banget, tapi intinya tetap sama: soal bagaimana seseorang memperlakukan orang lain (atau dirinya sendiri). Nggak heran kalau kata ini jadi populer di obrolan anak muda—karena bisa menggambarkan perasaan dan sikap dengan cara yang ringkas, tapi tetap kena di hati.
Perbedaan Ngetreat dan Traktir
Meskipun sekilas terdengar mirip, kata “ngetreat” dan “traktir” sebenarnya punya makna dan penggunaan yang berbeda, lho. Keduanya sama-sama serapan dari kata treat dalam bahasa Inggris, tapi konteks penggunaannya nggak bisa disamakan begitu saja.
1. Ngetreat = Memperlakukan
Dalam bahasa gaul, ngetreat lebih sering dipakai untuk menggambarkan cara memperlakukan seseorang, baik dalam hubungan asmara, pertemanan, keluarga, ataupun ke diri sendiri. Fokusnya ada di sikap, perlakuan, dan perasaan.
Contoh:
“Dia ngetreat gue kayak nggak penting.”
(Artinya: Dia memperlakukan aku dengan cara yang nggak baik.)
Jadi, ngetreat lebih ke soal attitude atau treatment terhadap seseorang secara emosional dan interpersonal.
2. Traktir = Membayari
Sementara itu, kata traktir punya arti yang lebih spesifik: membayari orang lain makanan, minuman, atau sesuatu, biasanya sebagai bentuk kebaikan, perayaan, atau hadiah.
Contoh:
“Lo ulang tahun hari ini, harus traktir dong!”
(Artinya: Lo harus bayarin temen-temen makan karena lagi ulang tahun.)
Jadi, traktir itu lebih ke tindakan konkret berupa pembelian atau pemberian, bukan sikap atau perlakuan.
- “Ngetreat” = memperlakukan seseorang dengan cara tertentu (baik/buruk).
- “Traktir” = membayari sesuatu untuk orang lain (biasanya makanan/minuman).
Jadi, jangan sampai ketukar, ya! Walau sama-sama terdengar “gaul” dan berasal dari kata yang mirip, dua kata ini punya fungsi yang sangat berbeda dalam percakapan sehari-hari.
Kesimpulan
Jadi, sekarang kamu udah nggak bingung lagi kan soal arti kata ngetreat dalam bahasa gaul? Meskipun asalnya dari bahasa Inggris, kata ini udah punya “nyawa” sendiri di percakapan sehari-hari anak muda Indonesia. Mulai dari urusan asmara, pertemanan, sampai self-love, ngetreat jadi cara simpel tapi tepat buat ngomongin soal perlakuan—baik yang bikin nyaman maupun yang nyebelin. Yang penting, yuk mulai biasakan ngetreat orang lain (dan diri sendiri!) dengan baik, karena cara kita memperlakukan orang bisa bikin hubungan jauh lebih sehat dan bermakna.
Apa saat ini kamu tengah terjebak di dalam sebuah toxic relationship? Atau, mungkin kamu mengenal kawan yang tengah berada di dalam hubungan toksik? Sulit memang mengenali apakah kita lagi berada dalam suatu hubungan tidak sehat, entah itu dengan keluarga maupun pasangan kita. Kita memang tidak bisa mengendalikan emosi orang lain, tetapi kita mengontrol diri kita terhadap segala hal di sekitar kita.
Buku ini bercerita tentang Rani, seorang wanita muda yang mengalami kisah perjalanan hidup yang pahit semenjak dia mengenal dan menikah dengan sesosok laki-laki yang menjadi dambaan hatinya. Sepenggal kisah yang dia miliki, menjadi bagian dari sejarah yang harus dilalui semasa hidupnya. Di sinilah si penulis ingin mengabadikan kisah tersebut agar pembaca dapat kembali fokus pada tujuan hidup dan bahagia.
Kemudian, kamu akan diajak mengenali bagaimana toxic relationship dapat mengubah situasi menjadi sangat berbahaya dan merusak kesehatan mental dan fisik. Selamat membaca.
Dalam sebuah hubungan asmara antara dua sejoli, apalagi hubungan itu sudah berlangsung cukup lama, keduanya tentu menginginkan hubungan itu langgeng dan dibawa ke jenjang yang lebih serius lagi. Nah, di situlah nuraniku bergetar agar hubungan yang sedang kami jalani ini naik satu tingkatlah ya, yang artinya segera memperoleh restu resmi dari kedua orangtua kami masing-masing, khususnya restu dari kedua orangtua Abe.
Bukan hanya itu, desakan dan pertanyaan dari kedua orang tuaku serta kakakku yang sudah menikah 2 tahun yang lalu itu seolah sejalan dengan perasaan gundahku akhir-akhir ini tentang kejelasan hubunganku dan Abe. Hal ini pun tentunya menjadi PR bagiku untuk bagaimana aku menyampaikan semua ini kepada Abe.
Semakin hari aku semakin tidak tenang memikirkan semua ini. Di satu sisi, ini memang benar, karena aku punya prinsip bahwa aku mencari pasangan bukan untuk tujuan main-main atau untuk sekadar “having fun”.
Menjalani hubungan toxic akan sangat merugikan bagi kita karena membuang banyak waktu dan energi yang seharusnya dapat kita manfaatkan untuk melakukan hal lain yang lebih bermanfaat. Buku ini akan memberikan arahan yang lebih besar untuk kehidupan Anda. Mata Anda akan terbuka sepenuhnya terhadap hubungan Anda dengan orang lain pada saat ini maupun masa lalu. Kehidupan pribadi Anda akan menjadi lebih baik dan lebih terpenuhi karena wawasan Anda bertambah tentang dunia hubungan yang beracun (toxic relationship).
Buku ini disusun untuk membantu Anda menjadi orang yang lebih baik, tidak toxic bagi orang lain atau bagi diri sendiri. Dengan mempelajari cara menangani orang negatif dan menjadi lebih bebas stres dan komunikatif, Anda akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan hubungan pribadi dan sosial yang lebih kaya dan lebih produktif. Ketika harga diri Anda meningkat, maka Anda menjadi lebih bahagia, lebih mencintai, dan lebih menyenangkan. Bahkan, Anda mungkin mendapati keuangan yang membaik. Membekali diri untuk menangani tekanan orang-orang beracun, Anda akan menjadi lebih bebas dan lebih kreatif. Dengan demikian, Anda akan mampu mengambil lebih banyak risiko dan memiliki kehidupan yang lebih kaya.
Healthy Relationship (hubungan yang sehat) sebenarnya bukan istilah asing dalam kehidupan. Sayangnya isu tentang healthy relationship belakangan ini banyak dipertanyakan, karena nyatanya membangun hubungan baik memang tidak semudah itu. Bahkan, untuk membangun hubungan baik dengan diri sendiri saja tidak mudah, apalagi dengan orang lain. Namun, mewujudkan hubungan yang baik itu juga bukan sesuatu yang mustahil. Dari mana kamu akan memulainya? Tentu dari dirimu sendiri dan dari buku ini.
Konsep membingungkan karena kita memiliki jenis pengalaman. hubungan yang berbeda. Namun, apa pun latar belakang atau pengalaman kita, ada beberapa komponen penting yang harus dimiliki setiap hubungan agar sehat dan memuaskan bagi semua orang. Hubungan yang sehat seharusnya membuatmu merasa nyaman dengan diri sendiri dan orang-orang di sekitarmu (bisa keluarga, pasangan, sahabat, atau yang lainnya). Seseorang yang menjalin hubungan apapun harus dapat memutuskan apa yang sehat untuk hubungannya dan apa yang tidak. Jika ada aspek hubungan yang sehat dan tidak sehat dapat dari suatu hubungan terasa tidak benar, kamu harus memiliki kebebasan untuk menerapkannya.
Buku ini akan membantumu membangun hubungan yang sehat, baik, dengan diri sendiri atau dengan orang-orang di sekitarmu. Kamu akan belajar cara menghadapi orang lain, membangun hubungan yang baik dengan pikiran dan jiwamu,serta membangun hubungan dengan orang-orang di sekitarmu.
Komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam kerja, pertemanan, Kor keluarga, maupun hubungan percintaan. Komunikasi jadi modal utama agar hubungan kamu dan pasangan bisa langgeng. Komunikasi itu bertumbuh. Jika pada awalnya komunikasimu dengan pasangan kurang baik, kamu bisa terus-menerus memperbaikinya. Tak masalah kalau sekarang kamu merasa komunikasi yang terjalin dengannya belum baik. Karena itu bukan berarti hubungan yang kamu masih jalani dengan pasangan semakin jatuh. Selama kamu berusaha memperbaiki komunikasi dengannya, hubungan kalian masih bakal lanjut dan menjadi lebih baik.
Kebanyakan orang sudah sering mendengar bahwa hal paling penting dalam hubungan adalah komunikasi. Tapi mungkin kamu belum bisa menjalankan apa dan bagaimana komunikasi yang baik itu. Tidak semua jenis komunikasi adalah sesuatu yang keluar dari mulutmu. Seperti misalnya jika pasanganmu tidak menjawab pertanyaan yang kamu ajukan, biasanya akan timbul masalah. Kenapa dia tidak menjawab, kenapa dia diam saja, dan seolah-olah kalau kamu bertanya harus segera dijawab. Bagi sebagian orang, jika kamu memiliki masalah dan tidak segera dikomunikasikan, hubungan yang kamu jalani tak akan bisa baik.
Tidak semua jenis komunikasi disampaikan secara verbal. Ada juga jenis komunikasi yang disampaikan secara nonverbal. Jadi kalau pasanganmu lagi gak pengen menjawab apa yang kamu tanyakan atau apa yang kamu obrolin, kamu harus bisa menoleransi hal itu. Ada tipe orang yang jika menjalin komunikasi, dia lebih menghindari masalah atau lebih memilih menenangkan diri dahulu dan memberi ruang untuk dirinya sendiri sebelum akhirnya bisa diobrolin dan didiskusikan bareng pasangan. Tapi ini akan menjadi masalah yang berat dijalani bagi tipe orang yang karena emosi dia inginnya segera menyelesaikan masalah. Ini yang sekarang menjadi culture bagi kebanyakan orang. Mereka berpikir bahwa komunikasi bagi orang yang berpasangan, jika terjadi masalah harus segera diselesaikan. Padahal hal itu tidak sepenuhnya benar.