Sosiologi

Prestise Adalah: Definisi Menurut Sosiologi dan Penggunaan Instagram Dalam Meningkatkan Prestise Sosial

Written by Aris

Prestise Adalah – Pada zaman yang serba maju ini, yakni di era revolusi industri 4.0 pasti Grameds menyadari dong bahwa kekuatan digitalisasi benar-benar terjadi secara global. Dalam digitalisasi tersebut, secara tidak langsung menyebabkan lifestyle, tren budaya, hingga prestise dari seseorang begitu berpengaruh satu sama lain. Bahkan ada pula yang rela merogoh kocek demi membeli followers atau pengikut di sosial media mereka, demi “mengejar” tren budaya dan prestise tertentu. Secara tidak langsung, prestise ini dapat diartikan sebagai rasa bangga dalam diri suatu individu terhadap kemampuan yang dimilikinya.

Yap, memiliki followers atau pengikut hingga jutaan di sosial media ternyata dapat menjadikan hal tersebut sebagai prestise atau kebanggaan tersendiri. Mengapa hal itu terjadi? Sebab adanya lifestyle dan tren budaya yang seolah menganggap bahwa semakin banyak followers maka akan semakin “berprestasi”. Sangat berbeda ya dengan zaman dahulu yang mana menganggap prestasi adalah suatu kemampuan yang diukur secara akademik. Lalu, apa sih prestise itu? Mengapa sosial media dapat menjadi suatu nilai prestise terutama di kalangan remaja? Nah, supaya Grameds memahami hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

https://www.pexels.com/

Apa Itu Prestise?

Jika melihat pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), istilah “prestise” ini memiliki definisi sebagai ‘wibawa yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang’. Sementara dalam ilmu sosiologi, istilah “prestise” ini dianggap sebagai ‘status sosial, kehormatan, dan kedudukan yang dimiliki oleh suatu individu dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Dalam KBBI juga menjelaskan bahwa definisi dari “wibawa” adalah ‘pembawaan untuk dapat menguasai, mempengaruhi, dan dihormati oleh orang lain. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik’.

Nah, dapat disimpulkan bahwa prestise ini dapat dianggap sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi atau memimpin suatu individu atau kelompok individu untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang dianggap memiliki prestise maka akan dihormati oleh orang lain karena sikap dan tingkah lakunya penuh dengan daya tarik, sehingga orang lain akan segan untuk mengikutinya.

Pada zaman dahulu, keberadaan prestise ini diukur atas kemampuannya di bidang akademik. Contoh, seseorang yang dianggap pintar pasti akan diangkat sebagai ketua kelas, baik oleh guru atau teman-temannya. Seseorang yang pandai dalam belajar, akan dianggap lebih berkarisma dan berwibawa, sehingga jika dirinya melakukan suatu tindakan pasti cenderung akan diikuti oleh “pengikutnya”.

Ada juga seseorang yang memiliki prestise berupa kemampuannya di bidang kekuatan, sehingga dirinya akan ditakuti dan dianggap lebih berwibawa karena tidak takut akan apapun. Kemampuannya tersebut menjadikan seorang individu tersebut dianggap sebagai “bos besar” dalam suatu kelompok, geng misalnya. Contoh lain, seseorang yang memiliki orang tua dengan jabatan tinggi. Meskipun jabatan tersebut bukan miliknya, tetapi dirinya tetap menganggap hal tersebut sebagai prestise alias sesuatu yang membanggakan. Bahkan tak jarang, prestise yang dimilikinya tersebut dapat dijadikan sebagai “kekuatan” untuk mempengaruhi orang lain.

Grameds pasti sudah tahu dong jika salah satu sifat bahasa itu dinamis alias berubah mengikuti perkembangan zaman? Nah, istilah “prestise” ini juga berkembang secara demikian.

Saat ini, istilah tersebut telah berkembang dengan definisi ‘kehormatan atau wibawa yang didapatkan oleh seseorang atas kemampuannya dalam memiliki berbagai barang yang branded dan mahal’. Bahkan ada juga yang menganggap bahwa prestise ini sebagai ‘kehormatan atau wibawa  yang didapatkan oleh seseorang atas kemampuannya dalam memiliki banyak followers atau pengikut di akun sosial media miliknya’. Maka dari itu, tak heran jika zaman sekarang, orang-orang ‘berebut’ ingin memiliki ratusan hingga ribuan followers pada akun sosial media miliknya dengan cara membeli followers. Apakah Grameds pernah melakukan hal ini?

Salah satu alasan mengapa prestise mereka sedemikian rupa adalah adanya perasaan gengsi. Menurut Kuenzel dan Halliday, gengsi adalah persepsi yang menginginkan pendapatnya dihargai, dihormati, dan dikagumi oleh lain. Gengsi ini berkenaan dengan harga diri dan martabat dalam diri suatu individu. Masih berhubungan dengan akun sosial media, saat ini perilaku gengsi adalah keadaan dimana seseorang mempunyai kebanggaan sendiri (prestise) dalam mengkonsumsi barang dan jasa tertentu.

Mengapa begitu? Sebab manusia ini adalah makhluk sosial yang mana tidak bisa hidup tanpa orang lain, sehingga dirinya sangat membutuhkan penghargaan diri dan penghargaan dari lingkungannya. Singkatnya, setiap manusia itu membutuhkan pengakuan dari orang lain. Semakin tinggi status sosial dan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang, maka akan semakin tinggi pula kebutuhan nilai prestise dalam dirinya.

Dimensi Prestise Merek

Masih berhubungan dengan definisi dari istilah ‘prestise’ yang berkembang di zaman sekarang, menurut Vigneron dan Johnson, terdapat lima persepsi prestise yang berkaitan dengan merek (branded) suatu barang, yakni:

1) Conspicuous Value

Yakni dimensi mengenai kesadaran seseorang akan adanya merek yang mewah dan mahal.

2) Unique Value

Yakni dimensi merk yang bergengsi dan dianggap memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan merek pada umumnya. Biasanya, barang-barang yang memiliki Unique Value ini cenderung bersifat limited edition.

3) Social Value

Yakni pemakaian merek yang bergengsi (branded) supaya dapat menimbulkan kesan berbeda di lingkungan sosial.

4) Emotional Value

Yakni tingkatan emosional suatu individu ketika melihat adanya merk yang mewah. Penilaian ini memang terkesan subjektif, sehingga biasanya akan dipersepsikan dalam bentuk rasa kepuasan dan kesenangan yang tinggi ketika melihat produk dengan merek branded.

5) Quality Value

Yakni merek yang dianggap mewah dan memiliki kualitas lebih baik dibandingkan merek biasa.

Nah, dalam lima dimensi tersebut, keberadaan nilai prestise yang berkembang pada zaman sekarang ini lebih terlihat pada nomor tiga, yakni social value. Hal ini disebabkan, kebanyakan individu memang cenderung berlomba-lomba menggunakan barang branded supaya mendapatkan kesan berbeda di lingkungan sosial.

Keberadaan Sosial Media Sebagai Nilai Prestise Dalam Suatu Kalangan

Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa keberadaan sosial media saat ini telah menjadi bagian dari nilai prestise terutama pada kalangan tertentu. Yap, mereka menganggap bahwa prestise adalah suatu ‘kehormatan atau wibawa  yang didapatkan oleh seseorang atas kemampuannya dalam memiliki banyak followers atau pengikut di akun sosial media miliknya’. Maka dari itu, tak heran jika zaman sekarang, orang-orang ‘berebut’ ingin memiliki ratusan hingga ribuan followers pada akun sosial media miliknya dengan cara membeli followers. Tren followers ini berkembang sejak globalisasi telah menyebar hingga pelosok dunia.

Fenomena followers hingga jual-beli followers sekarang sudah menjadi hal biasa, bahkan tak jarang dianggap sebagai “kewajiban” terutama bagi kalangan influencer (meskipun tidak semuanya berperilaku demikian). Keberadaan followers ini biasanya berkaitan dengan sosial media Instagram yang mana penggunanya dominan para anak muda.

Berdasarkan jurnal penelitian berjudul “Instagram Sebagai Prestise Sosial Mahasiswa UNY” mengungkapkan bahwa keberadaan sosial media Instagram memang telah memberikan pengaruh terutama pada prestise sosial dan menunjukkan kelas sosial di kalangan mahasiswa. Penelitian tersebut didapatkan dengan menggunakan sampling sebanyak 13 orang. Terlepas dari penelitian ini, memang dalam kehidupan sehari-hari kita, keberadaan sosial media Instagram telah menjadi ajang untuk menunjukkan kelas sosial ‘kan?

Menurut O’Brien (dalam Nugraheni, 2019) mengungkapkan bahwa manusia dan teknologi itu memanglah memiliki interaksi yang terjadi dalam lingkungan sosioteknologi. Dalam hal ini, terdapat lima komponen interaksi tersebut, meliputi:

  1. Struktur masyarakat
  2. Sistem dan teknologi informasi
  3. Masyarakat dan budaya
  4. Strategi komunikasi
  5. Proses sosial

Nah, dalam lima komponen tersebut, tentu saja internet berperan penting dalam pelaksanaannya. Mulai dari mencari informasi, hiburan, bahkan ketika bersosialisasi dengan individu lain meskipun menggunakan aplikasi chating saja, itu juga dilakukan melalui internet. Ditambah lagi, saat ini teknologi gadget berkembang pesat sekali. Coba Grameds cermati, perkembangan smartphone setiap bulan pasti akan selalu keluar versi terbaru, dengan teknologi yang semakin canggih pula. Perubahan teknologi itu juga awalnya dari perubahan di bidang sosial dan budaya lho…

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, berpendapat bahwa perubahan sosial diartikan sebagai ‘suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut’. Dalam hal ini, perubahan sosial juga nantinya berpengaruh pada struktur sosial dalam kehidupan bermasyarakat, hingga kemudian muncullah suatu prestise sosial.

Dalam ilmu sosiologi, prestise sosial adalah suatu status sosial, kehormatan, dan kedudukan yang dimiliki oleh suatu individu. Individu tersebut akan mempunyai unsur-unsur dalam kategori yang lebih tinggi dari individu lain di lingkungan sekitarnya. Suatu prestise sosial tentu saja akan berkaitan erat dengan kelas dan status sosial. Jika melihat struktur sosial berdasarkan status sosial, maka kedudukan teratas pastilah akan diukur dengan kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan.

Orang yang dianggap paling disegani dan dihormati pasti akan mendapat ‘tempat’ paling atas. Nah, di zaman sekarang yang mana telah berkembang sosial media Instagram, maka individu yang memiliki jumlah followers ribuan bahkan jutaan, pasti akan disegani. Penggunaan sosial media terutama Instagram telah menjadi gaya hidup anak muda saat ini, selaras dengan jurnal penelitian tersebut yang mana menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitiannya.

Banyak hal yang menjadi latar belakang para anak muda, terutama mahasiswa untuk menggunakan sosial media Instagram ini. Salah satunya adalah untuk menjadi ajang menunjukkan eksistensi dirinya sekaligus mendapatkan pengakuan dari masyarakat, terutama para followers-nya. Setiap konten yang diunggah oleh para pengguna Instagram nantinya akan dijadikan sebagai daya tarik tersendiri bagi para followers-nya. Bahkan jika beberapa followers tersebut mengikuti informasi, gaya, hingga selera musik yang ditampilkan pada konten tersebut, maka dirinya dapat ‘dianggap’ sebagai seseorang yang berpengaruh (influencer).

Oleh adanya pengakuan itulah, yang menjadi motivasi bagi para anak muda untuk mengunggah konten, baik itu berupa foto maupun video, dengan konsep yang amat kekinian. Alasan lain mengapa para anak muda, khususnya mahasiswa, menggunakan sosial media Instagram ini sebagai ‘tempat’ untuk memamerkan segala aktivitasnya adalah fitur menarik yang terdapat di dalamnya.

Sosial Media Instagram Menjadi Simbol Prestise Sosial Bagi Anak Muda

https://www.pexels.com/

Dalam penggunaan Instagram saat ini, penggunanya akan dianggap memiliki nilai prestise yang tinggi apabila setiap konten yang diunggahnya mendapatkan jumlah like dan followers banyak. Menurut Engel (1994), seseorang akan memiliki suatu prestise tinggi jika orang lain bersikap respect atau menghormatinya. Manusia di zaman modern ini, seolah memiliki kepuasan tersendiri apabila konten yang diunggahnya, baik itu berupa foto maupun video, mendapatkan jumlah like yang banyak serta menambah followers di akunnya. Singkatnya, dirinya mendapatkan engagement tinggi.

Masih berkenaan dengan pendapat O’Brien sebelumnya, yang mengungkapkan bahwa perilaku manusia dan teknologi itu memang memiliki suatu interaksi terutama di dalam lingkungan sosioteknologi. Jadi, dapat dibilang bahwa keberadaan IT memang hadir dalam bentuk baru, sehingga mampu mempengaruhi banyak hal, mulai dari struktur masyarakat, strategi komunikasi, masyarakat dan budaya, serta proses sosial.

Lalu, bagaimana cara yang dilakukan para anak muda untuk meningkatkan prestise sosial dalam dirinya melalui sosial media Instagram ini? Mudah saja, yakni dengan mengunggah konten, baik itu berupa foto maupun video dengan konsep semenarik mungkin sehingga mampu mendatangkan daya tarik dari para followers-nya. Konsep menarik ini dapat dilihat dari berbagai hal, mulai dari filter, tempat pengambilan konten, dan masih banyak lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Erving Goffman, bahwa setiap individu itu memang dapat berperan sebagai aktor, yakni dengan mempresentasikan dirinya baik secara verbal maupun non-verbal kepada individu lain yang tengah berinteraksi dengannya.

Nah, banyak-sedikitnya followers atau pengikut di suatu sosial media, sangat memberikan pengaruh pada tingkat kepopuleran sang pemilik akun. Dalam hal meningkatkan prestise sosial, setiap individu ini akan ‘dituntut’ berperan dan menampilkan kesan yang baik terhadap para followers-nya. Dengan adanya sosial media Instagram ini, orang-orang terutama para anak muda, akan berlomba-lomba menampilkan citra baik supaya followers-nya terkesan dan menimbulkan prestise tersendiri.

Sumber:

KENANGA, T. P. (2020). PENGARUH BUDAYA FOLLOWER, LIFE STYLE, DAN PRESTISE TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Nugraheni, M. P. (2019). INSTAGRAM SEBAGAI PRESTISE SOSIAL MAHASISWA UNY. E-Societas, 8(3).

Baca Juga!

About the author

Aris

Saya sangat dengan dunia menulis karena melalui menulis, saya bisa mendapatkan banyak informasi. Karya yang saya hasilkan juga beragam, dan tema yang saya suka salah satunya adalah sosiologi. Tema satu ini akan selalu melekat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan selalu menarik untuk dibicarakan.

Kontak media sosial Twitter saya M Aris