Sosiologi

Pengertian Stereotip: Penyebab, dan Dampaknya dalam Kehidupan Sehari-hari

Stereotip Adalah
Written by Aris

Stereotip adalah – Jangan pernah menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Kamu pasti pernah mendengar nasihat lama itu, bukan? Jawabannya pasti sering, saking seringnya sampai membuat kita bosan sendiri untuk mendengarnya lagi dan lagi.

Sebagai makhluk sosial, kita memang disarankan untuk bergaul dengan siapa saja. Selama dia bersikap baik dan tidak merugikan kita, apa salahnya mencoba untuk memulai sebuah pertemanan?

Namun meski kita sering mendengarkan nasihat itu, tetap saja kadang sangat mudah untuk menjatuhkan penilaian pada seseorang hanya berdasarkan dari kulit luarnya saja.

Bagaimanapun, ketika kita bertemu seseorang untuk pertama kalinya, penampilan akan menjadi hal pertama yang kita perhatikan. Namun kamu juga harus ingat, bahwa penampilan luar seseorang bisa sangat menipu penilaian kita terhadapnya.

Ada banyak orang yang dari luar terlihat begitu sederhana dan bersahaja. Pakaian yang dipakai pun jauh dari brand-brand ternama, bahkan masih menggunakan smartphone keluaran lama. Namun siapa sangka, jika dia justru orang yang memiliki banyak harta?

Kebalikannya, ada juga orang yang terlihat kaya dengan pakaian mewah dan smartphone keluaran terbaru. Namun nyatanya semua yang dia punya adalah hasil berutang sana-sini.

Bagaimanapun, kita hanya melihat luarnya saja. Bukan isi hati, isi kepala, apalagi masa lalunya. Kita tidak mengenal dia seutuhnya seperti kita mengenal kawan-kawan terdekat kita. Gawatnya, kebiasaan menilai seseorang dari luar ini kadang lama-kelamaan bisa menimbulkan stereotip tersendiri. Hah, stereotip? Apa itu?

https://www.gramedia.com/products/melawan-stereotipe?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/melawan-stereotipe?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Stereotip Adalah Konsepsi tentang Seseorang atau Kelompok

Stereotip, istilah ini cukup familiar di telinga banyak orang. Namun hanya sedikit yang tahu arti dari kata ini. Kalau kamu adalah salah satunya, stereotip adalah penilaian kaku seseorang kepada orang lain yang dibuat berdasarkan prasangka sendiri.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, stereotip adalah konsepsi mengenai sifat, watak, dan perilaku sebuah golongan atau kelompok hanya berdasarkan prasangka yang tidak benar.

Gawatnya lama-kelamaan, stereotip yang tadinya hanya untuk seseorang, kemudian berlaku kepada semua orang yang berasal dari wilayah atau memiliki penampilan yang sama.

Stereotip sebenarnya ada yang positif, namun sayangnya kebanyakan memberikan kesan negatif. Misalnya stereotip bahwa semua orang Batak itu berwatak keras, atau stereotip bahwa orang berbadan gemuk itu malas dan rakus.

Mungkin kamu pernah bertemu seseorang berasal dari Suku Batak yang keras atau ada temanmu yang bertubuh gemuk dan pemalas. Namun hanya karena orang-orang yang kamu kenal memiliki sifat itu, tidak lantas semua orang yang berasal dari Suku Batak berwatak keras. Begitu juga dengan orang gemuk, tidak semuanya pemalas apalagi rakus.

Sangat tidak adil untuk menyamaratakan semua orang hanya disebabkan oleh satu dua orang saja. Untuk mengetahui sifat dan watak asli mereka, kamu harus mengenal mereka terlebih dahulu.

Lagipula, jika situasinya dibalik, kamu pun pasti tidak akan suka jika ada orang yang menghakimi kamu, penampilan, maupun suku asalmu hanya berdasarkan sebuah prasangka semata, bukan?

Faktor Penyebab Munculnya Stereotip

Stereotip Adalah

Sumber: pexels.com/Liza Summer

Sama seperti semua hal, stereotip juga tidak muncul tiba-tiba. Seseorang berani membuat stereotip berdasarkan dari pengalaman pribadinya sendiri, biasanya pengalamannya buruk.

Namun selain pengalaman, stereotip juga bisa muncul karena beberapa faktor. Berikut beberapa faktor penyebab munculnya stereotip pada seseorang!

1. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal seorang anak. Keluarga juga menjadi tempat seorang anak untuk tumbuh besar dan jadi dewasa. Disisi lain, orang-orang dalam sebuah keluarga juga tanpa sadar menjadi guru pertama bagi seorang anak.

Karena anak-anak adalah seorang peniru yang handal, maka dia akan meniru segala hal yang dia pelajari dari keluarganya. Tanpa sadar, seorang anak juga akan memegang teguh apa yang diberitahu oleh orangtuanya padanya.

Misalnya ketika seorang ibu mengatakan bahwa anak perempuan harus bisa memasak dan laki-laki tidak, maka kedua anaknya akan menjadikan kalimat itu sebagai stereotip hingga dewasa yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya kelak.

Memang benar, bagus kalau perempuan bisa masak. Tapi belajar untuk bisa memasak sebenarnya bukan hanya untuk perempuan. Laki-laki juga harus bisa masak, minimal mereka menguasai berbagai masakan dasar yang mudah dibuat.

Hal ini agar laki-laki tidak terlalu bergantung kepada perempuan. Bagaimana jadinya jika anak laki-laki itu dewasa dan harus tinggal sendiri? Apakah mau memesan makanan setiap hari?

2. Teman Sepermainan

Pernah dengar pepatah “Bergaul dengan tukang minyak tanah akan membuat kamu bau mintak tanah, tapi bergaul dengan tukang minyak wangi akan membuat kamu wangi“? Jawabannya pasti pernah, kan? Selain keluarga, teman-teman kita juga memiliki andil dalam membentuk diri kita hari ini.

Jika seorang anak berteman dengan orang-orang baik, besar kemungkinan anak itu akan tumbuh menjadi orang yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, seorang anak yang baik bisa jadi begitu buruk perangainya jika dia berteman dengan anak-anak yang perilaku dan sifatnya buruk.

Apalagi dengan hubungan pertemanan yang erat, kita cenderung mempercayai perkataan teman kita begitu saja. Memang sih, teman yang baik tidak akan menjerumuskan kamu ke hal-hal buruk. Namun kadang kita juga lupa bahwa teman kita juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan.

3. Sekolah

Sekolah menjadi tempat kedua di mana seorang anak menghabiskan waktunya dalam sehari. Di sekolah, kita bukan hanya bertemu dengan teman-teman sepantaran namun juga guru-guru. Guru-guru ini juga akan membentuk pribadi kita. Apa yang mereka ajarkan akan selalu diingat.

Termasuk soal stereotip ini juga. Di sekolah misalnya, guru-guru mengatakan bahwa anak-anak yang duduk di depan akan lebih pintar ketimbang anak yang duduk di belakang. Stereotip lainnya adalah, bahwa anak yang nilainya pas-pasan bahkan jelek tidak akan sukses jika dewasa.

Nilai memang membantu kamu lulus. Nilai juga menjadi pertimbangan perusahaan untuk memanggil seorang pelamar kerja melakukan interview. Namun nilai juga bukan segalanya!

Lebih dari itu, sukses atau tidaknya seseorang di masa depan tidak selalu dipatok dari nilai yang Ia dapat dari sekolah. Kerja keras, kerja keras, kerja keras, itu kuncinya!

4. Media

Faktor lain yang memicu munculnya stereotip adalah media. Tidak dipungkiri apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, dan apa yang kita baca, dapat memengaruhi pikiran kita. Media jugalah yang juga membentuk pendapat kita terhadap seseorang atau sebuah peristiwa.

Di Amerika Serikat dan beberapa negara barat misalnya, seringkali hanya memberitakan hal-hal buruk tentang Islam. Karena terbiasa melihat berita buruk tentang Islam, kama-kelamaan membuat mayoritas masyarakat di sana membentuk stereotip bahwa Islam itu buruk dan bahwa semua muslim itu jahat.

Banyak dari mereka percaya pada media, tanpa sekali pun mengecek kebenarannya. Tanpa sekali pun mencoba berdiskusi dengan seorang muslim, atau membaca Al-Qur’an untuk mempelajari tentang Islam.

Karena stereotip yang sudah berakar kuat, muncullah istilah Islamphobia atau ketakutan berlebihan pada agama dan pemeluk agama Islam. Bukan hanya memperlakukan umat Muslim dengan kasar, bukan sekali dua kali kita mendengar berita pembantaian umat Muslim di negara-negara Barat.

Memang ada satu dua orang yang jahat, namun kejahatan seseorang tidak dilakukan karena agamanya. Bagaimanapun agama mengajarkan kebaikan, tapi itu semua toh kembali kepada pemeluk agama tersebut. Mau mendengarkan dan menjadi orang yang baik, atau tidak.

https://www.gramedia.com/products/islam-yang-disalah-pahami-menepis-prasangka-mengikis-kekel?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/islam-yang-disalah-pahami-menepis-prasangka-mengikis-kekel?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Jenis-jenis Stereotip yang Perlu Diketahui

Selain faktor penyebab, stereotip juga dibagi menjadi beberapa macam. Berikut penjelasan lengkapnya!

1. Stereotip Gender

Stereotip gender menjadi stereotip yang paling umum terjadi, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di banyak negara dunia. Stereotip gender sendiri adalah kepercayaan akan perbedaan ciri antara oleh laki-laki dan perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan lah yang paling banyak menjadi korban stereotip ini, terutama dalam dunia kerja.

Di banyak negara, perempuan seringkali dianggap sebagai sosok yang emosional dan lemah ketimbang laki-laki. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa laki-laki lebih unggul atau pintar dalam bekerja ketimbang perempuan. Alhasil, tidak peduli sekeras atau setinggi apapun prestasi perempuan, dia tidak akan mendapatkan posisi atau bahkan gaji yang setara atau lebih dari laki-laki.

2. Stereotip Suku

Kalau stereotip gender mengelompokkan orang berdasarkan gender laki-laki dan perempuan, maka stereotip suku berhubungan dengan suku atau etnik tertentu. Di Indonesia sendiri, stereotip suku adalah yang paling sering kita dengar. Dengan banyaknya suku yang ada di Indonesia, hal ini sebenarnya cukup masuk akal.

Contoh dari stereotip suku adalah bahwa orang Batak itu kasar, orang Jawa itu keras kepala, dan orang Sunda itu lemah lembut. Mungkin ada banyak Jawa yang keras kepala, atau Sunda yang lemah lembut.

Banyak orang menyebut Suku Batak itu kasar karena logat bicara mereka yang tegas dan suara yang kadang keras. Namun logat bicara adalah pembawaan, dan itu tidak berarti bahwa mereka kasar. Lagipula, kasar, lemah lembut, dan juga keras kepala adalah sifat manusia. Kamu juga tidak bisa melabeli sebuah suku dengan sifat tertentu karena setiap manusia toh memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-beda.

3. Stereotip Pekerjaan

Stereotip terakhir adalah stereotip pekerjaan, dimana seseorang dilabeli dengan sebuah karakter atau sifat berdasarkan pekerjaan yang mereka lakoni. Para artis sering disebut sombong dan para pengusaha dikaitkan dengan kehidupan mewah.

Well, mungkin benar bahwa banyak artis yang sombong dan pengusaha yang menjalani kehidupan mewah. Namun toh tidak semuanya begitu! Banyak artis yang sebenarnya memiliki attitude yang baik, dan rendah hati. Banyak diantaranya bahkan dengan senang hati melayani permintaan fans seperti foto bersama.

Hal yang sama juga berlaku untuk pengusaha. Benar bahwa banyak pengusaha hidup mewah, namun tidak semua pengusaha begitu. Banyak pengusaha yang benar-benar sukses dengan bisnis sana-sini justru memilih hidup sederhana dan jauh dari kemewahan. Alih-alih menghamburkan uang, mereka bahkan lebih memilih mendonasikan kekayaannya untuk orang yang lebih membutuhkan.

Dampak Buruk dari Stereotip Negatif

Stereotip Adalah

Sumber: pexels.com/Keira Burton

Segala hal yang negatif hanya akan memberikan dampak negatif. Itu juga berlaku bagi stereotip negatif, akan memberikan dampak buruk bagi orang lain yang menjadi korbannya, bahkan juga bagi diri kita sendiri. Berikut 5 dampak buruk dari stereotip negatif yang perlu kamu ketahui!

1. Stereotip Membuat Lingkaran Pertemanan Kamu jadi Terbatas

Memiliki banyak teman adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan. Namun dengan menerapkan stereotip tertentu pada seseorang atau sekelompok orang akan membuat kamu rugi besar. Kenapa rugi?

Begini, ketika kamu melabeli seseorang atau sebuah kelompok dengan stereotip negatif, tanpa sadar kamu juga sedang mengisolasi dirimu sendiri. Karena stereotip yang belum jelas kebenarannya, kamu jadi enggan berteman dengan mereka. Hal itu pada akhirnya memaksa kamu hanya berteman dengan orang yang itu-itu saja dan membuat lingkaran pertemananmu jadi semakin sempit.

Padahal, saat memasuki usia dewasa, memperbanyak pertemanan adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan. Ketika kamu memperbanyak teman, tanpa sadar kamu juga memperbanyak koneksi kamu. Koneksi ini penting sekali, terutama dalam dunia kerja.

2. Membuat Kamu Memiliki Banyak Musuh

Bukan hanya kehilangan teman, seenaknya memberikan stereotip negatif kepada orang lain juga berpotensi menambah musuh. Bagaimana tidak, dengan memberikan stereotip negatif, tanpa sadar akan membuat kamu memperlakukan orang dengan cara yang berbeda.

Ketika bersama dengan orang yang kamu anggap baik, kamu akan bersikap baik. Sementara dengan orang yang sejak awal sudah kamu labeli negatif, kamu akan memperlakukannya dengan buruk. Perbedaan perlakuan ini tentu akan membuat orang lain merasa sangat tersinggung dan akhirnya membenci kamu.

3. Kamu Mengisolasi Orang Lain

Ketika kamu memberikan stereotip negatif kepada seseorang, artinya kamu juga menutup mata dari berbagai hal baik yang mungkin orang lain itu miliki. Tidak peduli sebaik apapun dia, kamu akan tetap melihatnya sebagai hal yang buruk.

Benar bahwa orang yang kamu labeli negatif memiliki kekurangan, namun kekurangannya tidak membuatnya menjadi orang paling buruk sedunia. Selain kekurangan, dia juga memiliki kelebihan dan hal-hal baik yang bahkan tidak pernah kamu miliki. Dengan memberikan stereotip negatif, kamu telah kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik yang dimiliki oleh seseorang.

4. Stereotip Negatif Membuat Kamu Mengambil Keputusan yang Salah

Setiap orang memiliki sifat yang berbeda-beda. Dan sifat mereka tidak tergantung pada penampilan luar, apalagi suku atau gendernya. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, stereotip negatif akan membuat kamu kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik setiap orang.

Memang dalam kehidupan sehari-hari hal ini tidak memberikan dampak berarti, namun sisi buruk dari stereotip ini baru akan muncul ketika kamu harus mengambil keputusan yang ada kaitannya dengan nasib banyak orang. Ketika kamu memilih orang dalam kelompok kerja misalnya.

Kamu hanya akan memilih orang dari ras atau penampilan tertentu dan mengabaikan orang yang sebenarnya kompeten hanya karena dia sudah terkena stereotip negatif yang kamu buat. Alhasil, alih-alih menghasilkan tim yang baik, kamu justru akan merusak pekerjaan kalian dengan memilih orang-orang yang kamu sukai tapi ternyata memiliki attitude kerja yang buruk.

https://www.gramedia.com/products/prasangka-konflik-komunikasi-antarbudaya?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

https://www.gramedia.com/products/prasangka-konflik-komunikasi-antarbudaya?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campaign=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

Sekali lagi, stereotip adalah penilaian kaku seseorang kepada orang lain yang dibuat berdasarkan prasangka sendiri. Dan karena dasar dari stereotip ini hanya berdasarkan prasangka semata, maka kebenarannya pun perlu dipertanyakan.

Lebih parahnya lagi, ada orang yang membangun stereotip negatif dan menyebarkannya kepada orang lain hanya atas dasar tidak suka. Hal-hal sepele seperti inilah yang akhirnya membuat suasana yang tadinya tenang dan damai menjadi panas.

Bahkan bukan tidak mungkin stereotip yang diciptakan seseorang kemudian membesar dan akhirnya memicu sebuah perpecahan antar kelompok.

Demikian ulasan mengenai stereotip dan berbagai jenis stereotip. Buat Grameds yang mau mempelajari semua hal yang berhubungan dengan topik tersebut, kamu bisa mengunjungi Gramedia.com untuk mendapatkan buku-buku terkait, agar kamu memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Siti Marliah

Baca juga:

About the author

Aris

Saya sangat dengan dunia menulis karena melalui menulis, saya bisa mendapatkan banyak informasi. Karya yang saya hasilkan juga beragam, dan tema yang saya suka salah satunya adalah sosiologi. Tema satu ini akan selalu melekat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan selalu menarik untuk dibicarakan.

Kontak media sosial Twitter saya M Aris