in

Film Pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini Diputar Perdana di Busan

Foto header: Rekata Studio

Hujan deras beserta hawa dingin bersuhu 18° celsius tidak merintangi Wregas Bhanuteja (sutradara), Oka Antara (aktor), Sekar Sari (aktris), dan Adi Ekatama (produser) untuk menghadiri pemutaran perdana (world premiere) film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini (No One is Crazy in This Town) di Busan International Film Festival (BIFF) ke-24.

Sebanyak lebih dari 150 orang memadati sesi pemutaran yang berlangsung di studio Lotte Cinema Centum City di Busan, Korea Selatan pada Senin malam, 7 Oktober 2019. Rombongan kru dan pemain film pendek produksi Rekata Studio ini pun duduk membaur dengan para penonton dan tamu undangan di dalam studio.

Film
Wregas Bhanuteja (kiri), Sekar Sari (tengah), dan Oka Kurniawan (kanan) saat world premiere film Tak Ada yang Gila di Kota Ini di BIFF ke-24. (Foto: Rekata Studio)

 

 

 

 

Di BIFF ke-24 ini, Tak Ada yang Gila di Kota Ini masuk dalam program Wide Angle: Asian Short Film Competition bersama sembilan film pendek lain dari berbagai negara di Asia.

Dalam sesi pemutaran perdana itu, film Tak Ada yang Gila di Kota Ini ditayangkan bersama empat film pendek lainnya dari program Wide Angle. Antara lain, Reprise (Taiwan/Singapura), Dragon’s Tail (Iran), In This Land We’re Briefly Ghosts (Taiwan/Myanmar), dan Sweet, Salty (Vietnam).

Sementara lima film pendek dari program Wide Angle lainnya sudah diputar empat jam sebelumnya pada hari yang sama di Megabox Haeundae. Lima film itu, yakni Birdland (Jepang), Shooting Ms Rena’s Film! (Azerbaijan), Maulen (Kazakhstan), Basurero (Filipina), dan Kalam (Nepal).

Film
Wregas Bhanuteja (tengah) dan produser Adi Ekatama (kanan) hadiri acara pembukaan dan red carpet BIFF ke-24. (Foto: BIFF)

 

 

 

 

Berbeda dari film kompetitor lainnya yang ceritanya terinspirasi dari kejadian nyata maupun respon atas kondisi sosial politik di negaranya, Tak Ada yang Gila di Kota Ini merupakan adaptasi dari cerpen berjudul sama karangan Eka Kurniawan (Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau, O, dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas) yang telah diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen Cinta Tak Ada Mati terbitan Gramedia Pustaka Utama pada 2018.

“Sebenarnya film ini adalah sebuah respon dari cerita pendek karya penulis ternama Indonesia, Eka Kurniawan. Dia menulis cerita berdasarkan fenomena yang terjadi di Jawa Timur di mana sejumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang masih berkeliaran di jalan raya ditangkapi, lalu dibuang di hutan,” ungkap Wregas kepada para penonton selepas pemutaran.

Melalui film ini, Wregas ingin memperlihatkan proses hasrat manusia bekerja dan mendorong manusia untuk mengontrol dan mendapatkan kekuasaan lebih besar lagi, sehingga akhirnya menekan kehidupan kelompok orang-orang marginal.

Cek di Balik Pena : Beby Chaesara

Ia melanjutkan, Orang Dengan Gangguan Jiwa dalam film ini merupakan metafora dari kelompok orang-orang marjinal tersebut.

Film
Suasana acara pembukaan BIFF ke-24 pada 3 Oktober 2019 di Busan Cinema Center. (Foto: BIFF)
 

Dalam cerita film Tak Ada yang Gila di Kota Ini, Marwan (diperankan Oka Antara) ditugaskan oleh atasannya di hotel untuk menangkapi semua Orang dengan Gangguan Jiwa yang masih berkeliaran di jalan raya, lalu dibuang ke hutan.

Tujuannya agar para turis di kota tersebut tidak merasa terganggu dan wajah kota jadi terlihat bersih. Akan tetapi, Marwan punya rencana rahasia.

Setelah sesi world premiere di BIFF, Tak Ada yang Gila di Kota Ini juga diputar untuk publik sebanyak dua kali, yakni pada Selasa (8 Oktober 2019) di CGV Centum City, Busan, dan Kamis (10 Oktober 2019) di Megabox Haeundae, Busan. Dalam semua pemutaran tersebut, nyaris seluruh kursi bioskop terisi penuh.

Setelah melalui proses penjurian, pemenang program Wide Angle: Asian Short Film Competition pun diumumkan pada acara penutupan BIFF ke-24 pada Sabtu, 12 Oktober 2019 di Busan Cinema Center.

Tiga juri yang terdiri Lee Soo-youn (sutradara Korea Selatan), Phuttiphong Aroonpheng (sutradara Thailand), dan Stevan Kitanov (produser Bulgaria) sepakat memilih film Dragon’s Tail karya Saeed Keshavarz dari Iran untuk diganjar jadi pemenang dan membawa pulang Sonje Award.

Busan
Film Dragon’s Tail karya Saeed Keshavarz dari Iran memenangkan Sonje Award dari BIFF ke-24. (Foto: BIFF)

 

 

 

 

Sebagai salah satu festival film terbesar di Asia, BIFF 2019 telah memutar 299 film dari 85 negara di 37 layar bioskop di Kota Busan, Korea Selatan.

Selama penyelenggaraannya pada 3-12 Oktober 2019, festival ini dihadiri 189.116 pengunjung dan didatangi ribuan pemangku kepentingan (stakeholder) perfilman dari pelbagai negara.

Total ada 118 film yang menggelar world premiere di BIFF, dan Tak Ada yang Gila di Kota Ini adalah salah satunya.


 



ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by Arum Rifda

Menulis adalah cara terbaik untuk menyampaikan isi pemikiran, sekalipun dalam bentuk tulisan, bukan verbal.
Ada banyak hal yang bisa disampaikan kepada pembaca, terutama hal-hal yang saya sukai, seperti K-Pop, rekomendasi film, rekomendasi musik sedih mendayu-dayu, dan lain sebagainya.