Agama Islam

Kitab Safinatun Najah: Definisi dan Isinya

Written by Yufi Cantika

Kitab Safinatun Najah – Pada dasarnya, seluruh umat muslim di dunia ini wajib mempelajari ilmu fiqih yang mana  berisikan ilmu persoalan hukum yang mengatur kehidupan sehari-hari dalam syariat Islam. Dalam ilmu fiqih ini tidak hanya mempelajari bagaimana sih cara beribadah yang tepat, tetapi juga berkenaan dengan sistem jual beli, dan lain sebagainya. Nah, salah satu kitab yang berisikan ilmu fiqih ini adalah kitab Safinatun Najah yang ditulis oleh seorang ulama asal Yaman dengan berdasarkan pada mazhab Syafi’i. Jika Grameds tidak mengetahui bagaimana bentuk dan isi dari kitab Safinatun Najah ini, tidak apa-apa kok, sebab kita akan mempelajarinya dalam artikel ini.

Penulis dari kitab Safinatun Najah tersebut adalah Syekh Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Sumair Al Hadhrami yang berhasil meringkaskan hukum-hukum dalam ilmu ilmu fiqih secara jelas dan tentu saja menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Itulah mengapa, kitab ini sering diperuntukkan bagi para santri pemula di pondok pesantren. Sedikit trivia saja nih, Syekh Salim bin Abdullah wafat di Jakarta tepatnya pada abad ke-13 H. Lantas, apa sih kitab Safinatun Najah itu? Apa saja isi yang termuat dalam kitab tersebut? Nah, supaya Grameds memahami hal-hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

Daftar Isi

Apa Itu Kitab Safinatun Najah?

Kitab Safinatun Najah atau yang memiliki nama lengkap sebagai Safinatun Najah Fiima Yajibu ala Abdi li Maulah, yang artinya adalah ‘Perahu Keselamatan dalam Mempelajari Kewajiban Seorang Hamba Kepada Tuhannya’. Nah, pada dasarnya, kitab Safinatun Najah ini adalah sebuah kitab yang berisikan dasar-dasar dalam ilmu fiqih yang ditulis menurut pada mazhab Syafi’i. Penulis dari kitab ini adalah Syekh Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Sumair Al Hadhrami ini yang mana merupakan ulama asal Yaman. Beliau berhasil menuliskan kitab ini dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga sering dijadikan sebagai rujukan pembelajaran ilmu fiqih terutama oleh para santri pemula.

Namun, meskipun dianggap ringkas, tetapi kitab Safinatun Najah ini tetap mencangkup berbagai macam dasar dari ilmu fiqih lho… Mulai dari tanda-tanda baligh, cara berwudhu yang benar, apa itu rukun islam, cara mandi wajib, bagaimana niat salat yang benar, waktu larangan salat, ibadah berpuasa, ibadah zakat, hingga cara pembongkaran jenazah.

Total pembagian bagian dalam kitab Safinatun Najah ini ada 3. Bagian pertama berisikan dasar aqidah Islam yang meliputi rukun iman, rukun Islam, dan syahadat. Selain itu dijelaskan pula bagaimana ciri-ciri seseorang baligh hingga cara berwudhu supaya terhindar dari najis.

Selanjutnya pada bagian kedua akan berisikan mengenai cara mandi wajib, syarat sah wudhu, hingga apa saja yang diharamkan untuk orang-orang yang telah berhadas. Dalam bagian kedua ini, juga menjelaskan tentang tayamum, ibadah zakat, hingga pengurusan jenazah. Lalu, pada bagian ketiga akan berisikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan ibadah puasa, mulai dari syarat puasa, rukun puasa, hingga ibadah haji.

Isi Kitab Safinatun Najah

Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa dalam kitab Safinatun Najah ini terdapat 3 bagian yang masing-masing menjelaskan mengenai akidah-akidah Islam. Nah, berikut adalah uraiannya yang mana tanpa disertai dengan bahasa arabnya, hanya latinnya saja.

BAB I  PENDAHULUAN: Rukun Islam dan Rukun Iman

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.

Pembahasan 1 : Rukun Islam

Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:

  1. Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Nabi Muhammad Shollalloohu ‘Alayhi wa Sallam adalah utusanNya.
  2. Mendirikan sholat (lima waktu).
  3. Menunaikan zakat.
  4. Puasa Ramadhan.
  5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang mampu melaksanakannya.

Pembahasan 2: Rukun Iman

Rukun iman ada enam, yakni:

  1. Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Beriman kepada sekalian Malaikat
  3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
  4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
  5. Beriman dengan hari kiamat.
  6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pembahasan 3: Makna “Laa Ilaaha Illallah”

Adapun arti dari “Laa Ilaaha Illallah” yakni: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam kenyataan selain Allah.

BAB II: Pembahasan Tahara (Bersuci dari Hadats)

Pembahasan 1 : Tanda-Tanda Baligh

Tanda-tanda baligh ada 3, yakni:

  1. Usia telah mencapai 15 tahun bagi laki-laki atau perempuan.
  2. Bermimpi (junub) bagi laki-laki dan perempuan ketika melewati umur sembilan tahun.
  3. Keluar darah haid bagi perempuan sesudah berumur sembilan tahun.

Pembahasan 2: Syarat Menggunakan Batu Untuk Beristinja

Syarat diperbolehkannya menggunakan batu untuk beristinja ada 8, yakni:

  1.  Menggunakan tiga batu.
  2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
  3. Najis tersebut tidak kering.
  4. Najis tersebut tidak berpindah.
  5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis. 6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan).
  6. Najis tersebut tidak terkena air .
  7. Batu yang digunakan harus suci.

Pembahasan 3: Rukun Wudhu

Rukun wudhu ada 6, yaitu:

  1. Niat.
  2. Membasuh muka.
  3. Membasuh kedua tangan sampai siku.
  4. Menyapu sebagian kepala.
  5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
  6. Tertib.

Pembahasan 4: Niat Wudhu

Niat adalah menyengaja di dalam hati (untuk melakukan) suatu perbuatan bersamaan ketika melakukannya.

Adapun mengucapkan niat tersebut hukumnya sunnah, dan waktunya ketika pertama kali membasuh sebagian muka. Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota wudhu terhadap anggota wudhu yang lain.

Pembahasan 5: Macam-Macam Air

Air ada dua macam; Air yang sedikit dan air yang banyak. Air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah dan air yang banyak adalah yang sampai dua qullah atau lebih. Air yang sedikit akan menjadi najis jika kejatuhan najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah.

Adapun air yang banyak maka tidak akan menjadi najis kecuali air tersebut telah berubah rasa, warna atau baunya.

Pembahasan 6: Sebab-Sebab yang Mewajibkan Mandi

Perkara yang mewajibkan mandi ada 6 , yaitu:

  1. Memasukkan kepala kemaluan (laki-laki) ke dalam farji (kemaluan perempuan).
  2. Keluar air mani.
  3. Keluar darah haid (datang bulan).
  4. Keluar darah nifas (darah yang keluar setelah melahirkan).
  5. Melahirkan.
  6. Meninggal dunia.

Pembahasan 7: Rukun Mandi

Kewajiban dalam mandi wajib ada dua, yaitu:

  1. Niat mandi wajib.
  2. Meratakan air ke seluruh bagian tubuh dengan sempurna.

Pembahasan 8: Syarat Sah Wudhu

Syarat-syarat wudhu ada sepuluh, yaitu:

  1. Islam.
  2. Tamyiz (cukup umur dan berakal).
  3. Suci dari haid dan nifas.
  4. Bersih dari segala sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke kulit.
  5. Tidak ada sesuatu di salah satu anggota wudhu yang merubah keaslian air.
  6. Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
  7. Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
  8. Kesucian air wudhu` tersebut.
  9. Masuk waktu sholat yang dikerjakan.
  10. Terus-menerus

Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats.

Pembahasan 9: Pembatal Wudhu

Perkara yang membatalkan wudhu ada empat, yaitu:

  1. Apabila keluar sesuatu dari salah satu dari dua alat kelamin; depan (qubul) belakang (dubur)seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
  2. Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk yang mantap dengan merapatkan duduknya ke tanah.
  3. Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan dewasa yang bukan muhrim tanpa ada penghalang.
  4. Menyentuh kemaluan atau menyentuh bundaran dubur dengan telapak tangan atau telapak jarinya.

Pembahasan 10: Perbuatan yang Tidak Boleh Dilakukan Dalam Keadaan Berhadats

Orang yang batal wudhunya (hadats kecil), dilarang melakukan empat hal berikut: 

  1. Shalat.
  2. Thawaf (keliling ka’bah tujuh kali).
  3. Menyentuh Mushaf Al-Quran.
  4. Membawa Mushaf Al-Quran.

Orang yang junub (hadas besar) dilarang untuk melakukan enam hal berikut: 

  1. Shalat.
  2. Thawaf.
  3. Menyentuh Mushaf Al Quran.
  4. Membawa Mushaf Al-Quran.
  5. Berdiam diri (I’tikaf) di Masjid.
  6. Membaca Al Quran.

Wanita yang sedang haid tidak boleh melakukan sepuluh hal berikut: 

  1. Shalat.
  2. Thawaf.
  3. Menyentuh Mushaf Al-Quran.
  4. Membawa Mushaf Al-Quran.
  5. Berdiam diri (I’tikaf) di Masjid.
  6. Membaca Al Quran.
  7. Puasa.
  8. Cerai.
  9. Berjalan di dalam masjid – jika ia takut akan mengotorinya.
  10. Bersenang – senang dengan istri di antara pusar dan lutut.

Pembahasan 11: Kondisi yang Dibolehkan Tayamum

Sebab-sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:

  1. Tidak ada air untuk berwudhu.
  2. Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
  3. Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram (yang dihormati) .

Adapun selain Muhtaram, ada 6 macam Manusia atau hewan yang tidak dihormati ada enam macam, yaitu:

  1. Orang yang meninggalkan sholat wajib.
  2. Orang yang sudah menikah yang berzina.
  3. Murtad.
  4. Kafir Harbiy (Orang yang memerangi muslimin)
  5. Anjing liar (suka menggigit).
  6. Babi.

Pembahasan 12: Syarat-Syarat Tayamum

Syarat-syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:

  1. Bertayamum dengan tanah.
  2. Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
  3. Tanahnya tidak pernah dipakai sebelumnya.
  4. Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
  5. Meniatkan tayamum.
  6. Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua usapan berbeda.
  7. Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.
  8. Berusaha mencari arah kiblat sebelum memulai tayamum.
  9. Tayamum dilakukan setelah masuk waktu shalat.
  10. Bertayamum untuk setiap satu shalat wajib.

Pembahasan 13: Kewajiban dalam Tayamum

Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:

  1. Memindahkan debu.
  2. Niat.
  3. Mengusap wajah.
  4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
  5. Tertib antara dua usapan.

Pembahasan 14: Pembatal Tayamum

Pembatal tayamum ada tiga, yaitu:

  1. Semua yang membatalkan wudhu.
  2. Murtad.
  3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayamum karena tidak ada air.

Pembahasan 15: Najis yang Bisa Menjadi Suci

Najis-najis yang bisa menjadi suci ada tiga, yaitu:

  1. Khamr (air yang diperah dari anggur) yang menjadi bentuk lain (misal: cuka) dengan sendirinya.
  2. Kulit bangkai yang telah disamak.
  3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.

Pembahasan 16: Jenis-Jenis Najis

Najis ada tiga, yaitu:

  1. Najis besar (Mughallazhah), yaitu anjing, babi atau yang lahir dari salah satunya.
  2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi laki-laki yang tidak makan selain air susu ibunya dan umurnya belum sampai dua tahun.
  3. Najis sedang (Mutawassithah), yaitu semua najis selain dua najis yang telah disebutkan.

Pembahasan 17: Cara Mensucikan Najis

Najis besar (Mughallazah), mensucikannya dengan membasuhnya sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang zat najisnya.

Najis ringan (Mukhaffafah), mensucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan zat najisnya.

Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:

  1. ‘Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara mensucikan najis ini dengan menghilangkan warna, bau, dan rasanya.
  2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.

Pembahasan 18: Darah Haid (Menstruasi)

Masa menstruasi yang paling cepat adalah sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan paling lama adalah 15 hari. Masa suci antara dua haid paling cepat adalah 15 hari, tetapi pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak ada batasan masa paling lamanya.

Masa nifas paling cepat adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan paling lama adalah 60 hari.

BAB III: SHALAT

Pembahasan 1: Udzur Shalat

  1. Tidur
  2. Lupa

Pembahasan 2: Syarat Sah Shalat

Syarat sah shalat ada delapan, yaitu: 

  1. Suci dari hadats besar dan kecil.
  2. Suci pakaian, badan dan tempat dari najis.
  3. Menutup aurat.
  4. Menghadap kiblat.
  5. Masuk waktu sholat.
  6. Mengetahui rukun-rukun shalat.
  7. Tidak meyakini bahwa diantara rukun-rukun shalat sebagai sunnah.
  8. Menjauhi semua yang membatalkan shalat.

Macam-Macam Hadas

Hadats ada dua macam, yaitu: Hadats Kecil dan Hadats Besar.

  1. Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu,
  2. Hadats besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.

Batasan Aurat Laki-Laki dan Wanita

Aurat ada empat macam, yaitu:

  1. Aurat semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika shalat adalah antara pusar dan lutut.
  2. Aurat perempuan merdeka ketika shalat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
  3. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
  4. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu antara pusar dan lutut.

Pembahasan 3: Rukun-Rukun Shalat

Rukun shalat ada tujuh belas, yaitu:

  1. Niat.
  2. Takbiratul ihram (mengucapkan “Allahu Akbar”).
  3. Berdiri bagi yang mampu pada shalat fardhu.
  4. Membaca Surat Al Fatihah.
  5. Ruku’ .
  6. Thuma’ninah (diam sejenak) waktu ruku’.
  7. I’tidal (berdiri setelah ruku’).
  8. Thuma’ninah (diam sejenak waktu i’tidal).
  9. Bersujud dua kali.
  10. Thuma’ninah (diam sejenak waktu sujud).
  11. Duduk diantara dua sujud.
  12. Thuma’ninah (diam sejenak ketika duduk).
  13. Tasyahud (tahiyat) akhir.
  14. Duduk di waktu tasyahud akhir.
  15. Bershalawat kepada nabi ketika tasyahud akhir.
  16. Salam.
  17. Tertib (berurutan).

Pembahasan 4: Tata Cara Niat

Niat itu ada tiga derajat, yaitu:

  1. Jika sholat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li (mengerjakan shalat tersebut), ta’yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah (kefardhuannya).
    2. Jika sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab, diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut dan nama sholat yang dikerjakan seperti sunnah Rawatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
    3. Jika shalat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut saja.

Yang dimaksud dengan qasdul fi’li adalah “aku berniat sembahyang (menyenghajanya)”, dan yang dimaksud ta’yin adalah seperti dzuhur atau ashar, adapun fardiyah adalah niat fardhu.

Pembahasan 5: Syarat Takbiratul Ihram

Syarat takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:

  1. Dilakukan dalam keadaan berdiri jika shalat fardhu.
  2. Diucapkan dengan bahasa Arab.
  3. Menggunakan lafal “Allah”.
  4. Menggunakan lafal “Akbar”.
  5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
  6. Tidak memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
  7. Tidak memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
  8. Tidak mentasdidkan huruf “Ba” tersebut.
  9. Tidak menambahkan huruf “Waw berharakat” atau “wau sukun” diantara dua lafal tersebut.
  10. Tidak menambah huruf “Waw” sebelum lafal “Allah”.
  11. Tidak berhenti antara dua kata tersebut baik lama maupun sebentar.
  12. Ucapan “Allahu Akbar” dapat didengar oleh dirinya sendiri.
  13. Masuk waktu sholat jika shalat tersebut memiliki waktu tertentu.
  14. Mengucapkan takbiratul ihram sambil menghadap kiblat.
  15. Tidak salah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
  16. Takbiratul ihram makmum harus dilakukan sesudah takbiratul ihram sang imam.

Pembahasan 6: Syarat Sah Membaca Surat Al-Fatihah

Syarat-syarat membaca surat Al Fatihah ada sepuluh, yaitu:

  1. Tertib (sesuai urutan ayatnya).
  2. Terus menerus (tanpa terputus oleh perbuatan lain).
  3. Memperhatikan huruf-hurufnya (makhraj) serta tempat-tempat tasydid.
  4. Memperhatikan tasydid-tasydidnya.
  5. Tidak lama terputus antara ayat-ayat Al Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
  6. Membaca semua ayat Al Fatihah dan basmalah termasuk salah satu ayat Al Fatihah.
  7. Tidak menggunakan lahn (nada/irama bacaan) yang dapat merubah makna.
  8. Membaca surat Al Fatihah dalam keadaan berdiri ketika sholat fardhu.
  9. Memperdengarkan bacaan Al Fatihah untuk dirinya sendiri.
  10. Tidak terganggu oleh dzikir orang lain.

Pembahasan 17: Tasydid Pada Surat Al-Fatihah

Tasydid huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).

  1. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحمن ).
  2. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
  3. Tasydid “Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
  4. Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
  5. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
  6. Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
  7. Tasydid huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
  8. Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat ( إيّاك نعبد).
  9. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
  10. Tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
  11. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط الّذين ).
  12. Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
  13. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا الضالين).

Pembahasan 8: Kapan Kita Mengangkat Tangan Dalam Shalat?

Tempat yang disunahkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu:

  1. Ketika takbiratul ihram.
  2. Ketika ruku’.
  3. Ketika bangkit dari ruku’ (I’tidal).
  4. Ketika bangkit dari tasyahud awal.

Pembahasan 9: Syarat Sah Sujud

Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:

  1. Sujud dengan tujuh anggota sujud.
  2. Dahi terbuka (tidak ada yang menutupi dahi).
  3. Menekan berat ke kepala.
  4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
  5. Tidak sujud ke tempat sujud yang bergerak jika ia bergerak.
  6. Mengangkat bagian bawah (punggung) melebihi bagian atas (kepala).
  7. Thuma’ninah (berhenti sejenak) pada sujud.

Penutup (Masalah Sujud)

Anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh, yaitu:

  1. Dahi.
  2. Telapak tangan kanan.
  3. Telapak tangan kiri.
  4. Lutut kaki kanan.
  5. Lutut kaki kiri.
  6. Telapak jari-jari kaki kanan.
  7. Telapak jari-jari kaki kiri.

Pembahasan 10: Tasydid Pada Tasyahud Akhir

Dalam kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid, enam belas di antaranya terletak di kalimat tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:

  1. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
  2. “Attahiyyat”: harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
  3. “Almubarakatusshalawat”: harakah tasydid di huruf “Shad”.
  4. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “Tha’”.
  5. “Atthayyibaat”: harakah tasydid di huruf “ya’”.
  6. “Lillaah”: harakah tasydid di “Lam” jalalah.
  7. “Assalaam”: di huruf “Sin”.
  8. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
  9. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Nun”.
  10. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
  11. “Warohmatullaah”: di “Lam” jalalah.
  12. “Wabarakatuh, assalaam”: di huruf “Sin”.
  13.  “Alainaa wa’alaa I’baadillah”: di “Lam” jalalah.
  14. “Asshalihiin”: di huruf shad.
  15. “Asyhaduallaa”: di “Lam alif”.
  16. “Ilaha Illallaah”: di “Lam alif”.
  17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
  18. “Waasyhaduanna”: di huruf “Nun”.
  19. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Mim”.
  20. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Ra’”.
  21. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Lam” jalalah.

Pembahasan 11: Tasydid Pada Ucapan Shalawat pada Tasyahud

Sekurang-kurang kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Alloohumma sholliy ’alaa Muhammad.

(Adapun) harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim” di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”; dan di huruf “Mim” pada Muhammad.

Pembahasan 12: Lafal Salam Pada Tasyahud Akhir

Lafal Salam pada tasyahud akhir yang paling minimal adalah “Assalamu’alaikum”. Terdapat tasydid pada huruf sin dari lafal “Assalamu”.

Pembahasan 13: Waktu-Waktu Shalat Wajib

Waktu-waktu shalat wajib ada lima:

  1. Waktu shalat dzuhur: Dimulai dari tergelincirnya matahari (dari tengah-tengah langit ke arah barat) dan berakhir ketika panjang bayangan suatu benda sama dengan panjang benda tersebut.
  2. Waktu shalat Ashar: Dimulai ketika panjang bayangan suatu benda sedikit lebih besar dari panjang benda tersebut dan berakhir ketika matahari terbenam.
  3. Waktu shalat Maghrib: Dimulai ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya mega (sinar matahari senja) merah.
  4. Waktu shalat Isya: Dimulai dengan hilangnya mega merah berakhir dengan terbitnya fajar shadiq.
  5. Waktu shalat Subuh: Dimulai dari terbitnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.

Warna sinar matahari senja (mega) ada tiga, yaitu: 

  1. Mega merah muncul ketika magrib.
  2. mega kuning dan putih muncul di waktu Isya.

Disunnahkan untuk menunda (mengakhirkan) shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan putih.

Pembahasan 14: Waktu-Waktu yang Tidak Diperbolehkannya Untuk Shalat

Seseorang tidak boleh melakukan shalat sunnah yang tanpa sebab atau shalat sunnah muthlaq pada waktu-waktu berikut ini:

  1. Ketika matahari terbit sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tombak.
  2. Ketika matahari berada tepat di tengah tengah langit sampai bergeser sedikit kecuali pada hari Jum’at.
  3. Ketika matahari kekuning-kuningan sampai tenggelam.
  4. Sesudah shalat Subuh sampai matahari terbit.
  5. Sesudah shalat Ashar sampai matahari terbenam.

Pembahasan 15: Waktu-Waktu Jeda Saat Shalat

Tempat saktah (berhenti sebagai jeda dari satu perbuatan ke perbuatan yang lain-pent.) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu:

  1. Antara takbiratul ihram dan do’a iftitah.
  2. Antara doa iftitah dan ta’awudz.
  3. Antara ta’awudz dan membaca Surat Al Fatihah.
  4.  Antara akhir Surat Al Fatihah dan mengucapkan amin.
  5. Antara mengucapkan amin dan membaca surat Al Qur’an.
  6. Antara membaca surat Al Qur’an dan ruku’.

Pembahasan 16: Rukun Shalat yang Diharuskan Thuma’ninah

Rukun-rukun shalat yang diwajibkan mengerjakannya dengan tuma’ninah ada empat, yaitu:

  1. Ketika ruku’.
  2. Ketika i’tidal.
  3. Ketika sujud.
  4. Ketika duduk antara dua sujud.

Thuma’ninah adalah diam sejenak setelah bergerak (dari posisi sebelumnya) sampai semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan waktu kurang lebih seperti mengucapkan tasbih (subhanallah).

Pembahasan 17: Sebab-Sebab yang Mengharuskan Sujud Sahwi

Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu:

  1. Meninggalkan sebagian dari ab’adus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika seseorang meninggalkannya).
  2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
  3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
  4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.

Pembahasan 18: Perbuatan Dalam Shalat yang Termasuk Sunnah Ab’adh

Sunnah Ab’adh ada enam, yaitu:

  1. Tasyahud awal.
  2. Duduk tasyahud awal.
  3. Shalawat untuk nabi Muhammad ketika tasyahud awal.
  4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
  5. Do’a qunut.
  6. Berdiri untuk do’a qunut.
  7. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya ketika do’a qunut.

Pembahasan 19: Pembatal Shalat

Perkara yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:

  1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar-pent.).
  2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa memegang najis tersebut.
  3. Terbuka aurat, jika tidak ditutup seketika.
  4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat dipahami dengan sengaja.
  5. Makan (sedikit) dengan sengaja.
  6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
  7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
  8. Melompat yang merusak shalat.
  9. Memukul yang melampaui batas.
  10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
  11. Lebih cepat atau lebih lambat dua rukun shalat dari imam dengan tanpa udzur.
  12. Berniat menghentikan shalat.
  13. Menggantungkan shalat nya dengan suatu hal.
  14. Ragu-ragu dalam menghentikan shalat (antara diteruskan atau dihentikan).

Pembahasan 20: Kapan Diwajibkan Berniat Sebagai Imam Shalat?

Seorang imam diwajibkan berniat menjadi imam pada empat keadaan, yaitu:

  1. Menjadi Imam shalat jumat.
  2. Menjadi imam dalam shalat i`aadah (shalat yang diulang).
  3. Menjadi imam shalat nadzar berjamaah.
  4. Menjadi imam shalat jamak taqdim dengan sebab hujan

Pembahasan 21: Syarat Makmum Mengikuti Imam

Syarat – Syarat makmum mengikut imam ada sebelas, yaitu:

  1. Tidak mengetahui batalnya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
  2. Tidak meyakini bahwa imam wajib mengqadha (mengganti) shalat tersebut.
  3. Seorang imam tidak sedang menjadi makmum.
  4. Seorang imam tidak buta huruf (harus baik bacaan Al Qur’annya).
  5. Posisi makmum tidak melebihi tempat berdiri imam.
  6. Makmum harus mengetahui perpindahan gerakan shalat imam.
  7. Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus hasta.
  8. Makmum berniat mengikuti imam atau niat berjamaah.
  9. Shalat imam dan makmum harus sama cara dan kaifiyatnya.
  10. Makmum tidak menyelisihi imam dengan perbuatan sunnah yang sangat berlainan atau sangat berbeda.
  11. Makmum harus mengikuti imam.

Pembahasan 22: Model Berjamaah yang Sah dan Tidak Sah

Ada 9 model shalat berjamaah. Model berjamaah yang sah ada 5, yaitu:

  1. Laki –laki mengikuti laki – laki.
  2. Perempuan mengikuti laki – laki.
  3. Banci mengikuti laki – laki.
  4. Perempuan mengikuti banci.
  5. Perempuan mengikuti perempuan.

Model berjamaah yang tidak sah ada empat, yaitu:

  1. Laki – laki mengikuti perempuan.
  2. Laki – laki mengikuti banci.
  3. Banci mengikuti perempuan.
  4. Banci mengikuti banci.

Pembahasan 23: Syarat Sah Jamak Taqdim

Ada empat, syarat sah jamak taqdim (menggabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:

  1. Dimulai dari shalat yang lebih dulu waktunya.
  2. Niat jamak.
  3. Berturut-turut.
  4. Udzurnya terus menerus.

Pembahasan 24: Syarat Sah Jamak Takhir

Syarat sah jamak takhir ada dua, yaitu:

  1. Niat ta’khir pada saat masih tersisa waktu shalat yang pertama sekedar lamanya waktu menyelesaikan shalat tersebut.
  2. Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua

Pembahasan 25: Syarat Meng-qashar (meringkas) Shalat

Syarat qashar ada tujuh, yaitu:

  1. Jarak perjalanan mencapai dua marhalah atau lebih (Sekitar 80 km).
  2. Perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan yang mubah (bukan perjalanan untuk mengerjakan maksiat).
  3. Mengetahui hukum kebolehan qashar.
  4. Niat qashar ketika takbiratul `ihram.
  5. Shalat yang diqashar adalah shalat ruba`iyah (shalat yang berjumlah empat rakaat).
  6. Perjalanan dilakukan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
  7. Tidak mengikuti orang yang itmam (orang yang shalatnya tidak di-qashar) dalam sebagian shalatnya.

Pembahasan 26: Syarat Sah Shalat Jumat

Syarat sah shalat Jum’at ada enam, yaitu:

  1. Khutbah dan shalat Jumat dilaksanakan setelah masuk waktu Dzuhur.
  2. Shalat Jum’at dilaksanakan dalam batasan wilayah.
  3. Dilaksanakan secara berjamaah.
  4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, baligh dan penduduk asli daerah tersebut.
  5. Tidak ada jama’ah jum’at lain yang mendahului dan menandingi pada satu wilayah yang sama.
  6. Shalat jum’at dilaksanakan setelah dua khutbah jum’at.

Pembahasan 27: Rukun Khutbah Jumat

Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu:

  1. Memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) dalam dua khutbah tersebut.
  2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad dalam dua khutbah tersebut.
  3. Mewasiatkan jamaah untuk bertakwa kepada Allah.
  4. Membaca ayat Al Qur’an dalam salah satu khutbah.
  5. Mendoakan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.

Pembahasan 28: Syarat Sah Khutbah Jumat

Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu:

  1. Suci dari hadas kecil dan hadas besar.
  2. Pakaian, badan dan tempat harus bersih dari semua najis.
  3. Menutup aurat.
  4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
  5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk dengan lama seperti thuma’ninah dalam shalat tetapi lebih lama sedikit.
  6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan.
  7. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
  8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
  9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 orang laki-laki (yang merdeka, baligh serta penduduk asli daerah tersebut).
  10. Semuanya dilaksanakan setelah masuk waktu shalat Dzuhur.

BAB IV: Pengurusan Jenazah

Pembahasan 1: Kewajiban Kaum Muslimin Terhadap Jenazah Kaum Muslimin

Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:

  1. Memandikan.
  2. Mengkafani.
  3. Menshalatkan.
  4. Menguburkan.

Pembahasan 2: Cara Memandikan Jenazah

Cara memandikan jenazah sekurang-kurangnya adalah dengan membasahi seluruh badan jenazah dengan air. Adapun cara memandikan jenazah yang paling sempurna adalah dengan membersihkan qubul dan duburnya, membersihkan kotoran dari hidungnya, me-wudhu-kannya, memandikannya sambil digosok dengan air daun bidara dan menyiramnya dengan air sebanyak tiga (3) kali.

Pembahasan 3: Cara Mengkafani Jenazah

Kafan itu paling minimal dengan sehelai kain yang menutupi seluruh tubuh.

Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki adalah dengan menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.

Pembahasan 4: Rukun Shalat Jenazah

Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:

  1. Niat.
  2. Empat kali takbir.
  3. Berdiri bagi yang mampu.
  4. Membaca Surat Al-Fatihah.
  5. Membaca shalawat atas Nabi sesudah takbir yang kedua.
  6. Berdo’a untuk si mayyit sesudah takbir yang ketiga.
  7. Salam.

Pembahasan 5: Cara Menguburkan Jenazah

Cara mengubur jenazah sekurang-kurangnya adalah dalam lubang yang mampu menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Cara yang paling sempurna adalah dengan menguburnya di tanah yang cukup dalam dan cukup luas, serta pipinya diletakkan di atas tanah dan wajib menghadapkannya ke arah kiblat.

Pembahasan 6: Keadaan yang Diperbolehkan Untuk Membongkar Makam

Mayat boleh digali kembali pada empat keadaan, yaitu:

  1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
  2. Untuk menghadapkannya ke arah kiblat.
  3. Untuk mengambil harta yang terpendam bersama mayat.
  4. Wanita yang janinnya terkubur bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.

Pembahasan 7: Hukum Meminta Bantuan Orang Lain dalam Berwudhu (Isti’anah)

Hukum isti’anah ada empat, yaitu:

  1. Mubah.
  2. Khilaf Aula (menyelisihi yang lebih utama)
  3. Makruh.
  4. Wajib.

Mubah jika hanya meminta untuk diambilkan air. Khilaf aula jika meminta dituangkan air atas orang yang berwudhu. Makruh jika meminta dituangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota wudhu nya. Wajib meminta dituangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah.

BAB V: Zakat

Pembahasan 1: Harta yang Wajib Dikeluarkan Zakat

Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:

  1. Binatang ternak.
  2. Emas dan perak.
  3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
  4. Harta perdagangan. Zakatnya yang wajib dikeluarkan adalah 4/10 (2,5%) dari hasil perdagangan.
  5. Harta yang terpendam.
  6. Hasil tambang.

BAB VI: Puasa

Pembahasan 1: Cara Menentukan Awal Ramadhan

Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:

  1. Dengan menggenapkan bulan Sya’ban 30 hari.
  2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri, sekalipun ia fasik.
  3. Dengan menetapkannya dengan persaksian yang adil bagi orang yang tidak melihatnya langsung.
  4. Dengan kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau bila yang membawa kabar tidak dipercaya namun orang yang mendengar membenarkannya.
  5. Dengan berijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan hal tersebut.

Pembahasan 2: Syarat Sah Puasa

Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4), yaitu:

  1. Islam.
  2. Berakal.
  3. Suci dari misal darah haid.
  4. Mengetahui waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa

Pembahasan 3: Syarat Wajib Puasa Ramadhan

Syarat wajib puasa ramadhan ada lima, yaitu:

  1. Islam.
  2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
  3. Mampu berpuasa.
  4. Sehat.
  5. Muqim (tidak sedang bepergian).

Pembahasan 4: Rukun Puasa Ramadhan

Rukun puasa ramadhan ada tiga, yaitu:

  1. Niat pada setiap malamnya.
  2. Menjauhkan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak dalam ketidaktahuan yang dimaafkan.
  3. Berpuasa.

Pembahasan 5: Qadha, Kafarat, dan Imsak

Hukuman bagi orang yang membatalkan puasanya satu hari di bulan Ramadhan dengan sebab bersetubuh adalah diwajibkan baginya untuk mengqadha puasanya dan wajib membayar kafarat udzma serta teguran keras karena telah merusak puasanya.

Diwajibkan mengqadha puasa disertai harus menahan diri (dari makan dan minum sampai waktu berbuka-pent.) pada enam kondisi:

  1. Orang yang membatalkan puasa dengan sengaja. Ini hanya berlaku di bulan Ramadhan saja.
  2. Orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang wajib.
  3. Orang yang bersahur karena menyangka masih malam, padahal fajar telah terbit.
  4. Orang yang berbuka puasa karena menduga matahari sudah terbenam, padahal matahari belum terbenam.
  5. Orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir bulan Sya’ban tanggal tiga puluh, padahal sudah tanggal satu ramadhan.
  6. Orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.

Pembahasan 6: Pembatal Puasa

Pembatal puasa ada 6, yakni:

  1. Murtad.
  2. Haid.
  3. Nifas.
  4. Melahirkan.
  5. Gila sekalipun sebentar
  6. Pingsan dan mabuk yang disengaja jika terjadi sepanjang siang.

Pembahasan 7: Hukum Membatalkan Puasa dan Hukumannya

Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu: 

  1. Diwajibkan, seperti wanita yang haid atau nifas.
  2. Diperbolehkan, seperti orang yang bepergian dan orang yang sakit.
  3. Tidak diwajibkan, tidak pula diperbolehkan kan, seperti orang gila.
  4. Diharamkan, seperti orang yang menunda qadha Ramadhan, padahal sebenarnya ia kemungkinan dapat melaksanakannya sampai waktu qadha tersebut habis.

Orang-orang yang membatalkan puasanya diwajibkan mengganti puasanya dengan 4 cara, yaitu: 

  1. Orang yang diwajibkan mengqadha dan membayar fidyah . Ada dua macam: (a) wanita yang membatalkan puasanya karena mengkhawatirkan keadaan bayinya dan (b) orang yang menunda qadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
  2. Orang yang diwajibkan mengqadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
  3. Orang yang diwajibkan membayar fidyah tanpa meng-qadha, seperti orang yang sangat tua (yang tidak mampu lagi berpuasa).
  4. Orang yang tidak diwajibkan mengqadha dan tidak perlu membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak dibuat-buat.

Pembahasan 8: Makan dan Minum yang Tidak Membatalkan Puasa

Keadaan-keadaan yang tidak membatalkan puasa meskipun (makanan/minuman) sudah masuk ke rongga mulut (tertelan) ada tujuh macam, yaitu:

  1. Melakukannya dalam keadaan lupa.
  2. Tidak mengetahui hukumnya.
  3. Dipaksa oleh orang lain.
  4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir di antara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
  5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
  6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
  7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.

Sumber:

https://immimpangkep.ponpes.id/

https://www.alkhoirot.com/

Al Batawiy, Abu Razin. (2011). Matan Safiinatun Najaah Fi Ushulid Diini Wal Fiqhi. Muktabah Ar Razin.

Baca Juga!

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika