playing victim dalam hubungan – Grameds, pernah nggak sih kamu berada di situasi di mana pasangan atau orang terdekat selalu merasa dirinya korban, bahkan ketika jelas-jelas merekalah yang memulai masalah?
Fenomena ini biasa dikenal sebagai playing victim. Playing victim dalam hubungan bisa membuat hubungan menjadi toxic, menimbulkan ketidakpercayaan, dan menguras energi mental pasangan yang menjadi target.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas tentang apa itu playing victim dalam hubungan, ciri-cirinya, penyebab, dampak, hingga cara menghadapinya.
Yuk, Grameds, simak selengkapnya!
Table of Contents
Apa Itu Playing Victim dalam Hubungan?
Grameds, playing victim adalah perilaku di mana seseorang berpura-pura atau meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia adalah korban, padahal sebenarnya ia punya peran besar dalam masalah yang terjadi.
Dalam hubungan, playing victim merupakan pola perilaku di mana pelaku sengaja memposisikan dirinya sebagai korban demi mendapatkan simpati, menghindari tanggung jawab, atau memanipulasi pasangan.
Perilaku ini sering dilakukan untuk:
- Menghindari tanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat.
- Mencari simpati dan perhatian.
- Membalikkan situasi agar pasangan merasa bersalah.
- Mengontrol keputusan atau arah hubungan.
Contohnya, pasangan yang berselingkuh justru menyalahkan kamu karena dianggap “kurang perhatian”. Akibatnya, kamu yang merasa bersalah, sementara mereka berhasil mengalihkan tanggung jawab dari perbuatannya.
Ciri-Ciri Pasangan yang Playing Victim
Agar kamu lebih waspada, berikut adalah tanda-tanda umum perilaku playing victim dalam hubungan yang perlu kamu ketahui, Grameds.
Ciri Playing Victim | Penjelasan |
Selalu Menyalahkan Orang Lain | Tidak mau mengakui kesalahan, selalu mencari kambing hitam. |
Memutarbalikkan Fakta | Mengubah cerita agar terlihat sebagai pihak yang disakiti. |
Menggunakan Emosi Berlebihan | Menangis, marah, atau drama berlebihan untuk menarik simpati. |
Kata-Kata Manipulatif | Misalnya: “Kalau kamu sayang aku, kamu nggak akan marah.” |
Mengungkit Masalah Lama | Membawa masalah lama untuk memperkuat citra sebagai korban. |
Penyebab Playing Victim dalam Hubungan
Perilaku playing victim dalam hubungan tidak muncul begitu saja, Grameds.
Berikut adalah beberapa faktor yang memicu perilaku playing victim dalam hubungan yang perlu kamu ketahui.
Penyebab Playing Victim | Penjelasan |
Masa Lalu yang Traumatis | Seseorang yang pernah mengalami pengalaman buruk atau luka batin di masa lalu kadang memakai sikap playing victim sebagai cara bertahan. Dengan memposisikan diri sebagai korban, mereka merasa lebih aman dan mendapat simpati, meski sebenarnya cara ini tidak menyelesaikan masalah. |
Kurangnya Kemampuan Mengelola Emosi | Orang yang sulit mengendalikan emosi cenderung lari dari tanggung jawab. Mereka tidak mampu menghadapi rasa bersalah atau konflik dengan dewasa, sehingga lebih memilih tampil sebagai korban agar tidak disalahkan. |
Ingin Mengontrol Hubungan | Dengan berpura-pura jadi korban, seseorang bisa membuat pasangan merasa kasihan, bersalah, dan akhirnya menuruti kemauannya. Ini menjadi cara halus untuk mengendalikan arah hubungan sesuai keinginannya. |
Kebiasaan yang Dipelajari | Ada juga yang terbiasa melihat drama di lingkungan keluarga atau sekitarnya. Akhirnya, mereka meniru pola itu: menggunakan drama, menyalahkan orang lain, atau memposisikan diri sebagai korban untuk mendapatkan perhatian atau apa yang mereka mau. |
Dampak Playing Victim terhadap Hubungan
Perilaku playing victim dalam hubungan dapat merusak hubungan dalam jangka panjang:
- Menurunkan Kepercayaan
Pasangan yang terus-menerus berbohong atau memutarbalikkan fakta akan sulit dipercaya.
- Menguras Energi Emosional
Pasangan yang menjadi target akan kelelahan secara mental.
- Menghambat Pertumbuhan Hubungan
Konflik tidak pernah selesai karena masalah inti tidak pernah diakui.
- Menciptakan Hubungan yang Toxic
Pola ini bisa membuat salah satu pihak terus merasa bersalah dan terjebak.
Hubungan Playing Victim dengan Gaslighting
Grameds, playing victim seringkali berjalan beriringan dengan gaslighting, yaitu teknik manipulasi psikologis yang membuat korban meragukan realitas dan persepsinya sendiri.
Bentuk Gaslighting saat Playing Victim | Penjelasan Singkat |
Menolak Fakta yang Jelas | Pelaku menyangkal bukti atau kenyataan, membuat kamu ragu pada fakta yang sudah jelas. |
Membuat Kamu Terlihat Berlebihan | Kamu dianggap terlalu sensitif atau bereaksi berlebihan, padahal responmu wajar. |
Mengubah Narasi | Cerita diputarbalikkan agar seolah-olah kamu yang salah dan mereka yang jadi korban. |
Cara Menghadapi Pasangan yang Playing Victim
Kalau kamu merasa pasangan punya perilaku playing victim dalam hubungan, berikut adalah langkah yang bisa diambil:
- Kenali Polanya
Sadari tanda-tandanya agar kamu tidak mudah terjebak. - Tetapkan Batasan (Boundaries)
Jangan biarkan emosi kamu dipermainkan. Tentukan batasan yang jelas. - Fokus pada Fakta, Bukan Drama
Saat membahas masalah, fokus pada kejadian sebenarnya, bukan narasi yang mereka buat. - Gunakan Bahasa Netral
Hindari kalimat yang memicu defensif, misalnya “Kamu selalu…” atau “Kamu nggak pernah…” - Pertimbangkan Konseling
Jika perilaku ini sudah parah, ajak pasangan mengikuti terapi pasangan. - Jaga Kesehatan Mental Sendiri
Jangan sampai kamu kehilangan identitas karena terus disalahkan.
Kapan Harus Meninggalkan Hubungan
Grameds, kalau semua cara sudah dicoba tapi pasangan tetap tidak mau berubah, kamu perlu mempertimbangkan untuk keluar dari hubungan tersebut.
Kapan Harus Pertimbangkan Keluar dari Hubungan | Penjelasan Singkat |
Membuat Stres Berat | Jika sikap pasangan terus-menerus bikin kamu tertekan, lelah, dan kehilangan ketenangan batin. |
Kehilangan Rasa Percaya Diri | Saat kamu mulai merasa tidak berharga, ragu pada diri sendiri, dan terus disalahkan. |
Penuh Kebohongan & Manipulasi | Jika hubungan dipenuhi drama, tipu daya, dan permainan psikologis yang menguras energi. |
Cara Menghindari Menjadi Pelaku Playing Victim
Jujur saja, kita semua pernah merasa menjadi korban. Tapi jangan sampai ini menjadi kebiasaan, Grameds.
- Akui kesalahan dan bertanggung jawab
Jangan lari dari masalah, hadapi dengan berani agar hubungan lebih sehat.
- Jangan takut meminta maaf
Meminta maaf bukan kelemahan, tapi tanda kedewasaan dan bentuk penghargaan pada pasangan.
- Latih kemampuan mengelola emosi
Belajar tetap tenang saat konflik supaya tidak mudah meledak atau bikin drama.
- Belajar berkomunikasi secara asertif
Sampaikan pikiran dan perasaan dengan jujur, jelas, tapi tetap menghargai orang lain.
Perbedaan Korban Sebenarnya vs. Playing Victim
Banyak orang bingung membedakan antara korban nyata dan orang yang berpura-pura menjadi korban. Perbedaan ini penting agar kita tidak salah memberi simpati:
- Korban Sebenarnya biasanya punya bukti jelas, cerita yang konsisten, dan tidak memanipulasi orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
- Playing Victim cenderung memutarbalikkan fakta, menghilangkan bagian cerita yang merugikan dirinya, dan memanfaatkan rasa empati orang lain demi keuntungan pribadi.
Dampak Jangka Panjang bagi Korban Playing Victim Dalam Hubungan
Jika terus terjebak dengan pasangan yang suka playing victim, efeknya bisa sangat merusak:, Grameds. Berikut adalah dampak jangka panjang korban playing victim dalam hubungan yang perlu kamu ketahui.
- Kehilangan Kepercayaan Diri
Terlalu sering disalahkan membuat kamu merasa tidak berharga.
- Gangguan Kesehatan Mental
Stres berkepanjangan dapat memicu depresi atau anxiety.
- Terjebak dalam Hubungan Tidak Sehat
Sulit keluar karena terikat secara emosional.
- Perasaan Bersalah yang Kronis
Kamu akan merasa semua masalah adalah salahmu.
Mengapa Playing Victim Sulit Diubah
Perilaku playing victim sangat sukar untuk diubah, Grameds.
- Sudah Menjadi Pola Hidup
Mereka terbiasa mendapatkan keuntungan dari peran korban sejak lama.
- Kurangnya Kesadaran Diri
Tidak menyadari bahwa perilakunya merugikan orang lain.
- Takut Kehilangan Kontrol
Peran korban memberi mereka kekuatan terselubung untuk mengendalikan orang lain.
- Lingkungan yang Mendukung
Teman atau keluarga yang selalu membela tanpa mengkritik membuat perilaku ini semakin kuat.
Kesimpulan
Playing victim dalam hubungan adalah pola manipulasi yang merugikan kedua belah pihak, Grameds.
Bagi korban, ini bisa membuat stres, kehilangan rasa percaya, dan terjebak dalam hubungan toxic yang berkepanjangan. Sementara bagi pelaku, ini menghambat pertumbuhan pribadi dan merusak kepercayaan pasangan.
Hubungan sehat membutuhkan kejujuran, komunikasi terbuka, dan tanggung jawab bersama.
Jadi, Grameds, kalau kamu merasa terjebak dalam perilaku playing victim dalam hubungan, jangan ragu untuk mengambil langkah tegas demi kesehatan mental dan masa depanmu.
Rekomendasi Buku Terkait
1. Toxic Relationship Free: Ketika Hubungan Meracuni Masa Depan, Apa yang Harus Dilakukan?
Buku ini mengupas bagaimana pola pikir keliru dan luka emosional dapat membuat seseorang terjebak dalam hubungan toxic. Dilengkapi analisis 7 mindset salah yang sering terbawa ke dalam hubungan, buku ini membantu pembaca memahami akar masalah dan mengenali tanda-tanda hubungan yang merusak.
Lewat kisah nyata 30 survivor dan lembar self-assessment, pembaca diajak mengevaluasi hubungan mereka sendiri dan mencari jalan keluar yang tepat. Pada akhirnya, buku ini menegaskan bahwa cinta seharusnya membebaskan, menguatkan, dan membawa kita kembali pada tujuan hidup yang sejati.
2. Men Are from Mars, Women Are from Venus
Dahulu, orang Mars dan Venus saling jatuh cinta karena mereka memahami dan menghargai perbedaan satu sama lain. Namun, ketika tiba di Bumi, mereka lupa asal-usul mereka bahwa mereka berbeda, dan itulah awal mula kesalahpahaman antara pria dan wanita.
Lewat kiasan ini, Dr. John Gray mengungkap akar perbedaan emosional, cara berpikir, dan gaya komunikasi antara pria dan wanita yang sering memicu konflik. Berdasarkan pengalamannya membimbing banyak pasangan, buku ini menawarkan panduan praktis untuk menjembatani perbedaan dan membangun hubungan yang lebih harmonis dan memuaskan.
3. Truly Mars And Venus
Buku ini merupakan inti buku best seller Men Are from Mars, Women Are from Venus yang juga ditulis oleh John Gray.
Dilengkapi dengan ilustrasi yang menarik dan dengan kalimat-kalimat singkat tetapi padat, buku ini mengungkapkan prinsip-prinsip utama dalam membina hubungan yang sehat dan penuh kasih sayang antara pria dan wanita serta menjelaskan perbedaan-perbedaan antara keduanya, antara lain:
- Pria mengira wanita ingin mengubah mereka, dan wanita mengira pria tak mau mendengarkan.
- Untuk menyelesaikan suatu masalah, pria pergi menyendiri, sementara wanita membicarakannya.
- Pria itu seperti karet gelang: bila mencintai pasangannya, kadang-kadang ia akan menjauh terlebih dahulu sebelum kembali mendekat.
- Wanita itu seperti gelombang: cintanya pada pasangannya dan dirinya sendiri naik turun, bergantung pada suasana hatinya.
Dan bagaimana cara menjembatani perbedaan-perbedaan tersebut!
Selain itu, buku ini dilengkapi dengan 25 cara memenangkan hati wanita, misalnya jangan pernah lupa hari ulang tahunnya atau beri ciuman selamat tinggal sebelum pergi serta 25 cara memenangkan hati pria, misalnya jangan memberitahu arah atau saran tanpa dia minta.
4. Conversations on Love
Setelah bertahun-tahun merasa bahwa cinta selalu berada di luar jangkauan, jurnalis Natasha Lunn mencoba memahami bagaimana cinta bekerja dan berkembang sepanjang hidup. Dia menemui para penulis, terapis, tokoh budaya, dan pakar untuk mempelajari pengalaman mereka, mulai mendalami kompleksitas cinta, kemudian bertanya: Bagaimana kita menemukan cinta? Bagaimana kita mempertahankannya? Dan bagaimana kita bisa bertahan ketika kehilangannya?
Melalui dialog di buku ini, Lunn mengeksplorasi bentang emosi yang luas: sensasi cinta baru, kekuatan persahabatan yang saling peduli, ketegaran yang dibutuhkan saat kehilangan, dan dinamika hubungan jangka panjang yang terus berkembang. Lunn menekankan bahwa cinta mencakup jauh lebih dari sekadar hubungan romantis. Dia menyoroti pentingnya cinta platonis, ikatan keluarga, dan cinta diri.
5. Jangan Membuat Masalah Kecil Dalam Hubungan Cinta Jadi Masalah Besar
Sakit hati, amarah, dan masalah sehari-hari bisa memicu friksi, bahkan dalam hubungan yang paling bahagia. Seiring waktu, banyak pasangan mulai kehilangan rasa hormat dan gagal memelihara gairah dalam hubungan. Buku ini menawarkan cara praktis untuk menjaga hubungan tetap hangat, mencegah pertengkaran kecil menjadi besar, dan belajar menghargai pasangan setiap hari.
Melalui seratus kiat sederhana namun bermakna, Richard dan Kris Carlson mengajarkan bagaimana merespons kritik dengan tenang, melepaskan dendam lama, menerima kebiasaan pasangan yang mungkin mengganggu, dan memilih berdamai tanpa harus marah. Panduan ini membantu pasangan membangun kedekatan yang lebih tulus dan tahan lama dengan memberikan nasihat-nasihat yang sangat berguna, seperti:
- Hindari kata-kata, “Aku cinta padamu, tapi….”
- Jangan bertengkar bila hati sedang keruh
- Ingat, pasangan tidak bisa membaca pikiran Anda
- Pelihara kegemaran bercanda
- Jangan menjadi tokoh utama di setiap cerita
- Biarkan pasangan menjadi manusia biasa
- Katakan, “Aku minta maaf.”
- Anggap pasangan sebagai harta yang tak ternilai