Agama Islam

Sabilillah Adalah: Pengertian, Kriteria, dan Karakteristiknya

Sabilillah Adalah
Written by Yufi Cantika

Sabilillah adalah – Halo Sobat Grameds, membayar atau mengeluarkan zakat fitrah ketika bulan Ramadhan harus wajib ditunaikan oleh seluruh umat islam. Tetapi Sobat Grameds, siapa saja golongan orang yang dapat menerima atau yang disebut mustahik zakat?

Beda halnya dengan muzaki, dia merupakan golongan orang yang mengeluarkan atau membayar kewajiban zakat. Sementara itu, mustahik adalah mereka yang sah atau pantas mendapat harta yang dihibahkan.

Jadi, hanya para mustahik lah yang berhak dalam menerima zakat oleh para muzakki (orang yang dikenai kewajiban membayar zakat yang telah mencapai nisab dan haul). Sebab, ada ayat Al-Qur’an yang membahas tentang golongan orang yang berhak menerima zakat yaitu firman Allah SWT pada Surat At Taubah ayat 60 yang artinya:

“ Sesungguhnya zakat itu hanya untuk golongan orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang mempunyai hutang, untuk orang yang berjuang dijalan Allah (sabilillah) dan untuk orang yang sedang melakukan perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Dari firman Allah SWT diatas kata tersebut masuk dalam kriteria dan golongan penerima zakat yang disebut Mustahik. Di antara kriteria mustahik tersebut yakni fakir, miskin, amil, muallaf, gharim,  riqab, sabilillah dan ibnu sabil, Gramedia akan mengulas salah satu dari golongan mustahik zakat yaitu sabilillah.

Jadi, apakah yang dimaksud dalam arti surat itu? Jika sobat Grameds belum mengetahui tentang sabilillah, mari simak penjelasan tentang pengertian sabilillah berikut ini.

Pengertian Sabilillah

Sabilillah Adalah

Sumber: Marwah.id

Sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah dalam pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih.

Sabilillah Adalah

Intinya adalah melindungi dan menjaga agama islam serta mengibarkan kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah, berdagang menerapkan hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh para musuh Islam dan mencegah arus pemikiran-pemikiran yang berseberangan dengan Islam. Dengan demikian, pengertiannya tidak terbatas pada aktivitas kemiliteran saja.

Kriteria Penerima Zakat Sabilillah

Kuota zakat sabilillah ini diberikan kepada mujahidin, relawan da’i, serta pihak lain yang mengelola kegiatan jihad dan dakwah, seperti perlengkapan perang dan peralatan dakwah serta segala perlengkapan yang dibutuhkan mujahid dan da’i.

Namun para ulama berbeda pendapat dalam menentukan siapa orang yang termasuk fi sabilillah. Berikut kriteria orang penerima zakat sabilillah menurut para ahli ulama.

Pendapat Ulama Fikih Mazhab

Menurut Mazhab Hanafi

Di dalam mazhab Hanafi ada dua pernyataan tentang arti fi sabilillah. Dua Riwayat ini berdasarkan Imam Abu Hanifah. Yang pertama riwayatkan oleh Muhammad dan yang kedua oleh Abu Yusuf.

Menurut Muhammad, fi sabilillah adalah: Orang fakir yang menunaikan haji kemudian akan dipotong biayanya. Muhammad mendasarkan pendapatnya pada hadits Nabi SAW yang artinya: Pertama kali seorang pria menjadikan untanya di jalan Allah, Rasulullah memerintahkannya untuk digunakan untuk keperluan haji.

Terhadap pendapat Muhammad ibn ‘Abidin mengatakan bahwa keharusan haji dan umrah adalah bagian dari fi sabilillah, termasuk juga orang yang menuntut ilmu. Namun semua itu hanya berlaku bagi mereka yang bukan mustahik (penerima zakat) seperti wasiat dan sejenisnya. Sementara fi sabilillah dalam surat al-Taubah ayat 60 hanya diberikan kepada prajurit yang fakir.

Berdasarkan penjelasan Ibn ‘abidin di atas, penulis meragukan makna fi sabilillah?h diberikan oleh Muhammad dalam pengertian umum tidak ada hubungannya dengan zakat senif mustahiq.

Hal ini diketahui berdasarkan arti dari fi sabilillah untuk Abu Yusuf di bawah ini sesuai dengan pendapat Ibn ‘abidin, ditambah dua arti dari fi sabilillah dari Muhammad dan Abu Yusuf bersumber Abu Hanifah.

Menurut Abu Yusuf, fi sabilillah adalah: berpendapat lafadh fi sabilillah dalam ayat 60 surat al-Taubah dipersembahkan (khas) kepada orang-orang yang berperang. Ucapkan fi sabilillah dalam konteks mustahiq zakat tidak dapat digunakan dalam pengertian umum, yang mencakup semua perbuatan ketaatan, padahal hakikatnya semua ketaatan adalah fi sabilillah.

Lebih lanjut, Abu Yusuf membatasi arti dari fi sabilillah dalam surat al-Taubah ayat 60 untuk orang-orang fakir yang berperang. Dasar larangan ini adalah hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya:

Dari Ibn ‘Abbas ra bahwasanya Nabi saw, mengutus Muadz ra ke Yaman, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memberikan sedekah (zakat) atas harta benda mereka, yang diambil dari orang kaya mereka dan dibagi di antara orang miskin di antara mereka.” (HR. Bukhari)

Hadits di atas menjadi batasan (qayyid) atas kemutlakan lafadh fI sabIlillah. Meskipun ada hadits lain yang menjelaskan bahwa zakat halal diberikan kepada para pejuang yang kaya, namun makna hadits tersebut adalah sebagai berikut:

Dari Ibnu Yasir bahwa Rasulullah bersabda:

“Zakat tidak halal bagi orang kaya kecuali lima golongan, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, amil (zakat), orang yang memiliki hutang, orang yang berhutang dengan hartanya, orang yang memiliki tetangga miskin lalu diberikan kepadanya, tapi orang miskin menghadiahkannya kembali kepadanya.” (HR. Abu Dawud)

Menurut Abu Yusuf, yang dimaksud dengan kaya (al-ghani) dalam hadis ini adalah kuatnya badan dan mampu berusaha, sedangkan dia tidak memiliki harta, jadi bukan kaya dalam arti memiliki harta.

Penakwilan makna ini didasarkan kepada hadits “Zakat itu diberikan kepada orang fakir di kalangan mereka: Atas dasar inilah ditetapkan bahwa fi sabilillah adalah orang berperang yang fakir.”

Dari penjelasan-penjelasan yang ada, penulis menemukan pengertian fi sabilillah untuk Abu Yusuf masih terdapat kebingungan, apakah zakat senif diberikan kepada prajurit relawan, prajurit penerima gaji tetap dari pemerintah, atau keduanya.

Kemudian jika zakat dapat digunakan untuk membeli bahan-bahan (baik bahan perang maupun bahan lainnya) untuk digunakan pada masa perang. Dari situasi ini, penulis berpikir bahwa arti dari fi sabilillah yang dikemukakan Abu Yusuf masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut agar lebih disempurnakan.

Menurut Mazhab Maliki

Menurut mazhab Maliki, fi sabilillah adalah: Prajurit yang mempunyai ikatan dan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dalam pertempuran, tidak peduli seberapa kaya atau miskinnya mereka. Mazhab Maliki menambahkan bahwa al-ghuzah identik dengan mujahid.

Lafadh ini digunakan untuk menyebut orang-orang yang melakukan jihad dalam bentuk perang, termasuk di perbatasan, untuk membeli perlengkapan perang, seperti pedang, tombak dan lain-lain, termasuk mata-mata yang dikirim datang untuk menunjukkan titik lemah dan lokasi musuh. Mazhab ini tidak hanya untuk mujahidin miskin tetapi juga termasuk mujahidin kaya selama perang.

Mazhab Maliki secara tegas menyatakan bahwa zakat senif fi sabilillah tidak dapat digunakan sebagai tembok keliling kota, untuk perlindungan terhadap orang kafir, juga tidak dapat digunakan untuk membuat kendaraan yang digunakan untuk membunuh musuh.

Menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali

Menurut mazhab Syafi’i dan Hambali, fi sabilillah adalah:

Orang yang berperang dengan sukarela padahal tidak memiliki hak; gaji negara tentara islam. Karena sesungguhnya mereka tidak menerima zakat dari para pejuang, karena mereka hidup dari hasil rampasan.

Fi sabilillah itu seperti al-ghazi, yaitu para pejuang. Zakat diberikan kepada mereka meskipun dia kaya dan diberi alat-alat yang dapat membantu mereka dalam perang. Apa bukti seni sabilillah bisa diberikan kepada orang kaya, yaitu hadits ‘Ath’ Ibnu Yasur sebagaimana disebutkan di atas.

Kedua sekte ini memikirkan arti dari fisabilillah adalah perang. Ini bisa dipahami langsung dari kata-katanya sendiri. Karena sebagian besar ayat yang ditemukan dalam Al-Qur’an menunjukkan makna ini, seperti firman Allah dalam Surat As-Saff ayat 4 dan Al-Baqarah ayat 190. Arti dari surah as-saff ayat 4 adalah: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dengan berbaris-baris.” 

Mengenai makna surat al-Baqarah ayat 190 berbunyi sebagai berikut: “Perangilah olehmu pada jalan Allah”

Mazhab ini tidak digolongkan fi sabilillah selain perang, meskipun ada dua hadits yang mengatakan bahwa haji adalah bagian dari fi sabilillah. Mazhab ini mengatakan bahwa hadits itu lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil untuk membuktikan bahwa haji itu fi sabilillah yang menerima zakat.

Khusus dalam mazhab Hambali, mengenai permasalahan haji, apakah termasuk fi sabilillah atau bukan, ada terdapat dua pendapat, yaitu:

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki menjadikan untanya di jalan Allah tetapi istrinya ingin menunaikan haji, Nabi saw berkata kepada istrinya:

“Naikilah unta untuk menunaikan ibadah haji, karena haji adalah bagian dari sabilillah.” (HR. Abu Dawud)

  • Pendapat pertama ini tidak menyebutkan nama ulama yang mengeluarkannya. Komentari hadits ini, Muflih? al-Maqdis? berpendapat bahwa hadits ini hanya berlaku dalam hal wasiat. Kapan pewaris menawarkan unta untuk kebutuhan fi sabilillah, bisa untuk keperluan haji.

Oleh karena itu, tidak demikian halnya dengan penerima zakat. Karena pada dasarnya semua kebaikan adalah fi sabilillah. Sementara fi sabilillah dalam ayat ini menunjukkan arti khusus, yaitu seorang pejuang di jalan Allah. Jika Anda memberikan zakat kepada mereka yang menunaikan haji, lebih penting untuk memberikannya kepada orang miskin.

  • Pendapat kedua menyatakan bahwa haji tidak termasuk dalam fi sabilillah. Karena sabilillah murni digunakan untuk orang untuk berperang. Karena sangat tidak bermanfaat bukan kemaslahatan bagi kaum muslimin pada haji orang fakir. Islam tidak membebankan kewajiban haji kepada orang miskin.

Menurut Ulama Tafsir 

Menurut Al-Tabari

arti kata fi sabilillah adalah tentara yang berperang di jalan Allah SWT. Bukti dari makna ini adalah hadits Nabi saw, yang maknanya:

maknanya: Dari ‘Ibnu Yasir, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda: “Zakat tidak halal bagi orang kaya kecuali lima golongan, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, amil (zakat), orang yang memiliki hutang, orang yang berhutang dengan hartanya, orang yang memiliki tetangga miskin lalu diberikan kepadanya, tapi orang miskin menghadiahkannya kembali kepadanya.”

Sabilillah Adalah

Hadits lainnya adalah: Dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi SAW bersabda: “Zakat bukan untuk orang kaya, kecuali tiga golongan, yaitu: di jalan Allah, ibn sabāl atau seseorang memberikan sedekah kepadanya, kemudian tetangganya mengembalikannya kepadanya.”

Dalam dua hadits di atas, tidak ada dalil yang menjelaskan bahwa fi sabilillah adalah tentara yang berperang. Tampaknya Tabari paham bahwa fi sabilillah yang dimaksudkan dalam kedua hadis di atas adalah tentara yang berperang pada jalan Allah.

Berdasarkan ini, apakah Anda bisa mendefinisikan arti fi sabilillah  dalam surat al-Taubah ayat 60 sebagai tentara yang berperang. Dalam penjelasannya, Tabari tidak menjelaskan apakah prajurit yang dimaksud adalah prajurit yang terikat, yaitu mereka yang menerima gaji tetap dari Negara, atau prajurit sukarela. Hal ini menciptakan makna yang berbeda pada fi sabilillah dan dia melakukannya.

Menurut al-Qurthubi

Dalam menjelaskan arti dari fisabilillah, Qurthubi mengambil pendapat para sahabat dan tabi‘in. Dari riwayat yang ia sebutkan, fisabilillah memiliki dua makna, yaitu:

Tentara yang berperang di jalan Allah yang mempunyai ikatan. Kepadanya diberi zakat, baik dalam keadaan fakir maupun kaya. Ini merupakan pendapat kebanyakan ulama. Makna ini berdasarkan hadits dari ‘Ali’ Ibnu Yasir dan Abu Sa‘id al-Khudri, sebagaimana telah dijelaskan diatas yaitu Haji dan umrah.

Makna kata fi sabilillah dalam kaitannya dengan makna prajurit berperang di jalan Allah dikemukakan oleh sebagian ulama. Sedangkan makna fi sabilillah dalam haji dan umrah dikemukakan oleh Ibnu Umar serta diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Ishaq.

Dalam hal ini, Qurthubi hanya menyajikan dua narasi tanpa bertentangan atau memperkuat pendapat apapun. Jadi tidak mungkin untuk mengetahui dengan pasti apakah dia mendukung kedua riwayat tersebut.

Menurut Muhammad Rasyid Ridha

Rasyid Ridha menjelaskan bahwa sabil adalah jalan. Jadi sabilillah adalah jalan al-i’tiqad al-‘amali yang menyampaikan kegembiraan-Nya. Dalam Al-Quran, sebagian besar istilah jihad dan perang digunakan sebagai fi sabilillah. Berdasarkan hal tersebut, para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fi sabilillah dalam ayat ini adalah perang.

Rasyid Ridha mengutip beberapa ulama tentang pengertian fi sabilillah, namun pada akhirnya ia memiliki pendapatnya sendiri. Pendapat ini berbeda dengan pendapat para ulama yang dikutipnya.

Rasyid Ridha mengatakan bahwa fi sabilillah dalam surat al-Taubah ayat 60 mengacu pada kepentingan umat Islam secara umum, yaitu mereka yang dapat membela urusan agama dan negara, selain kepentingan pribadi.

Ini termasuk simbol-simbol haji dan advokasi publik, seperti menjaga jalan menuju ziarah dan menyediakan air dan hal-hal lain yang membuat nyaman ziarah jika tidak tersedia dari sumber lain.

Menurut Muhammad Ali Al-Sayis

Muhammad Ali Al-Sayis hanya mengutip pendapat empat mazhab fikih tanpa (menguatkan) pendapat apapun. Dalam pemaknaan lafazh fi sabilillah, beliau hanya mengemukakan pendapat empat ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dalam hal ini, penulis tidak menemukan alasan untuk hanya mengutip pendapat ulama mazhab tanpa mengutip pendapat yang dianggapnya lebih benar.

Karakteristik Sabilillah

Karakteristik fi sabilillah dalam kerangka mustahik (penerima zakat) secara umum yaitu individu, keluarga dan entitas lain di bidang pendidikan, kesehatan, politik dan ekonomi. Maka layak berdakwah, berperang atau jihad (i’la Kalimatillah). Selain itu, bagian dari kegiatan sosial, dakwah atau sejenisnya atau kegiatan profesional yang terlibat dalam kegiatan dakwah, sosial atau keagamaan lainnya.

Keistimewaan lainnya adalah tidak mensyaratkan pengalihan kepemilikan (at-tamlik) seperti bersedekah kepada individu, seperti bersedekah tahfidz, peneliti Al-quran, berdakwah di jejaring sosial, dll, termasuk pembangunan Islamic center .

Maka menjadi prioritas yang harus dipenuhi karena penyediaan fasilitas umum merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Misalnya, tempat pemberian layanan kesehatan dan fasilitas medis atau pendidikan lainnya untuk membekali dan menghasilkan sumber daya manusia terampil yang dibutuhkan masyarakat.

Sabilillah Adalah

Sayyid Sabiq menjelaskan, “Termasuk fi sabilillah untuk membiayai madrasah ilmu syariah dan hal-hal lain yang diperlukan untuk kemaslahatan umum. Dalam situasi saat ini, guru madrasah bisa mendapatkan zakat karena menjalankan tugasnya, sehingga mereka tidak bisa bekerja yang lain. (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 1, hal. 394).

Menurut fatwa MUI, “dana zakat atas nama fi sabilillah boleh dialihkan untuk kepentingan umum”. (Fatwa MUI tentang Dana Zakat Mentasharuf untuk Kemaslahatan Umum).

Beda halnya dengan Fatwa MUI yang menekankan pendistribusian untuk kemaslahatan umum dengan ketentuan yang mencakup penerima manfaat (asnaf) fi sabilillah (Fatwa MUI nomor 23 Tahun 2020 terkait penggunaan Zakat, ‘Infaq dan Shadaqah untuk melawan Covid -19 Penyakit dan Dampaknya).

Penutup

Demikian ulasan mengenai pengertian sabilillah dan kriterianya. Buat Grameds yang ingin lebih tahu tentang sabillah lainnya kamu bisa mengunjungi Gramedia.com untuk mendapatkan buku-buku terkait.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu memberikan produk terbaik, agar kamu memiliki informasi terbaik dan terbaru untuk kamu. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Ziaggi Fadhil Zahran

BACA JUGA:

Ketahui Siapa Saja yang Berhak Menerima Zakat Fitrah

8 Golongan Orang Yang Berhak Menerima Zakat

Perbedaan Sedekah, Infaq, Wakaf, dan Zakat

Sedekah Subuh: Pengertian, Keutamaan, dan Cara Melakukannya

Doa Membayar dan Menerima Zakat Fitrah Beserta Artinya

 

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika