Sosial Budaya

Rumah Adat Suku Betawi: Sejarah, Fungsi, dan Filosofinya

Rumah Adat Suku Betawi
Written by Umam

Rumah Adat Suku Betawi – Tahukah Grameds, Indonesia merupakan salah satu negeri yang mempunyai berbagai macam kekayaan yang melimpah. Kekayaan itu tidak hanya sebatas mengacu dari hasil sumber daya alamnya saja, tetapi juga ragam suku, agama, bahasa, adat istiadat, dan kepercayaan masyarakatnya.

Dalam hal keragaman suku bangsa, Indonesia mempunyai ratusan nama suku, bahkan ribuan jika dirinci sampai dengan subsukunya. Setiap suku yang ada di Indonesia memiliki adat dan norma yang beragam.

Namun demikian, keberagaman itu tidak menyebabkan keutuhan bangsa menjadi terpecah. Sebaliknya, keberagaman diperlukan untuk mencapai tujuan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Rumah Adat Suku Betawi

Pencak silat gaya Betawi yang dilakukan saat upacara pernikahan Betawi (Gunawan Kartapranata/Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International).

Salah satu suku bangsa yang populer di Indonesia adalah suku Betawi. Suku ini mempunyai kekerabatan etnis dengan Melayu, Sunda, dan Jawa. Masyarakat Betawi umumnya menghuni wilayah di sekitar Jakarta dan sekitarnya. Kehadiran suku tersebut pertama kali pada abad ke-18 sebagai salah satu komunitas dari beberapa etnis yang menetap di Batavia.

Beberapa pakar beranggapan jika suku ini berasal dari hasil perkawinan antaretnis dan bangsa pada masa lampau. Secara biologis, masyarakat yang mengaku sebagai suku Betawi merupakan keturunan kaum darah campuran bermacam-macam suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke wilayah Batavia.

Perlu diketahui pula jika masyarakat Betawi yang ada di Jakarta juga memiliki batik. Motif maupun warnanya juga beragam, tidak hanya didominasi oleh motif ondel-ondel dengan warna yang selalu gonjreng.

Ciri khas yang paling menonjol dari motif batik khas Betawi hingga kuliner, flora, fauna, dan kesenian lain yang berkembang dapat ditemukan dalam buku penelitian Litbang Kompas berjudul Seri Batik: Cerita Batik di Tanah Betawi berikut ini.

Rumah Adat Suku Betawi

button rahmadRumah Adat Suku Betawi

Menurut catatan yang ditulis oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia tahun 2002, ada dua jenis rumah adat suku Betawi, yaitu rumah panggung dan rumah kebaya.

Namun, mayoritas masyarakat hanya mengetahui tentang rumah kebaya saja, padahal rumah panggung juga merupakan rumah adat suku Betawi.

Lalu, apa sajakah perbedaan di antara kedua rumah adat Betawi tersebut? Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini!

1. Rumah Kebaya

Rumah Adat Suku Betawi

Rumah adat kebaya berbahan dasar kayu. Atap dari rumah adat kebaya berbentuk pelana (Tania Shab’hatiani/Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International).

Rumah adat suku Betawi ini lebih dikenal dengan nama rumah bapang. Rumah ini disebut dengan rumah kebaya dikarenakan atapnya mirip dengan pelana yang dilipat dan jika dilihat dari sisi samping terlihat mirip lipatan kebaya.

Salah satu ciri khas yang utama dari rumah tradisional ini adalah terasnya yang relatif luas. Teras yang luas itu berfungsi untuk menjamu para tamu maupun sebagai tempat bersantai para anggota keluarga. Dinding rumah tersebut dibuat dari berbagai panel yang bisa digeser ke tepi. Hal itu berfungsi agar rumah terlihat lebih luas.

Berdasarkan sifatnya, rumah kebaya dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu rumah bagian belakang yang bersifat pribadi dan hanya dapat dilihat oleh anggota keluarga terdekat dan rumah bagian depan yang bersifat semi publik. Masyarakat Betawi dulunya juga membangun sumur dan permakaman yang berada di samping rumahnya.

Sementara itu, material yang dipakai untuk menutup atap rumah adalah atep (genteng) dari daun kirai yang telah dianyam, konstruksi gording dan kuda-kudanya memakai kayu gowok dan kayu kecapi, balok tepinya memakai kayu nangka yang sudah tua, serta kasau dan rengnya memakai bambu tali.

Bambu yang dipakai sebagai kasau adalah bambu utuh yang memiliki diameter ± 4 sentimeter, sedangkan yang dipakai untuk reng adalah bambu yang telah dibelah.

2. Rumah Panggung

Rumah Adat Suku Betawi

Rumah si pitung merupakan rumah adat panggung masyarakat suku Betawi yang berada di wilayah pesisir (Olobaho/Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International).

Rumah panggung dibangun oleh masyarakat Betawi yang berada di wilayah pesisir atau tepi sungai untuk menghindari banjir maupun air pasang. Rumah tradisional ini umumnya tidak mempunyai bentuk bangunan dengan ciri khas tersendiri. Selain itu, rumah tersebut juga tidak mempunyai aturan baku dalam penentuan arahnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Swadarma (2014) dan Suswandari (2017), rumah etnik Betawi ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis jika ditilik dari strukturnya, yaitu rumah darat dan rumah panggung. Rumah darat atau sering disebut dengan rumah depok merujuk kepada rumah yang lantainya menempel secara langsung ke tanah, sedangkan rumah panggung merujuk kepada rumah yang lantainya diangkat dari tanah dengan memakai tiang-tiang kayu.

Masyarakat Betawi juga meyakini beberapa hal dalam membangun rumah, misalnya rumah harus dibangun di sebelah kiri rumah orang tua atau mertua, serta larangan membuat atap rumah dari bahan-bahan yang mengandung unsur tanah.

Rumah si pitung yang berada di Marunda merupakan salah satu dari sedikit rumah panggung yang tersisa di Jakarta. Rumah tradisional tersebut telah dipengaruhi oleh berbagai macam budaya seperti Jawa, Melayu, Sunda, Arab, Tiongkok, dan Belanda.


Itulah artikel terkait “Rumah Adat Suku Betawi” yang dapat kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rujukan

  • Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2002). Arsitektur Tradisional Betawi, Sumbawa, Palembang, Minahasa, dan Dani. Jakarta: Seksi Publikasi Subdit Dokumentasi dan Publikasi Direktorat Tradisi dan Kepercayaan Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
  • Idik, Mutholib; Attahiyat, Chandrian; Fachruddin, Sugiyo; Nasir, Djaelani (1986). Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Budaya Daerah.
  • Sardjono, Agung Budi (2006). Aneka Desain Rumah Bertingkat. Jakarta: Griya Kreasi.
  • Suswandari (2017). Kearifan Lokal Etnik Betawi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Swadarma, Doni; Aryanto, Yunus (2014). Rumah Etnik Betawi. Jakarta: Griya Kreasi.
  • Tanjung, Anita Chairul (2018). Pesona Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rekomendasi Buku dan E-Book Terkait

1. Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia

Rumah Adat Suku Betawi

Indonesia sering kali dikatakan sebagai negara yang majemuk dan plural. Namun, wujud dari kemajemukan itu hampir tidak ada yang bisa menyatakan, menceritakan, mendeskripsikan, bahkan menjelaskan keadaannya. Moto “Bhinneka Tunggal Ika” yang telah banyak dikenal masyarakat Indonesia mempunyai arti “walau masyarakat negeri ini amat beragam dalam berbagai aspeknya, tetapi tetap dalam satu kesatuan, satu dalam kebangsaan, satu dalam kenegaraan, satu dalam kenasionalismean, serta satu dalam bahasa”.

Namun demikian, tidak banyak masyarakat yang mengetahui keragaman sebenarnya dari suku-suku bangsa yang ada di Indonesia itu. Pengetahuan kita mengenai masyarakat dan budaya Indonesia dibuat samar oleh adanya batasan penerapan administrasi modern di semua daerah di Indonesia. Batasan administrasi itu bukan hanya menekankan keseragaman kedaerahan, tetapi juga mendukung upaya-upaya sponsorship penonjolan budaya khas masing-masing.

Secara tidak langsung, buku ini menggugah kesadaran kita bahwa ternyata pengetahuan dan pengenalan kita selama ini tentang saudara-saudara sebangsa dan setanah air sangat terbatas. Keadaan ini semakin ironis ketika kita mengetahui banyak orang asing yang jauh lebih mengetahui wujud keragaman bangsa kita itu.

Buku ini menyajikan informasi pokok mengenai berbagai suku bangsa di Indonesia, yang beberapa di antaranya sudah diteliti dan diungkap, tetapi jauh lebih banyak yang belum teridentifikasi secara baik. Kendati demikian, informasi yang tersaji dalam buku ini tetap menarik untuk diketahui dan diambil manfaatnya.

2. 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia

Rumah Adat Suku Betawi

button rahmadPernah mendengar tradisi potong jari? Tradisi meletakkan mayat begitu saja tanpa menguburkannya? Tradisi perang pandan duri atau tradisi membakar batu? Wah, ada-ada saja tradisi unik di Indonesia yang masih belum banyak diketahui orang. Semua penjelasan tentang berbagai tradisi unik Indonesia yang akan membuatmu berdecak kagum, bergidik ngeri, penasaran, dan mengaduk pikiranmu itu telah dirangkum di dalam buku ini.

Penasaran dengan tradisi unik selanjutnya? Buku ini tidak hanya akan menambah ilmu pengetahuanmu, tetapi membuka matamu mengenai suku-suku dan keberagaman tradisi yang ada di Indonesia. Setelah membaca buku ini, dijamin kalian akan semakin mencintai Indonesia, negeri yang kaya dengan suku dan budaya.

3. Ragam Rona Kebaya Inspirasi Batik Betawi

Rumah Adat Suku Betawi

button rahmadKebaya adalah sejenis pakaian bagian atas yang secara tradisional dikenakan oleh wanita di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura. Kesabaran dan lemah lembut merupakan makna yang tersimpan dalam kebaya. Jika diperhatikan saksama, potongan kebaya selalu mengikuti bentuk tubuh. Artinya, perempuan Jawa diharuskan bisa menyesuaikan diri dan menjaga diri sendiri di manapun mereka berada.

“Warna cerah adalah salah satu ciri khas batik Betawi, yang kini kembali bangkit”.

Kembalinya batik Betawi ditandai dengan munculnya batik dalam kombinasi warna cerah dan motif kontemporer yang menggambarkan warna-warni kehidupan kota Jakarta. Corak kontemporer itu ternyata tidak membatasi batik Betawi untuk tampil selaras dengan kebaya berdesain cantik dan elegan.

Dilengkapi dengan cara berkain yang mudah dan apik, aplikasi riasan wajah dan tatanan rambut, serta pilihan aksesori yang tepat, buku ini hadir untuk menginspirasi siapa saja agar bisa tampil menawan dan bersahaja dengan padu padan batik Betawi dan kebaya khas Indonesia yang penuh warna. Itulah tujuan utama dari buku Ragam Rona Kebaya yang merupakan buku kedua dari Seri Batik Cantik! – Inspirasi Batik Betawi ini. Semoga terinspirasi! Selamat Membaca!

4. Memori Kolektif Orang Betawi dalam Maen Pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah

button rahmadMaen pukulan sebagai bela diri tradisional di daerah Jakarta dan sekitarnya memiliki keterkaitan dengan berbagai tradisi lisan Betawi lainnya, seperti palang pintu, lenong, dan cerita rakyat. Dalam sebuah perguruan maen pukulan, juga terdapat berbagai tuturan dan kisah mengenai guru dan murid, ritual, kisah jurus, dan cerita seputaran silat. Semua itu hadir dalam keseharian orang Betawi dan tersimpan dalam memori kolektif mereka.

Beksi Tradisional H. Hasbullah merupakan satu aliran bela diri khas Betawi yang menyimpan memori kolektif para guru, murid, dan masyarakat Jakarta. Melalui proses latihan, pewarisan, pengelolaan, dan pertunjukan perguruan ini terlihat adanya rekaman tradisi Betawi yang dianggap penting pada masa kini. Memori kolektif itu menjadi dasar perguruan untuk berkembang merambah ranah yang lebih modern seperti film laga, sinetron, dan sarana sosial politik.

Buku ini menunjukkan besarnya peran memori kolektif untuk eksistensi dan pewarisan maen pukulan di masa depan. Selain itu, terlihat relevansi memori kolektif dengan pembentukan identitas dan perkembangan tradisi Betawi seiring zaman. Buku ini bermanfaat untuk pemerhati dan peneliti sosial dan budaya, praktisi dan pengelola perguruan silat, serta masyarakat pencinta tradisi.

Palang pintu merupakan salah satu bagian dari upacara tradisional Betawi berbentuk kegiatan mengadu kemampuan maen pukul dari dua belah pihak dan menggunakan dialog berbentuk pantun. Lazimnya, palang pintu dipakai untuk upacara pernikahan. Jago dari mempelai laki-laki haruslah mengalahkan jago dari pihak mempelai perempuan. Hal tersebut merupakan simbol pengantin laki-laki kelak sebagai suami akan mampu melindungi istrinya.

Palang pintu dilaksanakan sebelum calon pengantin laki-laki diizinkan masuk ke rumah calon mempelai perempuan untuk melaksanakan ijab kabul. Kemampuan tersebut harus dibuktikan sebelum dirinya melangsungkan akad nikah dan dipertunjukkan di hadapan keluarga dan kerabat kedua belah pihak. Selain dipakai dalam upacara pernikahan, palang pintu juga digunakan dalam acara sunatan, nujuh bulan, ulang tahun, menerima tamu penting, bahkan juga kini dipakai pada peresmian berbagai perhelatan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selain maen pukulan, unsur-unsur yang terdapat dalam palang pintu adalah pantun dan pembacaan ayat.

Selain berada di dalam upacara tradisional Betawi, maen pukulan juga dapat ditemukan di dalam teater tradisional. Men pukulan dalam teater digunakan dalam lenong, ondel-ondel, dan teater topeng. Ondel-ondel sebagai seni teater tanpa tutur di sisi lain mensyaratkan para pemainnya mampu menguasai setidaknya dasar-dasar silat.

5. Kuliner Betawi Selaksa Rasa dan Cerita

button rahmad jpgMakanan adalah bagian dari budaya dan sejarah. Buku ini menarik bagi mereka yang tertarik tidak hanya kepada rasa, tetapi juga kepada latar belakang memasak. Selain memberikan wawasan tentang kuliner Betawi dan resepnya, buku ini juga menampilkan budaya dapur suku ibu kota negara. Buku ini disusun oleh 10 wanita yang tergabung dalam Akademi Seni Kuliner Indonesia (AKI). Beberapa di antaranya adalah jurnalis kuliner dan masih melakukan berbagai aktivitas kuliner di tanah air.

Buku kuliner Betawi ini disusun menjadi cerita tentang kota dan masyarakatnya, terutama dalam hal budaya dan tradisi makanan. Keberadaan kuliner Betawi erat kaitannya dengan sifat dan arah migrasi etnis mereka, yang ditandai dengan percampuran etnis dan kelompok masyarakat yang berbeda. Perpaduan ini menghasilkan berbagai macam masakan tradisional, baik dari segi rasa, kombinasi bahan dan cara memasaknya.

Seperti halnya suku bangsa lain di Nusantara, setiap tahapan siklus hidup masyarakat Betawi juga melibatkan hidangan khusus yang disiapkan secara khusus. Buku ini mengisahkan serangkaian peristiwa, upacara, dan perayaan di dalam masyarakat Betawi pada masa lalu yang perlu diurungkan. Kami telah menyusun daftar resep Betawi populer dan resep yang kurang dikenal, dari betawi asinan, nasi uduk, pindang bandeng, rebusan jengkol, kue pepe, sayur bekasem, sate asem, laksa pengantin, hingga kue keren.

Penjelasan di dalam buku ini antara lain:

  • Bab 1. Sekapur Sirih.
  • Bab 2. Jakarta Punya Cerita.
  • Bab 3. Ragam Kuliner dalam Komunitas Betawi.
  • Bab 4. Kuliner dan Upacara Daur Hidup Masyarakat Betawi.
  • Bab 5. Meriahnya Selebrasi Keagamaan.
  • Bab 6. Berlebaran Ala Betawi.
  • Bab 7. Ngintip Dapur Betawi.

BACA JUGA:

About the author

Umam

Perkenalkan saya Umam dan memiliki hobi menulis. Saya juga senang menulis tema sosial budaya. Sebelum membuat tulisan, saya akan melakukan riset terlebih dahulu agar tulisan yang dihasilkan bisa lebih menarik dan mudah dipahami.