Administrasi Hukum

Pengertian Denda Hingga Pasal-Pasal Tentang Denda

Pengertian Denda
Written by Veronika

Pengertian Denda – Grameds, sepertinya agak merinding jika mendengar putusan hakim atas suatu perkara pidana yang disebutnya adalah hukuman denda, iya bukan? Pidana denda seringnya diberikan sebagai alternatif lepas dari hukuman penjara. Namun, sejauh ini kita akan mengetahui betul apa itu denda?

Akan tetapi, kita perlu mengetahui dahulu, dengan meminjam istilah Lucky Omega hasan, S.H., pengacara yang tergabung dalam Justika sebagai berikut: Sanksi pidana merupakan bagian dari hukum pidana. Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengakui 2 jenis sanksi pidana. Pertama, pidana pokok yang terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Kedua, pidana tambahan yang terdiri dari pidana pencabutan hak-hak tertentu, pidana perampasan barang-barang tertentu, pidana pengumuman hakim.

Hakim akan menentukan sanksi pidana terhadap terdakwa berdasarkan pertimbangan dan tuntutan Jaksa. Pemberian sanksi pidana yang umum adalah pidana penjara. Namun, hal ini menimbulkan berbagai pendapat antara lain tidak ada efek jera meskipun pelaku telah dipidana penjara yang cukup lama, jumlah terpidana semakin banyak jumlahnya dan penjara menjadi over-capacity, dan biaya yang digunakan untuk menegakkan pidana penjara cukup besar, serta menggunakan pajak yang dibayar masyarakat, dan berbagai permasalahan lainnya.

Pidana denda adalah salah satu dari pidana pokok dalam stelsel pidana Indonesia. Pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diancamkan dan terutama ditujukan terhadap harta kekayaan atau harta benda dari seseorang pelaku karena melanggar ketentuan Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku (A. Budivaja dan Y. Bandrio, Eksistensi Pidana Denda di dalam Penerapannya, Jurnal Hukum, vol. XIX, No. 19, 2010, hlm. 78).

Pidana denda menjadi salah satu alternatif jitu untuk menggantikan pidana penjara apabila diterapkan dengan maksimal. Saat ini telah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur pidana denda selain KUHP, antara lain Undang-Undang tentang Perbankan, Undang-Undang tentang Kehutanan, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang tentang Hak Cipta, Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang tentang Narkotika, Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang, dan lain sebagainya.

Pengertian Denda

Pengertian Denda

Denda dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan hukuman berupa membayar sejumlah uang apabila lalai dalam membayar kewajibannya. Dalam bahasa Inggris juga terdapat kata fine yang berarti denda keterlambatan. Sedangkan dalam bahasa Arab ta’widh yakni ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan akibat seorang nasabah terlambat membayar kewajibannya setelah jatuh tempo.

Denda merupakan salah satu jenis dari hukuman. Ta’widh diartikan dengan Ar-Raddu Wal Man’u, yang artinya menolak dan mencegah. Pengertian ta’widh menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Fathi al-Duraini, guru besar fikih di Universitas Damaskus, Suriah, mengemukakan definisi ta’widh: Hukuman yang diserahkan kepada penguasa untuk menentukan bentuk dan kadarnya sesuai dengan kemaslahatan yang menghendaki dan tujuan syarak dalam menetapkan hukum, yang ditetapkan pada seluruh bentuk maksiat, berupa meninggalkan perbuatan yang wajib, atau mengerjakan perbuatan yang dilarang, yang semuanya itu tidak termasuk dalam kategori hudud dan kafarat, baik yang berhubungan dengan hak Allah SWT berupa gangguan terhadap masyarakat umum, keamanan mereka, serta perundang-undangan yang berlaku, maupun yang terkait dengan hak pribadi.

Pada intinya, denda yang berupa sanksi ataupun hukuman yang bentuknya berupa keharusan untuk melakukan pembayaran dalam jumlah uang. Ketentuan ini dikenakan karena seseorang telah melakukan pelanggaran pada norma ataupun undang-undang yang sedang berlaku.

Denda ini akan diberikan karena konsekuensi lanjutan jika tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dengan pihak bersangkutan. Biasanya, dalam hal ini ada pihak ketiga yang disediakan untuk melakukan penagihan pada pihak yang melakukan pelanggaran dan dikenakan denda.

Pengertian Denda

Dasar Hukum dan Syarat Penggunaan Hukuman Denda

Mengenai pemberlakuan denda, terdapat perbedaan pendapat ulama fiqih. Sebagian berpendapat bahwa hukuman denda tidak boleh digunakan, dan sebagian lagi berpendapat boleh digunakan. Ulama Mazhab Hambali, termasuk Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziah, mayoritas ulama Mazhab Maliki, ulama Mazhab Hanafi, dan sebagian ulama dari kalangan mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa seorang hakim boleh menetapkan hukuman denda terhadap suatu tindak pidana ta’widh. Alasan yang mereka kemukakan adalah sebuah riwayat dari Bahz bin Hukaim yang berbicara tentang zakat unta.

Selanjutnya, syarat penggunaan hukuman denda. Denda keterlambatan ini dimaksudkan sebagai sanksi atau hukuman, supaya tidak mengulangi perbuatan maksiat kembali. Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, sanksi dapat diberikan kepada orang yang ingkar janji, dan ketentuan seseorang disebut ingkar janji dijelaskan dalam Pasal 36, yang menyebutkan bahwa: Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya:

  1. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya.
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
  3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat.
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan”.

Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi:

  • Membayar ganti rugi
  • Pembatalan akad
  • Peralihan resiko
  • Denda, dan/atau
  • Membayar biaya perkara.

Sedangkan mengenai penggunaan hukuman denda, sebagian fuqaha dari kelompok yang membolehkan penggunaannya, mereka mensyaratkan hukuman denda harus bersifat ancaman, yaitu dengan cara menarik uang terpidana dan menahan darinya sampai keadaan pelaku menjadi baik. Jika sudah menjadi baik, hartanya dikembalikan kepadanya.

Namun, jika tidak menjadi baik, hartanya diinfakkan untuk jalan kebaikan. Seorang hakim boleh menetapkan hukuman denda terhadap suatu tindak pidana ta’widh, apabila menurut pertimbangannya hukuman denda itulah yang tepat diterapkan pada pelaku pidana.

Menurut mereka, dalam jarimah ta’widh seorang hakim harus senantiasa berupaya agar hukuman yang ia terapkan benar-benar dapat menghentikan paling tidak mengurangi seseorang melakukan tindak pidana yang sama.

Oleh sebab itu, dalam menentukan suatu hukuman, seorang hakim harus benar-benar mengetahui pribadi terpidana, serta seluruh lingkungan yang mengitarinya, sehingga dengan tepat ia dapat menetapkan hukumannya. Jika seorang hakim menganggap bahwa hukuman denda itu lebih tepat dan dapat mencapai tujuan hukuman yang dikehendaki syara‟, maka boleh dilaksanakan.

Pengertian Denda

Pasal-Pasal Tentang Denda

1. Pasal 362

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu”

2. Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor

“Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah”

Teori Pemidanaan

Pengertian Denda

pixabay.com

Mengapa penggunaan hukuman denda dapat dipidanakan, hal ini tentu bukan tanpa alasan. Berikut adalah teori pemidanaan;

1. Teori Absolut/ Teori Pembalasan

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana adalah pembalasan (revegen).

Sebagaimana yang dinyatakan Muladi (Zainal Abidin, 2005 : 11) bahwa: Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri.

Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.

Menurut Vos (Andi Hamzah, 1993 : 27), bahwa: Teori pembalasan absolut ini terbagi atas pembalasan subjektif dan pembalasan objektif. Pembalasan subjektif adalah pembalasan terhadap kesalahan pelaku, sementara pembalasan obyektif adalah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan oleh pelaku di dunia luar.

Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana.

Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pidana itu. Setiap kejahatan harus berakibatkan dijatuhkan pidana kepada pelanggar. Oleh karena itulah maka teori ini disebut teori absolut. Pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan. Hakikat suatu pidana ialah pembalasan (Andi Hamzah, 2005 : 31).

Pengertian Denda

2. Teori Relatif atau Tujuan

Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Teori ini berbeda dengan teori absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental.

Menurut Muladi (Zainal Abidin, 2005 : 11) tentang teori ini bahwa: Pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.

Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat. Teori relatif ini berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, deterrence, dan reformatif.

Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti (deterrence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang.

Sedangkan tujuan perubahan (reformation) untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk ini, tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidaklah saja dilihat pada masa lampau, tetapi juga pada masa depan.

Dengan demikian, harus ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja. Dengan demikian, teori ini juga dinamakan teori tujuan. Tujuan ini pertama-tama harus diarahkan pada upaya agar dikemudian hari kejahatan yang dilakukan itu tidak terulang lagi (prevensi). Teori relatif ini melihat bahwa penjatuhan pidana bertujuan untuk memperbaiki si penjahat agar menjadi orang yang baik dan tidak akan melakukan kejahatan lagi.

Menurut Zevenbergen (Wirjono Prodjodikoro, 2003: 26) “terdapat tiga macam memperbaiki si penjahat, yaitu perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan perbaikan moral.” Perbaikan yuridis mengenai sikap si penjahat dalam hal menaati undang-undang. Perbaikan intelektual mengenai cara berfikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya kejahatan. Sedangkan perbaikan moral mengenai rasa kesusilaan si penjahat agar ia menjadi orang yang bermoral tinggi.

Pengertian Denda

3. Teori gabungan/modern

Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan.

Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.

Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hamel, Van List (Djoko Prakoso, 1988 :47) dengan pandangan sebagai berikut :

  1. Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
  2. Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.
  3. Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya sarana, oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi denga upaya sosialnya.

Dari pandangan di atas menunjukkan bahwa teori ini mensyaratkan agar pemidanaan itu selain memberikan penderitaan jasmani juga psikologi dan terpenting adalah memberikan pemidanaan dan pendidikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemidanaan, yaitu dikehendakinya suatu perbaikan-perbaikan dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-kejahatan terutama dalam delik ringan. Sedangkan untuk delik-delik tertentu yang dianggap dapat merusak tata kehidupan sosial dan masyarakat, dan dipandang bahwa penjahat-penjahat tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki, maka sifat penjeraan atau pembalasan dari suatu pemidanaan tidak dapat dihindari.

Teori ini di satu pihak mengakui adanya unsur pembalasan dalam penjatuhan pidana. Akan tetapi di pihak lain, mengakui pula unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat/pelaku yang melekat pada tiap pidana. Teori ketiga ini muncul karena terdapat kelemahan dalam teori absolut dan teori relatif, kelemahan kedua teori tersebut adalah (Hermien Hadiati Koeswadji, 1995 : 11-12):

Pengertian Denda

Itulah beberapa informasi mengenai denda, mulai dari pengertian denda hingga pasal-pasal tentang denda. Setelah membaca artikel ini sampai selesai semoga saja, kita terhindar dari pemidanaan yang harus mengeluarkan denda. Semoga semua pembahasan di atas bermanfaat sekaligus dapat menambah wawasan kamu.

Temukan informasi menarik lainnya di gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu memberikan rekomendasi buku terbaik untuk para Grameds. Jadi, jangan ragu untuk membeli buku di Gramedia.

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Mochamad Aris Yusuf

BACA JUGA:

  1. Pengertian Pengampunan Pajak: Tujuan, Manfaat, dan Cara Kerjanya 
  2. Pengertian Paylater: Keuntungan, Kerugian, dan Cara Menggunakannya
  3. Memahami Instrumen Kredit: Definisi, Fungsi, dan Cara Kerjanya
  4. Macam-Macam Kafarat dan Cara Membayarnya
  5. Begini Cara Perhitungan Pelunasan Kredit Dipercepat 

About the author

Veronika

Saya semakin mencintai dunia menulis ini karena membuat saya semakin bisa mengembangkan ide dan kreativitas, serta menyalurkan hobi saya ini. Selain hal umum, saya juga menyukai tulisan tentang pendidikan dan juga administrasi perkantoran.

Kontak media sosial Instagram saya Nandy Primandha